PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Masa nifas (postpartum) merupakan masa pemulihan dari sembilan bulan
kehamilan dan proses kelahiran. Pengertian lainnya yaitu masa nifas yang biasa
disebut masa puerperineum ini dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali keadaan seperti hamil. Masa nifas ini
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahanperubahan fisiologis maupun psikologis seperti perubahan laktasi/ pengeluaran air
susu ibu, perubahan sistem tubuh dan perubahan psikis lainnya. Karena pada
masa ini ibu-ibu yang baru melahirkan mengalami berbagai kejadian yang sangat
kompleks baik fisiologis maupun psikologis. Dalam hal ini perawat berperan
penting dalam membantu ibu sebagai orang tua baru. Perawat harus memberikan
support kepada ibu serta keluarga untuk menghadapi kehadiran buah hati yang
sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang sehingga dapat memulai
kehidupan sebagai keluarga baru (Maryunani, 2009).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu ataupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan dan 50% kematian akibat nifas terjadi dalam 24 jam
pertama. Setelah proses persalinan selesai bukan berarti tugas dan tanggung jawab
perawat dan terhenti, karena asuhan kepada ibu harus dilakukan secara
komprehensif dan terus menerus dalam arti selama masa kurun reproduksi
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bayi yang baru lahir sudah mempunyai reflek mengisap. Hal ini sangat
bermanfaat pada si ibu dan yang lebih utama pada bayi. Air susu yang keluar
pertama kali adalah kolostrum. Ini mengandung bahan-bahan yang sangat berguna
bagi bayi. Konon pertemuan antar ibu dan bayi ini yang akan mempengaruhi
hubungan keduanya menjadi baik. Bila bayi menyusu dengan cara yang tidak
benar, maka
disebabkan karena bayi menarik-narik puting susu supaya mendapatkan air susu
yang banyak. Ini bisa terjadi bila air susu tidak berhasil dirangsang keluar, bayi
pun menjadi frustasi. Apabila kita sudah mengetahui cara menyusui yang benar
masalah ini dapat segera teratasi, mengetahui tehnik dasar menyusui seperti
pertama sikap tubuh ibu sewaktu menyusui dan yang kedua cara menyusui.
Menurut penelitian hampir semua masalah mulai dari puting susu lecet sampai
berkurangnya air susu. Mengingat hal itu ibu seharusnya mempelajari tehnik dasar
tersebut jauh sebelum melahirkan (Musbikin, 2006).
Bagi seoarang wanita payudara adalah organ tubuh yang sangat penting
untuk kelangsungan perkembangan bayi yang baru di lahir. Payudara memang
secara natural akan mengeluarkan ASI begitu ibu melahirkan, tetapi bukan berarti
seorang wanita atau ibu tidak merawat payudara (Saryono, 2008).
Perawatan payudara juga harus dilakukan untuk menjaga kelangsungan
produksi ASI. Payudara yang mengalami pembengkakan mengakibatkan
pengeluaran ASI yang tidak sempurna. Mengatasi hal ini maka ibu perlu
menyusui bayi lebih sering, kompres payudara yang bengkak dengan air hangat
dan keluarkan ASI dengan pompa. Akibat tersumbatnya salah satu saluran susu di
dalam payudara, dapat terjadi timbunan ASI dalam saluran tersebut sehingga
timbul benjolan pada payudara (Musbikin, 2006).
Mastitis merupakan peradangan
menjadi fatal bila tidak langsung mendapatkan tindakan yang adekuat. Abses
payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan salah satu
komplikasi berat dari mastitis. Keadaaan ini bisa menyebabkan beban penyakit
yang fatal karena memerlukan biaya yang sangat besar. Penelitian terbaru
menyatakan bahwa mastitis dapat menyebabkan resiko penularan HIV pada ibu
menyusui. Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien karena
tehnik menyusui yang buruk merupakan penyebab penting, tetapi dalam hal ini
banyak petugas kesehatan masih menganggap mastitis sama dengan infeksi
payudara. Mereka sering tidak mampu membantu wanita yang mengalami mastitis
untuk terus menyusui, dan mereka bahkan mereka menyarankan wanita tersebut
untuk berhenti menyusui, yang sebenarnya tidak harus berhenti (Hamid, 2011).
Menurut WHO (2003) Mastitis dan abses payudara ini terjadi pada semua
populasi dengan kebiasan atau tanpa kebiasaan menyusui. Insiden yang
dilaporkan bervariasi dari sedikit sampai 33% wanita menyususi, tetapi biasanya
di bawah 10%. Kebanyakan penelitian memiliki keterbatasan metodologis yang
besar, dan belum ada penelitian kohort prospektif yang besar. Angka insiden ini
lebih tinggi berasal dari populasi tertentu. Insident abses payudara ini juga sangat
bervariasi. Walaupun demikian, menurut beberapa laporan, terutama dari negaranegara berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa didahului mastitis yang nyata.
Menurut data WHO, terbaru pada tahun 2008 di Amerika Serikat persentase
perempuan
menyusui
yang
mengalami
mastitis
rata-rata
mencapai 10%.