#3 Masukan
#3 Masukan
Evaluasi
Merapi
Strategi
Pengadaan
Hunian
Paska
Erupsi
Penekanan pada Aplikasi Struktur Tahan Gempa pada fase Pengembangan Mandiri
oleh Pengguna
kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat.
Selama periode rekonstruksi, dana bantuan dan rekonstruksi disediakan
oleh pemerintah. Periode ini berakhir dengan pengembangan menuju
kondisi yang kembali stabil mendekati kondisi prabencana, pembangunan
kembali bangunan hingga yang berada dalam kondisi paling rusak,
pengembalian saham perumahan hingga mencapai tingkat kondisi prabencana dan diawalinya periode pemulihan jangka panjang (Haas et al.,
1977 ; Schwab et al, 1998;. Arnold, 1993).
Tahap Pemulihan Jangka Panjang
Tahap pemulihan jangka panjang adalah periode terakhir dari bencana. Dimulai
ketika upaya-upaya yang diambil berorientasi pada membangun kembali pola
prabencana di masyarakat daripada menyediakan perumahan sementara dan
bantuan darurat (Cuny, 1983; Bates dan Peacock, 1989). Meskipun tidak selalu
mungkin untuk mengidentifikasi dengan presisi saat tertentu menandai awal dari
pemulihan, fase ini dikatakan lengkap dengan penggantian kerugian fisik dan
merebut kembali pembangunan dan pertumbuhan tujuan yang mungkin telah
terlewatkan sebagai akibat dari bencana (Bolin dan Stanford, 1998). Untuk tujuan
perumahan, tujuan ini tercermin oleh berbagai indikator seperti hunian dan
tingkat keterjangkauan, tingkat perpindahan penduduk setempat, jumlah unit
perumahan, perbaikan struktural, derajat retrofit dan kualitas hidup secara
keseluruhan di daerah yang mengalami kerusakan tinggi.
Jika pemukiman baru berada dalam batas-batas administratif kota yang terkena
bencana, utilitas (air, saluran air, listrik, dll) harus diperpanjang. Permintaan untuk
layanan baru akan bersaing dengan kebutuhan untuk perbaikan dan rekonstruksi
di daerah yang hancur, pada biaya masalah sosial dan ekonomi.
Penyelesaian dengan relokasi akan menciptakan batas-batas kota luar yang
bertahan hidup dalam semacam limbo, tanpa kesediaan pemerintah lokal maupun
daerah untuk menanggung biaya pembangunan dan pemeliharaan
Pada negara berkembang, biaya sarana infrastruktur perkotaan sangat tinggi,
biaya per kapita jauh melebihi kapasitas per kapita untuk memenuhi biaya
tersebut. Harga dari tanah yang dilayani oleh infrastruktur telah meningkat
sebanding dengan biaya sumber daya dan jasa lainnya, dan terutama dalam
kaitannya dengan upah .
Dalam penanganan paska bencana, respon pemerintah yang sering diberikan ialah
adalah janji untuk memindahkan korban ke yang baru, pada daerah yang lebih aman dari
bencana. Tapi bukti-bukti yang jelas menyatakan bahwa dalam prakteknya relokasi
jarang menghasilkan hunian yang layak, karena alasan berikut ini:
Di banyak negara berkembang tidak ada cara keluar yang formal dari dilema ini:
mungkin satu-satunya pendekatan adalah untuk membujuk masyarakat untuk
mengurangi kerentanan mereka sendiri, melalui pendidikan publik tentang dampak
bahaya alam yang parah, dan keuntungan yang akan diperoleh dari relokasi parsial.
Ada beberapa pra - kondisi yang harus dipenuhi untuk relokasi parsial yang sukses:
Donor Driven
Approach
Dibentuk organisasi
tingat desa dengan
gabungan warga dan
penyedia
People Centric
Approach
Design
Using Local
Resources
Decision
Making
Oleh penyedia
Semua diambil penyedia
dari luar daerah
Oleh penyedia
Oleh warga
Dari dalam desa
Oleh warga
Training
Programme
Warga dengan
berkonsultasi dengan
penyedia
Diadakan pelatihan dan
pertemuan
Ownership
Sistem kontrak
Maintenance
Monitoring
Tidak terkoordinasi
Tidak ada
Organization
al set up
Dipandu oleh
organisasi desa,
terdiri dari semua
tokoh masyarakat dan
penyedia
Kepemilikan penuh
warga
Oleh warga
Oleh tokoh desa dan
penyedia
Owner Driven
Approach
Oleh warga, dipandu
oleh tim mandiri
profesional dalam desa
2. Memberikan stimulan Bantuan Dana Rumah (BDR) maksimal Rp. 30 juta per
rumah per KK;
3. Masyarakat diberi keleluasaan dalam menentukan pilihan tipe rumah namun
diupayakan memenuhi luas minimal rumah inti yaitu 36m2;
4. Konstruksi rumah harus memenuhi persyaratan teknis dan metode pembangunan
rumah tahan gempa;
5. Pelaksanaan pembangunan rumah dilakukan oleh masyarakat dengan didampingi
oleh tim fasilitator.
Prinsip Ketahanan Gempa pada Rumah Pasca Bencana
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Tembok Tahan Gempa dari Direktorat Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan syarat pembangunan bangunan tembok
tahan gempa sebagai berikut:
1. Bangunan harus terletak di atas tanah yang stabil
2. Denah bangunan rumah sebaiknya sederhana dan simetris, dengan sloof yang
diangkur ke pondasi
3. Gunakan kayu kering, pilih bahan atap yang ringan
4. Dinding pasangan bata/batako, dipasang angkur setiap jarak 30 cm ke kolom
5. Setiap luasan dinding 12 m2 harus dipasang kolom praktis
6. Dipasang balok ring/cincin yang diikat kaku dengan kolom
7. Seluruh kerangka bangunan harus terikat secara kokoh dan kaku
8. Rangka kuda-kuda gantung, pada titik simpul sambungan kayu diberi baut dan
plat pengikat
9. Perhatikan bahan spesi adukan (1pc : 3 pasir)
10. Pelaksanaan konstruksi oleh tukang berpengalaman
Sementara itu, dijelaskan lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Cipta
Karya Nomor: 111/Kpts/Ck/1993 tentang Pedoman Pembangunan Bangunan Tahan
Gempa, dalam pembangunan bangunan tembok bata, hal-hal yang perlu diperhatikan
ialah:
1. Dinding
a. Sistem dinding pemikul:
1) Bangunan sebaiknya tidak dibuat bertingkat.
2) Besar lubang pintu dan jendela dibatasi. Jumlah lebar lubanglubang dalam satu bidang dinding tidak melebihi panjang dinding
itu. Letak lubang pintu/jendela tidak terlalu dekat dengan sudutsudut dinding, misalnya minimum 2 kali tebal dinding. Jarak antara 2
lubang sebaiknya juga tidak kurang dari 2 kali tebal dinding. Ukuran
bidang dinding juga dibatasi, misalnya tinggi maksimum 12 kali tebal
dinding, dan panjangnya diantara dinding-dinding penyekat tidak
melebihi 15 kali tebalnya.
3) Apabila bidang dinding diantara dinding-dinding penyekat lebih
besar dari pada itu, maka dipasang pilaster-pilaster/tiang-tiang
tembok. Blok lintel dibuat menerus keliling bangunan dan sekaligus
berfungsi sebagai pengaku horizontal. Blok lintel tersebut perlu diikat
kuat dengan pilaster-pilaster.
4) Pilaster diperkuat dengan jangkar-jangkar. Jangkar dapat terdiri dari
kawat anyaman ataupun seng tebal yang diberi lubang-lubang paku
seperti parutan.
5) Pada bagian atas dinding dipasang balok pengikat keliling/ring balk.
Ring balk dijangkarkan dengan baik kepada pilaster-pilaster.
6) Pada sudut-sudut pertemuan dinding, hubungan antara balok-balok
pengikat keliling (ring balok) perlu dibuat kokoh.
7) Hubungan antara bidang-bidang dinding pada pertemuanpertemuan dan sudut-sudut dinding perlu diperkuat dengan jangkar-
10