Anda di halaman 1dari 26

TUGAS REVIEW

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa

Kelompok 5 IKMB 2014


Febriyanti Kusuma N. 101411131020
Indri Hartiningrum 101411131023
M. Zamzami Elamin 101411131044
Pratiwi Purbaningrum 101411131050
Ardha Isma Maziyah 101411131053
Indah Maya Safitri
101411131129
Aufrieda Ariestyaningsih 101411133033
Khansa Muthiah
101411133054

Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Pengaturan
kesehatan jiwa secara khusus dan komprehensif dalam satu
Undang-Undang ditujukan untuk memberikan perlindungan yang
lebih baik kepada ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa),
perlindungan terhadap sumber daya manusia yang terlibat dalam
penanganan ODGJ, dan memberikan kejelasan mengenai
wewenang dan tugas dari setiap pihak yang meyelenggarakan
upaya kesehatan jiwa.

Undang-Undang Kesehatan jiwa dibentuk berdasarkan beberapa


pertimbangan:
1. Negara menjamin setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin
serta memperoleh pelayanan kesehatan yang merupakan amanat
UUD 1945;
2. Pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan jaminan hak
Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) belum dapat diwujudkan secara optimal;
3. Belum optimalnya pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang
dan belum terjaminnya hak ODGJ mengakibatkan rendahnya
produktivitas sumber daya manusia;
4. Pengaturan penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa dalam
peraturan perundang-undangan saat ini belum diatur secara
komprehensif sehingga perlu diatur secara khusus dalam satu
Undang-Undang.

Rumusan Masalah
1. Apa isu publik yang mendasari terbitnya peraturan
tersebut?
2. Siapa saja aktor yang terlibat dalam peraturan
perundang-undangaan tersebut?
3. Jelaskan isi utama peraturan perundang-undangaan
tersebut?
4. Bagaimana prediksi terhadap kemungkinan terjadinya
resistensi atau penolakan terhadap peraturan tersebut?
5. Bagaimana prediksi terhadap kemungkinan
keberhasilan pelaksananaan peraturan perundangundangaan tersebut?

Isu Publik yang Mendasari Terbitnya


UU No. 18 tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa

Kesehatan merupakan Keadaan sehat, baik secara fisik, mental,


spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (Pasal 1 ayat 1
Undang Undang No 36 Tahun 2009).
Kesehatan tidak hanya menitik beratkan pada aspek fisik saja,
tetapi sebagai suatu kesatuan utuh yang mengambarkan kualitas
hidup seseorang yang terkandung didalamnya kesejahteraan dan
produktifitas secara sosial dan ekonomi ekonomi. Konsepsi
kesehatan tersebut menempatkan mental atau jiwa seseorang
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan mempunyai kedudukan
yang penting di dalam pemahaman kesehatan, sehingga tidak
mungkin kita berbicara tentang kesehatan tanpa melibatkan
kesehatan jiwa.

Banyak peraturan perundangan di bidang kesehatan yang disusun


oleh pemerintah mulai dari UU No 3 Tahun 1966 tentang kesehatan
Jiwa, UU No. 36 tahun 2009, hingga peraturan dan keputusan menteri
yang mengatur upaya kesehatan jiwa. Namun dalam pelaksanaannya,
sistem perundang- undangan yang berlaku hingga saat ini belum cukup
banyak membantu dalam peningkatan upaya layanan kesehatan jiwa dan
kurang dapat melindungi penderita gangguan jiwa
Berbagai kebijakan publik juga terlihat masih memberi perlakuan
diskriminatif dan tidak adil terhadap penderita gangguan jiwa, seperti
perusahaan asuransi yang tidak menanggung penderita gangguan jiwa.
Terdapat juga keterbatasan akses terhadap fasilitas publik serta
rumah sakit umum seringkali menolak merawat penderita gangguan
jiwa.
Pemberitaan/pemaparan oleh media massa tentang penderita
gangguan
jiwa
lebih
banyak
bersifat
eksploitatif
tanpa
mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap pembentukan opini
publik yang salah tentang penderita gangguan jiwa.

Penderita gangguan jiwa di Indonesia seringkali menjadi korban


ketidakadilan dan perlakuan yang semena-mena oleh masyarakat.
Kondisi ini, jika dibiarkan berlanjut, akan semakin memarginalisasi
layanan kesehatan mental dan akhirnya akan membawa banyak
masalah psikososial di komunitas seperti meningkatnya insidens
bunuh diri, adiksi zat psikoaktif, kekerasan, dan banyaknya
penderita psikotik kronik yang menggelandang.
Tindak kekerasan dan penelantaran terhadap penderita gangguan
jiwa masih sering ditemukan di masyarakat. Selain itu,
penganiayaan terhadap penderita gangguan jiwa dengan dalih upaya
mengamankan atau merupakan bagian dari ritual penyembuhan
gangguan jiwa (pemasungan, rendam dalam air, dan lain-lain) masih
banyak terjadi.

Laporan Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa


Prevalensi Nasional Gangguan Mental Emosional
Pada Penduduk Umur > 15 Tahun adalah 11,6%
(berdasarkan Self Reported Questionnarie). Sebanyak
14 provinsi mempunyai prevalensi Gangguan Mental
Emosional Pada Penduduk Umur > 15 Tahun diatas
prevalensi nasional. Dengan prevalensi 11,6 % itu
mengandung arti dari 100 penduduk Indonesia, 12
sampai 13 diantaranya mengalami gangguan jiwa
ringan sampai berat. Tingginya masalah tersebut
menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang besar dibandingkan dengan masalah kesehatan
lainnya yang ada di masyarakat.

Aktor yang Terlibat


dalam UU No. 18 tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa

1. Pemerintah dan pemerintah daerah


-. Mengadakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang
Kesehatan Jiwa kepada masyarakat.
-. Menyediakan sarana dan prasarana, ketersediaan dan
kesejahteraan SDM, dan mengatur ketersediaan obat
psikofarmaka yang dibutuhkan oleh ODGJ (Orang Dengan
Gangguan Jiwa) sesuai standar untuk meningkatkan kualitas
upaya Kesehatan Jiwa.
-. Menyusun program seperti mengintegrasikan Upaya Kesehatan
Jiwa ke dalam sistem pelayanan kesehatan, mengatur dan
menjamin ketersediaan sumber daya dalam Upaya Kesehatan
Jiwa dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Upaya Kesehatan Jiwa.

2. Masyarakat
- Memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa
- Melaporkan adanya ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) yang membutuhkan
pertolongan,
- Melaporkan tindakan kekerasan yang dialami serta yang dilakukan ODGJ
- Menciptakan iklim yang kondusif bagi ODGJ
- Memberikan pelatihan keterampilan khusus kepada ODGJ
- Memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya peran keluarga
dalam penyembuhan dan mengawasi fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan
Jiwa.
3. Tenaga kesehatan
Yang terlibat dalam UU ini yaitu dokter umum, dokter spesialis jiwa, dan
psikolog. Tenaga kesehatan tersebut berwenang untuk memberikan pelayanan
kesehatan berupa tindakan medis atau pemberian obat psikofarmaka terhadap
ODGJ sesuai standar pelayanan Kesehatan Jiwa untuk perilaku yang berbahaya.

Isi Utama
UU No. 18 tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 menjelaskan tentang pengertian dari Kesehatan Jiwa, Orang Dengan Masalah Kejiwaan
(ODMK), Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), Upaya Kesehatan Jiwa, Pemerintah Pusat
yang selanjutnya disebut Pemerintah, Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota
dan perangkat daerah dan pengertian Menteri. Pasal 2 menjelaskan tentang Asas Upaya
Kesehatan Jiwa. Pasal 3 menjelaskan tentang Tujuan Upaya Kesehatan Jiwa.
BAB II
UPAYA KESEHATAN JIWA
Bagian Kesatu: Umum
Upaya kesehatan dapat dilakukan melalui kegiatan antara lain promotif preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Selain itu juga menjelaskan tentang pelaksana Upaya Kesehatan Jiwa yakni
dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua: Upaya Promotif
Penjelasan pengertian dan tujuan dari upaya promotif. Selain itu juga pada pasal 8 dijelaskan
mengenai Upaya promotif yang dilaksanakan di lingkungan keluarga lembaga pendidikan tempat
kerja masyarakat fasilitas pelayanan kesehatan media massa lembaga keagamaan dan tempat
ibadah dan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.

Bagian Ketiga: Upaya Preventif


Pengertian, tujuan serta pelaksanaan upaya preventif.
Bagian Keempat: Upaya Kuratif
Pengertian dan tujuan dari upaya kuratif. Selain itu juga menjelaskan tentang proses penegakan
diagnosis terhadap orang yang diduga ODGJ.
Bagian Kelima: Upaya Rehabilitatif
Pengertian serta tujuan dari upaya rehabilitatif. Sedangkan tata cara upaya rehabilitatif telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN JIWA
Untuk melaksanakan Upaya Kesehatan Jiwa, Pemerintah perlu membangun suatu sistem
pelayanan Kesehatan Jiwa yang berjenjang dan komprehensif.

BAB IV
SUMBER DAYA DALAM UPAYA KESEHATAN JIWA
Bagian Kesatu: Umum, tentang sumber daya dalam Upaya Kesehatan Jiwa.
Bagian Kedua: Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan Jiwa
Tenaga profesional dan tenaga lain yang terlatih di bidang Kesehatan Jiwa berperan sebagai mitra
tenaga kesehatan dengan kompetensi di bidang Kesehatan Jiwa dalam menyelenggarakan Upaya
Kesehatan Jiwa.
Bagian Ketiga: Fasilitas Pelayanan di Bidang Kesehatan Jiwa
Fasilitas pelayanan di bidang kesehatan meliputi Puskesmas dan jejaring, klinik pratama, dan
praktik dokter dengan kompetensi pelayanan Kesehatan Jiwa; rumah sakit umum; rumah sakit
jiwa; dan rumah perawatan.
Fasilitas Pelayanan di Luar Sektor Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Berbasis Masyarakat
Bagian Keempat: Perbekalan Kesehatan Jiwa
Bagian Kelima: Teknologi dan Produk Teknologi Kesehatan Jiwa
Peran pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam melakukan penelitian,
pengembangan, pengadaan, dan pemanfaatan teknologi dan produk teknologi dalam Upaya
Kesehatan Jiwa.
Bagian Keenam: Pendanaan Kesehatan Jiwa

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu: Hak dan Kewajiban Orang Dengan Masalah Kejiwaan
Bagian Kedua: Hak Orang Dengan Gangguan Jiwa
BAB VI
PEMERIKSAAN KESEHATAN JIWA
Bagian Kesatu: Untuk kepentingan penegakan hukum, seseorang diduga ODGJ yang melakukan
tindak pidana harus mendapatkan pemeriksaan Kesehatan Jiwa.
Bagian Kedua: Untuk melaksanakan pekerjaan tertentu atau menduduki jabatan tertentu, wajib
dilakukan pemeriksaan Kesehatan Jiwa.
BAB VII
TUGAS, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG
Bagian Kesatu: Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap
penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa.
Bagian Kedua: Wewenang Pemerintah dalam melaksanakan Upaya Kesehatan Jiwa
a. menyusun program;
b. mengintegrasikan Upaya Kesehatan Jiwa ke dalam sistem pelayanan kesehatan;
c. mengatur dan menjamin ketersediaan sumber daya dalam Upaya Kesehatan Jiwa; dan
d. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa.

BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Peran serta masyarakat sekaligus juga cara-cara untuk melaksanakan peran serta tersebut.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan, penelantaran, kekerasan dan/atau
menyuruh orang lain untuk melakukan pemasungan, penelantaran, dan/atau kekerasan terhadap
ODMK dan ODGJ atau tindakan lainnya yang melanggar hak asasi ODMK dan ODGJ, dipidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang terkait
KesehatanJiwa dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.

Prediksi terhadap Kemungkinan


terjadinya Resistensi atau Penolakan
terhadap UU No. 18 tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa

Bentuk penolakan dapat ditunjukan secara langsung


maupun tidak langsung, penolakan secara langsung
seperti demo, atau membuat petisi, dan sebagainya
Sementara penolakan tidak langsung dapat
diwujudkan dengan tidak menaati peraturan yang
telah dibuat. Misalnya saja pada kabinet Presiden
Jokowi yang menterinya tidak melakukan tes
kejiwaan padahal hal ini tentu saja tidak sesuai
dengan peraturan yang telah dibuat tentang
kesehatan jiwa tahun 2014 tersebut.

Anggota DPR RI FPPP Okky Asokawati menilai Presiden


Jokowi telah mengabaikan UU kesehatan UU No 18 Tahun
2014 tentang Kesehatan Jiwa, yang mewajibkan
dilakukannya tes kesehatan bagi calon pejabat negara.
Dimana semua menteri yang diangkat khususnya Menteri
Kesehatan tidak dilakukan tes kesehatan terlebih dahulu,
padahal UU telah mewajibkan.
Rekrutmen menteri di Kabinet Kerja ini hingga pelantikan,
sepanjang informasi di publik, tidak didahului dengan tes
kesehatan yang meliputi tes jiwa dan fisik. Padahal di UU
Pasal 74 ayat (1) UU No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa secara tegas disebutkan kewajiban pemeriksaan jiwa
bagi calon pejabat,ujarnya dalam siaran pers yang diterima
VOICE OF JAKARTA, Selasa (28/10/2014).

Prediksi terhadap Kemungkinan


terjadinya Keberhasilan
Pelaksanaan UU No. 18 tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa

Indonesia sebagai negara berkembang, perlu mencapai


kemakmuran yang lebih tinggi untuk mengejar ketertinggalannya dari
negara maju dan tidak dikejar oleh negara berkembang lainnya. Salah
satu cara untuk mencapai kemakmuran dengan meningkatkan
produktivitas di seluruh bidang ekonomi. Produktivitas sangat
bergantung kepada SDM yang ada. Di sinilah alasan mengapa
kesehatan jiwa sangat penting bagi negara berkembang.
UU Kesehatan Jiwa tidak hanya menjamin hak orang dengan
gangguan jiwa atau orang dengan masalah kejiwaan, melainkan juga
mengatur pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang.
Ketika orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan haknya
untuk dirawat hingga kembali produktif, kemudian dibekali
keterampilan yang memadai, akan ada banyak SDM tambahan untuk
membantu pertumbuhan ekonomi negara kita. Tentu saja, dengan
catatan pemerintah menyediakan lapangan kerja yang sesuai dengan
keterampilan yang diberikan pasca perawatan.

Dengan adanya UU ini, orang yang berpotensi memiliki resiko gangguan


jiwa atau orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) akan mendapatkan
penanganan yang tepat sehingga ODMK tidak akan sampai naik level
menjadi ODGJ. Dengan demikian, ODMK akan tetap bisa bekerja dengan
produktif.
Ada suatu istilah yang disebut dengan Upaya Kesehatan Jiwa, yakni
setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi
setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat. Artinya, masyarakat akan ikut berperan aktif dalam meningkatkan
kesehatan jiwa di lingkungannya.
Dengan penjelasan di atas, jelas bahwa undang-undang ini tidak hanya
bermanfaat untuk memberi pekerjaan para praktisi di bidang kesehatan jiwa,
tapi juga sangat bermanfaat untuk masyarakat umum dan tentunya,
produktivitas masyarakat di negara Indonesia. Sehingga kemungkinan
keberhasilan UU ini semakin tinggi karena masyarakat ikut berperan serta.

Kesimpulan
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan (integral) dari kesehatan
secara umum dan unsur yang menunjang terwujudnya kualitas hidup setiap manusia.
Pengaturan kesehatan jiwa secara khusus dan komprehensif dalam satu Undang-Undang
ditujukan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada ODGJ, perlindungan
terhadap sumber daya manusia yang terlibat dalam penanganan ODGJ, dan memberikan
kejelasan mengenai wewenang dan tugas dari setiap pihak yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa.
Bentuk penolakan terhadap peraturan tentang kesehatan jiwa dapat ditunjukan secara
langsung maupun tidak langsung, seperti demo, atau membuat petisi, dan sebagainya dapat
dikatakan sebagai penolakan secara langsung. Sementara penolakan tidak langsung dapat
diwujudkan dengan tidak menaati peraturan yang telah dibuat. Misalnya saja pada kabinet
Presiden Jokowi yang menterinya tidak melakukan tes kejiwaan padahal hal ini tidak sesuati
dengan peraturan yang telah dibuat tentang kesehatan jiwa tahun 2014 tersebut
Ada istilah Upaya Kesehatan Jiwa, yakni setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat
kesehatan jiwa yang optimal bagisetiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu,
dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Artinya,
masyarakat akan ikut berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan jiwa di lingkungannya.
Dengan demikian, masyarakat sudah berkontribusi pada lingkungan untuk membuat
masyarakat di lingkungan tersebut lebih produktif.

SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai