Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I.
PENDAHULUAN
Sejalan dengan banyaknya penduduk, kebutuhan akan perumahan semakin
besar, salah satu upaya pemerintah untuk memudahkan masyarakat memiliki atau
mendapatkan rumah atau tempat tinggal yang layak adalah dengan memberikan
kesempatan kepada beberapa bank nasional, antara lain Bank Tabungan Negara
(BTN), untuk menyediakan kredit pemilikan rumah dan menyalurkannya kepada
pihak yang membutuhkan.
Hak jaminan yang dipunyai oleh bank merupakan suatu upaya agar bank tidak
menanggung resiko kerugian atas pemberian kredit kepada nasabah, yang mana
kerugian tersebut diakibatkan oleh debitur melakukan wanprestasi atau tidak
memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai debitur sebagaimana telah ditentukan
di dalam perjanjian kredit yang telah dibuat berdasarkan kesepakatan bersama. Oleh
karena itu untuk mengurangi resiko tersebut maka dalam perjanjian KPR BTN
Pihak Bank selaku kreditur dan penerima hak jaminan meminta kepada debitur agar
benda yang dijadikan jaminan, yaitu tanah dan rumah yang dibeli oleh debitur
secara kredit, diasuransikan.
Wirjono Prodjodikoro merumuskan asuransi pada umumnya sebagai suatu
persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk
menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan
diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan
terjadi.1
Sebagai suatu persetujuan maka dalam perjanjian asuransi terdapat dua pihak,
yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung. Menurut Abdulkadir Muhammad,
1
II.
PERUMUSAN MASALAH
Abdulkadir Muhammad, 1994, Pengantar Hukum Pertanggungan, Citra Aditya, Cetakan Pertamana,
Jakarta. Hal. 37.
3
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1990, Hukum Pertanggungan (pokok-pokok Pertanggungan
Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa). Cetakan kesepuluh, Seksi Hukum Dagang FH. UGM. Hal. 45.
PEMBAHASAN
Di dalam KUHD, pengertian mengenai asuransi terdapat dalam Pasal 246
atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenemen, sedangkan
penutup pertanggungan mengikatkan diri untuk membayar uang premi.4
Purwosutjpto mengatakan bahwa dari rumusan Pasal 246 KUHD kita dapat
menyimpulkan adanya tiga unsur mutlak yaitu :
1. adanya kepentingan sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang.
2. Adanya peristiwa tidak tentu,
3. Adanya kerugian.
Salah satu bentuk asuransi yang terdapat dalam praktek adalah asuransi
kerugian. Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa asuransi kerugian adalah
asuransi yang bertujuan untuk mengganti kerugian tertentu apabila terjadi peristiwa
yang menimbulkan kerugian bagi harta tertanggung. Asuransi kerugian ini terletak
dalam lapangan/bidang harta kekayaan dan selalu dapat dinilai dengan uang.5
Untuk mengadakan suatu perjanjian asuransi haruslah sekurang-kurangnya
terdapat dua pihak, yaitu penangung dan tertanggung. Namun demikian dalam
prakteknya tidak selalu pihak tertanggung secara langsung berhubungan dengan
penangung tetapi ia munngkin juga berhubungan melalui seorang pengantar, dimana
pengantar ini dapat diadakan oleh seorang makelar atau pialang.
Pasal 260 KUHD menetapkan :
Bilamana pertanggungan diadakan dengan peraturan seorang makelar dalam
asuransi, maka polis yang sudah ditanda tangani harus diserahkan dalam
waktu delapan hari setelah pembuatan perjanjian.
Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 memberikan
definisi mengenai Perusahaan Pialang Asuransi sebagai berikut :
Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan
dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan
penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang
polis, tertanggung, atau peserta.
Purwosutjipto, H.M.N, 1986, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djembatan. Indonesia.
10.
5
Abdulkadir Muhammad, 1994, Pengantar Hukum Pertanggungan, Citra Aditya, jakarta. Hal. 23.
Menurut ketentuan Pasal 31 angka (1) dan angka (2) Undang-undang Nomor
40 Tahun 2014 , Perusahaan Pialang Asuransi wajib menerapkan segenap keahlian,
perhatian, dan kecermatan dalam melayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta, dan wajib memberikan informasi yang benar, tidak palsu,
dan/atau tidak menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta
mengenai risiko, manfaat, kewajiban dan pembebanan biaya terkait dengan produk
asuransi atau produk asuransi syariah yang ditawarkan
Dalam praktek makelar asuransi atau broker merupakan kuasa langsung dari
tertanggung broker ini adalah perantara yang berdiri sendiri. Dia tidak ada hubungan
tetap dengan satu atau beberapa perusahaan asuransi tertentu. Dia hanya
melaksanakan amanat pemberi kuasa.6
Makelar atau broker sebagai pihak pengantar bertujuan menghubungi
penanggung guna mengadakan pertanggungan untuk kepentingan tertanggung7
Jika pasal 260 KUHD, Pasal 1 angka 11 dan Pasal 31 angka (1) dan angka (2)
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 serta pendapat Purwosutjipto dan Abdulkadir
Muhammad keberadaan makelar atau broker asuransi dalam asuransi agunan fasilitas
kredit Perumahan Bank Tabungan Negara adalah sudah sesuai, dimana dalam
asuransi agunan fasilitas Kredit Perumahan Bank Tabungan Negara Pihak yang
bertugas sebagai perantara asuransi yang berkedudukan sebagai makelar atau broker
yang melakukan kegiatan teknis pengurusan asuransi kebakaran agunan fasilitas
Kredit Perumahan Bank tabungan Negera untuk kepentingan PT. BTN (Persero).
Dalam perjanjian asuransi perjanjian asuransi, penetuan mengenai saat mulai
dan berakhirnya bahaya bagi tanggungan penanggung adalah hal yang sangat penting
ketentuan Pasal 257 ayat (1) KUHD menyebutkan :
Perjanjian pertanggungan ada segera setelah diadakan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban timbal balik dari penanggung dan tertanggung mulai
sejak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani.
6
7
di
bawah
nilai
benda.
Apabila
tertanggung
hendak
Beradarkan harga fisik dari bangunan fasilitas kredit perumahan BTN dan
merupakan jumlah maksimum penggantian kerugian/tuntutan klaim jika terjadi
evenemen, atau.
b.
Sebesar nilai kredit yang disetujui, dalam hal ini jika terjadi kerugian akibat
kebakaran, maka perhitungan ganti rugi berlaku perhitungan prorata sebanding
antara nilai bangunan sebenarnya dengan harga pertanggungan yang
dimintakan.
Pasal 247 KUHD menyebutkan bahwa pertanggungan-pertanggungan antara
b. Kesalahan atau itikad jahat dari pelayanan sendiri, tetangga, musuh, perampok
dan lain-lain.
c. Sebab-sebab lain dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun kebakaran itu
telah terjadi, disengaja ataupun tidak, biasa ataupun luar biasa, dengan tiada
kecualinya.10
Pendapat Purwosutjipto tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 290 KUHD yang
mengatur mengenai kebakaran yang menetapkan bahwa :
Menjadi tanggungan penanggung adalah semua kerugian dan kerusakan yang
menimpa benda-benda yang dipertanggungkan karena kebakaran yang
disebabkan oleh petir atau aral lainnya, api sendiri, tetangga, musuh, perampok
dan apaun lain-lainnya, dengan jalan bagaimanapun kebakaran dapat terjadi,
direncanakan atau tidak direncanakan, biasa atau tidak biasa tidak ada yang
dikecualikan.
Jika Pasal 247 dan Pasal 290 KUHD serta pendapat Purwosutjipto tersebut
dikaitkan dengan risiko yang dipertanggungkan, dapat dideskripsikan bahwa resiko
yang dipertanggungkan dalam asuransi agunan fasilitas kredit perumahan BTN
adalah sudah sesuai yaitu resiko terjadinya bahaya kebakaran (dengan perluasanya),
terhadap agunan fasilitas kredit Perumahan BTN.
Polis sebagai suatu akta yang formalitasnya diatur dalam undang-undang
mepunyai arti yang sangat penting pada perjanjian asuransi baik pada tahap awal,
selama perjanjian berlaku dan dalam masa pelaksanaan perjanjian.
Menurut Pasal 255 KUHD, asuransi harus diadakan dengan sepucuk akta yang
bernama polis. Ketentuan tersebut adalah memberikan gambaran bahwa perjanjian
asuransi baru berlaku sah kalau terjadinya adalah dengan polis. Dengan kata lain polis
merupakan suatu syarat untuk sahnya perjanjian asuransi. Gambaran tersebut akan
menjadi hilang jika kita melihat ketentuan Pasal 257 ayat (1) KUHD yang
menyebutkan :
10
perummusan
yang
cukup
jelas
mengenai
benda
dipertanggungkan,
4. Jumlah untuk mana dipertanggungkan,
5. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung,
11
yang
sepakat antara kedua belah pihak. Dalam persetujuan tersebut para pihak dapat
menyepakati adanya ketentuan-ketentuan tambahan yang dicantumkan dalam polis
asalkan hal tersebut tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan
undang-undang.13
Berdasarkan ketentuan Pasal 256, Pasal 257 ayat (1) dan pasal 258 ayat (1)
dan Pasal 287 KUHD pendapat Abdulkadir Muhammad, Sri Rejeki Hartono dan
Djoko Prakoso dapat disimpulkan bahwa ketentuan mengenai polis asuransi agunan
fasilitas kredit perumahan BTN telah ditutup asuransinya atas resiko kebakaran dan
atau diperluas dengan resiko tambahan sesuai dengan yang tercantum dalam polis,
dimana untuk penutupan asuransi agunan fasilitas Kredit Perumahan BTN tersebut
digunakan polis induk dan sertifikat asuransi kebakaran, dan hal-hal yang disebutkan
dalam Sertifikat Asuransi Kebakaran tersebut sudah sesuai dengan ketentuan Pasal
256 dan pasal 287 KUHD.
Penutupan Asuransi agunan fasilitas kredit perumahan BTN, merupakan
konsekuansi dari adanya perjanjian Kredit pemilikan Rumah BTN, dimana bank
selaku kreditur mewajibkan dibiturnya untuk mengasuransikan benda yang dijadikan
agunan atau jaminan kredit.
Menurut Muhammad Djumhana cara dan syarat-syarat pertanggungan untuk
tiap-tiap jenis barang jaminan harus mengikuti ketentuan-ketentuan khusus, antara
13
Djoko Prakoso, dan I Ketut Murtika, 1992, Hukum Asuransi di Indonesia, Rineka cipta, Jakarta.
Hal. 32.
10
11
12
dapat disimpulkan bahwa pembayaran atas klaim ganti kerugian dalam asuransi
agunan fasilitas Kredit Perumahan BTN adalah sudah sesuai, dimana jika terjadi
kerugian atas banguanan yang diasuransikan, maka berdasarkan Perjanjian Kredit
Pemilikan Rumah, ditentukan bahwa hasil klaim akan digunakan untuk memperbaiki
atau membangun kembali benda jaminan yang dipertanggungkan, dalam hal ini uang
ganti rugi yang telah diterima oleh bank dari pihak penanggung kemudian diserahkan
kepada debitur untuk memperbaiki atau membangun kembali rumah jaminan kredit.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi peristiwa
tidak tentu yang menimbulkan kerugian terhadap benda jaminan yang diasuransikan
dan kemudian dan kemudian dibayarkan hak klaimnya, maka terhadap uang ganti
kerugian yang diterima dari penanggung sebagai pemegang hak jaminan fasilitas
kredit perumahan BTN, dan juga sebagai tertanggung berhak menerima ganti rugi.
Tetapi berdasarkan perjanjian antara debitur dan kreditur, maka kemudian pihak
kreditur daklam hal ini PT. BTN )persero) menyerahkan uang ganti kerugian tersebut
kepada debitur yang selanjutnya akan digunakan untuk memperbaiki atau
membangun kembali rumah jaminan kredit. Hal ini sesui dengan Pasal 6 ayat 8
ketentuan dan syarat-syarat umum perjanjian kredit pemilikan rumah Bank Tabungan
Negara (BTN).
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Sri Rejeki, 1992, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Sinar Grafika,
cetakan Pertama, Jakarta.
Muhammad Abdulkadir, 1994, Pengantar Hukum Pertanggungan, Citra Aditya,
13
14