Anda di halaman 1dari 2

3F (Fashion, Food, Film) dan Identitas Islam

Fashion, food, dan film disebut-sebut sebagai lahan luas usaha


westernisasi dan menjadi senjata utama bagi mereka yang islamophobia yaitu
mereka yang tidak suka, tidak setuju, bahkan ingin mengubah islam beserta segala
syariat di dalamnya. Berbagai media internasional hingga lokal mem-boomingkannya sebagai hal yang bisa diterima dan seakan cocok diterapkan oleh umat
islam terlebih di negeri 1001 keyakinan yang menjunjung tinggi toleransi seperti
Indonesia. Berbagai modifikasi dan hal baru dalam hal pakaian, makanan, hiburan
berbau westenisasi yang kurang baik pun seakan terlihat baik karena mayoritas
umat islam begitu saja menerima. Sebaliknya identitas umat islam seperti
penampilan syari, mengkonsumsi yang halal lagi bermanfaat, serta berbagai hal
positif ala Rasulullah untuk mengisi waktu luang mulai tergusur dan tinggal
menunggu waktu kembali terasing dalam kehidupan bermasyarakat.
Pertama dalam hal fashion atau gaya berpenampilan utamanya penampilan
kaum hawa. Muslimah seharusnya berpenampilan seperti disyariatkan dalam
islam yaitu menggunakan jilbab, kerudung tebal sederhana, pakaian longgar dan
tidak tembus pandang, menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan,
serta mudah menggunakannya. Namun fashion terkini menawarkan model yang
lebih simple untuk digunakan dan sukses membuat fashion syari terlihat lebih
rumit. Kini kita biasa melihat muslimah berpakaian serba ketat, membentuk lekuk
tubuh, menggunakan kerudung berpunuk yang tipis dan tembus pandang. Dan
kebanyakan muslimah justru merasa aneh serta takut bila melihat muslimah lain
mengenakan pakaian sederhana, jilbab longgar, berkerudung lebar yang sejatinya
menunjukkan identitas islam sebenarnya.
Kedua dalam hal food atau makanan yang halal lagi bermanfaat seperti
tercantum dalam Al-Quran atau sesuai sunnah Rasulullah yaitu madu, zaitun,
anggur, pisang, gandum, susu, daging, ikan, dan sebagainya. Secara medis pun
sudah dibuktikan khasiatnya. Bandingkan dengan food ala westernisasi yang
mengandung berbagai zat sintetis seperti pengawet, pewarna, perasa buatan yang
notabene adalah zat kimia dan efek jangka panjangnya tidak bisa diprediksi.
Meski begitu hal ini sukses menaklukkan lidah umat islam utamanya anak. Anak

lebih suka jajanan pabrik dibanding buah, lebih suka gorengan fast (junk) food
dibanding ikan serta sayuran apalagi orang tua cenderung membiarkan dan
menuruti kemauan anaknya. Anak pun sering lahap makan tanpa mengucap
bismillah dan alkhamdulillah sampai kekenyangan hingga menjadi malas
beraktifitas, bahkan tidak ingin mencoba puasa sunnah karena makanan enak
selalu tersedia.
Ketiga adalah film sebagai salah satu bentuk hiburan yang memanjakan
umat islam ketika tidak ada hal yang dilakukan. Film sejatinya mampu
dimanfaatkan untuk mendukung dakwah islam. Seperti film yang berceritera kisah
perjuangan sahabat Rasulullah atau kisah teladan nabi dan rasul terdahulu. Namun
film ala westernisasi dengan segala kecanggihan grafis, audio, jalan cerita yang
lebih keren ternyata sukses menarik hati umat islam. Kini umat lebih suka film
sains-fiksi, berbau sihir, horor, pembunuhan, yang sebenarnya sarat akan muatan
negatif. Dan tidak sedikit film yang sengaja mendistorsi sejarah kejayaan islam
lebih-lebih secara tidak langsung merepresentasikan islam sebagai teroris.
Akhirnya semua kembali pada kepekaan dan awareness umat islam
terhadap hal baru sekecil mungkin yang hadir di masyarakat sesuai syariat islam
atau tidak. Umat islam diharap lebih selektif dan memikirkan kembali efek jangka
panjang setiap hal baru tersebut. Dan jangan sampai umat islam lebih memilih dan
siap untuk kehilangan identitas dan eksistensinya di dunia demi kepentingan
pribadi.

Anda mungkin juga menyukai