Anda di halaman 1dari 13

Case Report

Kongestif Heart Failure


Oleh:
Fakhri Zuhdian Nasher
Rana Zara Athaya
Virissa Calista Harbaindo

Pembimbing:
dr. EkaFithraElfi, Sp.JP, FIHA
dr. Mefri Yanni, Sp.JP, FIHA

Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr.M. Djamil Padang
2015

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II ILUSTRASI KASUS

BAB III DISKUSI

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 13

BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung gagal memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure) atau jantung
2

bisa memompa darah yang adekuat hanya bila tekanan pengisian jantung
meningkat (backward failure). Gagal jantung merupakan bentuk akhir dan
manifestasi terberat dari hampir semua bentuk penyakit jantung seperti
atherosclerosis coroner, infark miokard, kelainan katup, hipertensi, penyakit
jantung bawaan dan kardiomiopati.1
Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan
fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan
irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat
menyebabkan kematian pada pasien. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal
jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi
gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung
kronis.2
Studi Farmingham menyebutkan bahwa kejadian gagal jantung per tahun
pada orang berusia > 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7
kasus setiap 1000 orang perempuan. Di Amerika hampir 5 juta orang menderita
gagal jantung9. Secara keseluruhan 50% dari total pasien meninggal dalam kurun
waktu empat tahun. Empat puluh persen yang datang ke rumah sakit dengan
diagnosis gagal jantung, meninggal atau mendapatkan rawat inap kembali dalam
waktu satu tahun pertama. Seorang pasien yang menderita gagal jantung biasanya
sering kembali datang ke rumah sakit

karena kekambuhan yang tinggi dan

peningkatan angka kematian yang tinggi pada penyakit ini. Sekitar 45% pasien
gagal jantung akut akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua
kali dalam dua belas bulan pertama. Estimasi risiko kematian dan perawatan ulang
antara 60 hari berkisar 30-60%, tergantung dari studi populasi.
Karena perjalanan klinis gagal jantung yang sangat sering terjadi dan
memiliki angka mortalitas yang tinggi, penulis tertarik untuk mengajukan laporan
kasus mengenai gagal jantung.

BAB II
ILUSTRASI KASUS

Seorang laki-laki usia 45 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Pendidikan


(RSUP) Dr. M. Djamil dengan keluhan utama sesak nafas meningkat sejak 3,5
jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak timbul saat pasien melakukan aktivitas
ringan, sesak tidak menciut, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan. Pasien telah
merasakan sesak sejak dirawat pada 28 November 2015 sampai saat ini. Nyeri
dada dirasakan ketika pasien beraktivitas, berkurang ketika istirahat. Tidak ada
keringat dingin, mual, muntah, pusing, berdebar-debar, pingsan. paroxysmal
nocturnal dyspnea (+), dyspnea of effort (+), OP (-), sembab kaki (-), berdebardebar (-), pusing (-), sinkop (-). Faktor risiko pada pasien ini diantaranya smoker
(+), hipertensi (+), diabetes melitus (-), dislipidemia (-), family history (-).
Riwayat gastritis (-), riwayat asma (-), riwayat stroke (+).
Pasien pernah dirawat pada tanggal 28 November 2015 di bagian jantung
dengan diagnosa NSTEMI, gagal jantung, Acute kidney injury, CAP, efusi pleura,
hiperurisemia, stroke, SEC di LV. Ketika pulang pasien diberi obat aspilet 1x80,
clopidogrel 1x75, simvastatin 1x40, spironolakton 1x25, ramipril 1x2.5, laxadin
1x10cc, ISDN 5mg, cefixime 2x200, levofloxacin 1x750, bisporolol 1x2.5,
furosemide 2x2.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran
composmentis. Tekanan darah 123/103 mmHg, denyut jantung 104 x/menit
regular, frekuensi nafas 30x/menit. Pada gigi dan mulut tidak ditemukan kelainan,
pemeriksaan tekanan vena jugularis didapatkan 5+3 cm H2O. Pada pemeriksaan
jantung ditemukan iktus cordis tak terlihat. Iktus cordis teraba 1 jari lateral linea
midclavicularis sinistra RIC VI. Dari perkusi jantung ditentukan batas kanan
linea sternalis dextra, batas atas di regio Intercostalis II dan batas kiri jantung 1
jari lateral linea midclavicularis sinistra RIC VI. Dari auskultasi jantung
didapatkan suara jantung 1 dan 2 reguler, tidak ditemukan murmur dan gallop.

Pada pemeriksaan paru ditemukan paru simetris kiri dan kanan. Fremitus
teraba sama kiri dan kanan. Pada perkusi paru sonor kiri dan kanan. Auskultasi
suara nafas bronkovesikuler, ronki halus +/+, wheezing tidak ada. Pada
pemeriksaan abdomen terlihat supel. Pada ekstremitas tidak ditemukan adanya
clubbing finger, tidak ada edema pada kedua kaki dengan akral hangat.
Pada EKG ditemukan irama sinus rhythm rate 120x/menit, Left axis
defiation, gel P normal dan interval PR 0,16 detik, durasi Q patologis di II, III,

AVF, tidak ada ST-T change, dan tidak didapatkan tanda-tanda pembesaran
ventrikel kiri dan kanan.

Gambar 2.1. EKG pasien di IGD RSUP Dr M Djamil, 13 Januari 2016

Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan cor to thorax ratio (CTR) 60%,
segmen anterior normal, segmen posterior normal, CW (-), apeks downward,
kranialisasi (-) dan infiltrat (-).

Gambar Foto Rontgen Thorax pasien saat masuk RS, 13 Januari 2016
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar hemoglobin 11,8 gr/dl,
leukosit 9000/mm3, hematokrit 36%, trombosit 288.000/mm3, gula darah sewaktu
196 mg/dl, kadar ureum 42 mg/dl, kreatinin 1,8 mg/dl. Kadar elektrolit natrium
117 mmol/l, kalium 3,3 mmol/l, dan Ca 8,5 mmol/l. Hasil AGD menunjukkan pH
7,37, pCO2 15, pO2 147, HCO3 8.7, SaO2 99 %. Dengan kesan hipokalemi,
peningkatan kreatinin dan asidosis metabolik terkompensasi penuh.
Pasien didiagnosis dengan CHF fc III ec CAD, AKI RIFLE I dd CKD,
asidosis metabolik terkompensasi penuh, riwayat sec di LV, hipokalemi. Di IGD,
pasien diberikan lasix 1 ampul secara bolus, lalu diberikan ISDN 5 mg sublingual,
kemudian diberikan drip 10 ampul lasix. Di bangsal pasien diberikan clopidogrel
1x75 mg, simvastatin 1x40 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, ramipril 1x2,5 mg,

spironolakton 1x25 mg, as.folat 1x5 mg, laxadin sirup 1x10 cc, ranitidine 2x1
amp.

BAB III
DISKUSI
Pasien ini didiagnosis dengan Congestif Heart Failure fc II e.c CAD. Dari
anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah sesak nafas dirasakan
meningkat sejak 3,5 jam SMRS, sesak timbul saat pasien melakukan aktivitas
ringan, sesak tidak menciut, tidak dipengaruhi makanan dan minuman. Pasien
telah merasa sesak sejak dirawat pada tanggal 28 November 2015 di bangsal
jantung. Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi gagal jantung
yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja nafas akibat
kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru, meningkatnya tahanan
aliran udara juga menimbulkan dispneu. Spektrum kongesti paru yang berkisar
dari kongesti vena paru sampai udem intersisial dan akhirnya menjadi edema
alveolar, sehingga dispnea menjadi progresif.3

Pasien juga mengeluhkan nyeri dada ketika berakitivitas dan berkurang


ketika istirahat, tidak ada keringat dingin, mual, muntah pusing, berdebar-debar,
dan pingsan. Keluhan ini bukan termasuk nyeri dada khas infark, hal ini bisa
diakibatkan rasa sesak yang dirasakan pasien yang diterjemahkan sebagai nyeri
dada. Dispnea on exertion (+), Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (+), Orthopnea (-),
sembab kaki (+), asites (-), palpitasi (-), sinkop (-). Dispnea saat aktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
atau mendadak terbangun di malam hari akibat sesak, dipicu oleh timbulnya

udema paru intersisial, Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam
ruangan intersisial, edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung.3
Pasien memiliki faktor risiko Coronary Arteri Disease (CAD) berupa
perokok dengan indeks brinkman sedang dan hipertensi. Selain itu pasien juga
memiliki riwayat stroke pada 2006 dan sudah dirawat di bagian saraf RSUP
DR.M.Djamil. Pasien juga pernah dirawat di bagian jantung RSUP DR.M.Djamil
pada 28 November 2015, yang didiagnosis dengan diagnosa NSTEMI, gagal
jantung, Acute kidney injury, CAP, efusi pleura, hiperurisemia, stroke, SEC di LV.
Hal ini menunjukkan pasien punya riwayat gagal jantung dan gangguan pada
ginjal.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran
composmentis. Tekanan darah 123/103 mmHg, denyut jantung 104 x/menit
regular, frekuensi nafas 30x/menit. Pada gigi dan mulut tidak ditemukan kelainan,
pemeriksaan tekanan vena jugularis didapatkan 5+3 cm H2O. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tekanan darah diastolic yang tinggi dapat terjadi akibat tingginya
tahanan di ventrikel kiri akibat gagal jantung sehingga untuk pengisian ventrikel
dalam prosesnya diperlukan tekanan yang tinggi. JVP yang tinggi juga dapat
disebabkan oleh gagal ke belakang pada sisi kanan jantung sehingga vena-vena
leher mengalami bendungan lalu timbullah gejla dan tanda kongesti vena berupa
peningkatan tekanan vena jugularis (JVP).
Pada pemeriksaan jantung dan paru pada pasien kongestif heart failure dapat
ditemukan adanya ronki halus di kedua lapangan paru sebagai pertanda bahwa
telah terjadinya gagal kebelakang pada ventrikel kiri sehingga terjadinya
peningkatan tekanan vena pulmonal lalu terjadi transudasi cairan ke intersisial dan
ke lobus pulmonal. Pada awalnya terdengar di bagian basal paru akibat pengaruh
gravitasi. Dapat juga pada auskultasi terdengar gallop ventrikel, Gallop ventrikel
terjadi selama diastolik awal dan disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel
yang tidak lentur atau terdistensi.4
Pada EKG terlihat gambaran left axis defiation tanpa ada pembesaran pada
ventrikel kiri maupun kanan. Terlihat juga gambara Q patologis di II,III, AVF
sebagai penanda old infark di segmen inferior. Pada pemeriksaan foto thorax
didapatkan cor to thorax ratio (CTR) 60%, segmen anterior normal, segmen

posterior normal, CW (-), apeks normal, kranialisasi (-) dan infiltrat (-). Rontgen
thorax pada pasien dengan kongestif heart failure dapat terlihat infilitrat bilateral
di kedua lapangan paru, kranialisasi vena pulmonal, kerley B line sebagai penanda
bahwa terdapatnya cairan di septa interlobular.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar hemoglobin 11,8 gr/dl,
leukosit 9000/mm3, hematokrit 36%, trombosit 288.000/mm3, gula darah sewaktu
196 mg/dl, kadar ureum 42 mg/dl, kreatinin 1,8 mg/dl. Kadar elektrolit natrium
117 mmol/l, kalium 3,3 mmol/l, dan Ca 8,5 mmol/l. Hasil AGD menunjukkan pH
7,37, pCO2 15, pO2 147, HCO3 8.7, SaO2 99 %. Pada pasien dengan kongestif
heart failure dapat terjadi keadaan hiponatremi akibat peningkatan volume
(hipervolemik hiponatremia). Pada pemeriksaan lab juga dapat terlihat gambaran
hipokalemi akibat pemberian diuretic sebagai terapi.
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat 2 kriteria mayor
atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham, ditambah dengan
pemeriksaan penunjang.
Skor Farmingham untuk pasien ini :
Kriteria Mayor :
Paroxysmal nocturnal dyspneu (+)
Distensi vena leher (+)
Ronkhi paru (+)
Kardiomegali (+)
Edema paru akut (-)
Gallop S3 (-)
Peninggian tekanan vena jugularis (+)
Refluks hepatojugular (-)
Kriteria Minor
Edema ekstremitas (+)
Batuk malam hari (-)
Dispneu deffort (+)
Hepatomegali (-)
Efusi pleura (-)
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal (-)

10

Takikardi (>120 x/menit) (-)


Tujuan terapi gagal jantung adalah untuk memperbaiki tanda dan gejala yang
muncul, mencegah perawatan inap di rumah sakit, memperbaiki angka survival.
Pilihan terapi pada Heart failure adalah :

ACE-Inhibitor

Beta-blocker

Mineralocorticoid/aldosterone receptor antagonist

ARB

Ivabradine

Digoxin dan digitalis glikosid lain

Kombinasi hydralazine dan isosorbide dinitrat

Omega-3 polyunsaturated fatty acid5

11

Untuk pasien kongestif heart failure dengan PEF, belum ada terapi yang
terbukti dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas, obat-obatan yang
dapat diberikan diantaranya :

Diuretik

Terapi hipertensi

Terapi miokardial iskemia

Pada pasien HF-PEF dengan AF penggunaan CCB

(verapamil) dan beta-blocker berguna untuk mengontrol ventricular rate5


Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah :
-

Lasix 1x20 mg, sebagai diuretik ini bertujuan untuk mengurangi beban
jantung tanpa mengurangi curah jantung.

ISDN 1x5mg, untuk mengurangi preload.

Ramipril 1x2,5 mg, ACE Inhibitor

Bisoprolol 1x2,5 mg, B Blocker

Clopidogrel 1x75 mg, anti platelet agregasi, cegah emboli.

simvastatin 1x40 mg, anti kolesterol

spironolakton 1x25 mg, diuretic

as.folat 1x5 mg, proteksi ginjal

laxadin sirup, pencahar

ranitidin 2x1 ampul, proteksi lambung

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Lily S Leonard. Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia :
Wolters Kluwer Lippincott Williams and Wilkins ; 2011 hal.224.
2. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.
Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
3. Price, Sylvia A, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta hal 639-648.
4. Katz AM. Heart failure : pathophysiology, molecular biology and clinical
management. Lippincott Williams and Wilkins; 2000.
5. ESC guidelines 2012 for the diagnosis and treatment of heart failure

13

Anda mungkin juga menyukai