Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN I

PERHITUNGAN ANALISIS KOTA


A. Metode yang Menggunakan Variabel Penduduk
1. Metode Christaller
Christaller berpendapat bahwa perbandingan jumlah penduduk antara kota orde lebih
tinggi dengan kota orde setingkat lebih rendah setidaknya tiga kali lipat. Jadi, misalnya kota
orde I jumlah penduduknya tiga klai lipat dibandingkan penduduk kota orde II atau kota orde II
penduduknya paling tinggi hanya sepertiga penduduk kota orde I, demikian seterusnya. Apabila
perbandingan itu dibulatkan tiga, metode perhitungannya adalah seperti contoh berikut ini.
Misalnya pada sebuah kabupaten, penentuan kota didasarkan atas data BPS tentang
penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan. Data disajikan per kelurahan/desa. Dengan
demikian, untuk menentukan penduduk suatu kota harus digabung penduduk beberapa
kelurahan yang bertetangga yang memang sudah terlihat menyatu sebagai kota di lapangan.
Penduduk perkotaan di suatu kelurahan yang terpisah jauh dari penduduk perkotaan lainnya
diperlakukan sebagai kota yang berdiri sendiri. Atas dasar metode di atas maka di kabupaten itu
misalnya terdapat 32 buah kota. Kota terbesar adalah ibukota kabupaten itu sendiri dengan
penduduk 135.000 jiwa, kota terkecil berpenduduk 5.000 jiwa. Kota dengan penduduk di bawah
5000 jiwa dikategorikan sebagai kota nonorde. Berdasarkan data yang dikemukakan di atas,
maka dapat dibuat susunan orde kota di kabupaten tersebut sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.

Kota orde I, jumlah penduduknya 135.000 jiwa


Kota orde II, jumlah penduduknya 45.000 jiwa
Kota orde III, jumlah penduduknya 15.000 jiwa
Kota orde IV, jumlah penduduknya 5.000 jiwa
Tentunya jumlah penduduk masing-masing kota tidaklah persis sama seperti pembagian

di atas. Dalam hal ini dilihat angka penduduk kota mendekati salah satu dari angka tersebut di
atas, dan itulah yang menjadi orde dari kota tersebut.
2. Metode Rank Size Rule
Dalam menetapkan orde perkotaan, metode rank size rule menggunakan rumus berikut
ini :
-1
Ket : Pn = P1 x Rn
Pn = Jumlah penduduk kota orde ke-n
P1 = Jumlah penduduk kota terbesar di wilayah tersebut (orde I)
Rn-1= Orde kota dengan pangkat -1 atau 1/Rn
Arti rumus ini adalah jumlah penduduk kota orde ke-n adalah 1/n jumlah penduduk kota orde

tertinggi (orde I, dalam hal ini P1). Dengan menggunakan contoh jumlah penduduk pada metode
Christaller, penentuan orde kota dengan rank size rule adalah sebagai berikut :

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kota orde I, jumlah penduduknya 135.000 : 1 = 135.000 jiwa


Kota orde II, jumlah penduduknya 135.000 : 2 = 67.500 jiwa
Kota orde III, jumlah penduduknya 135.000 : 3 = 45.000 jiwa
Kota orde IV, jumlah penduduknya 135.000 : 4 = 33.750 jiwa
Kota orde V, jumlah penduduknya 135.000 : 5 = 27.000 jiwa
Kota orde VI, jumlah penduduknya 135.000 : 6 = 22.500 jiwa

Pengalaman menunjukkan bahwa metode Rank Size Rule ini menghasilkan orde kota yang
terlalu banyak.
3. Metode Zipf
Rumus berikut ini oleh Auerbach dan Singer tetapi dipopulerkan oleh Zipf (Glasson, 1974)
sehingga lebih dikenal dengan metode zipf. Rumusnya adalah :
Pn = P1/nq
Ket :
Pn = jumlah penduduk kota ranking ke-n
P1 = jumlah penduduk kota terbesar
n = orde (ranking) kota tersebut
q = sebuah pangkat
Rumus Zipf ini tidak dapat digunakan secara langsung karena pada persamaan tersebut ada
dua bilangan yang tidak diketahui, yaitu n dan q. untuk dapat menggunakannya terlebih dahulu
harus ditetapkan berapa tingkat ranking perkotaan (n) yang akan dipakai di wilayah tersebut.
Dalam hal ini diperlukan data tentang kota dengan penduduk terbesar dan kota dengan
penduduk terkecil (tetapi masih memnuhi persyaratan sebgai kota). Menggunakan contoh pada
metode Christaller maka kota dengan penduduk terbesar tersebut otomatis diberi orde I, namun
kota dengan penduduk terkecil perlu ditetapkan orde ke berapa. Misalnya, kota terkecil itu
ditetapkan sebagai orde IV (secara arbiter). Dengan menggunakan rumus Zipf maka q dapat
dihitung sebagai berikut.

Pn

= P1
nq

5000

= 135000
4q

135000
=
5000

27

4 log q = 27

4 log q = 1,431637

log q = 0,357841

antilog, maka q = 2,279507

Dengan demikian rumus Zipf menjadi :


Pn

= 135000

Atas dasar rumus di samping, maka :

2,279507

Kota orde I = 135000 : (12,279507) = 135000 jiwa


Kota orde II = 135000 : (22,279507) = 27806 jiwa
Kota orde III = 135000 : (32,279507) = 11043 jiwa
Kota orde IV = 135000 : (42,279507) = 5727 jiwa
B. Metode Gabungan Beberapa Variabel
Penentuan orde perkotaan dapat didasarkan atas gabungan beberapa variabel. Variabel
tersebut adalah :
1. Faktor jumlah penduduk perkotaan
Setelah seluruh kota dalam wilayah analisis diidentifikasi, dihitung jumlah penduduk di
setiap kota. Kemudian kota diurutkan berdasarkan jumlah penduduknya mulai dari terbesar
hingga terkecil. Setelah itu, kota-kota itu dibagi dalam beberapa kelas. Jumlah kelas sama
dengan jumlah orde perkotaan yang diinginkan. Misalnya, apabila kita menetapkan orde
perkotaan akan terdiri atas 5 ranking termasuk 1 ranking nonorde maka kota itu
berdasarkan jumlah penduduknya dibagi ke dalam 5 kelas dengan interval yang sama.
Terkadang dalam menentukan jumlah kelas ini, digunakan rumus Sturges, yaitu k = 1 + 3,3
log n, di mana n = banyaknya kota. Misalnya apabila banyaknya kota adalah 32 maka
banyaknya kelas adalah k = 1 + 3,3 log 32 = 1 + 3,3 x 1,5 = 5,95 dibulatkan menjadi 6
kelas.
Kemudian ditentukan interval kelas, misalnya apabila kota dnegan penduduk terkecil adalah
1.012 jiwa dan kota dengan penduduk terbesar adalah 151.000 jiwa maka besarnya interval
kelas = (151.000 1.012) : 6 = 24.998 (dibulatkan menjadi 25.000). untuk kegunaan lain,
biasanya kelas disusun dari yang terkecil ke yang terbesar, namun dalam menyusun orde
perkotaan maka susunan kelas dibalik. Hal ini agar susunan kelas dapat langsung dikaitkan
dengan susunan orde perkotaan. Dalam hal ini agar susunan kelas dapat langsung
dikaitkan dengan susunan orde perkotaan. Dalam hal contoh di atas, dapat dibuat interval
kelas sebagai berikut. Kelas I : 126.001 151.000, kelas II : 100.001 126.000, kelas III :
76.001 100.000, dan seterusnya di mana kelas terakhir yaitu kelas IV : 1.001 26.000.
Banyaknya kelas yag digunakan harus sama dengan yang akan digunakan untuk dua faktor
lainnya.
2. Faktor Banyaknya Fasilitas

Ada beberapa faktor yang tidak diragukan lagi menciptakan daya tarik bagi sebuah kota,
misalnya pasar, kompleks pertokoan, fasilitas pendidikan, dan kesehatan. Banyak fasilitas
lain yang berbanding secara proporsional dengan jumlah penduduk kota sehingga dengan
memasukkan faktor jumlah penduduk kota maka faktor lain itu dianggap telah terwakili.
a. Pasar
Mengukur daya tarik pasar untuk pasar yang bersifat permanen, dapat didasarkan atas
luas pasar ataupun jumlah pedagang. Akan tetapi, ada juga pasar berupa pekan yang
hanya buka seminggu sekali atau lebih sering tetapi tidak setiap hari. Dari sudut hari
operasi, bobot untuk pekan harus dibagi tujuh. Akan tetapi, karena kegiatan pedagang di
pekan cukup intensif maka bisa saja bobotnya ditetapkan misalnya 30% dari pasar
permanen. Misalnya apabila jumlah pedagang di pekan ada 100 pedagang maka
diasumsikan sama dengan 30 pedagang untuk pasar permanen. Sama seperti jumlah
penduduk maka banyaknya pedagang di masing-masing kota diurutkan dari yang
terbanyak hingga terkecil dan dibagi dalam kelas. Jumlah kelas sama seperti dalam
analisis penduduk.
b. Pertokoan
Sama seperti pasar maka daya tarik pertokoan dapat didasarkan atas luas pertokoan
ataupun jumlah took. Sama seperti jumlah penduduk maka banyaknya took di masingmasing kota diurutkan dari yang terbanyak hingga terkecil dan dibagi ke dalam kelas.
Jumlah kelas sama seperti dalam analisis penduduk.
c. Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan sangat beragam. Dari sudut jenjang pengajaran maka ada TK, SD,
SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Demikian pula ada sekolah berbasis agama dan ada
yang berbasis pendidikan umum tetapi penjengjangannya sama sehingga bobotnya
dianggap sama. Di luar itu, ada pendidikan nonformal berupa kursus keterampilan dan
pengetahuan khusus. Mengukur tingkat fasilitas yang tersedia tidak bisa didasarkan atas
unit sekolah/perguruan tinggi, karena kapasitas masing masing unit sekolah tidak sama
dan perbedaannya bisa cukup besar. Dalam hal ini, yang lebih tepat di gunakan adalah
jumlah bangku sekolah ataupun jumlah murid /mahasiswa. Agar jumlah murid dari
berbagai jenjang pendiidikan dapat dijadikan satu kesatuan ukuran, terpaksa diciptakan
satuan

alat

pengukur,

misalnya

satuan

murid

SMA.

Setelah

itu

dilakukan

pembobotan/penilaian misalnya sebagi berikut. Satu murid SMA diberi nilai 1, satu murid
SMP diberi nilai 0,5, satu murid SD diberi nilai 0,25, satu murid TK diberi nilai 0,2, satu
murid kursus keterampilan diberi nilai 0,5, satu murid program diploma D-1 dibweri nilai
1,5, satu mahasiswa program Diploma D-3/polikteknik diberi nilai 2,5, satu mahasiswa

program S-1 dieri nilai 5, satu mahasiswa program S-2 diberi nilai 10 dan satu
mahasiswa program S-3 diberi nilai 25. Pembobotan atau pemberian nilai diatas
hanyalah sebagai contoh, pembobotan yang sebenarnya dapat dilakukan berdasarkan
kondisi wilayah masing-masing. Sama seperti dalam metode jumlah penduduk maka
kota diurutkan berdasarkan banyaknya satuan murid dimasing-masing kota mulai dari
yang terbanyak hingga terkecil dan dibagi kedalam kelas. Jumlah kelas sama seperti
dalam analisis penduduk.
d. Fasilitas kesehatan
Sama seperti fasilitas pendidikan maka fasilita skesehatan juga cukup beragam. Ada
praktik mantri kesehatan/bidan, praktik dokter umum, praktek dokter spesialis,
puskesmas pembantu, puskesmas tanpa rawat inap, puskesmas dengan rawat inap,
rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe B, dan rumah sakit tipe A. selain itu, ada rumah sakit
khusus misalnya kebidanan, paru, mata, jantung dan lain-lain. Kapasiats masing-masing
unit fasilitas itu juga berbeda. Namun demikian, agar dapat diperbandingkan maka
dibutukhkan satuan alat pengukur. Barangkali satuan alat pengukur yang dapat
dipergunakan adalah satuan pasien rawat inap pada rumah sakit tipe C atau satuan
tempat tidur pada rumah sakit tipe C. satu orang pasien rawat inap pada rumah sakit
tipe C diberi nilai 1. Pasien rawat inap pada rumah sakit tipe B diberi nilai lebih tinggi
misalnya nilai 1,5 dan pasien rawat inap rumah sakit tipe A/ rumah sakit khusus diberi
nilai 2. Sebaliknya, pasien rawat inap pada puskesmas plus diberi nilai lebih rendah
misalnya 0,75. Pasien berobat jalan pada puskemas misalnya diberi nilai 0,2 . pasien
praktik pribadi dokter umum diberi nilai 0,2. Pasien praktik pribadi dokter spesialis diberi
nilai 0,4. Pasien praktik pribadi mantri kesehatan/bidan diberi nilai 0,1 . pasien berobat
jalan rumah sakit tipe C diberi nilai 0,2, tipe B diberi nilai 0,3, tipe A/ rumah sakit khusus
dberi nilai 0,4 . hal ini dapat dilanjutkan untuk fasilitas kesehatan lainnya yang belum
disebutkan. Pembobotan diatas hanya sebagai contoh, tentunya peberian nilai bisa
berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain sesuai dengan daya tarik masing-masing
fasilitas kesehatan tersebut terhadap pasien diwilayah itu. Setelah itu, satuan pasien
untuk tiap fasilitas disuatu disuatu kota dijumlahkan, kemudian digabug untuk
mendapatkan total satuan pasien dikota tersebut. Selanjunyan kota berdasarkan satuan
pasien diurutkan dari yang terbesar ke yamng terkecil kenmudian dibagi kedalm kelas.
Jumlah kelas sama seperti dalam analisis penduduk.
Apabila unsur yang digunakan hanya empat seperti diatas dimana kelas kota untk
masing-masing unsure sudah diketahui, selnajunya data kelas kota untuk empat unsure

itu digabng sehingga diperoleh kelas rata-rata untuk tiap kota. Nilai kelas rata-rata tiap
kota biasa saja bukan bilngan bulat.
3. Tingkat Aksebilitas
Yang dimaksud dengan tingkat aksebilitas adalah kemudahan mencapai kota tersebut
dari kota / wilayah lain yang berdekatan, atau bisa juga dilihat dari sudut kemudahan mencapai
wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang tinggal dikota tersebut. Ada berbagai unsur
yang mempengaruhi tingkat aksebilitas, misalnya kondisi alan, jenis alat angkutan yang
tersedia, frekuensi keberangkatan, dan jarak. Untuk menyederhanakan persoalan maka cukup
digunakan unsur jarak atau waktu tempuh. Agar terdapat keseragaman maka waktu tempuh
harus didasarkan atas alat angkutan yang sama, misalnya bus umum atau kendaraan pribadi
roda empat. Jika kedua jenis angkutan itu tidak memungkinkan maka digunakan jenis angkutan
yang paling umum digunakan oleh masyarakat untuk bepergian keluar kota . Ada banyak kota
tujuan dari kota yang sedang dianalisis, namun demi keseragaman, dibuat ketentuan bahwa
yang di ukur hanyalah aksebilitas dari kota tersebut kekota lain terdekat yang memiliki orde
lebih tinggi. Namun dalam praktik, orang yang mengukur aksebilitas kota itu ke ibukota
kabupaten atau ke ibukota provinsi tergantung mana yang lebih dekat.
Mengukur tingkat aksebilitas suatu kota/lokasi biasanya menggunakan rumus gravitasi.
Rumus sederhana yang dapat digunakan adalah :

ij=

PiPj
F (Zi )
dijb

Ket :
Tij
Pi
Pj
dij

= Tingkat aksesibilitas dari kota I ke kota j


= Penduduk kota I (kota yang dianalisis)
= Penduduk kota (kota terdekat yang ordenya lebih tinggi)
= Jarak dari daerah I ke daerah j, tapi lebih baik dinyatakan dalam waktu tempuh

b
F(Zi)

(menit)
= Pangkat dari d (dalam banyak hal b = 2)
= Fungsi Zi, di mana Zi adalah ukuran daya tarik kota i. Misalnya dapat
dipergunakan lapangan kerja, luas pertokoan, atau daya tarik kota lainnya di kota

I, akan tetapi harus digunakan secara konsisten dari satu kota ke kota lainnya.
Dengan menggunakan rumus diatas maka aksebilitas (Tij) tiap kota dapat dihitung.
Kemudian semua kota diurutkan mulai dari Tij tertinggi ke Tij terendah. Urutan kota itu
dibagi dalam kelas dengan interval yang sama. Jumlah kelas sama seperti dalam
analisis penduduk .

Setelah kelas kota untuk semua faktor dapat dihitung maka kelas untuk tiap kota itu
digabung dan dicari rata-ratanya (per kota). Rata-rata tiap kota diurutkan dari yang
tertinggi ke yang terendah kemudian dibagi dalam kelas (dalam hal ini dari kleas 1, kelas
2, kelas 3, dan seterusnya). Jumlah kelas sama seperti yang tedahulu. Kota yang
berada pada kelas 1 dinyatakan sebagai kota orde I. kota yang berada pada kelas 2
dinyatakan sebagi kota orde II. Kota yang berada pada kelas 3 dinyatakan sebagi kota
orde III, dan seterusnya.

ANALISIS PERGERAKAN PENDUDUK


Pengukuran Dinamika Sosial Masyarakat
1. Model pembangkit bepergian
Implementasi dari model geravitasi adalah mengubah daya tarik itu menjadi probabilitas.
Diketahui bahwa daya tarik daerah j bagi daerah i dapatlah dirumuskan sebagai berikut.

Maka rumus di atas dapat diubah menjadi:

Dan rumus berubah menjadi:

Rumus diatas menggambarkan probabilitas interaksi antarah subwilyah i


Dengan sub wilayah j setelah memperhatikan daya tarik seluruh subwilayah, yaitu daya
tarik subwilayah j bagi subwilayah i dibagi dengan daya tarik seluruh wilayah bagi daerah i.
Jumlah interaksi adalah probabilitas interaksi dikali total kegiatan yang bersumber di daerah i
atau disingkat dengan Pi
Kalau

ditulis dengan

Maka rumus dapat disederhanakan menjadi : Tij=PiAiPjdij-b


Keterangan:
Tij= Jumlah trip antara daerah i dengan daerah j atau volume yang didistribusikan dari
daerah i ke daerah j
Oi= Jumlah trip yang berasal dari daerah i (origin i) atau sesuatu yang didistribusikan dari
daerah i
Dj= Volume kegiatan yang menjadi daya tarik daerah tujuan ( daerah j atau destination)
dalam nilai absolut
AiDjdij-b= ukuran daya tarik daerah j atau destination dalam bentuk probabilitas
2. Model gravitasi Hansen
Model Hansen berkaitan dengan memprediksi lokasi dari permukiman penduduk
berdasarkan daya tarik masing-masing lokasi. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa
tersedianya lapangan kerja, tingkat aksesibilitas, dan adanya perumahan yang masih kosong,
akan menarik penduduk berlokasi ke subwilayah tersebut. Hansen mula-mula menggabungkan
jumlah lapangan kerja dengan kemudahan mencapai lokasi sebagai indeks aksesibilitas.
Secara umum aksesibilitas adalah unsur daya tarik yang terdapat di suatu sub wilayah dan
kemudahan untuk mencapai subwilayah tersebut.
Menurut Hansen accessibility index adalah faktor utama dalam menentukan orang
memilih lokasi tempat tinggalnya. Accessibility index dihitung dengan rumus:

Keterangan :
Aij= accessibility index daerah i terhadap daerah j
Ej= total lapangan kerja
dij= jarak antara i dengan j
b= pangkat dari dij
index yang diperblehkan adalah daya tarik satu subwilayah j ditinjau ari sub wilayah i. Apabila
daya tarik seluruh subwilayah diperhitungkan/digabungkan maka rumusnya menjadi:

Selain index aksesibilitas, adanya lahan kosong dan tersedianya fasilitas lain adalah
merupakan unsur daya tarik lain yang harus diperhatikan, untuk berlokasi di subwilayah
tersebut. Lahan kosong (holding capacity). Lahan kosong yang tidak sesuai untuk permukiman
penduduk harus dikeluarkan dari perhitungan ini, misalnya kemiringan diatas 30 derajat, daerah
rawa, tergenang banjir,dll yang diperuntukkan untuk kantor,militer, dan parawisata. Gabungan
antara accessibility index dengan holding capacity adalah potensi pengembangan daerah
tersebut.
Potensi pengembangan daerah i (disingkat Di) adalah Di=AiHi
Keterangan:
Ai= Accessibility index
Hi=Holding capacity
Untuk mengetahui daya tarik subwilayah tersebut, potensi pengembangan subwilayah tersebut
harus dibandingkan dengan daya tarik keselurahan wilayah:

Pertambahan penduduk untuk kota secara keseluruhannya adalah Gt maka tambahan


penduduk yang berlokasi di daerah i adalah

Keterangan:
Di= Ai Hi
Gt= Tambahan penduduk di seluruh wilayah
Gi= tambahan penduduk di daerah i
3. Model Gravitasi dengan pembatas tunggal
Diasumsikan pembatas tunggal karena pada model tersebut satu asumsi bahwa

Tij=

Oi, artinya yang didistribusikan ditentukan jumlahnya, sedangkan daerah tujuan tidak
ditentukan batas daya tampungnya. Hal ini berarti pembatasnya hanya satu, yaitu pada
origin sedangkan pada destination tidak ada pembatas.
Penggunaan model gravitasi dengan pembatas tunggal untuk menganalisis daya tarik dua
buah pasar seperti ini. Yang dianalisis adalah aliran uang dan bukan aliran orang/trip, tetapi
cara kerjanya sama.
4. Model Gravitasi dengan Pembatas Ganda
Dalam model pembatas ganda, jumlah yang dapat ditampung daerah tujuan pun
tertentu. Terdapat dua pembatas, yaitu jumlah yang didistribusikan adri masing-masing
daerah sudah tertentu. Misalnya, di tiap daerah ada kelompok pencari kerja dan begitu juga
di tiap daereh ada lapangan kerja. Akan tetapi, jumlah lapangan kerja di setiap daerah pun
sudah tertentu jumlahnya. Jadi, pekerja itu tidak bebas memilih lokasi yang bagi dia memiliki
daya tarik tertinggi, karena bisa saja pada lokasi yang diinginkannya lapangan kerja sudah
terisi semua sehi ngga dia terpaksa mencari pekerjaan di lokasi lain. Model gravitasi dengan
pembatas ganda ini menggunakan rumus sebagai berikut,
Tij= Ai Bj Oi Di dij-b
Keterangan :
Tij= Jumlah trip ( atau yang didistribusikan) dari wilayah sub wilayah i ke subwilayah )
Oi= Total trip yang berasal dari daerah i
Dj= Total trip yang dapat ditampung tujuan j
Ai= (
Bj=(
.

A
j

T
j

Oidij-b)-1

ij

Oidij-b)

= Oi

T
j

ij

= Dj

BAGIAN II
A. ANALISIS EKONOMI
1. Struktur ekonomi dan laju pertumbuhan ekonomi
Struktur ekonomi
Struktur ekonomi yang dimaksud dengan struktur perekonomian adalah komposisi
peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun
pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier. Secara umum struktur
perekonomian Kabupaten Bima masih didominasi sektor primer yaitu sekitar 55% lebih,
sedangkan peranan sektor sekunder dan tersier masih rendah dalam pembentukan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan
struktur ekonomi antara lain:

Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan


Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang

setengah jadi dan barang jadi.


Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas

produk/jasa yang dihasilkannya.


Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan

komoditi unggulan
Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa

serta mendukung proses produksi.


Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor

pasar

Struktur perekonomian adalah besar share lapangan usaha terhadap total PDRB baik
atas dasar harga yang berlaku maupun harga konstan. Dengan mengetahui struktur
perekonomian, maka kita dapat menilai konsentrasi lapangan usaha yang sangat dominan pada
suatu daerah. Biasanya terdapat hubungan antara lapangan usaha dan penduduk suatu
daerah. Menurut Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus mengalami transformasi
struktural dari tradisional ke industri, yang ditunjukkan dengan semakin besarnya kontribusi
sektor non pertanian dari waktu ke waktu terhadap total PDRB.
Laju pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil
atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila
terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi
menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.
Teori Dan Model Pertumbuhan Ekonomi
Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith dalam buku karangannya yang
berjudul An Inguiry into the Nature and Causes of the Wealt Nations, menganalisis sebab
berlakunya pertumbuhan ekonomidan factor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Setelah
Adam Smith, beberapa ahli ekonomi klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, Stuart Mill, juga
membahas masalah perkembangan ekonomi .
a. Teori Inovasi Schum Peter
Pada teori ini menekankan pada faktor inovasi enterpreneur sebagai motor penggerak
pertumbuhan ekonomi kapitalilstik.Dinamika persaingan akan mendorong hal ini.
b. Model Pertumbuhan Harrot-Domar
Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan natural.Selain kuantitas faktor produksi
tenaga kerja diperhitungkan juga kenaikan efisiensi karena pendidikan dan latihan.Model ini
dapat menentukan berapa besarnya tabungan atau investasi yang diperlukan untuk
memelihar tingkat laju pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi
natural dikalikan dengan nisbah kapital-output.
c. Model Input-Output Leontief
Model ini merupakan gambaran menyeluruh tentang aliran dan hubungan antarindustri.
Dengan menggunakan tabel ini maka perencanaan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan
secara konsisten karena dapat diketahui gambaran hubungan aliran input-output
antarindustri. Hubungan tersebut diukur dengan koefisien input-output dan dalam jangka
pendek/menengah dianggap konstan tak berubah.

d. Model Pertumbuhan Lewis


Model ini merupakan model yang khusus menerangkan kasus negar sedang berkembang
banyak(padat)penduduknya.Tekanannya adalah pada perpindahan kelebihan penduduk
disektor pertanian ke sektor modern kapitalis industri yang dibiayai dari surplus keuntungan.
e. Model Pertumbuhan Ekonomi Rostow
Model ini menekankan tinjauannya pada sejarah tahp-tahap pertumbuhan ekonomi serta ciri
dan syarat masing-masing. Tahap-tahap tersebut adalah tahap masyarakat tradisional,
tahap prasyarat lepas landas, tahap lepas landas, ahap gerakan ke arah kedewasaan, dan
akhirnya tahap konsimsi tinggi.

Untuk dapat mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi, maka harus dipahami terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product
(GDP). PDB atau GDP adalah total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu
wilayah pada periode tertentu, misalnya satu tahun. (Di level provinsi di Indonesia biasanya
disebut Produk Domestik Regional Bruto-PDRB). PDB jika dibagi dengan jumlah penduduk
maka menjadi PDB per kapita. Ukuran ini lebih spesifik karena memperhitungkan jumlah
penduduk serta mencerminkan kesejahteraan penduduk di suatu tempat.
Ada banyak pendapat mengenai penyebab naik turunnya total produksi barang dan
jasa, namun banyak ahli ekonomi yang setuju akan dua penyebab berikut ini :
1) Sumber pertumbuhan. Ahli-ahli ekonomi sering merujuk pada tiga sumber pertumbuhan,
yaitu : (a) peningkatan tenaga kerja, (b) peningkatan modal, dan (c) peningkatan efisiensi
dimana kedua faktor ini digunakan. Jumlah tenaga kerja dapat meningkat jika pekerja yang
telah tersedia bekerja lebih lama, atau jika ada tambahan tenaga kerja baru. Sedangkan
persediaan modal dapat meningkat jika perusahaan mendorong kapasitas produktifnya
dengan menambah pabrik dan peralatan (investasi). Efisiensi bertambah ketika output yang
lebih dapat diperoleh dari jumlah tenaga kerja dan/atau modal yang sama. Ini sering disebut
sebagai Total Factor Productivity (TFP). Pendorongan ketiga sumber ini disebut juga supplyside economy, atau ekonomi dari sisi penawaran.
2) Terjadinya penurunan (downturns) pada ekonomi (resesi dan depresi). Ini menjawab
pertanyaan mengapa output dapat turun atau naik lebih lambat. Secara logika, apapun yang
menyebabkan penurunan pada tenaga kerja, modal, atau TFP akan menyebabkan

penurunan pada output atau setidaknya pada tingkat pertumbuhan output. Misalnya,
peristiwa seperti bencana alam, penyebaran penyakit berbahaya dan kerusuhan.
Cara mengukur PDB, total nilai berbagai macam barang dan jasa diagregasikan. Namun
karena berton-ton baja tidak mungkin dijumlahkan begitu saja dengan, misalnya, produksi roti,
maka proses agregasi dilakukan berdasarkan nilai uang produksi barang-barang tersebut. Di
Indonesia PDB diukur setiap tiga bulan dan satu tahun oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Nilai
total pendapatan nasional dalam satuan harga sekarang disebut dengan PDB nominal (PDB
atas dasar harga berlaku). Nilainya tentu berubah dari waktu ke waktu, seiring dengan
perubahan kuantitas produksi barang/jasa atau dalam harga dasarnya. Jika nilai nominal ini
dihitung dalam harga yang tetap atau dipatok, didapatlah nilai PDB riil (PDB atas dasar harga
konstan). Untuk menghitung nilai riil tersebut dipilihlah satu tahun dasarmisalnya tahun 2000.
Kemudian, nilai semua barang dan jasa dihitung berdasarkan harga masing-masing yang
berlaku pada tahun tersebut. Karena harga barang sudah tetap, PDB riil dianggap hanya
berubah sesuai dengan adanya perubahan kuantitas barang/jasa. Perubahan PDB ini
mencerminkan perubahan kuantitas output produksi secara riil. Inilah yang sehari-hari disebut
dengan pertumbuhan ekonomi. Jadi yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi tidak lain
mengacu pada peningkatan nilai total barang dan jasa yang diproduksi dalam sebuah
perekonomian.
Rumus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :
g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%
Keterangan :
g

= tingkat pertumbuhan ekonomi

PDBs = PDB riil tahun sekarang


PDBk = PDB riil tahun kemarin

2. Perhitungan Laju Pendapatan


Pendapatan Nasional
Pengertian pembangunan ekonomi yang telah dijelaskan di muka secara tak langsung
menyatakan bahwa untuk melihat laju pembangunan suatu negara dan perkembangan tingkat
kesejahteraan masyarakatnya, maka pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan per

kapita dari waktu ke waktu harus dihitung. Oleh karenanya pada bagian ini dibahas secara
sekilas metode perhitungan pendapatan nasional, pendapatan per kapita, dan laju pertumbuhan
untuk keduanya.
a. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan
suatu perekonomian (negara) dalam waktu satu tahun. Ada 3 metode perhitungannya yaitu :
1) Metode Produksi (nilai tambah)
Pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan nilai produksi barang-barang
dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor produktif dalam suatu negara selama satu
periode tertentu. Di Indonesia, periode waktu tersebut adalah satu tahun kalender dan sektorsektor produktif dibagi menjadi 11 sektor yaitu: pertanian, industri pengolahan: pertambangan
dan galian; listrik, air dan gas; bangunan; pengangkutan dan komunikasi; perdagangan; bank
dan lembaga keuangan; sewa rumah; pertahanan; dan jasa-jasa lainnya. Jumlah nilai produksi
barang-barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan sektor-sektor tersebut selama satu tahun
fiskal disebut Gross Domestic Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) yang dalam
bahasa Indonesianya disebut sebagai Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional
Bruto (PNB).
Pengertian GDP dan GNP di atas sebenarnya tidak sama. Pada GNP digunakan istilah
national karena batasannya adalah nasional kewarganegaraan. Hal ini menunjukkan bahwa
barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di dalam negeri
maupun di luar negeri harus dimasukkan ke dalam GNP, sedangkan istilah domestic digunakan
karena batasnya adalah wilayah suatu negara, termasuk di dalamnya orang-orang dan
perusahaan asing. GDP dapat lebih besar atau lebih kecil daripada GNP. Jika GDP suatu
negara lebih besar daripada GNP-nya (biasanya NSB termasuk Indonesia), maka penanaman
modal asing (PMA atau investasi asing) di negara itu lebih besar daripada penanaman modal
negara itu di luar negeri. Selisih jumlah antara GDP dan GNP tersebut Net factor
payment atau Net factor income to abroad. Sementara itu sering pula didengar istilah Net
National Product (NNP). NNP ini adalah GNP dikurangi penyusutan. GNP adalah GDP
dikurangi Net Factor Payment. Teknis perhitungan pendapatan nasional dengan metoda
produksi ini adalah dengan cara menjumlahkan nilai tambah (value added) yang diciptakan.
Cara ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perhitungan berganda (double atau multiple
counting). Oleh karena itu metoda produksi ini dikenal juga dengan sebutan metoda nilai
tambah (value added).

2) Metode Pendapatan (income)


Pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan pendapatan faktor-faktor
produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Faktor-faktor
produksi-tanah, modal, tenaga, dan wiraswasta (entrepreneur) yang digunakan tersebut diberi
balas jasa yang masing-masing bernama sewa, bunga upah dan gaji, dan laba. Karena faktorfaktor produksi tersebut dimiliki oleh seorang atau sekelompok orang dalam masyarakat, maka
balas jasanya kembali pada masyarakat sebagai pendapatan nasional. Pendapatan Nasional
yang dihitung dengan metoda ini dikenal dengan sebutan Gross National Income (GNI). GNI ini
jika dikurangi dengan penyusunan barang-barang modal disebut Net National Income (NNI).
3) Metode Pengeluaran
Perhitungan

pendapatan-pendapatan

nasional dengan

cara

ini

yaitu

dengan

menjumlahkan seluruh pengeluaran dari lapisan masyarakat. Pendapatan yang diterima oleh
semua lapisan masyarakat akan dibelanjakan pada berbagai barang dan jasa atau ditabung.
Dengan metoda ini pengeluaran di bagi-bagi ke dalam:
a) Pengeluaran konsumsi perorangan dan rumah tangga (personal consumption
expenditure) yang terdiri dari: pengeluaran untuk barang-barang yang tahan lama
(durable goods) dan yang tidak. Pengeluaran ini biasanya disingkat C.
b) Pengeluaran konsumsi pemerintah (goverment expenditure) yang sering disingkat
dengan G.
c) Investasi domestik bruto yang terdiri dari: bangunan-bangunan baru, alat-alat produksi
yang

tahan

lama,

dan

persediaan

barang-barang

oleh

perusahaan-

perusahaan. Investasi disingkat I.


d) Ekspor (X) dikurangi Impor (M)
Laju Pertumbuhan Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada suatu
tahun tertentu. Sedangkan pertumbuhan ekonomi menunjukkan perubahan tingkat kegiatan
ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Dalam memperbandingkan haruslah disadari bahwa
perubahan nilai pendapatan nasional yang terjadi dari tahun ke tahun disebabkan oleh dua
faktor yaitu :
a. perubahan tingkat kegiatan ekonomi dan
b. perubahan harga-harga.
Adanya pengaruh dari faktor yang kedua di atas disebabkan oleh penilaian pendapatan
nasional tersebut menurut harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Perubahan nilai

pendapatan nasional dari tahun ke tahun bukan saja disebabkan oleh perubahan tingkat
kegiatan ekonomi tetapi juga oleh kenaikan harga-harga. Oleh karena itu, untuk mengetahui
apakah suatu perekonomian mengalami perkembangan, perlu ditentukan perubahan yang
sebenarnya terjadi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai
pendapatan nasional pada berbagai tahun harus dihilangkan. Hal ini dilakukan dengan cara
menghitung pendapatan nasional menurut harga konstan.
Oleh karena itu, pengertian pendapatan nasional dibedakan pula menjadi dua yaitu
a. Pendapatan nasional menurut harga yang berlaku (pendapatan nasional nominal) pada
tahun yang bersangkutan dan
b. Pendapatan nasional menurut harga konstan (pendapatan nasional riil).
Pendapatan nasional riil bisa ditentukan dengan cara mendeflasikan pendapatan nasional
menurut harga yang berlaku yaitu dengan menilainya kembali berdasarkan atas harga-harga
pada tahun dasar tertentu (base year).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendeflasikan pendapatan nasional, di sini
yang akan dibahas adalah cara yang paling sederhana yaitu dengan menggunakan Indeks
Harga Konsumen (IHK). IHK menunjukkan perubahan harga-harga dari barang-barang yang
dikonsumsi masyarakat dari waktu ke waktu. Angka indeks pada tahun dasar perbandingan
selalu dinyatakan dengan angka 100. Berdasarkan pada perbandingan tingkat harga pada
tahun dasar tersebut dengan tingkat harga pada tahuntahun sebelum atau sesudahnya, angka
indeks pada tahun-tahun lainnya tersebut bisa ditentukan. Jika pada tahun sesudah tahun
dasar harga-harga naik sebesar 5 persen, maka angka indeksnya adalah 105. Dan jika pada
tahun sebelumnya tahun dasar tersebut harga-harga adalah 5 persen di bawah tahun dasar,
maka indeks harga pada tahun tersebut adalah 95.Sedangkan jika 10 tahun setelah tahun
dasar harga-harga telah menjadi enam kali lipat dari harga-harga pada tahun dasar, maka
indeks harga untuk tahun itu adalah 600.
Dengan menggunakan angka IHK ini pendapatan nasional riil dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus di bawah ini:
100
Yr(t) = ---------

x Yb(t)

IHK(t)
Yr(t),

adalah pendapatan nasional riil pada tahun t,

Yb(t),

adalah pendapatan nasional menurut harga yang berlaku pada tahun t,

IHK(t),

adalah indeks harga konsumen pada tahun t.

Untuk lebih jelasnya cara menghitung pendapatan nasional riil, lihat Tabel di bawah :
Cara Menghitung Pendapatan Nasional Riil
Tahun

GDP

atas Indeks Harga

harga

yang (1990 = 100)

GDP atas harga konstan (GDP riil)

berlaku (milyar (milyar Rp)


1993

rupiah)
102.682

114

1994

124.816

132

1995

142.020

142

1996

166.329

155

Sumber: Data Hipotesis

Jika pendapatan nasional riil untuk berbagai tahun telah diperoleh, maka tingkat pertumbuhan
ekonomi dari tahun ke tahun bisa ditentukan. Laju pertumbuhan ekonomi pada suatu tahun
tertentu dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:
Yr(t) Yr(t-1)
Gt =

--------------------

x 100%

Yr(t-1)
Gt , adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam persen,
Yr(t), adalah pendapatan nasional riil pada tahun t, dan
Yr(t-1), adalah pendapatan nasional nil pada tahun t-1.
Cara Menghitung Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Tahun

GDP menurut
harga

Tingkat Pertumbuhan

Konstan

Ekonomi (persen)

(GDP riil)
(milyar Rp)
1990

85.081,9

1991

90.080,5

(90.080,5 - 85.081,9)/ 85.081, 9 x 100% = 5.87

1992

94.517,8

(94.517,8 - 90.080,5)/ 90.080,5 x 100% = 4.93

1993

99.936,0

(99.936,0 - 94.517,8)/ 94.517,8 x 100% = 5.73

Sumber: Data Hipotesis

Dengan mengetahui tingkat pendapatan nasional untuk berbagai tahun, menentukan


pendapatan per kapita bukan masalah lagi. Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata
penduduk. Oleh karena itu untuk mendapatkan per kapita pada suatu tahun tertentu adalah
dengan cara membagi pendapatan nasional pada tahun itu dengan jumlah penduduk pada
tahun yang sama. Sedangkan untuk menentukan tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita
dari tahun ke tahun dapat ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan pertumbuhan
pendapatan nasional riil yaitu:
YP(t) YP(t-1)
gt = --------------------- x 100%
YP(t-1)
gt adalah pertumbuhan pendapatan per kapita yang dinyatakan dalam persen,
YP(t) ,adalah pendapatan per kapita pada tahun t, dan
YP(t-1), adalah pendapatan per kapita pada tahun t-1.
Di samping dengan cara tersebut, cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan
laju pertumbuhan pendapatan per kapita adalah dengan mengurangkan laju pertumbuhan
pendapatan nasional riil dengan laju pertumbuhan penduduk, yaitu dengan menggunakan
rumus di bawah ini:
gt = Gt - Pt
gt adalah tingkat pertumbuhan per kapita,
Gt adalah tingkat pertumbuhan pendapatan nasional riil,
Pt adalah tingkat pertumbuhan penduduk dalam persen.
3.

LQ (LOCATION QUOTIENT)
LQ adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai

tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah
sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional. Dengan kata lain, LQ dapat
menghitung perbandingan antara share output sektor i di kota dan share output sektor i di
provinsi:

dengan X = output (PDRB); r = regional; dan n = nasional.


LQ > 1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor basis (B),
i
sedangkan LQ < 1 disebut sektor nonbasis (NB). Ada beberapa keunggulan dari metode LQ,
i
antara lain
1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung
2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk
mengetahui trend.
Beberapa kelemahan Metode LQ adalah
1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa
dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas
tiap pekerja dalam industri-industri nasional.
2. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.
B. ANALISIS SHIFT SHARE
Analisis shiftshare digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan
peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian
dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang
dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional.
Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah
dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi.
Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh
di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Data yang biasa digunakan
untuk analisis shift-share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e)
dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu, misalnya 19972002. Pertumbuhan
ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen:
1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran
struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah
pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan
perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan
menggambarkan

peranan

wilayah

provinsi

yang

mempengaruhi

pertumbuhan

perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan


provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap.
2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i
dibandingkan total sektor di tingkat provinsi.
3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten)
dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja
memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong
sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.
Menurut Glasson (1977), kedua komponen shiftyaitu Sp dan Sd memisahkan unsurunsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Sp merupakan akibat
pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah
akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Paul
Sitohang, 1977). Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam
perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan.
Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat
diperbaiki, antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi
(Harry W. Richardson, 1978: 202) Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif
memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektorsektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan
mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd
negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. Pada dasarnya, ada dua
pendekatan yang dapat dipakai untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah
(Richardson, 1978):
a. G = NS + IM + RS atau G = RP + RS (3) dengan
ri
G = Regional Economic Growth = (E

(t+1)

/E

ri

(t)

),

untuk mengukur pertumbuhan nilai tambah bruto daerah dari tahun ke tahun
n
NS = National Share = (E

(t+1)

n
/E

(t)

),

untuk mengukur pertumbuhan nilai tambah bruto nasional dari tahun ke tahun
IM = Industrial Mix = { (E

ni

(t+1)

/E

ni

(t)

) (E

(t+1)

/E

(t)

) },

untuk mengukur pertumbuhan nilai tambah bruto nasional sektor i dibandingkan total
sektornya
RS = Regional Shift = { (E

ri

(t+1)

ri
/E

(t)

) (E

ni

(t+1)

/E

ni

(t)

) },

untuk mengukur pertumbuhan nilai tambah bruto daerah sektor i dibandingkan pertumbuhan
nilai tambah bruto nasional sektor i
RP = Regional Proportion (RP = NS + IM)
b. G = R + S atau G = R + Sp + Sd (4) dengan
G = Regional Economic Growth
R = Regional Share
S = Shift , yang terdiri dari: Sp = Proportional Shift dan Sd = Differential Shift
Pendekatan (a) dan (b) tersebut menghasilkan nilai yang sama karena Sp sama dengan
IM dan Sd = RS. Rumus yang digunakan antara kedua pendekatan itu juga hasilnya akan
sama. Beberapa pakar merasakan perlu memperluas analisis yang memperhitungkan efek
komposisi industri dengan menguraikan Differential (Competitive) Shift yang ada. Misalnya,
Esteban-Marquillas menyatakan bahwa Regional Shift pada pendekatan (a) di atas perlu
diuraikan lebih jauh. Untuk keperluan itu Esteban-Marquillas2 memperkenalkan konsep
homothetic employment,yang didefinisikan sebagai "jumlah atau perubahan employment
dalam sektor i di suatu daerah, jika daerah tersebut memiliki struktur employment yang
sama di tingkat nasional." Hal itu menyiratkan asumsi bahwa struktur employment di tingkat
nasional dan daerah sama. Rumus yang dipakai untuk memperoleh nilai Homothetic
Employment (HE):
ri
r ni
n
E = E (E / E ) (5)
Nilai HE tersebut di atas digunakan untuk menguraikan Regional Shift yang terdiri dari
Allocation Effect (AE) dan Regional Shift Effect (RSE). Rumusan yang dikemukakan oleh
Esteban-Marquillas adalah
ri
RSi = (E

(t)

ri
RSi" = (E

* {(E

(t)

ri

* {(E

(t+1)
ri

ri
/E

(t+1)

(t)

ri
/E

) (E

(t)

ni

) (E

(t+1)
ni

/E

(t+1)

ni

/E

(t)
ni

)}

(t)

AE = RSi RSi
= {(E

ri

(t)

* {(E

ri

(t+1)

/E

ri

(t)

) (E

ni

(t+1)

ni
/E

(t)

)}

)}

{(E

ri

(t)

* {(E

ri

(t+1)

ri
ri
ri
= ( E - E ) {(E

/E

ri

(t+1)

) (E

(t)

ri
/E

(t)

ni

(t+1)

) (E

ni
/E

(t)

)}

ni
ni
/E
)}
(t+1)
(t)

dengan
ri
E " menyatakan besarnya employment yang diharapkan dalam industri i di suatu daerah
ri
E menyatakan besarnya employment aktual dalam industri i di suatu daerah
r
E menyatakan besarnya employment di suatu daerah
E

ni

menyatakan besarnya employment nasional di industri i

n
E menyatakan besarnya employment nasional
Kesimpulan : RSi = AEi + RSEi (pendekatan a)
Sdi = AEi + RSEi (pendekatan b)
Keunggulan Analisis Shift-Share
Keunggulan analisis shift share antara lain:
1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau
analisis shift share tergolong sederhana.
2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.
3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup
akurat.
Kelemahan Analisis Shift-Share
Kelemahan analisis shift-share, yaitu
1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.
2. Masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak
dapat dijelaskan dengan baik.
3. Ada data periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak ter-ungkap.
4. Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift
tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya.
5. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor.
6. Tidak ada keterkaitan antardaerah.
C. ANALISIS INPUT-OUTPUT

Transaksi input antara

Dalam konteks input antara terjadi arus/perpindahan barang antarsektor. Misalkan dari sektor i
ke sektor j. Bisa juga terjadi intrasektor, yaitu dari sektor i ke i itu sendiri Xi ialah bahwa total
output sektor i, zij ialah nilai uang dari arus barang --atau nilai transaksi-- dari sektor i ke sektor
j , Yi ialah total permintaan akhir sektor i . Jika ada n sektor di ekonomi, dapat dituliskan bahwa
Xi = zi1 + zi2 + zi3 + . . . zin + Yi
Secara kolom, kita melihat distribusi input antara masing-masing sektor Dari produsen input
antara dan input primer

Secara baris, kita melihat struktur distribusi output antara masing-masing sektor Ke pemakai
antara dan pemakai akhir Baris vs. kolom

Koefisien input-output (i-o coefficient)

aij

zij
Xj

a32 = 0,3 berarti untuk memproduksi setiap Rp 1 output sektor 2, dibutuhkan input antara dari
sektor 3 sebesar 30 sen
D. ANALISIS PENGGANDA KEGIATAN
Tingkat perubahan total pendapatan expenditures dapat di perkirakan melalui konsep
pengganda. Pada pendapatan pengganda yang di kembangkan Keynesian dalam teori
macroeconomic mempunyai arahan analogi pada tingkat regional yang di wujudkan melalui
bentuk pendapatan regional dan pengganda dasar ekonomi. Perbedaan mendasar antara

pendapatan pengganda dan nastional pengganda adalah keberadaan tambahan dari leakges,
terutama pada kegiatan import. Semua bentuk pengganda yang serupa mempunyai kumpulan
pengganda yang gagal untuk membedakan sektor awal expenditures untuk memulai
perubahan.
Model Input-Output, pada sisi lain memungkinkan kita untuk memperoleh corak satuan
pengganda utama pemisahan, dan mengenali bahwa dampak dari total atas pendapatan
(pengeluaran, ketenaga-kerjaan) akan tertukar menurut sektor yang mengalami perubahan
awal pembelanjaan. Manipulasi input-output pada tabel telah membuat analis untuk menaksir
jenis pengganda yang berbeda-beda tergantung pada jenis analisis yang digunakan terhadap
keluaran, pendapatan atau effek ketenaga kerjaan. Nilai-nilai yang terkait dengan pengganda
ketenaga-kerjaan dan pendapatan tersebut, tidak di tentukan dengan keunikan atau ragam
pengeluaran, tetapi diatur oleh model penutup pada tingkat derajat (i,e. Alokasi sektor antara
matriks endogin dan permintaan akhir). Sasaran pengganda adalah diperoleh untuk
menggambarkan mata rantai antara inpu-output dan kumpulan pengganda.
Pengganda Input-Output akan menjadi alat yang paling utama untuk mengukur atau
menganalisis dampak ekonomi di tingkat lokal maupun pada tingkat ekonomi regional. Salah
satu manfaat yang bisa dirasakan adalah dapat membedakan antara sebagian penggada dari
jenis yang semakin umum.
1. Pengganda Keluaran (atau kolom)
Keluaran pengganda untuk industri i hanya mengukur penjumlahan langsung maupun
tidak lansung dari semua sektor kebutuhan yang memerlukan delivver satu tambahan tentang
keluaran i sebagai permintaan akhir. Itu diperoleh dengan summing isi kolom di bawah industri
i dalam tabel leontief matriks inversi (lihat contoh 7 dan 9, pp 38 dan 40) secara lansung
ataupun tidak telah menunjukan kebutuhan tentang unit saban ( 1) pada permintaan akhir
untuk masing-masing sektor. Walaupun keluaran pengganda menghadirkan total kebutuhan unit
saban dari keluaran akhir. Itu bukanlah suatu konsep yang bermanfaat kecuali sebagai suatu
indikator tingkat derajat yang saling ketergantungan secara struktural di antara sisa sektor
ekonomi masing-masing. Di dalam studi dampak ekonomi yang diketahui lebih terkait dengan
pendapatan atau ketenaga-kerjaan yang menimbulkan efek yang mesti memelurkan
pendapatan atau pengganda ketenaga-kerjaan.
2. Pendapatan Pengganda

Perbandingan pendapatan lansung dan pendapatan tidak lansung dapat dinyatakan


pada perubahan pendapatan lansung sebagai hasil dari peningkatakan unit permintaan akhir
yang diberi pada sektor manapun. Pendapatan yang lansung berubah pada masing-masing
sektor diberikan oleh baris rumah tangga dengan masuknya tabel regional I-O yang dinyatakan
kedalam format koefisien (tabel i,e. koefisien yang langsung). Perubahan pendapatan yang
lansung dan tidak lansung di peroleh melalui perkalian kolom masing-masing isi matriks
prestasi inversi ( i,e. pengeluaran rumah tangga) yang di sesuaikan dengan industys koefisien
baris rumah tangga dari tabel koefisien yang langsung, dan perkalian baris summing. Misalnya,
pendapatan lansung dan tidak lansung yang berubah terhadap sektor yang diberikan oleh :
n
bij hRi (i=1,n) dengan
i=1
bij = Koefisien matriks inversi
hRi = Isi garis vektor baris, koefisien rumah tangga
3. Pendapatan Pengganda Jenis Kedua
Pendapatan pengganda jenis kedua ini merupakan perbandingan langsung, tidak
langsung maupun pendapatan yang mempengaruhi perubahan pendapatan langsung yang
berkaitan dengan suatu unit untuk meningkatkan permintaan akhir. Jenis pengganda ke II ini
mempertimbangkan efek repercussionary konsumen dari belanja sekunder sebagai tambahan
lansung ataupun efek non interindustry. Perluasan Pendapatan berkaitan dengan urutan
sirkulasi belanja konsumen yang diperoleh dari perkembangan inter matriks industri (A) dengan
memasukan baris rumah tangga dan kolom, dengan demikian akan terbentuk endogin sektor
rumah tangga. Pendapatan lansung maupun tidak lansung akan mempengaruhi perubahan unit
dari permintaan akhir, dapat ditunjukan oleh koefisien rumah tangga dalam tabel kebutuhan
barang-barang

lansung

ataupun

tidak lansung,

yang

diperoleh

dari

matriks

yang

dikembangkan dengan endogin rumah tangga seperti : matriks baris rumah tangga yang
terdaftar lansung dibalik dengan pengaruh koefisien untuk masing-masing sektor. Perubahan
Pendapatan ini, persisnya sama dengan kasus sebelumnya.
4. Pendapatan Pengganda lainnya
Meskipun pengganda jenis ke II mengambil account dari pengaruh beberapa
pendapatan yang mempengaruhi, namun atas dasar asumsi dapat bersifat membatasi,

khususnya fungsi konsumsi homogen dan linier. Gabungan atau modifikasinya melibatkan dua
unsur-unsur terpisah yakni :
a. Menurunkan suatu fungsi konsumsi yang tidak linier, dengan menyambung satu rangkaian
aggregat fungsi konsumsi linier untuk kelompok pendapatan yang memperoleh cross data
yang berbeda.
b. Membedakan kenaikan pendapatan tetap rumah tangga dan menaikan hasil pendapatan
baru karyawan (rumah tangga) dalam daerah.
Penjelasan yang diperoleh dari pendapatan pengganda baru (yang diberi nama
pengganda jenis III) dapat menghitung pengaruh efek pendapatan dengan tepat, serta
menghindari kelebihan estimasi yang dibangun dalam pengganda jenis ke II. Ini terlihat bahwa,
kemungkinan kontruksi varian pendapatan pengganda sudah terlihat. Satu langkah jelas
menggunakan model pendekatan I-O dengan memindahkan sektor dari bagian tabel exogenous
(permintaan akhir) kepada bagian endogin (interindustry matriks). Sebagai contoh, Bourque (26,
1969), mengusulkan satu format pendapatan pengganda yang memperhatikan efek status yang
dipengaruhi oleh belanja lokal pemerintah. Hansen Dan Tiebout (79,1963) sedang mempelajari
pengganda jangka panjang untuk mentransfer semua permintaan akhir (mis : konsumsi,
investasi dan belanja pemerintah) ke dalam matriks, terkecuali barang ekspor.
Model tertutup yang menggunakan pengganda yang lebih tinggi, memiliki konsekuensi
lain dalam suatu pembatasan dasar, meskipun injeksi exogenous ekonomi regional akan
tertekan. Lebih dari itu, jika efek pengaruh investasi yang di harapkan adalah model I-O maka,
ada banyak pendekatan teoritis yang bisa di gunakan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih
baik, dengan membandingkan investasi pembuatan endogin kedalam matriks itu. Metoda yang
superior adalah pengembangan model dinamis.
5. Pengganda Ketenaga-Kerjaan
Hasil dari analisis yang dilakukan sering berdampak pada penciptaan tenaga kerja dari
sisi perluasan industri, sebab kebijakan pemerintah mungkin terkait dengan prioritas
pembukaan pekerjaan di dalam area tertentu. Karena hal ini memberi alasan bahwa hasil
analisis dapat digunakan untuk memperoleh pengganda ketenagakerjaan, seperti halnya
pendapatan pengganda model I-O. Teknik yang paling baik untuk tujuan ini adalah employmentproduction berfungsi sebagai pendekatan yang menggunakan metoda regresi linier, pertama
yang diadopsi oleh Moore Dan Petersen (181,1955). Sebagai contoh, hubungan employmentproduction telah diperkirakan untuk masing-masing industri lokal dengan bantuan data yang

diperoleh dari survei industri. Dalam sektor tertentu, daerah yang paling utama adalah pasar
yang distributi. Fungsi pengambilan format yang sederhana.
Ei = a + b Xi,.(3.1)
Di mana = ketenaga-kerjaan dan X= keluaran.
Di hampir semua kasus, hasil yang diperoleh memuaskan. Korelasi coeficients adalah lebih dari
0.65, dan kesalahan baku adalah rendah. Juga, employment-production fungsi adalah
homogen, seperti ditunjukkan oleh fakta bahwa terminologi yang tetap adalah kecil. Dengan
keserongan employment-production berfungsi ( = b), kalkulasi pengganda ketenaga-kerjaan
secara relatif dan langsung. Perubahan lansung ketenaga-kerjaan untuk i terdiri dari E/X
koefisien untuk masing-masing i ( i) dikalikan dengan pengganda total langsung atau pun tidak
lansung dari masing-masing kebutuhan i untuk satu unit, dari permintaan akhir untuk j, dan
menjumlah pengganda ketenaga-kerjaan yang dapat disamakan dengan jenis pengganda
pendapatan I. Perbandingan pengganda pendapatan dari ketenaga-kerjaan yang dilakukan
tidak secara lansung akan merubah perubahan ketenaga-kerjaan yang langsung. Dengan cara
yang sama, ada suatu yang pengganda ketenaga-kerjaan untuk mengukur perbandingan
langsung, tidak langsung dan ketenaga-kerjaan yang langsung berubah.
Berikut ini bentuk persamaan di sektor j
n
bij i (i = 1,n)
i=1
Dimana bij menghasilkan suatu isi matriks inversi yang diperluas dengan endogin rumah
tangga. Dengan ketentuan bahwa kita mempunyai perkiraan untuk E/X koefisien, yang
memungkinkan untuk mengkonversi rumusan pengganda keluaran atau pendapatan tertentu ke
dalam

terminologi

ketenaga-kerjaan.

Hal

ini

sukar

untuk

menawarkan

perusahaan

generalisations tentang ukuran dari I-O pengganda regional dan komponennya, sebab hal ini
dapat berbeda menurut keadaan suatu struktur daerah industri, tingkat saling ketergantungan
antar sektornya, ukurannya, dan sebagian besar faktor lainnya. Sebelumnya ada beberapa
penjelasan atau teori yang secara umum dapat dibuat.
Sebagai contoh, pendapatan yang langsung perubahan akan cenderung menjadi sektor
padat karya yang lebih tinggi, sedangkan industri padat modal dengan mata rantai kuat dengan
sektor lain dalam ekonomi regional, boleh mengalami efek tidak langsung yang lebih besar.
Industri jasa cenderung untuk mempunyai pendapatan tinggi yang secara lansung

mempengaruhi suatu proporsi yang substansiil dari biaya-biaya mereka seperti dari
pembayaran langsung ke faktor-faktor produksi (gaji, sewa, dll) dibanding pembelian material.
Lebih dari itu, kebocoran dalam sektor import cenderung lebih menjadi banyak, dan
lebih rendah untuk sektor pelayanan jasa sedang sebaliknya memegang efek yang langsung
menyiratkan suatu pembatasan di sekitar nilai-nilai untuk jenis pengganda I. Dengan begitu
tidak ada hubungan yang ditandai antara pendapatan yang langsung besar berubah dengan
pengganda besar. Itu adalah sangat penting untuk memperhatikan pengaruh pendapatan yang
berubah jika kita ingin mencoba tocapture total efek pendapatan atas perubahan permintaan
akhir. Jenis pengganda II cenderung menjadi sangat lebih besar dari jenis pengganda I, dan
dalam banyak kasus perubahan pendapatan yang dipengaruhi adalah lebih besar dari
pendapatan yang tidak langsung berubah. Seperti ditunjukkan di penjelasan lain, perbandingan
jenis ke II untuk pengganda I yang tetap dari sektor ke sektor, meskipun demikian ini tidak
menyiratkan bahwa perbandingan yang dipengaruhi pada perubahan pendapatan yang tidak
langsung adalah juga tetap.
Suatu contoh kuantitatif, mungkin membantu ke arah memperjelas analisa yang
terdahulu untuk menggambarkan bahwa Wuth adalah suatu contoh kwantitatip sangat
sederhana. Contoh. 5 Menunjukan suatu tabel transaksi hipotetis untuk two-industry ekonomi.
Contoh. 5 Tabel Transaksi Hipotetis ( m)
Untuk
Dari
1
2
Rumah tangga
Nilai tambah import
Gross pengeluaran

20
40
20
20
100

45
15
60
30
150

30
30
10
30
100

Rumah

Permintaan

Pengeluaran

tangga

akhir

Gross

5
65
10
80

100
150
100
100
430

Permintaan akhir dan segmen yang miliki nilai tambah pada tabel yang dikumpulkan,
sering dibagi menjadi rumah tangga dan materi lain. Untuk kepentingan analisa, kita
berkonsentrasi pada interindustry kwadrant tabel. Dengan asumsi Leotief menguraikan lebih
awal tentang arus interindustry yang dinyatakan melalui format matriks koefisien masukan
seperti di Contoh. 6. Ini menunjukkan pembelian langsung dari industri pada bagian sisi kiri
tentang keluaran yang diproduksi oleh industri berada di puncak. Untuk mengukur dampak total,
lebih dulu mengetahui bagaimana kita harus memperhatikan kebutuhan lansung maupun
kebutuhan tidak lansung. Ini memerlukan kita untuk mengurangi masukan matriks koefisien dan

matriks identitas yang membalikan hasil dari koefisien itu. Demikian hasil dari matriks inversi
Leontief, (1-A)-1 atau B, tentang Contoh 7.
Masing-Masing masukan dalam matriks ini menunjukkan kebutuhan langsung atau pun
kebutuhan tidak lansung dari industri pada sisi kiri tentang penyerahan permintaan akhir
industri ada di puncak. Leontief Matriks inversi adalah instrumen kunci dari analisis input-output,
sebab itu mengijinkan suatu efek evaluasi yang segera berubah kedalam demand on keluaran
gross industri akhir dan juga mengijinkan kita, dengan suatu manipulasi kecil, untuk
mengkalkulasi nilai-nilai pendapatan pengganda. Contoh ini menunjukkan bahwa suatu
peningkatan dalam permintaan akhir untuk produk industri 1 10 juta, akan mendorong kearah
suatu peningkatan dalam industri keluaran 1s 15 juta (yang mencakup 10 juta perubahan)
dan bagi suatu peningkatan 6.7 juta keluaran industri 2 dengan cara yang sama, suatu
peningkatan dalam permintaan akhir untuk industri 2 10 juta akan menyempurnakan suatu
peningkatan 13.3 juta industri keluaran 2 dan tentang 5 juta keluaran industry.
Model Tabel Hipotetis: hasil beberapa kuantitatif

Model terbuka
Industry 1
Industry 2
Kolom pengganda
2-17
1-83
Koeffisien rumah tangga
0-2
0-4
Perubahan pendapatan lansung dan tidak 0-568
0-632
Jenis pengganda I
2-84
1-58
Model endogin rumah tangga tertutup
Perubahan lansung dan tidak lansung
Perubahan pendapatan
1-03
1-15
Jenis pengganda II
5-15
2-875
Kita mempersiapkan suatu matriks koefisien langsung, A*, seperti ditunjukan pada Contoh. 8,
dan membalikkan ini untuk menghasilkan suatu kebalikan Leontief baru, ( I-A*) atau B*., seperti
di contoh 9. (Haruslah dicatat bahwa matriks inversi yang diperluas dengan rumah tangga
endogin berbeda dengan matriks inversi yang baku dalam unsur-unsur yang lebih besar dari
kesatuan dan tidak terbatas pada entries on-diagonal). Contoh.9: ini adalah suatu keajaiban
menghasilkan suatu konsekwensi tentang masukan nilai-nilai koefisien masukan tinggi di dalam
contoh yang dikumpulkan dan hipotetis ini. Sektor model individu yang paling coeficients akan
mempunyai nilai-nilai sangat kecil. Yang langsung ataupun tidak lansung akan mempengaruhi
perubahan pendapatan pada bagian isi baris rumah tangga B* matriks, yaitu. 1.03 untuk industri
1 dan 1.15 untuk industri 2. Jenis pengganda II ini adalah perbandingan dari nilai oroginal yang
mengarahkan perubahan pendapatan, dan disampaikan dalam tabel 1. Hal itu dapat juga
diamati bahwa perbandingan jenis ke II kepada jenis pengganda hyang I adalah approximatelv
yang sama, menetapkan uraikan dalil. (lihat pp 42-3).

Dengan leontief matriks inversi, efek pada ekonomi yang berkaitan dengan kombinasi
permintaan akhir mungkin akan terselesaikan. Sebagai contoh, di dalam model tertutup
(dengan endogin rumah tangga) kita bisa membuat satu hypothesise tentang situasi dimana
permintaan akhir meningkat dengan 13 juta untuk industri 1 dan oleh 18 juta sektor rumah
tangga (industri 3), sedangkan untuk industry di dalam permintaan akhir 2 23 juta, dengan
total permintaan akhir meningkat dengan 8 juta. Dengan bantuan matriks inversi yang kita
dapat kembangkan, mengalami dampak permintaan akhir yang berubah pada keluaran gross
industri (lihat tabel 2).
0.2
0.4
0.2

0.3
0.3
0.1
0.3
0.4
0.1
Peningkatan permintaan akhir

2.09
1.27
1.03
8

1.18
1.09
2.00
1.09
1.15
1.82
juta mempengaruhi suatu perluasan netto dalam

jumlah besar keluaran 30 juta (suatu kenaikan dalam industri 1 dan 3 20 juta masingmasing dan suatu kemunduran 10 juta industri 2). Perubahan Keluaran Gross individu ini
terjadi karena hasil dalam netto variasi dalam kebutuhan lansung ataupun tidak lansung
mengalami satu perubahan dalam permintaan akhir. Efek pada keseluruhan keluaran ekonomi
sering kali tidak ditentukan oleh ukuran permintaan netto akhir, yang ada hanyalah distribusi di
antara berbagai sektor ekonomi itu sediri. Masukan dalam tabel 2 menguraikan situasi itu
ketika dampak permintaan akhir dampak sudah bisa terselesaikan. Sejak efek keluaran yang
diramalkan adalah dependent pada assumtion atas dari koefisien masukan tetap, maka
perolehan tabel transaksi keseimbangan arus gross yang baru, pengetahuan keluaran gross
baru dan dan ukuran permintaan akhir coefficiens matriks. Contoh. 8. Tabel Transaksi yang
baru ini ditunjukkan Contoh10. Fakta bahwa baris dan masukan kolom menyeimbangkan
pendukungan pandangan bahwa ekonomi dalam keseimbangan. Total keluaran ekonomi
perlahan mulai bangkit dengan 38 juta, 30 juta dalam kaitan dengan perubahan dalam
industri mendapat keuntungan kotor keluaran dan 8 juta dalam kaitan dengan perubahan
yang diberi dalam permintaan akhir.
Tabel 2 Model dampak perubahan permintaan akhir (m yang tertutup)

Perubahan
permintaan akhir
Perubahan
keluraan

gross

Industry 1
Industry 2

Industry 1

Industry 2

Industry

3 Total

+13

-23

(rumah tangga)
+18
+8

+27
+15

-27
-45

+20
+20

+20
-10

industry
Industry 3
Total

+13

-26

+33

+20
+38

perubahan

dalam keluaran
Gambar Contoh. 10 Tabel Transaksi setelah permintaan akhir berubah ( m)
Untuk

Dari
1
24
2
48
3 (rumah tangga)
24
Nilai tambah impor 24

42
14
56
28

Permintaan

Gross

(rumah tangga)

akhir

keluaran

36
36
12
36

18
42
28
-

120
140
120
88

masukan
Gross pengeluaran 120
140
120
88
468
Meskipun data hipotetis menggambarkan dalil yang umum memperlihatkan peningkatan besar
dalam tingkatan keluaran, tetapi bisa dipengaruhi oleh peningkatan secara relatif kecil dalam
permintaan akhir.
Keseluruhan perubahan dalam konsumsi pada setiap sektor sebagai hasil dua macam
perubahan pendapatan yang mempengaruhi produksi lebih lanjut, yang mana pada gilirannya
pembayaran pendapatan ralsed ke rumah tangga, dan seterusnya. Efek yang penuh telah
dihitung oleh suatu iterative proses, dan itu telah ditemukan bahwa perluasan yang dilakukan
terpusat ke arah nol setelah empat putaran. Di hampir semua kasus, pertumbuhan masyarakat
cenderung cepat, pendapatan yang dipengaruhi dalam kaitan dengan penduduk baru melewati
sebagai hasil peningkatan pendapatan perkapita local. Metoda ini menghasilkan semacam
pengganda pendapatan, yang diuraikan oleh Miernyk ketika ditunjukkan seperti Jenis
pengganda III. Ini mengukur perbandingan lansung, tidak langsung dan pendapatan yang
dipengaruhi perubahan pendapatan yang langsung di mana hitungan sebelumnya di tentukan
berdasarkan

hasil

(metode,perkataan)

yang

berulang-ulang

setelah

pembagian

total

pendapatan berubah menjadi pendapatan karyawan baru dan kenaikan marginal kepada
pendapatan dari penduduk mapan.

Jelaskan

keingintahuan

Anda

dalam

mengikuti

mata

kuliah

Metode

Analisis

Perencanaan!
Sebagai calon perencana wilayah dan kota, sangatlah penting untuk mempelajari metode
analisis perencanaan. Karena dalam metode analisis perencanaan terdapat beberapa materi
seperti demografi termasuk perhitungan proyeksi penduduk, analisis ketenagakerjaan, dinamika
masyarakat, dan perhitungan hirarki kota.
Materi-materi tersebut merupakan dasar dan pertimbangan perencanaan wilayah, seperti
proyeksi penduduk. Untuk dapat memproyeksikan jumlah penduduk diperlukan data penduduk
secara time series sehingga penduduk dapat diramalkan pada tahun selanjutnya.
Selain itu, ada beberapa manfaat dari mempelajari hirarki perkotaan, seperti orde perkotaan
berorientasi pada perencanaan penyediaan fasilitas secara lebih tepat dan efisien. Orde
perkotaan bersama-sama dengan unsur pembentuk struktur ruang lainnya dapat digunakan
untuk meramalkan bagian wilayah mana yang akan cepat berkembang. Hal ini dapat digunakan
untuk mengantisipasi kebutuhan lokasi dari berbagai fasilitas yang sesuai dengan luas daerah
yang hendak dilayani, apabila ada dari kota yang diramalkan akan cepat berkembang/naik ke
orde yang lebih tinggi. Makin tinggi orde suatu kota, makin lengkap fasilitas yang harus
disediakan.

Tugas
Menganalisis minimal 4 hirarki kota-kota di Sulawesi Selatan dengan menghitung tingkat
aksesibilitas. Kemudian diranking menurut besaran.
Kota-kota yang dipilih yaitu Kabupaten Gowa, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, dan
Kota Pare-Pare.
Untuk menganalisis hirarki kota dapat digunakan metode zipf.
Data jumlah penduduk
Kabupaten Gowa
= 652.329 jiwa
Kabupaten Maros
= 318.238 jiwa
Kabupaten Pangkep = 305.758 jiwa
Kota Pare-pare
= 129.542 jiwa
Berdasarkan metode Christaller, maka kota dengan jumlah penduduk terbesar otomatis diberi
orde I., namun kota dengan penduduk terkecil perlu ditetapkan orde ke berapa. Misalnya, kota
terkecil itu ditetapkan sebagai orde IV (secara arbiter). Dengan menggunakan rumus Zipf maka
q dapat dihitung sebagai berikut.
Pn

= P1
nq

4q

129.542 = 652.329

652.329
129.542

4q = 5,04

4q
4 log q = 5,04

log q =

log5,04
4

q = 0,175607

antilog, maka q = 1,498328


Dengan demikian rumus Zipf menjadi :
Pn

= 652.329

Atas dasar rumus di samping, maka :

n1,498328
Kota orde I (Kab. Gowa) = 652.329 : (11,498328) = 652.329 jiwa
Kota orde II (Kab. Maros) = 652.329 : (21,498328) = 232.975 jiwa
Kota orde III (Kab. Pangkep)= 652.329 : (31,498328) = 125.772 jiwa
Kota orde IV (Kota Pare-pare) = 652.329 : (41,498328) = 81.730 jiwa

Anda mungkin juga menyukai