Anda di halaman 1dari 4

Efek dari tube trakea dengan kesuksesan intubasi dengan masker jalur

pernafasan laryngeal : studi pada pasien dengan Mallampati tipe 3&4

Intubasi dengan LMA (Laringeal Mask Airway) telah diperkenalkan sebagai praktik
klinik sejak lebih dari 10 tahun. Dari penggunaan kembali, Fastrach relative mahal dengan
tuba silicon yang di desain untuk intubasi trakea dengan LMA. Tuba trakea berbahan
polivinil klorida yang bersifat konvensional, disposable, lebih murah dan selalu tersedia.
Namun, BRAIN, penemu dari ILMA, tidak merekomendasikan penggunaan intubasi tuba
trakea dibandingkan dengan ILMA, karena sifatnya kaku dan berpotensi susah pada saat
masuk melewati epiglottis. Studi menunjukan bahwa tuba trakeal konvensional akan dapat
lebih sukses dengan menggunakan ILMA. Telah didemonstrasikan bahwa intubasi dengan
LMA lebih sukses dibandingkan dengan yang lain. Keterbatasan dari studi sebelumnya
adalah pasien dengan Mallapati tipe 1 dan 2. Tujuan studi ini adalah mengevaluasi efek dari
tuba trakea konvensional dengan keberhasilan intubasi dengan ILMA pada pasien dengan
Mallampati tipe 3 dan 4.

METODE
Studi telah diterima dan disetujui oleh IRFB dan sudah didapatkan informed concent dari
semua pasien. Pasien dewasa, dengan ASA I dan II, sedang menjalankan anestesi general dan
intubasi trakea, dan sudah diperiksa bahwa pasien dengan Mallapati yipe 3 dan 4. Kriteria
eksklusi meliputi obesitas, memiliki kelainan respirasi (baik pada orofaring maupun pada
laring), keterbatasan membuka mulut (interincision gap <2) dan resiko aspirasi (pembedahan
pada organ gastrointestinal sebelumnya, hernia hiatus simtomatis, esophageal reflux, ulkus
peptikum). 2000 pasien dengan Mallapati tipe 3 dan 4 telah didapatkan. Pasien secara acak
mendapat amplop tertutup yang berisi kode acak dari computer dari 1 grup menjadi 2 grup.
Pasien dikelompokan menjadi grup Normal dan grup Reverse, tergantung pada orienntasi
tuba trakeal yang dilakukan saat insersi LMA. Pada grup Normal, dimasukan tuba trakeal
konvensional mengikuti kurvatura ILMA 90 derajat, sedangkan pada kelompok Reverse, tuba
trakea dimasukan secara terbalik, berbalikan dengan grup Normal. ILMA ukuran 5 dan 7 mm
berbahan polivinil klorida di gunakan pada pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg,
sedangkan ILMA ukuran 4 dan 7,5 mm digunakan pada pasien dengan berat badan lebih dari
50 kg. semua prosedur dilakukan oleh anestesiolog yang sudah berpengalaman.
Monitoring standar termasuk EKG, denyut ok simetri, kapnografi, monitor tekanan darah
dilakukan sesuai dengan manajemen anestesi standar. ILMA dimasukan mulai dari bagian
leher kepala dengan posisi cuff inflasi dengan udara sampai pembungkus tertutup efektif
hingga volume yang direkomendasikan (20 ml dan 30 ml). ventilasi adekuat dilihatd dari
pergerakan dinding dada, gelombang kapnograf, tidak didapatkan tekanan di orofaring lebih
dari 20 cm H20. Tekanan orofaringeal adlah tekanan saat saat gas pertama kali terdengar di
sekitar LMA saat dilakukan ventilasi manual. Apabila ventilasi tidak adekuat, maka ILMA

akan memanipulasi dan perubahan ukuran ILMA diperbolehkan. Anestesi dengan anestetik
violatil pada O2 100% saat intubasi.
Setelah lubrikasi, tuba trakea dimasukan yaitu ILMA. Apabila tidak didapatkan kesulitan
pada saat memasukan tuba trakea, kemungkinan besar sudah masuk secara full. Intubasi
dikatakan gagal bila : (i) tuba trakea tidak dapat masuk secara full (ii) tuba trakea masuk full,
tapi kapnografi tidak terlihat (iii) saturasi 02 pasien masih dibawah 90% dan intubasi
digagalkan. Intubasi akan dikatakan sukses bila masuk full dan posisi kapnografi tidak
terlihat. Setelah sukses, ILMA dikeluarkan kembali sesuai standar yang berlaku.
Pada setiap pasien, intubasi dengan ILMA terbatas dilakukan sebanyak 3x berturut- turut.
Setelah gagal intubasi, ILMA akan dimasukan kembali dan ventilasi dilakukan hingga
optimal. Setelah dilakukan sebanyak 3 kali, apabila intubasi tidak berhasil, intubasi trakea
dilakukan dengan menggunakan bantuan laringkoskopi. Fiber optic bronkoskopi juga dapat
digunakan bila dibutuhkan.
Hasil pengukuran primer dari hasil kesuksesan intubasi pada saat dilakukan pemasangan
pertama dibandingkan dengan dengan pemasangan berikutnya pada pasien dengan
Mallampati 3& 4. Pasien akan diwawancarai sehari setelah operasi untuk dievaluasi nyeri
tenggorokan berdasarkan VAS (Visual Analogue Scale), yang apabila VAS lebih dari 3 maka
dikatakan positif.
Dari data studi kami, pemasangan intubasi pertama yang sukses pada kelompok Normal
dan Reverse pada Mallampati kelas 3 dan 4 adalah sebesar 60-80%. Ukuran sampel
diperbolehkan untuk mendeteksi perbedaan sebesar 20% pada proporsi kesuksesan intubasi
antara kelompok Normal dan Reverse dengan koefisien sebesar 0,5. Data telah dianalisis
dengan SPSS versi 13.

HASIL
Dari total pasien sebanyak 2011 pasien yang dilakukan screening untuk data studi,
didapatkan 1751 ppasien (87,2%) di eksklusi Karena Mallampati tipe 1 dan 2, 16 pasien
menolak mengikuti studi, dan 41 pasien mengalami eksklusi hingga akhirnya tersisa
sebanyak 200 pasien.
Karakteristik pasien yang masuk pada 2 grup. Pemasangan ILMA sukses pada semua
pasien yang dilakukan intubasi trakea yaitu sebanyak 183 pasien (91,5%) dari total 200
pasien. Intubasi dengan pemasangan pertama yang berhasil dilakukan yaitu pada 157 pasien
(78,5%) , dan pada 17 pasien (8,5%) pasien diintubasi dengan menggunakan laringoskopi.
Pemasangan pertama yang berhasil dilakukan tenyata lebih banyak pada kelompok
Reverse dibandingkan dengan kelompok Normal (85% vs 77,5%) . sisanya, pemasangan
ketiga secara kumulatif dibandingkan antara kelompok Normal dengan kelompok Reverse
yaitu 90% dan 91%. Angka pemasangan intubasi lebih tinggi pada yang normal dbandingan
pada kelompok reverse (1,5 vs 1,3).

Sore throat (Nyeri tenggorokan)


Insiden nyeri tenggorokan tidak berbeda secara signifikan antara 2grup (22% vs 12%).
Nyeri tenggorakan lebih banyak ditemukan 2-3 hari paska operasi setelah tidak diberikan
obat-obatan.

DISKUSI
Secara keseluruhan, intubasi trakea yang berhasil dilakukan yaitu sebesar 91,5% dari
pasien yang dipasang tuba trakea konvensional ILMA pada pasien Mallampati tipe 3 dan 4.
Pemasangan pertama yang berhasil dilakukan lebih tinggi pada kelompok yang reverse
dibandingkan pada kelompok normal, namun secara keseluruhan angka sukses sudah
didapatkan pada semua pasien pada kedua grup.
Sejak Brain dan kolega melaporkan sebesar 99,3% angka keberhasilan yang didapatkan
sejak praktik klinis, pada tahun 1997 studi telah menggunakan silicon primer dengan tuba
trakea selain ILMA. Bagaimanapun, tidak ada studi lainnya yang memiliki angka
keberhasilan seperti Brain dan kolega.
Diluar kerugiannya, klinisi melanjutkan untuk menggunakan bahan polivinil klorida
konvensional sebagai tuba trakea konvensional karena relative tidak mahal, selalu tersedia
dan sifatnya disposable. Pada tahun 2005, Kundra dan kolega mendemonstrasikan 96% angka
keberhasilan dengan menggunakan 2 jenis pemakaian, yaitu yang berbahan dasar polivinil
dan silicon. 2 Studi lain melaporkan insersi konvensional tuba trakea dengan ILMA.
Tahun 1999, Joe dan Rose melaporkan sebesar 96,7% angka keberhasilan dengan
orientasi berbalik tuba trakea berbahan polivinil. Tahun 2000, Lu dan kolega melaporkan
95,4% pemasangan ketiga kalinya secara kumulatif dengan tuba trakea Sheridan degan 2
jenis orientasi. Studi kami mendemonstrasikan secara kumulatif intubasi intubasi yang sukses
terpasang yaitu sebesar 91,5%. Pemasangan pertama yang sukses adalah penting, sebagai
indicator performa pada intubasi trakea. Studi kami menunjukan angka keberhasilan sebesar
78,5% pada pemasangan pertama dibandingkan dengan studi lain yaitu sebesar 80,8-86,7%.
Angka keberhasilan kumulatif hingga pemasangan ketiga dan pemasangan pertama
dibandingkan dengan studi lain sesuai literature. Penemuan dari studi lain dan lteratur
mendemonstrasikan polivinil tuba trakea dapat digunakan sebagai insersi LMA.
Intubasi trakea via ILMA dengan tuba trakea konvensional yang dimasukan dengan
orientasi reverse telah dijelaskan oleh Joe dan Rose. Studi saat ini oleh Ludan dan kolega,
adalah hanya memggunakan 2 kelompok acak pada percobaan klinis untuk mengevaluasi
efek dari intubasi tuba trakea yang berhasil dengan LMA.
Fakor- factor yang mempengaruhi angka keberhasilan dari intubasi trakea adalah angle/
sudut saat tuba trakea dari aperture distal dari ILMA. Brain dan kolega, dan Kundra& kolega

mendemonsrasikan sudut dari tuba trakea konvensional yang berbeda dengan tuba lainnya,
dan ini dapat menjelaskan perbedaan angka keberhasilan intubasi trakea. Pada demonstrasi
percobaan in vitro kami, penggunaan sudut 47 derajat dan 20 derajat pada kelompok normal
dan reverse, didapatkan bahwa dengan sudut 47 derajat dapat lebih mudah masuk langsung
ke dalam trakea.

Anda mungkin juga menyukai