Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sistem imun ialah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai
bahan di lingkungan. Fungsi sistem imun antara lain adalah, melindungi tubuh dari invasi
penyebab penyakit, menghancurkan

dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi

asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh,
menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak (debris sel) untuk perbaikan jaringan,
mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
Sistem imun terdiri atas dua yaitu, pertahanan lapis pertama ; pertahanan fisik (physical
barrier), dan sistem kekebalan tubuh, terbagi dua yaitu sistem kekebalan nonspesifik (alami)
(innate immune system) dan sistem kekebalan spesifik (didapat/adaptif) (learned/adaptive
immune system). Semakin baik pertahanan suatu sistem imun, baik physical barrier atau
sistem kekebalan nonspesifik maupun spesifik, maka makin baik peran dan fungsi yang
ditunjukkan oleh sel.
Ribuan dari jutaan sel sistem imun terdistribusi ke seluruh tubuh dari host, sistem limfe,
sedangkan yang lainnya tetap di tempat pada jaringan limfoid primer dan sekunder, kulit dan
pada mukosa saluran pernafasan, pencernaan dan saluran kemih. Keberhasilan sistem organ
yang tersebar luas adalah kemampuan dari berbagai komponen tersebut untuk berkomunikasi
dengan cepat dan efisien satu dengan yang lain, sehingga sel yang benar dapat pergi pada
lokasi yang tepat dan menghancurkan patogen yang masuk
Molekul yang menghubungkan antar sel pada sistem imun disebut sitokin. Interaksi
sitokin dengan reseptornya pada sel target dapat menyebabkan perubahan ekspresi dari
molekul adhesi dan reseptor kemokin pada membrane target, yang membuatnya bisa
berpidah dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Sitokin juga dapat memberi signal pada sel
imun untuk meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim-enzim tertentu atau untuk
mengubah program transkripsinya, sehingga mengubah dan meningkatkan fungsi efektornya.
Peran sitokin yang penting ini juga membuat sekarang banyak penelitian tentang sitokin dan
dengan teknik rekombinan DNA, sitokin dapat diproduksi dalam jumlah besar sebagai
1

pengganti komponen sistem imun yang imunokompromais dan untuk menanggulangi


defisiensi imun.
Hal-hal di atas mendasari pembuatan makalah mengenai sitokin dalam sistem imun tubuh
yang diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk lebih dapat memahami tentang sitokin
serta peran pentingnya dalam sistem imunitas tubuh yang kompleks.
1.2.

Rumusan Masalah
1. Memahami tentang sistem imun, fungsinya, pembagian pertahanan sistem imun, dan
gangguan terhadap sistem imun.
2. Memahami apa yang dimaksud dengan sitokin
3. Memahami tentang mekanisme sitokin dan pembagiannya
4. Memahami penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sitokin
5. Memahami peran sitokin dalam pengobatan

1.3.

Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami tentang sistem imun, fungsinya, pembagian pertahanan
sistem imun, dan gangguan terhadap sistem imun.
2. Mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan sitokin
3. Mahasiswa dapat memahami tentang mekanisme sitokin dan pembagiannya
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan sitokin
5. Mahasiswa dapat memahami tentang peran sitokin dalam pengobatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengertian Sistem Imun


Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah sistem perlindungan dari pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme sehingga tidak
mudah terkena penyakit. Jika sistem imun bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi
tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh. Sebaliknya, jika sistem imun melemah, maka kemampuannya untuk
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus penyebab
demam dan flu,dapat berkembang dalam tubuh. Sistem imun juga memberikan pengawasan
terhadap pertumbuhan sel tumor. Terhambatnya mekanisme kerja sistem imun telah
dilaporkan dapat meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

2.2.

Penggolongan Sistem Kekebalan Tubuh


a. Berdasarkan Cara Mempertahankan Diri dari Penyakit
1) Sistem Pertahanan Tubuh Non Spesifik
Sistem pertahanan tubuh non-spesifik merupakan pertahanan tubuh yang tidak
membedakan mikroba patogen satu dengan yang lainnya. Ciri-cirinya :

Tidak selektif

Tidak mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya

Eksposur menyebabkan respon maksimal segera

Memiliki komponen yang mampu menangkal benda untuk masuk ke dalam tubuh

Sistem pertahanan ini diperoleh melalui beberapa cara, yaitu :


1. Pertahanan yang Terdapat di Permukaan Tubuh
a) Pertahanan Fisik
Pertahanan secara fisik dilakukan oleh lapisan terluar tubuh, yaitu kulit dan
membran mukosa, yang berfungsi menghalangi jalan masuknya patogen ke
dalam tubuh. Lapisan terluar kulit terdiri atas sel-sel epitel yang tersusun rapat
sehingga sulit ditembus oleh patogen. Lapisan terluar kulit mengandung
keratin dan sedikit air sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikrobia.
3

Sedangkan membran mukosa yang terdapat pada saluran pencernaan, saluran


pernapasan, dan saluran kelamin berfungsi menghalangi masuknya patogen ke
dalam tubuh.
b) Pertahanan Mekanis
Pertahanan secara mekanis dilakukan oleh rambut hidung dan silia pada
trakea. Rambut hidung berfungsi menyaring udara yang dihirup dari berbagai
partikel berbahaya dan mikrobia. Sedangkan silia berfungsi menyapu partikel
berbahaya yang terperangkap dalam lendir untuk kemudian dikeluarkan dari
dalam tubuh.
c) Pertahanan Kimiawi
Pertahanan secara kimiawi dilakukan oleh sekret yang dihasilkan oleh kulit
dan membran mukosa. Sekret tersebut mengandung zat-zat kimia yang dapat
menghambat pertumbuhan mikrobia. Contoh dari sekret tersebut adalah
minyak dan keringat. Minyak dan keringat memberikan suasana asam (pH 35) sehingga dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme di kulit.
Sedangkan air liur (saliva), air mata, dan sekresi mukosa (mukus)
mengandung enzim lisozim yang dapat membunuh bakteri dengan cara
menghidrolisis dinding sel bakteri hingga pecah sehingga bakteri mati.
d) Pertahanan Biologis
Pertahanan secara biologi dilakukan oleh populasi bakteri tidak berbahaya
yang hidup di kulit dan membran mukosa. Bakteri tersebut melindungi tubuh
dengan cara berkompetisi dengan bakteri patogen dalam memperoleh nutrisi.
2) Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik
Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik merupakan pertahanan tubuh terhadap patogen
tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem ini bekerja apabila patogen telah berhasil
melewati sistem pertahanan tubuh non spesifik. Ciri-cirinya :

Bersifat selektif

Tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing

Mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya

Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia (antibodi)

Perlambatan waktu antara eksposur dan respons maksimal


4

Sistem pertahanan tubuh spesifik terdiri atas beberapa komponen, yaitu:


a. Limfosit
1. Limfosit B (Sel B)
Proses pembentukan dan pematangan sel B terjadi di sumsum tulang. Sel B
berperan dalam pembentukan kekebalan humoral dengan membentuk
antibodi. Sel B dapat dibedakan menjadi :

Sel B plasma, berfungsi membentuk antibodi.

Sel B pengingant, berfungsi mengingat antigen yang pernah masuk ke


dalam tubuh serta menstimulasi pembentukan sel B plasma jika terjadi
infeksi kedua.

Sel B pembelah, berfungsi membentuk sel B plasma dan sel B pengingat.

b. Limfosit T (Sel T)
Proses pembentukan sel T terjadi di sumsum tulang, sedangkan proses
pematangannya terjadi di kelenjar timus. Sel T berperan dalam pembentukan
kekebalan seluler, yaitu dengan cara menyerang sel penghasil antigen secara
langsung. Sel T juga membantu produksi antibodi oleh sel B plasma. Sel T dapat
dibedakan menjadi :

Sel T pembunuh, berfungsi menyerang patogen yang masuk dalam tubuh, sel
tubuh yang terinfeksi, dan sel kanker secara langsung.

Sel T pembantu, berfungsi menstimulasi pembentukan sel B plasma dan sel T


lainya serta mengaktivasi makrofag untuk melakukan fagositosis.

Sel T supresor, berfungsi menurunkan dan menghentikan respons imun


dengan cara menurunkan produksi antibodi dan mengurangi aktivitas sel T
pembunuh. Sel T supresor akan bekerja setelah infeksi berhasil ditangani.

c. Antibodi (Immunoglobulin/Ig)
Antibodiakan dibentuk saat ada antigen yang masuk ke dalam tubuh. Antigen
adalah senyawa protein yang ada pada patogen sel asing atau sel kanker. Antibodi
disebut juga immunoglobulin atau serum protein globulin, karena berfungsi untuk
melindungi tubuh melalui proses kekebalan (immune). Antibodi merupakan
senyawa protein yang berfungsi melawan antigen dengan cara mengikatnya,
untuk selanjutnya ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag. Suatu antibodi
5

bekerja secara spesifik untuk antigen tertentu. Karena jenis antigen pada setiap
kuman penyakit bersifat spesifik, maka diperlukan antibodi yang berbeda untuk
jenis kuman yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan berbagai jenis antibodi
untuk melindungi tubuh dari berbagai kuman penyakit.
Antibodi tersusun dari dua rantai polipeptida yang identik, yaitu dua rantai ringan
dan dua rantai berat. Keempat rantai tersebut dihubungkan satu sama lain oleh
ikatan disulfida dan bentuk molekulnya seperti huruf Y. Setiap lengan dari
molekul tersebut memiliki tempat pengikatan antigen. Beberapa cara kerja
antibodi dalam menginaktivasi antigen yaitu :

Netralisasi (menghalangi tempat pengikatan virus, membungkus bakteri dan


atau opsonisasi)

2.3.

Aglutinasi partikel yang mengandung antigen, seperti mikrobia

Presipitasi (pengendapan) antigen yang dapat larut

Fiksasi komplemen (aktivasi komplemen)

Sitokin
Sitokin merupakan protein-protein kecil yang berfungsi sebagai mediator dan pengatur
imunitas, inflamasi dan hematopoesis. Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang
disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara
sel-sel lokal, dan dengan demikian memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin dihasilkan sebagai
respon terhadap stimulus sistem imun. Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor
membrane spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger
(tirosin kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen).
Respon-respon terhadap sitokin diantaranya meningkatkan atau menurunkan ekspresi
protein-protein membran (termasuk reseptor-reseptor sitokin), proliferasi, dan sekresi
molekul-molekul efektor. Sitokin bisa beraksi pada sel-sel yang mensekresinya (aks
iautokrin), pada sel-sel terdekat dari sitokin di sekresi (aksi parakrin). Sitokin bisa juga
beraksi secara sinergis (dua atau lebih sitokin beraksi secara bersama-sama) atau secara
antagonis (sitokin menyebabkan aktivitas yang berlawanan).

Gambar 1. Sifat Sitokin (a) pleitropi, redundansi, sinergisme, antagonism


dan (b) induksi kaskade

2.4.

Klasifikasi sel sitokin


Sitokin adalah nama umum, nama yang lain diantaranya limfokin (sitokin yang
dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit), kemokin (sitokin dengan
aktivitas kemotaktik), dan interleukin (sitokin yang dihasilkan oleh satu leukosit dan beraksi
pada leukosit lainnya).Sitokin berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, terbagi atas
monokin dan limfokin. Makrofag sebagai sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell /
7

APC), mengekspresikan peptida protein Mayor Histocompatibility Complex (MHC) klas II


pada permukaan sel dan berikatan dengan reseptor sel T (Tcr), sel T helper. Makrofag
mensekresi Interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, IL-12, dan TNF-.5
Pada sel T terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok sel Th1 memproduksi Interleukin-2
(IL-2), Interferon- (IFN- ) dan Limfotoksin (LT).5 Kelompok sel Th2 memproduksi
beberapa interleukin yaitu IL-4, IL-5, IL-6, IL-10.
2.5.

Reseptor Sitokin
Dalam beberapa tahun terakhir, reseptor sitokin telah banyak menyita perhatian para ahli
dibandingkan dengan sitokin itu sendiri, sebagian karena karakteristiknya yang luar biasa,
dan sebagian karena defisiensi reseptor sitokin secara langsung berkaitan dengan
melemahnya immunodefisiensi. Dalam hal ini, dan juga karena redundansi dan
pleiomorpisme sitokin, pada kenyataannya merupakan konsekuensi dari reseptor homolog
sitokin, banyak para ahli berpikir bahwa klasifikasi reseptor akan lebih berguna secara klinis
dan eksperimental.
Sitokin bekerja pada sel-sel targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor membran
spesifik. Reseptor dan sitokin yang cocok dengan reseptor tersebut dibagi ke dalam beberapa
kelompok berdasarkan struktur dan aktivitasnya. Klasifikasi reseptor sitokin berdasarkan
pada struktur tiga-dimensi yang dimiliki.

a. Reseptor sitokin tipe 1 ( Haemopoietin Growth Factor family )

Anggota-anggotanya memiliki motif tertentu pada ekstraseluler asam-amino domain.


Contoh, IL-2 reseptor memilik irantai (umumnya untuk beberapa sitokin lain) yang
kurang sehingga secara langsung bertanggung jawab atas x-linked Severe Combined
Immunodeficiency (X-SCID). X-SCID menyebabkan hilangnya aktivitas kelompok
sitokin ini.
b. Reseptor sitokin tipe 2 ( Interferon )

Anggota-anggotanya adalahreseptor-reseptor terutam auntuk interferon. Reseptorreseptor kelompok interferon memiliki sistein residu (tetapi tidak rangkaian Trp-Ser-XTrp-Ser) dan mencakup reseptor-reseptor untuk IFN, IFN, IFN.
9

c. Reseptor sitokin tipe 3 ( Tumor Necrosis Factor family )

Anggota-anggotanya berbagi sistein-ekstraseluler yang umumnya banyak


mengikat domain, dan termasuk beberapa non-sitokin lain seperti CD40, CD27, dan
CD30, selain yang diberi nama (TNF).

10

d. Reseptor kemokin

Reseptor kemokin mempunyai tujuh trans membrane heliks dan berinteraksi dengan Gprotein. Kelompok ini mencakup reseptor untuk IL-8, MIP-1, dan RANTES. Reseptor
kemokin, dua diantaranya beraksi mengikat protein untuk HIV (CXCR4 dan CCR5),
yang juga tergolong ke dalam kelompok ini.
e. Immunoglobulin (Ig) superfamili
Immunoglobulin (Ig) yang sudah ada seluruhnya pada beberapa sel dan jaringan
dalam tubuh vertebrata, dan berbagi structural homologi dengan immunoglobulin
(antibodi), sel molekul adhesi, dan bahkan beberapa sitokin. Contoh, IL-1 reseptor.
f. Reseptor TGF beta 7
Anggotanya dari transformasi faktor pertumbuhan beta superfamili, yang
tergolong kelompok ini, meliputi TGF-1, TGF-2, TGF-3.
Reseptor sitokin bisa keduanya merupakan membrane berbatas dan larut. Reseptor sitokin
yang larut umumnya secara ekstrim sebagai pengatur fungsi sitokin. Aktivitas sitokin bisa
dihambat oleh antagonisnya, yaitu molekul yang mengikat sitokin atau reseptornya. Selama

11

berlangsungnya respon imun, fragmen-fragmen membrane reseptor terbuka dan bersaing


untuk mengikat sitokin.

12

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.

Mekanisme sitokin dan pembagiannya


Sitokin tidak memberikan efek spesifik ke atas hanya satu jenis sel sasaran. Kebanyakan
memiliki efek biologi pegunungan luas atas lebih dari satujenis sel atau tisu. Berbagai sitokin pula
dapat berinteraksi dengan jenis sel yang sama untuk menghasilkanefek yang sama (yaitu
fungsi tindih). Sebagian besar darinya dihasilkan oleh limfosit T. Ia mungkin menekan atau
merangsang sesuatu respon imun. Limfokin mungkin memudahkan proliferasi, pertumbuhan
atau diskriminasi sel, serta mungkin bertindak atas fatal gen untuk mengontrol fungsi sel.
Limfokin mungkin memiliki efek autokrin atau parakrin.
3.1.1 Interleukin
Ciri-ciri dan aktivitas beberapa interleukin diterangkan di bawah:
a) Interleukin-1:
Dihasilkan oleh fagosit mononukleus teraktif yang distimulasi olehlipopolisakarida atau interaksi
dengan sel T CD4 +. Ia adalah sejenis monokin danbahantara keradangan serta berkongsi banyak ciriciri dengan faktor nekrosis tumor(TNF). Ia terdiri dari 2 rantai polipeptid (17 KD setiap), yang disebut
IL-1 dan IL-1
yang sama. IL-1

keduanya memiliki kegiatan yang serupa dan bergabung dengan reseptor

adalah tergabung ke membran tetapi IL-1

terdapat bebas dalam

peredaran. ReseptorIL-1 terdapat pada banyak jenis sel. IL-1 bertindak apakah mengaktifkan adenilat
siklasedan meningkatkan tingkat Camp, atau mengaruh faktor-faktor nukleus yang bertindak sebagai
aktivator fatal gen. IL-1 bertindak sama ada mengaktifkan adenilat siklase danmeningkatkan aras
cAMP, atau mengaruh faktor-faktor nukleus yang bertindak sebagaipengaktif transkripsi gen. Dampak
tindakannya tergantung konsentrasi. Kesantindakannya bergantung kepada kepekatan. Pada
konsentrasi rendah sebagian besardampaknya adalah imunokawalan dan membantu proliferasi sel T
CD4 + danpertumbuhan serta diskriminasi sel B. Pada kepekatan rendah sebahagian besar
kesannyaadalah imunokawalan dan membantu proliferasi sel T CD4 + dan pertumbuhan serta
pembezaan sel B. Pada tingkat yang tinggi ia terdapat dalam peredaran darah perifer dan menyebabkan
kenaikan suhu (demam) dan meningkatkan pembentukan protein fase akutkelenjar. Pada aras yang
tinggi ia terdapat dalam peredaran darah periferi danmenyebabkan kenaikan suhu (demam) dan
13

meningkatkan pembentukan protein fasa akutoleh hepar. Ia juga mengaruh

cachexia. Ia juga

mengaruh cachexia.
b) Interleukin-2:
terdiri dari satu Glikoprotein 15.5 KD yang disintesis sebagian besar olehsel T CD4 + dan sedikit oleh
sel T CD8 +. Jumlah IL-2 yang disintesis oleh limfosit T adalah satu faktor penting yangmenentukan
kekuatan suatu respon imun. IL-2 juga membantu pembentukan sitokin lain oleh sel T termasuk
interferon

dan limfotoksin. IL-2 berinteraksi dengan limfosit T melalui reseptor IL-2. IL-2 juga

meningkatkan pertumbuhan sel NKdan kegiatan sitolisis sel NK dalam pembentukan sel LAK
(lymphokine activated killer cells). Untuk sel B pula, IL-2bertindak sebagai faktor
pertumbuhan serta meningkatkan sintesis antibodi.
c) Interleukin-3:
sejenis limfokin 20 KD yang disintesis oleh sel T CD4 + dan bertindak sebagai faktor stimulasi koloni
(Colony stimulating factor) yang membantu proliferasibeberapa sel hematopoietik dan
diskriminasi limfosit.
d) Interleukin-4 (faktor pertumbuhan sel b)
Interleukin-4 (faktor pertumbuhan sel b): sitokin 20 kd yang dihasilkan oleh sel T CD4 + dan sel
mast teraktif. oleh karena itu il-4 juga berfungsi sebagai faktor pertumbuhan selmast dan aktivator
makrofaj.
e) Interleukin-5 (Faktor diskriminasi eosinofil)
Dihasilkan oleh beberapa sel T CD4 + dan sel mast teraktif. Bertindak bersama IL-2 dan IL-4
untuk mengaruh pertumbuhan dan diskriminasi sel B. IL-5 juga merangsang pertumbuhan
dandiskriminasi eosinofil. IL-5 juga merangsang pertumbuhan dan pembezaan eosinofil.
f) Interleukin-6:
Dihasilkan oleh sel endotelium, fagosit mononukleus, fibroblas, sel Tteraktif dan beberapa jenis sel
lain.IL-6 mengaruh sel heparmenghasilkan protein fasa akut. Ia penting untuk diskriminasi sel B
menjadi sel yangmenghasilkan antibodi dan bertindak bersama IL-1 untuk mengaktifkan sel T.
g) Interleukin-8
IL-8 dikategorikan sebagai Kemokin (chemokine) berfungsi menarik leukosit seperti neutrofil, sel
T dan monosit.Ia dihasilkan oleh monosit, makrofaj, sel fibroblas dan sel endotelium, dan
mengaktifkan neutrofil serta mempromosikan angiogenesis. Karena itu ia memainkan peran penting
dalam respon peradangan dan pemulihan otot.
14

h) Interleukin-10
Dalam manusia ia bertindak sebagai faktor perencat sintesis sitokin dan diekspres oleh sel T CD4 +
dan CD8 +, monosit, makrofaj, sel B teraktif dan lain-lain. Ia merencatsintesis sitokin oleh sel Th1 dan
pembentukan interferon IL-1, IL-6 dan TNF . Walaupun IL-10 menekan keimunan
perantaraan sel, ia merangsang limfosit B,IL-2 dan IL-4. Ia juga terlibat dalam kontrol produksi IgE.
i) Interleukin-12
Merupakan mediator utama imunitas non-spesifik dini terhadap mikroba intraselular dan merupakan
induktor kunci dalam imunitas selular spesifik terhadap mikroba. Sumbernya adalah fagosit
mononuclear dan sel dendritik yang diaktifkan. Efek biologis IL-12 adalah merangsang produksi IFN oleh sel NK dan sel T, diferensiasi sel T CD4 + menjadi sel Th1, dan meningkatkan fungsi sitolitik sel
NK dan CTL.
j)

Interleukin 13
Efek utamanya adalah mencegah aktivasi dan sebagai antagonis IFN-. IL-13 merangsang produksi
mucus oleh sel epitel paru dan berperan pada asma.

k)

Interleukin-15
Diproduksi oleh fagosit mononuclear dan mungkin jenis sel lain sebagai respons terhadap infeksi virus,
LPS dan sinyal lain yang mungkin memacu imunitas nonspesifik. Merangsang ekspansi sel NK dalam
beberapa hari pasca infeksi.

l)

Interleukin-16
Interleukin-16 diproduksi berbagai sel dengan fungsi multipel.

m) Interleukin 17
Diproduksi oleh sel T memori yang diaktifkan dan menginduksi produksi sitokin proinflamasi lain
seperti TNF, IL-1 dan kemokin.
n)

Interleukin 18
IL-18 diproduksi oleh makrofag sebagai respons terhadap LPS dan produk mikroba lain, merangsang
sel NK dan sel T untuk memproduksi IFN-. Jadi IL-18 adalah inductor imunitas selular bersama IL21

o)

Interleukin 23
Merangsang perkembangan sel T CD4 untuk memproduksi Interleukin-17

p)

Interleukin 25
Disekresi oleh sel Th2 dan merangsang produksi sitokin Th2 lainnya seperti IL-4, IL-5 dan IL-13.
15

q)

Interleukin 31
Terutama diproduksi oleh sel Th2 yang diaktifkan dan bekerja melalui IL-31R yang diekspresikan
pada sel monosit yang diaktifkan, epitel dan keratinosit. Ekspresi IL-31 berlebihan dapat menimbulkan
gatal, alopesia, lesi kulit, hipereaktivitas bronkus, dermatitis dan alergi.

r)

Interleukin 33
Berperan sebagai komponen yang mengatur respons imun alamiah terutama aktivasi sel mast.

3.1.2

Interferon (IFN)
Interferon adalah sekelompok protein imuno kawalan yang dihasilkan oleh sel T, fibroblas dan
beberapa jenis sellain setelah rangsangan oleh virus, antigen, mitogen, DNA. IFN
diklasifikasikansebagai atau (memiliki aktivitas anti-virus) dan (IFN imun).IFN
memiliki fungsi kontrol dan meningkatkan kemampuan makrofaj menghancurkan sel tumor, virus dan
bakteri.

a) Interferon
Dihasilkan oleh makrofag dan sel B. Dapat mencegah replikasi virus, memiliki aktifitas antiproliferasi, pirogen (mengaruh demam).
b) Interferon

Protein antivirus (20 KD) yang dihasilkan oleh fibroblas dan mencegahreplikasi virus.
c) Interferon
Limfokin Glikoprotein (21-24 KD) yang dihasilkan oleh sel T teraktif dansel NK. Ia memiliki
aktivitas anti-proliferasi dan antivirus serta sangat kuatmengaktifkan fagosit mononukleus untuk
memusnahkkan mikroorganisma intrasel dan sel tumor.
3.1.3 Faktor Nekrosis tumor
Faktor Nekrosis tumor

(TNF )

Sel-sel yang menghasilkanTNF termasuk monosit, makrofaj, limfosit T dan B, sel NK serta selsel lain yangdirangsang oleh lipopolisakarida dan produk-produk mikroorganisma lain. TNF
dapat bergabung dengan reseptor pada beberapa jenis sel tumor dan menyebabkan lisis.
Faktor Nekrosis tumor

(TNF

16

Dihasilkan oleh limfosit teraktif. TNF dapat menghancurkan seltumor dalam kultur, mengaruh
Awal mula gen, merangsang proliferasi fibroblas danmemamerkan banyak aktivitas sama seperti TNF
terlibat dalam peradangan dan penolakan cedung .

3.1.4

TGF-
Efek utama TGF-J3 adalah mencegah proliferasi dan aktivasi limfosit dan leukosit
lain. TGF- merangsang produksi IgA melalui induksi dan pengalihan sel B.

3.15

Limfotoksin
Diproduksi oleh sel T yang diaktifkan dan sel lain. Limfotoksin mengaktifkan sel endotel
dan neutrofil, merupakan mediator pada inflamasi akut dan menghubungkan sel T dengan
inflamasi. Efek ini sama dengan TNF.

17

Gambar 2. Sel-sel dalam sistem imun yang dikontrol oleh jaringan sitokin
3.2.

Sinyal Tranduksi Sitokin


Semua reseptor sitokin terdiri dari satu atau lebih protein transmembran yang berfungsi
untuk mengikat sitokin dan bagian sitoplasmanya berperan untuk mengawali jalur sinyal
intraselular. Reseptor permukaan sel menerima sinyal awal yang mengaktifkan respons imun
nonspesifik yang kompleks. Selanjutnya adalah transmisi ke interior sel atau transduksi
sinyal yang merupakan tema universal dalam sistem biologis. Respons terhadap sinyal
memerlukan 3 elemen : sinyal sendiri, reseptor dan jalur sinyal transduksi yang
menghubungkan detector ke mekanisme efektor.

18

Pada imunitas non-spesifik, sinyal dapat berupa produk mikroba, reseptornya adalah PRR
pada leukosit dan sinyal akan ditransduksi melalui interaksi molekul intraselular spesifik.
Mekanisme efektor menghasilkan klirens mikroba yang masuk.
TLR (Toll Like Receptor) adalah jalur tranduksi sinyal yang khas pada sitokin. Interaksi
sinyal dengan reseptor diawali dengan produk mikroba yang berikatan dengan bagian
ekstraselular TLR. Di bagian sitoplasma, domain protein yang terpisah mengandung TIR
(Translocated Intimin Receptor) yang berhubungan dengan komponen jalur sinyal lainnya.
Selanjutnya terjadi fosforilase atas pengaruh protein kinase dan kaskade enzim dipacu.
Aktivasi jalur sinyal TLR menunjukkan berbagai efek, memacu ekspresi gen yang
berperan dalam inflamasi, induksi perubahan dalam APC yang membuatnya lebih efisien
dalam presentasi antigen, dan menimbulkan sintesi dan ekspor sinyal molekul interselular
yang mempengaruhi perilaku leukosit dan sel lain.
Penemuan jalur sinyal utama yang ditimbulkan oleh interaksi antara IFN- dan
reseptornya menunjukkan bahwa transduksi sinyal melalui reseptor sitokin kelas I dan kelas
II terlibat dalam tahap-tahap yang merupakan dasar dari sinyal sitokin sebagai berikut :

Reseptor sitokin terdiri atas subunit yang terpisah. Satu rantai terutama diperlukan
untuk mengikat sitokin dan transduksi sinyal dan rantai yang lain diperlukan untuk
sinyal, tetapi sering hanya dengan peran ikatan yang minor

Berbagai protein tirosin kinase inaktif berhubungan dengan berbagai subunit reseptor.
Rantai alfa reseptor berhubungan dengan family protein tirosin kinase, Janus JAK.
Hubungan antara JAK dan subunit reseptor terjadi spontan dan tidak memerlukan
ikatan dengan sitokin. Namun tanpa sitokin, JAK tidak memiliki aktivitas protein
tirosin kinase.

Ikatan sitokin menginduksi asosiasi dua subunit reseptor sitokin yang terpisah dan
aktivasi reseptor yang berhubungan dengan JAk.

JAK yang diaktifkan menimbulkan docking site untuk faktor transkripsi STAT oleh
fosforilase tirosin spesifik pada subunit reseptor dari kompleks. Anggota famili faktor
transkripsi yang disebut STAT berikatan dengan residu tirosin yang difosforilase.
STAT yang spesifik berperan dalam jalur sinyal sejumlah besar sitokin. Ikatan STAT
dengan subunit reseptor terjadi dengan ikatan domain SH2 pada STAT dengan

19

docking site yang dibentuk oleh fosforilase dengan bantuan JAK dari tirosin khusus
pada subunit reseptor.

Setelah terjadi fosforilase dengan bantuan JAK, terjadi transkripsi faktor STAT dan
translokasi dari tempat docking receptor di membrane ke nukleur yang menginisiasi
transkripsi gen spesifik.

Tabel 1. Interaksi STAT dan JAK dengan reseptor sitokin tertentu selama transduksi sinyal
Reseptor Sitokin
IFN-/-
IFN-
IL-2
IL-4

Janus Kinase
JAK 1, Tyk 2
JAK 1, JAK 2
JAK 1, JAK 3
JAK 1, JAK 3

STAT
STAT 1 dan 2
STAT 1
STAT 1
Utamanya STAT 6, juga STAT

IL-6
IL-7
IL-12
IL-15
IL-21

JAK 1, JAK 2
JAK 1, JAK 3
JAK 2, Tyk2
JAK 1, JAK 3
JAK 1, JAK 3

5
STAT 3
STAT 5 dan 3
STATS 2,3,4 dan 5
STAT 5
Utamanya STAT 1 dan juga
STAT 5

20

Gambar 2. Induksi dan fungsi Sitokin

Gambar 3. Model umum transduksi sinyal yang diperantarai oleh


kebanyakan reseptor sitokin Kelas I dan Kelas II

21

Gambar 4. Jenis Sitokin dan Reseptor dan Fungsinya


3.3.

Sitokin dan hematopoiesis


Segolongan sitokin yang disebut CSF berperan dalam hematopoiesis pada manusia yaitu
GM-CSF, G-CFS dan M-CSF. Sitokin golongan ini berperan dalam perkembangan,
diferensiasi dan ekspansi sel-sel myeloid. Pada dasarnya sitokin tersebut merangsang
diferensiasi sel progenitor dalam sum-sum tulang menjadi sel yang spesifik dan berperan
dalam pertahanan terhadap infeksi.

3.4.

Sitokin dan Penyakit


Oleh karena sitokin memainkan peranan yang penting dalam pengaturan, jika sitokin atau reseptornya
diekspresikan pada tingkat yang rendah, penyakit dapat dihasilkan. Beberapa penyakit yang melibatkan
sitokin dijelaskan di bawah: Beberapa penyakit yang melibatkan sitokin diterangkan di bawah :
a) Sindrom kejutan toksik: penyakit ini dimulai dengan pembebasan superantigen (contoh:
enterotoksin) oleh beberapa mikroorganisma. Oleh karena ia bergabung ke banyak sel T, terlalu banyak
sitokin dibebaskan terutama IL-1dan TNF- dan menganggu pengaturan jaringan sitokin. IL-1
dan TNF- akan mengaruh reaksisitemik termasuk demam, diarea, pembekuan darah, kejatuhan
tekanan darah dan kejutan.
22

b) Kejutan septik bakteri: penyakit ini dikaitkan dengan penghasilan berlebihan sitokin akibat infeksi
bakteri Gram negatif.
c) Kanker: Beberapa kanker limfoid dan mieloid ditunjukkan memiliki kaitan dengan Awalmula
sitokin atau reseptor sitokin yang tinggi. Awal mula berlebihan ini menyebabkan pertumbuhan sel
yang

tak terkendali

dan

membawa

ke

kanker.

Pengekspresan

berlebihan

ini

menyebabkanpertumbuhan sel yang tak terkendali dan membawa kepada kanser.


d) Penyakit autoimun: Sel T diketahui memainkan peranan penting dalam pembangkit autoantibodi
dan kontrol keautoimunan. Beberapa ketidak normalan sitokin dan reseptor sitokin dikaitkan dengan
penyakit autoimun sistemik. SLE telah dikaitkan dengan tingkat IL-10 yang tinggi.
3.5

Sitokin dalam Pengobatan


Dengan teknik rekombinan DNA, sitokin dapat diproduksi dalam jumlah besar.
Sesuai dengan peranan biologisnya, maka sitokin dapat digunakan sebagai pengganti
komponen sistem imun yang imunokompromais atau untuk mengerahkan sel-sel yang
diperlukan dalam menanggulangi defisiensi imun primer atau sekunder, merangsang sel
sistem imun dalam respons terhadap tumor, infeksi bakteri atau virus yang berlebihan.
Rekombinan anti-sitokin telah dapat diproduksi dan digunakan untuk mengontrol
penyakit autoimun dan keadaan dengan sistem imun yang terlalu aktif/patologik seperti
alergi. Dewasa ini sudah dapat diperoleh sitokin murni hasil klon, antibody terhadap
sitokin dan reseptor sitokin yang larut, sehingga dimungkinkan untuk digunakan spesifik
dalam klinik.
IL-2, IFN- dan IFN- dapat digunakan terhadap tumor tertentu. G-CSF sangat
berguna pada pengobatan penderita dengan jumlah sel PMN yang rendah akibat
kemoterapi atau iradiasi. Antibodi terhadap reseptor sitokin atau reseptornya yang larut
digunakan pada pengobatan penyakit autoimun. Sitokin berperan dalam inflamasi kronis
misalnya TNF- pada arthritis rheumatoid.

23

Tabel 2. Sitokin yang digunakan dalam Pengobatan


Obat

Sifat

Penggunaan Klinis
chimeric Rheumatoid Arthritis

Enbrel

Reseptor

Remicade atau Humira

TNF/region konstan IgG


Antibodi monoclonal untuk Rheumatoid

arthritis,

menghambat reseptor TNF- penyakit Crohns


Roferon

Interferon--2a

Hepatitis

B,

Hairy-cell

leukemia, Sarkoma kaposa,


Intron A
Betaseron
Avonex
Actimmune

Interferon--2b
Interferon--1b
Interferon--1a
Interferon--1b

Neupogen

G-CSF

Hepatitis C
Melanoma
Multiple sclerosis
Multiple sclerosis
Penyakit
granulomatous
kronis, osteoporosis
(sitokin Menstimulasi
produksi

hematopoietic)

neutrofil,

reduksi

infeksi

pada pasien kanker yang


diberikan kemoterapi, dan
Leukine

pasien AIDS
(Sitokin Stimulasi produksi sel-sel

G-CSF
hematopoietic)

myeloid
transplantasi

11

tulang belakang
(IL-11), Menstimulas

setelah
sum-sum

Neumega atau Neulasta

Interleukin

produksi

Epogen

sitokin hematopoietik
platelet
Eritropoietin
(sitokin Menstimulasi produksi sel

Ankinra
Dadlizumab (Zenapax)

hematopoietic)
darah merah
Rekombinan Il-1Ra
Rheumatois arthritis
Antibodi
monoclonal Mencegah
penolakan
manusia untuk melawan IL- setelah transplantasi

Basliximba (Simulect)

2R
Antibodi
manusia/tikus

monoclonal Mencegah

penolakan

chimeric transplantasi

untuk melawan IL-2R


24

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sitokin merupakan protein-protein kecil yang berfungsi sebagai mediator dan pengatur
imunitas, inflamasi dan hematopoesis. Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang
disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel25

sel lokal, dan dengan demikian memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin bekerja pada sel-sel
targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik.
Sitokin memainkan peranan yang penting dalam pengaturan, jika sitokin atau reseptornya
diekspresikan pada tingkat yang rendah, penyakit dapat dihasilkan. Dengan teknik rekombinan DNA,
sitokin dapat diproduksi dalam jumlah besar. Sesuai dengan peranan biologisnya, maka sitokin
dapat digunakan sebagai pengganti komponen sistem imun yang imunokompromais atau untuk
mengerahkan sel-sel yang diperlukan dalam menanggulangi defisiensi imun primer atau
sekunder, merangsang sel sistem imun dalam respons terhadap tumor, infeksi bakteri atau virus
yang berlebihan.
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

26

Anda mungkin juga menyukai