Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam
tubuh. Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan
manusia, saat menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan
saat dewasa pada pria mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada
wanita. Air dalam tubuh terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu yang
berada pada ruang intraselular, serta yang berada pada ruang ektraselular.
Ekstraselular lalu dapat dibagi kembali menjadi air yang mengisi ruang
interstitial, serta plasma.
Dengan makan dan minum tubuh kita mendapatka air, elektolit,
karbohidrat, protein, lemak, vitaminn serta nutrisi lainya. Terapi cairan
dibutuhkan pada keadaan tertentu, saat kebutuhan akan air serta nutrisi-nutrisi
tersebut tidak dapat terpenuhi secara peroral. Hal ini dapat terjadi pada kasus
pasien yang harus puasa dalam jangka waktu yang lama, karena pembedahan
saluran cerna, dan dibutuhkan juga pada kondisi pasien dengan perdarahan
yang

masif,

syok

hipovolemik,

anoreksia

berat,

mual-muntah

tak

berkesudahan, serta kondisi-kondisi lainnya.


Hampir
membutuhkan

seluruh
akses

pasien

yang

vena

menjalani

serta

terapi

prosedur
cairan

pembedahan
intravena.

Pemeliharaan volume intravaskular agar tetap pada batas yang normal


normal sangatlah penting dalam periode perioperatif. Penilaian volume
intravaskular serta penggantian dari cairan dan elektrolit yang hilang selama
prosedur pembedahan sedang berlangsung harus dapat dilakukan dengan tepat.
Kesalahan dalam penggantian cairan dapat menyebabkan morbiditas yang
cukup bermakna atau bahkan sampai kematian. Mengingat akat hal-hal
tersebut, maka penulis akan mencoba menguraikan tentang terapi cairan dalam
referat ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Fisiologi Cairan dalam Tubuh Manusia

2.1.1. Fungsi Cairan Tubuh

Pembentuk struktur tubuh.


Sarana transportasi (nutrisi, hormone, protein dan molekul-molekul ke dalam
sel).

Sebagai sarana metabolisme sel.


Membantu mengeluarkan sisa metabolisme.
Mengatur suhu tubuh.

Pelarut elektrolit dan non elektrolit.

Mengisi rongga tubuh: cairan pleura, cairan spinal, cairan pericardium,


peritoneal.

Memelihara suhu tubuh dengan kulit.

2.1.2. Kebutuhan Air dan Elektrolit Setiap Hari1,2


1. Dewasa :
Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5%
Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)
K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)
2. Bayi dan anak:
Air

0-10 kg

: 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

10-20 kg

: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000 ml + 50 ml/kg

di atas 10 kg)

>20 kg

: 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500 ml + 20 ml/kg

di atas 20 kg)

Na+

: 2 mEq/kg

K+

: 2 mEq/kg

Cairan masuk:

Minum

: 800-1700 ml

Makanan

: 500-1000 ml

Hasil oksidasi

: 200-300 ml

Hasil metabolisme:

- Dewasa

: 5 ml/kg/hari

- Anak

: 2-14 tahun

= 5-6 ml/kg/hari

: 7-11 tahun

= 5-7 ml/kg/hari

: 5-7 tahun

= 8-8,5 ml/kg/hari

- Balita

= 8 ml/kg/hari

Cairan keluar:
- Urin

: normal > 0,5-1 ml/kg/jam

- Feses

: 1 ml/hari

- Invisible loss :- dewasa : 15 ml/kg/hari


- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari
- Sensible loss : Tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan.
- Paru-paru

: sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss.

- Traktus gastointestinal : 100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6
L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal

Cairan yang Masuk


Metabolisme
oksidatif
Konsumsi cairan oral
Makanan padat
Total

Cairan yang Keluar


300 ml
1100-1400
ml
800-1000 ml
2200-2700

Ginjal
Kulit
Paru-paru
GIT

1200-1500 ml
500-600 ml
400 ml
100-200 ml

Total

2200-2700 ml

ml
Tabel 1. rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

2.2.

Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat

berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun
yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa
50 % berat badan.3
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.4
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.3
- Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.3
- Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.

Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata
70kg.3
Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 3
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi
baru lahir dibandingkan orang dewasa. 3
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.3
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.3
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.3
a. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).3
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem

pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan
potassium ini.

o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3 -), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat
(PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari
cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.3
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135145mEq/liter.5
Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap
hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang
intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh
banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan
air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan

interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.6
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubahubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel. 6
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter. 6
3. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1%
dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.6
4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 6
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan
asam basa. 6
b. Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.
Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5

2.3.

Keadaan-Keadaan Gangguan Keseimbangan Cairan7,8

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :


1. Perubahan volume
Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang
paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal
akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.
Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak,
infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan
akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada
susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat
ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus.
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen
ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang

hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular


berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan
volume intravaskular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang
hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah
ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
intravaskular.
Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan
NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan
air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR),
sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat
terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan Konsentrasi
Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka
akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,
diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl
3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.
Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Na= Na1 Na0 x TBW


Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan


Na0 = Na serum yang actual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan
cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air
kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12
Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium
dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total
kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau
infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).
Rumus untuk menghitung defisit kalium:

K = K1 K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau
obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,
diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat
(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan
EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10%

10

dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,
hemodialisis.

3.

Perubahan Komposisi
Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan
ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak
adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri
dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang
berlebihan.
Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi
endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap
higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang
dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis
terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk
mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,
penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang
terjadi.

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)


Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus
kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi
adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah
syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan
metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari.
Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya
setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

11

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)


Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat
dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah
adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang
digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium.
Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH,
PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
2.4. Terapi Cairan6,8,10,11
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi
defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa
walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel
sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya
oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus
1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan
kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu,
pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak
dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan

12

kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila
diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat
peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein
yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal
dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada cross match.

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:


1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab
itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.

13

2. Koloid Sintetis, yaitu:


Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangiplatelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggucro match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal
ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu
dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

Hydroxylethyl Starch (Heta starch)


Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma
hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang
rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai
koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

14

Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul ratarata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
-

Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)


Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada
penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang)
terutama dari golonganurea linked gelatin

Transfusi
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan,
dan lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh
pada respon yang diberikan.
Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak
menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah,
sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam
jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat
vasomotor menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan
vasokonstriksi.
Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan
perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi
ginjal menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume
darah kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi
normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang
menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan
sebanyak 30%.
Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas
20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau
kombinasi koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah

15

yaitu Ringer Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan
transfusi.
Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi
darah, yaitu:
V = (Hb target Hb inisial) x 80% x BB
Kadar Hb donor

1. Transfusi sel darah merah


Indikasi transfusi sel darah merah

Kehilangan darah yang akut


Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel
darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume
darah hlang, maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari separuh,
maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang diberikan.

Transfusi darah prabedah


Anema defisiensi besi
Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang
dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap
pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.

Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun


Gagal ginjal
Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan
transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.

Gagal sumsum tulang

16

Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau


infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun
juga komponen darah yang lain.

Penderita yang tergantung trasnfusi


Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik
membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu,
sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.

Penderita sel bulan sabit


Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur,
terutama setelah stoke, karena sindrom dada berulang yang mengancam jiwa,
dan selama kehamilan.

Penyakit hemolitik neonatus


Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi
pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.

Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah


a. Masalah Mendesak

Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga


redistribusi cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan fungsi
jantung. Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat terjadi gagal

ventrikel kiri
Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan. Hiperkalemia

ini dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu lama pada suhu kamar
Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban asam,
dan penyusutan trombosit serta faktor koagulasi

17

Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan tidur, nyeri


selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi, syok, dan akhirnya

gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC


Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi
anafilaktik berat, walaupun jarang terjadi

b. Masalah Jangka Menengah

Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat yang
sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus atau

corinebacterium
Hipertensi dan/atau

thalasemia mayor yang menerima transfusipenderita sel sabit dan teratur


Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi

sindrom

kejang

kadang-kadang

ditemukan

pada

c. Masalah jangka panjang


Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat
diekskresikan tubuh. Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan
tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga terjadi pigmentasi, hambatan
pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid, gagal
jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi besi harus
dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan organ yang serius.
2. Transfusi Trombosit dan Granulosit
Transfusi

trombosit

dan

granulosit

diperlukan

bagi

penderita

trombositopenia yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena


kegagalan sumsum tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit
penderita, misalnya leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum
tulang.

18

Indikasi transfusi trombosit

Gagal sumsum tulang yangdisebabkan oleh penyakit atau pengobatan

mielotoksik
Kelainan fungsi trombosit
Trombositopenia akibat pengenceran
Pintas kardiopulmoner
Purpura trombositopenia autoimun
Efek merugikan pada transfusi trombosit
Efek merugikan pada transfusi trombosit adalah timbulnya kerefrakteran
trombosit, aloimunisasi, penularan penyakit dan kadang-kadang graft versus
host disease.
Indikasi transfusi granulosit

Neutropenia persisten dan infeksi berat Jika dihitung neutrofil terus-menerus


kurang dari 0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau jamur yang
tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan menggunakan antibotik yang tepat

dalam 48-72 jam.


Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten
Sepsis neonatus

Efek merugikan transfusi granulosit


Efek merugikan pada transfusi granulosit adalah timbulnya aloimunisasi,
penularan infeksi, infiltrasi paru dan graft versus host disease.

Sifat-Sifat Plasma Substitute yang Ideal


Sifat-sifat plasma substitute yang ideal adalah:

pH, tekanan onkotik dan viskositas sebanding dengan plasma darah


19

Efek volume yang cukup untuk periode waktu tertentu tanpa resiko overload

pada sistem cardiovaskuler atau terjadinya edema


Meningkatkan mikrosirkulasi dan memperbaiki diuresis
Tidak mengganggu homeostasis
Tidak mengganggu blood grouping dan cross matching
Akumulasi minimal pada sistem retikuloendotelial
Lama penyimpanan produk panjang
Ekonomis

Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Sediaan Plasma Substitute


1.Whole blood
Kelebihan
Kapasitas angkut oksigen
Kapasitas hemostatik

Kekurangan
Penyediaan lama
Waktu penyimpanan pendek
Reaksi anafilaktik ringan sampai parah
Alloimunisasi
Reaksi hemolisis
Reaksi infeksi
Viskositas meningkat
Overload volume
Hiperkalium, hiperkalsium, asidosis
Harga mahal
2.Larutan elektrolit
Kelebihan

Lebih mudah tersedia dan murah


Komposisi serupa dengan plasma (Ringer Asetat / Ringer Laktat)
Bisa disimpan pada suhu kamar
Bebas dari reaksi anafilaktik
Komplikasi minimal
Kekurangan

Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada


Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan sel
20

Memerlukan volume 4 kali lebih banyak

3.Larutan human albumin


Kelebihan

Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi volume interstitial


Ekspansi volume lebih besar
Durasi lebih lama
Oksigenasi jaringan lebih baik
Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit
Insiden edema paru dan atau edema sistemik lebih rendah
Kekurangan

Reaksi anafilaksis
Koagulopati
Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok
4.Larutan dekstran

Kelebihan

Efek volume panjang atau lama

Efek anti trombotik


Kekurangan
Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial
Gangguan hemostasis
Batasan dosis
Reaksi anafilaksis fatal
Gangguan fungsi renal
Akumulasi pada sistem retikuloendotelial
Gangguan pada blood grouping dan cross matching
5.HES
Kelebihan

21

Efek volume panjang atau lama


Efek anti trombotik
Kekurangan
Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial
Gangguan hemostasis
Batasan dosis
Reaksi anafilaksis fatal
Akumulasi pada sistem retikuloendotelial
6.Haemaccel

Kelebihan
Iso-osmotik
Mempertahankan keseimbangan cairan
Efek volume optimal
Perbaikan fungsi renal
Tidak mengganggu hemostasis
Tidak mengganggu blood grouping
Tidak terjadi akumulasi pada RES
Ekonomis
Kekurangan

Reaksi anafilaktoid

Gambar 1. Panduan Terapi Cairan9

22

Gambar 2. Tujuan Terapi Cairan6

23

Terapi Cairan
Resusitasi
Penggantian

Rumatan
Koloid

defisit

Kebutuhan normal
harian kristaloid

kristaloid
Mengganti kehilangan
akut (dehidrasi, syok

Memasok
kebutuhan cairan

hipovolemik)

BAB III
KESIMPULAN
1. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis.
2. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
24

3. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid
(memiliki tekanan onkotik) dan darah.
4. Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi
darah, yaitu: V = (Hb target Hb inisial) x 80% x BB
5. Setiap unit darah mengganti 1 gr% Hb, dan setiap transfusi 3 ml/KgBB
mengganti 3 gr% Hb.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey

CK,

Singh

RB.

Fluid

and

electrolyte

disorders.

Indian

J.Anaesh.2013;47(5):380-387.
2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2010.
3. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2010.p3-227
4. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:
1089-93
5. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi
intensif FK Undip: Semarang; 2010: 1-60.

25

6. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada


pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2012
7. Collins,

VI., 1996, Fluids and Electrolytes, in Physicologic and

Pharmachologic Bases of Anesthesia, Williams & Wilkins, USA, p : 165-187.

26

Anda mungkin juga menyukai