Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

BADAN INSEMINASI BUATAN UNGARAN

Oleh :
1.
2.
3.
4.

Retno Ika Sari


Rizqi Amalia
Siti Rofiatus S.
Intan Rachmawati

(4411412045)
(4411412038)
(4411412043)
(4411412041)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inseminasi buatan adalah suatu proses mengawinkan ternak dengan cara
buatan atau beternak secara modern yang sudah diterapkan dalam sejumlah usaha
peternakan, yang sangat efisien untuk meningkatkan produktifitas ternak. Pada
perkawinan secara alami pejantan hanya bisa mengawini satu ekor betina dalam
satu kali kawin, berbeda dengan pekawinan secara IB dimana semen atau sperma
yang dihasilkan oleh seekor pejantan dalam satu kali ejakulasi (pemancaran
sperma) dapat digunakan untuk melayani lebih banyak betina setelah semen
tersebut sudah diproses dan dalam bentuk straw.
Inseminasi buatan di Indonesia pertama kali pada permulaan tahun 1950,
namun baru pada permulaan tahun 1973 untuk pertama kali semen beku di impor
ke Indonesia atas kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Inggris
dan Selandia Baru. Sejak saat itu semen beku yang diperoleh dalam bentuk straw
telah dipakai pada hampir semua program IB pada sapi.
Ternak merupakan sumber protein hewani yang sangat diperlukan oleh
manusia disamping manfaat yang lain. Untuk meningkatkan produktifitas ternak
maka efisiensi reproduksi yaitu ditingkatkan dengan teknologi Inseminasi Buatan
(IB). Dengan teknik ini maka mutu genetic ternak dapat meningkat lebih baik
sehingga produktifitasnya juga semakin baik, dengan begitu pendapatan peternak
juga meningkat. Peningkatan mutu genetic melalui teknologi IB memang perlu
dilakukan karena penerapan IB dilapangan sudah menjadi kebutuhan para
peternak khususnya peternakan sapi perah dan sapi potong. Selain itu IB
mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat mencegah penyakit kelamin
menular pada ternak, menghemat biaya perkawinan, menghindari resiko
perkawinan (Toelihere, 1985).
Selain itu IB juga bermanfaat untuk meningkatkan angka kelahiran
sehingga populasi ternak cepat bertambah atau meningakat, disamping itu
bermanfaat dalam peningkatan ternak secara kuantitatif, memperbaiki mutu

genetic (secara kualitatif), sehingga akan membantu perusahaan perusahaan


peternakan dan bahkan para petani peternak yang tidak atau belum mampu
memiliki pejantan unggul yang harganya relatif mahal. Dalam pelaksanaanya IB
perlu ditunjang oleh beberapa faktor yang saling berhubungan antara satu dengan
yang lainnya, sehingga diharapkan hasil yang maksimal dalam waktu yang
singkat. Dengan semakin majunya teknologi semen dari pejantan yang unggul
dapat dibuat dalam bentuk semen beku. Dengan adanya semen beku maka dapat
menjawab kesulitan-kesulitan yang dialami dalam penggunaan semen cair.
Terlebih lagi ditemukannya kemasan dalam bentuk straw maka semen dapat
hidup dan dapat digunakan pada tempat dan waktu yang berbeda, sehingga
program IB dapat berjalan dengan baik dan efektif.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran umum Badan Inseminasi Buatan Ungaran?
Bagaimana menajemen pemeliharaan sapi pejantan untuk keperluan

Inseminasi Buatan?
Bagaimana cara penampungan semen pada sapi?
Bagaimana proses pembuatan semen beku?
Bagaiman cara penilaian semen?

C. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran umum Badan Inseminasi Buatan Ungaran?
Untuk mengetahui menajemen pemeliharaan sapi pejantan untuk keperluan

Inseminasi Buatan
Untuk mengetahui cara penampungan semen pada sapi
Untuk mengetahui proses pembuatan semen beku
Untuk mengetahui cara penilaian semen

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Inseminasi Buatan

Menurut Hafez (1993) Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan


sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina
jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi
ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar
sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel
telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoa. Potensi yang
dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, terutama yang
unggul, dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina.
Keberhasilan IB pada ternak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kualitas
semen beku (straw), keadaan sapi betina sebagai akseptor IB, ketepatan IB, dan
keterampilan tenaga pelaksana (inseminator). Faktor ini berhubungan satu
dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB
juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak
optimal (Toelihere, 1981).
Saat yang baik melakukan IB adalah saat sapi betina menunjukkan tandatanda birahi, petani ternak pada umumnya mengetahui tingkah laku ternak yang
sedang birahi yang dikenal dengan istilah : 4A, 2B, 1C, 4A, yang dimasud adalah
abang, abu, anget, dan arep artinya alat kelamin yang berwarna merah
membengkak kalau diraba terasa anget dan mau dinaiki, 2B yang dimaksud
adalah bengak-bengok dan berlendir artinya sapi betina sering mengeluh dan
pada alat kelaminnya terlihat adanya lendir transparan atau jernih, 1C yang
dimaksud adalah cingkrak-cingkrik artinya sapi betina yang birahi akan menaiki
atau diam jika dinaiki sapi lain.
Menurut Toelihere (1981), keuntungan IB sangat dikenal dan jauh
melampaui kerugian-kerugiannya jika tidak demikian tentu perkembangan IB
sudah lama terhenti dan keuntungan yang diperoleh dari IB yaitu :
1. Daya guna seekor pejantan yang genetik unggul dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin.
2. Terutama bagi peternak-peternak kecil seperti umumnya ditemukan di
Indonesia program IB sangat menghemat biaya di samping dapat
menghindari bahaya dan juga menghemat tenaga pemeliharaan pejantan
yang belum tentu merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan.

3. Pejantan-pejatan yang dipakai dalam IB telah diseleksi secara teliti dan


ilmiah dari hasil perkawinan betina-betina unggul dengan pejantan
unggul pula.
4. Dapat mencegah penyakit menular
5. Calving Interval dapat diperpendek dan terjadi penurunan jumlah betina
yang kawin berulang.
Dalam praktek prosedur IB tidak hanya meliputi deposisi atau penyampaian
semen ke dalam saluran kelamin betina, tetapi juga tak lain mencakup seleksi dan
pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau
pengangkutan semen, Inseminasi, pencatatan dan juga penentuan hasil
inseminasi pada hewan betina, bimbingan dan penyuluhan pada ternak.
B. Semen
Semen atau air mani adalah cairan yang terdiri dari hasil sekresi kelenjar
kelamin aksesoris dan spermatozoa yang sudah masak dari epididimis seekor
sapi pejantan dewasa (Srigandono, 1987). Hafez (1993) menyatakan bahwa
semen terdiri dari campuran spermatozoa yang dihasilkan oleh jaringan testis
didalam tubulus semineferus dan plasma semen yang berasal dari kelenjar
kelamin pelengkap. Plasma semen berfungsi sebagai medium smigelatinous yang
membawa spermatozoa dari saluran reproduksi hewan jantan kedalam saluran
reproduksi hewan betina (Toelihere, 1981).
Spermatozoa terdiri dari bagian kepala yang mengandung bagian inti dan
bagian ekor untuk bergerak. Bagian depan dari kepala ditutupi dengan sebuah
pembungkus yang disebut dengan acrosome yang akan dilepas sesaat sebelum
spermatozoa memasuki sel telur. Pelepasan acrosome ini penting untuk penetrasi
dan melangsungkan pembuahan. Plasma semen yaitu campura sekresi dari
epididimis, vas deferens, vesikulo seminalis, kelenjar prostate dan cowper yang
mengandung bermacam macam zat organic dan anorganik serta air
(Partodihardjo,1982).
Jumlah semen dan konsentrasi antara spesies berbeda beda. Sifat fisik dan
kimiawi semen sebagian besar ditentukan oleh plasma semen. Flipse dan
Almquist (1961) menyatakan bahwa berat badan yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan pejantan menjadi lamban, sulit untuk berkopulasi karena


kemalasannya, kelemahan kaki kaki belakang dan penurunan libido. Lebih
lanjut dikatakan bahwa belum dapat dibuktikan bahwa gerak badan dapat
mempengaruhi produksi spermatozoa secara kualitatif dan kuantitatif.
C. Karakteristik Semen
Pemeriksaan semen

dapat

dilakukan

dengan

cara

makroskopis,

mikroskopis, biologis dan kimia faali. Pemeriksaan secara makroskopis meliputi


pemeriksaan volume semen, konsistensi, warna dan ph ejakulat (Toelihere,
1985). Almquist (1968) menyatakan bahwa kisaran normal volume semen sapi
antara 8 ml (2ml 15ml), motilitas 65% (50% - 80%), dan konsentrasi sperma
1200 juta/ml (400 juta/ml 2000 juta/ml). kisaran semen sapi jantan menurut
Hafez (1993) yaitu volume semen 5ml 8ml, gerakan massa sperma (2+) (3+),
motilitas sperma 65% (50% - 80%), konsentrasi sperma 1000 juta/ml 1800
juta/ml, persentase sperma hidup 70% dan abnormalitas sperma 20%.
Pemeriksaan dan pengujian untuk menjaga kualitas semen beku daapt
dilakukan tiga macam test yaitu; test after thawing, test water incubator, dan
pewarnaan. Test after thawing bertujuan utuk mengetahui apakah semen beku
masih layak digunakan untuk inseminasi buatan (Dirjen Peternakan, 2000). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa test after thawing yang dinilai adalah persentase
spermatozoa yang motil progresif terhadap keseluruhan jumlah spermatozoa dan
gerakan individual spermatozoa. Test water incubator bertujuan untuk
mengetahui jumlah spermatozoa yang dapat bertahan sampai didalam alat
reproduksi betina dalam waktu kurang lebih 4 jam, sedangkan tujuan test dengan
pewarnaan adalah untuk mengetahui presentase spermatozoa yang hidup dan
mati berdasarkan perbedaan warna spermatozoa.
1. Karakteristik Semen Secara Makroskopis
Salisbury dan van demark (1985) menyatakan bahwa volume semen akan
bertambah banyak sesuai dengan besar tubuh, Kesehatan reproduksi, daya
kekuatan dan frekuensi penggunaan pejantan. Produksi semen yang tinggi

diperoleh dari volume tiap pancaran semen yang tinggi dengan konsentrasi ayng
tinggi, (Hardjopranjoto, 1991).
Kisaran Ph yang normal menurut (Almquist, 1968) sebesar 6,2 6,7. Ph
semen yang cenderung asam mencerminkan aktifitas sperma pada kondisi
anaerob, sperma yang menghasilkan asam laktat semakin rendah nilai ph, maka
motilitas sperma akan semakin rendah pula. Ph semen biasanya berasal pada
kondisi netral atau asam lemah 6,5 6,8. Ph semen dipengaruhi oleh sekresi
kelenjar aksesori, Ph semen yang berlebih memperlihatkan fungsi abnormal
organ tersebut atau kemungkinan tercampuri oleh bahan lain (urin).
2. Karakteristik Semen Secara Mikroskopis
Pemeriksaan semen secara mikroskopis meliputi gerakan massa, motilitas,
konsentrasi, persentase sperma hidup dan abnormalitas sperma dilakukan secara
berurutan (Toelihere, 1985). Semen yang baik memiliki pola mikroskopis
gelombang massa baik hingga sangat baik. Sperma dikatakan berkualitas apabila
mengandung sperma yang bergerak aktif denagn gerakan massa yang tinggi
(Toelihere, 1981). Gerakan massa sperma dinilai berdasarkan dengan
kecenderungan sperma bergerak ke satu arah (Toelihere, 1985).
Motilitas sperma mencerminkan konsentrasi dan daya hidup sperma
dengan rata rata yang berguna untuk menilai fertilitas pejantan. Pergerakan
sperma meliputi gerakan massa atau progresif, mundur atau reverse, bergetar
atau vibratory, dan berbutir atau sirculatory (Partodihardjo, 1982). Stimulus awal
bagi motilitas sperma berasal dari isi kelenjar asesoris saat semen diejakulasikan.
Motilitas juga dipengaruhi oleh temperature.
Standar minimum semen sapi jantan yang dikoleksikan dengan vagina
buatan dan dipakai untuk IB memiliki persentase motil 50%. Menurut pernyataan
(Masuda, 1992) menyatakan bahwa motilitas tergantung pada spesies hewan,
temperature dan plasma semen. Sperma sapi jantan bergerak normal kedepan
pada temperatur 370C 380C, gerakan akan berhenti dan metabolisme sangat
lambat pada 50C dan pada 540C 560C akan mati. Perubahan suhu secara cepat
sangat berbahaya bagi sperma (shok temperatur).

Pengencer dan tekanan osmotic yang sesuai dengan semen menunjang


motilitas. Motilitas sperma menurun pada kondisi sangat asam. Sinar matahari
berbahaya bagi sperma karena mempengaruhi DNA dan aktifitasnya. Gas
oksigen dan karbondioksida yang berlebihan serta logam berat dapat
mempengaruhi motilitas sperma.
Konsentrasi sperma merupakan jumlah sperma per ml semen (Toelihere,
1985). Konsentrasi semen yang lebih pekat pada umumnya mempunyai
konsentrasi sperma yang lebih tinggi. Konsentrasi sperma berbeda nyata dari
pejantan yang satu dengan yang lain diantaranya; kelompok umur pejantan
berbeda, Perbedaan musim dalam setahun, perbedaan tempat geografis,
perkembangan seksual dan kedewasaan sapi jantan, kualitas pakan yang
diberikan dan kesehatan reproduksinya (Salisbury dan Van Demark, 1985).
Menurut pendapat (Masuda, 1992) bahwa jumlah sperma berbeda sesuai
dengan spesies hewan, ras, individu, umur ternak, metode penampungan,
frekuensi ejakulasi dan musim. Konsentrasi merupakan jumlah sperma tiap unit
volume semen dan penting untuk menentukan rasio pengenceran semen yang
akan diproses lebih lanjut (Hafez, 1993).
Persentase hidup sperma didasarkan atas perbedaan daya permeabilitas
terhadap cairan pada sperma hidup dan mati. Sperma hidup tidak menyerap
cairan dan berwarna terang , sedangkan sperma mati menyerap cairan sehingga
tampak gelap dimikroskop. Persentase tinggi pada sperma mati tidak dapat
ditunjukkan pada waktu mengamati sperma dibawah mikroskop pada waktu
pengamatan motilitas karena banyak sperma inaktif tersapu oleh pergerakan
sperma yang hidup. Persentase hidup mati sperma memiliki rataan sebanyak
60%.
Abnormalitas sperma meliputi abnormalitas primer dan sekunder.
Abnormalitas primer terajadi karena kelainan pada tubuli seminiferi dan ganguan
testiskuler yang ditandai kelainan bentuk pada kepala dan ekor yang dapat
menghambat gerak dan menurunkan fertilitas. Abnormalitas sekunder terjadi
didalam saluran kelamin jantan dan sewaktu ejakulasi setelah sperma

meninggalkan epitel kecambah pada tubuh seminiferi, meliputi kepala terpisah


dari leher, leher patah, ekor kusut, patah dan tergulung (Pane, 1986).
Kelainan bentuk sperma diakibatkan oleh shok dingin, panas, sinar X, dan
ketidakseimbangan nutrisi dan hormonal/endokrin yang dapat mempengaruhi
spermatogenesis. Kualitas semen yang baik memiliki jumlah sperma abnormal
5% - 15%. Sedangkan menurut (Masuda, 1992) sebanyak 10% (1% - 20%).
Produksi sperma dapat terganggu akibat chryptorchidismus, testis yang
tersembunyi, penyakit kulit, deman dan kelembaban yang tinggi. Penurunan
semen normal (Toelihere, 1981). Suhu lingkungan yang terlampau tinggi
mempengaruhi

fungsi

termoregulatoris

skrotom

dan

berakibat

pada

spermatogenesis (Wodzicka Tomaszeska, 1991).


D. Proses Pembekuan Semen
Pembekuan adalah suatu proses untuk menghentikan aktifitas sperma agar
daya hidup sperma dapat diperpanjang sampai batas waktu yang lama. Apabila
suatu larutan dibekukan maka pelarut air membeku menjadi kristal kristal es
dan bahan bahan terlarut tidak bersatu dengan kristal kristal tersebut
melainkan berakumulasi dan makin pekat (Toelihere dan Taurin, 1979). Lebih
lanjut dikatakan bahwa pada umumnya problem pembekuan semen berkisar
antara dua fenomena yaitu pengaruh cool shok terhadap sel yang dibekukan dan
perubahan perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan
pembentukan kristal kristal es.
Toelihere (1985) menyatakan bahwa untuk mencegah kejutan dingin semen
diberi gliserol yang berfungsi sebagai zat pelindung pada saat pembekuan. Cara
penambahan gliserol tersebut harus secara bertahap dan berselang selama satu
jam. Penambahan gliserol kedalam bahan pengencer sangat penting untuk proses
pembekuan semen sebab penambahan gliserol dapat menyebabkan kenaikan
daya hidup sperma dalam penyimpanan diatas titik beku.
Batas suhu terendah untuk penyimpanan semen sapi adalah pada suhu
-1960C. bahan yang digunakan untuk membekukan semen tersebut adalah N2
cair (Salisbury dan Van Demark, 1985). Straw yang telah terisi oleh semen
dibekukan didalam mesin yang diatur penurunan suhunya oleh uap nitrogen cair

dan apabila suhu -800C sudah dicapai, semen didinginkan lebih cepat lagi
sehingga mencapai suhu -1960C. lebih lanjut dikatakan pembekuan dapat pula
dilakukan dengan menempatkan ampul ampul didalam uap nitrogen cair

BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama satu hari yaitu
pada tanggal 19 November 2015, yang dilaksanakan di Balai Inseminasi Buatan
Ungaran, JL. MT. Haryono No. 53 A Ungaran Telp. (024) 6921107 Ungaran,
Semarang.
B. Metode Kuliah Kerja Lapangan
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan adalah
metode observasi. Observasi dilakukan langsung oleh mahasiswa untuk
memperoleh data dan informasi mengenai lokasi, situasi dan kondisi lapangan
yang berhubungan dengan materi KKL.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perusahaan


1. Sejarah Berdirinya BIB Ungaran
Pada tahun 1953 melalui program pemerintah yang disebut Rencana
Kesejahteraan Istimewa (RKI) didirikanlah Balai Pembenihan Ternak yang
terletak di Desa Sidomulyo Kec. Ungaran Kab. Semarang dengan luas lahan
2 Ha. Di balai tersebut pertama kali diadakan aplikasi kegiatan inseminasi
buatan di Indonesia dengan menggunakan semen cair. Perkembangan
kegiatan IB selanjutnya menggunakan semen beku import pada tahun 1972
dan Balai Pembenihan Ternak berubah menjadi UPT-IB Sidomulyo.
Dengan berdirinya BIB Lembang 1976 dan BIB Singosari 1988, maka
tugas UPT-IB Sidomulyo hanyalah sebagai penerima dan pendistribusi semen
beku baik impor maupun produksi dalam negeri (BIB Lembang dan
Singosari) mulai tahu 1976 hingga tahun 2002.
Pada tahun 1997 di Indonesia mengalami krisis moneter yang
berkepanjangan sehingga populasi di Jawa Tengah mengalami penurunan, hal
ini disebabkan karena tingginya permintaan daging sapi potong dari luar
propinsi, menurunya jumlah peternak ayam pedaging serta terhentinya impor
sapi bakalan.
Sebagai salah satu upaya yang ditempuh Dinas Peternakan Jawa
Tengah untuk mengatasi penurunan populasi sapi yaitu peningkatan
penggunaan teknologi IB, namun usaha ini terbentur oleh terbatasnya
produksi semen beku dalam negeri. Sajlan dengan otonomi daerah dan

desentralisasi BIB, maka pada tahun 2001/2002 melalui proyek peningkatan


fungsi UPT-IB Sidomulyo didirikan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Jawa
Tengah yang selanjutnya dikenal denagn nama BIB Ungaran yang dibangun
diareal eks-TC Peternakan (Training Center Peternakan atau Mix Farming)
dengan luas areal 7 Ha.
Pada bulan juni 2002 mulai memproduksi semen beku dengan
menggunakan pejantan simental 12 ekor dan 8 ekor limosin, dimana
pengadaan pejantan tersebut 10 ekor bantuan pusat dan 10 ekor dari APBD I.
BIB Ungaran didirikan berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2002 Tanggal 2 April
2002, sedangkan operasionalnya diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah
pada tanggal 27 Februari 2003.
2. Letak Geografis
BIB ungaran terletak di Desa Sidomulyo Kecamatan Ungaran, berada sekitar
2 km dari Ibukota Kabupaten Semarang kearah timur, berada pada
ketinggian 316 m dari permukaan laut dengan suhu udara sekitar 24-300c.
luas areal BIB Ungaran sekitar 7 Ha (70.000 m2).
3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi BIB Ungaran Jawa Tengah ditetapkan berdasarkan Perda
No. 1 Tanggal 2 April 2002. Struktur organisasi BIB Ungaran Tahun
2006/2007 adalah sebagai berikut:
a. Kepala Balai di pimpin oleh Ir. Ardiana Rustana, M.Si.
b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha dipimpin oleh Soetowo SH.
c. Kepala Seksi Produksi, Distribusi, dan pemasaran dipimpin oleh Eddy
Suwarsana.
d. Kepala Seksi Pemeliharaan Ternak dipimpin oleh Drh. Hamam.
4. Visi dan Misi
a. Visi
BIB Ungaran mempunyai visi menjadi Balai Inseminasi Buatan yang
berkualitas, profesional dan kompetitif untuk meningkatkan kesejahteraan
petani melalui perbaikan genetic ternak di Jawa Tengah.
b. Misi
Misi dari BIB Ungaran adalah:
Menyediakan benih ternak secara tepat mutu, tepat jumlah dan tepat

waktu
Meningkatkan kualitas dan proses pelayanan

Memberikan citra yang terbaik bagi petani peternak.

5. Ruang Lingkup Pekerjaan


Ruang lingkup pekerjaan di Balai Inseminasi Buatan meliputi manajemen
pemeliharaan ternak pejantan untuk IB dan produksi semen beku serta
pemasarannya.
B. Manajemen Pemeliharaan Pejantan
Manajemen pemeliharaan ternak sangat penting khususnya untuk pejantan
karena akan berpengaruh pada kualitas semen. Agar pejantan yang dipelihara
mencapai kondisi prima untuk menghasilkan semen segar dan berkualitas yang
akan diproses menjadi semen beku. Selain itu juga dapat menberi nilai tambah
untuk jumlah straw yang akan dihasilkan dari proses produksi semen segar
menjadi semen beku. Dalam hal ini akan dibahas mengenai beberapa aspek atau
faktor ayng harus diperhatikan dalam pemeliharaan ternak pejantan yang
meliputi:
a. Perkandangan
BIB (Balai Inseminasi Buatan) dalam pemeliharaannya paerkandangan sangat
penting untuk ternak karena mempunyai beberapa fungsi yaitu;
1) Melindungi ternak dari panas, hujan, dan angina
Fungsi kandang yang dimaksudkan adalah agar kondisi ternak dalam
keadaan prima dan sehat karena terbebas dari panas, hujan, dan angina
yang dapat menyebabkan kesehatan ternak terganggu dan dapat terkena
penyakit seperti bloat, cacingan, dan hidrasi.
2) Melindungi ternak dari ganguan binatang lain
Dimaksudkan agar ternak dapat melakukan aktifitas dengan tenang dan
tidak stress serta dapat merasa aman dari gangguan ternak yang
mengancam keselamatan ternak.
3) Mempermudah dalam penanganan ternak
Dimaksudkan agar dalam Penanganan ternak seperti pemberian pakan dan
minum, Penanganan kesehatan lebih mudah serta dalam sanitasi kandang,
lebih efektif untuk setiap ternak.
4) Sebagai tempat ternak melakukan aktifitas
Kandang merupakan tempat yang cocok untuk ternak untuk beraktifitas
seperti makan dan minum, bereproduksi dan berproduksi.

b. Pembibitan
Pembibitan merupakan bakalan dari ternak yang telah diseleksi untuk
dijadikan sebagai bibit ungul yang akan dipelihara. Atau merupakan salah satu
kegiatan untuk menyeleksi ternak unggul yang dilihat dari postur badan.
Status fisiologis, kesehatan ternak, dan lain - lain. Bibit ternak pejantan yang
ada di Balai Inseminasi Buatan ungaran, semarang didatangkan dari luar
negri, seperti sapi limousine dan simental yang langsung didatangkan dari
Australia. Adapun yang didatangkan dari dalam kota maupun luar kota seperti
sapi PO. Bibit yang sudah diseleksi tersebut lansung dikirim ke Balai
Inseminasi Buatan ungaran dipelihara untuk pengambilan semen dan produksi
semen.
c. Pakan dan Pemberian
Hijauan pakan ternak yang diberikan berupa rumput gajah (Pennisetum
purpureum). Pemberian rumput gajah sangat penting karena mengandung
serat kasar yang tinggi yaitu 36,34%. Hal ini berguna dalam siistem
pertumbuhan ternak.
Manajemen Pemberian pakan ternak dilakukan 3 kali dalam sehari setiap
harinya yaitu pada pagi hari dimulai dari jam 07.00 berupa pakan konsentrat
dalam bentuk pellet sebanyak 5 kg serta ditambahkan pakan tambahan (feed
additive) yang dicampur dengan konsentrat, setelah itu ditambahkan dengan
pemberian kecambah, pemberian kecambah berfungsi untuk produksi dan
kualitas semen. Selanjutnya pada siang hari sekitar jam 09.00 diberikan
hijauan yaitu berupa rumput gajah yang telah dicacah sebanyak 30 40
kg/ekor/hari. Pemberian pakan sore hari pukul 15.00 berupa hijauan yang
telah dicacah sebanyak 30 40 kg/ekor/hari.
Rumput gajah yang baru dipanen disimpan selama 18 jam sebelum
dicacah yang bertujuan untuk melayukan rumput sehingga kadar airnya
berkurang, tujuan pencachan adalah untuk mencapai efisiensi konsumsi
hijauan oleh ternak, sehingga memudahkan ternak dalam mengkonsumsi

hujauan karena semua bagian dari rumput baik itu batang dan daun dapat
dimakan oleh ternak.
C. Proses Penampungan Semen Pada Sapi
a. Mempersiapkan Vagina Buatan
Sebelum melakukan penmapungan sebaiknya mempersiapkan vagina buatan,
sebagai berikut:
1) Memasang corong karet pada badan vagina buatan dan posisi lubang udara
pada corong harus sejajar dengan kran vagina buatan kemudian diikat
dengan tali pita agar pada saat pelaksanaan penampungan, corong tidak
terlepas dari tabung vagina buatan.
2) Memasang tabung sperma pada ujung corong AV lalu diikat dengan tali
pita kemudian ditempel kertas label sesuai dengan kode pejantan yang akan
ditampung.

Pemberian

label

bertujuan

untuk

mengetahui

hasil

penampungan dari pejantan.


3) Memasang pelindung tabung sperma dengan tujuan agar sperma tidak
langsung terkena sinar matahari dan melindungi pecahnya tabung sperma
dari benturan.
4) Memasang plastik pelindung sehingga corong ataupun tabung sperma tetap
terlindung dari kotoran dan tidak terlepas dari badan vagina buatan.
5) Mengisi air hangat dengan suhu 420C- 480C.
6) Memberi vaselin secukupnya melalui vagina buatan 1/3 bagian, dengan
menggunakan stick glass atau fibber glass bertujuan agar pada saat
penampungan penis pejantan setelah masuk kedalam vagina buatan tidak
terluka.
7) Mengisi udara melalui kran vagina buatan dengan cara memompa atau
meniup dan diatur kekenyalannya menyerupai aat kelamin betina.
8) Mengecek kembali vagina buatan sebelum digunakan untuk penampungan.
b. Pelaksanaan Penampungan Semen
Penampungan semen adalah proses pengambilan semen dari pejantan
yang telah dewasa tubuh dan dewasa kelamin dengan menggunakan vagina
buatan ataupun dengan elektroejakulator yang dibuat menyerupai alat kelamin
betina, Balai Inseminasi Buatan Ungaran penampungan semen dilakukan
setiap 2 kali dalam seminggu yaitu pada hari senin dan kamis, pengambilan

semn menggunakan vagina buatan. Adapun beberapa prosedur dalam


penampungan semen yaitu:
1) Mempersiapkan pejantan yang akan ditampung beserta teasernya, pajantan
dan teaser harus dalam keadaan bersih dan sehat khususnya pada bagian
preputium agar tidak mempengaruhi kualitas semen. Memasukkan teaser
kedalam kandang kawin atau kandang jepit.
2) Mendekatkan pejantan dengan teaser dan mengusahakan pejantan tersebut
menaiki teaser beberapa kali sampai libidonya memuncak, pada saat
pejantan menaiki teaser dan penis pejantan keluar collector harus dalam
keadaan siap kemudian mengarahkan penis pejantan dengan memegang
pangkal dari preputium ke posisi samping atau kearah collector, tangan kiri
menggunakan sarung tangan plastic untuk setiap pejantan.
3) Tempat penampungan harus selalu dalam keadaan tenang dan lantai tempat
penampungan diberi lapisan matras berupa sabut kelapa agar tidak licin dan
pada saat hentakan kaki pejantan pada saat menuruni teaser tidak terlalu
keras.
c. Melakukan penampungan semen
Pada saat penampungan sebaiknya collector selalu dalam keadan siap
sehingga saat pejantan menaiki teaser dan libidonya telah memuncak
maka penis dari pejantan akan keluar maka pada saat itu collector harus
memegang penis dan mengarahkan kedalam vagina buatan sehingga
mempermudah proses ejakulasi terjadi.
Semen yang telah ditampung segera dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa untuk menentukan apakah semen tersebut layak untuk
diproduksi menjadi semen beku
D. Proses Pembuatan Semen Beku
Balai Inseminasi Buatan Ungaran merupakan unit pelaksana teknis dinas
peternakan jawa tengah yang bertugas untuk memproduksi, mendistribusikan dan
memasarkan semen beku. Adapun beberapa kegiatan proses produksi semen
beku antara lain:
a. Bahan Pengencer

Bahan pengencer adalah suatu dengan syarat syarat tertentu yang


ditambahkan kedalam semen segar dengan perbandingan tertentu, sehingga
volume semen beratambah. Pembuatan pengencer dilakukan sehari sebelum
penampungan semen.
1) Syarat Pengencer
Murah, sederhana, praktis dan mudah dibuat
Tidak mengandung zat zat toksik/ beracun terhadap spermatozoa

maupun saluran reproduksi betina


Mengandung unsur atau sifat fisik atau kimiawi yang sama dengan

karakteristik semen
Memberi penilaian sperma sesudah pengenceran
Tidak melebihi daya fertilisasi sperma
2) Fungsi Pengencer
Melindungi spermatozoa terhadap cool shok
Menyediakan zat makanan sebagai sumber energi spermatozoa
Memperbanyak volume semen
Mencegah pertumbuhan kuman
3) Bahan dan Cara Pembuatan Pengencer Semen Sapi
Susu skim
Aquabidest
Kuning telur
Glukosa
Gliserol
b. Cara Membuat Pengencer
1) Membuat buffer 1000 cc
Susu Skim 100 ml
Aquabidest 960 ml
Kedua bahan tersebut dicampur dan kemudian dipanaskan sampai
mencapai suhu 920C - 950C, setelah mencapai suhu tersebut didiamkan
selama 12 menit kemudian disaring dan setelah dingin disimpan didalam
refrigenerator. Setelah dingin ditambahkan antibiotika berupa penicillin 2
flc dan streptomycin 5 flc dicampur dan ditambahkan aquabdest sampai
volumenya menjadi 30 cc.
2) Membuat penngencer part A (untuk 400 cc)
Buffer Antiiotika 360cc
Kuning Telur 40cc

3) Membuat pengencer part B (400)


Buffer Antibiotika 360cc
Gliserol 40ml
Kuning Telur 40ml
Glukosa 8 gram
Masing masing pengencer tersebut dicampur sampai homogen.
c. Pemeriksaan Semen Segar
Semen dari hasil penampungan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa
sebelum diproses menjadi semen beku. Pemeriksaan semen segar yang ada di
Balai Inseminasi Buatan Ungaran dilakukan dengan cara makroskopis dan
mikroskopis, pemeriksaan secara makroskopis bertujuan untuk mengetahui
volume (rata rata pada sapi 5cc), warna (susu, krem, kuning), dan konsistensi
(encer, sedang, kental).
Sedangkan pemeriksaan secara mikroskopis meliputi (konsentrasi, gerakan
massa, motilitas minimal 55%) bertujuan untuk mengetahui gerakan dan jumlah
sperma serta untuk mengetahui ketahanan sperma didalam alat reproduksi betina,
karena selama perjalanannya dalam saluran reproduksi betina sperma mengalami
perubahan fisiologik.
Untuk mempertinggi daya fertilitasnya, proses ini disebut kapasitasi. Setelah
pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis selesai semen yang tidak
memenuhi standar dibuang, sedangkan yang memenuhi standar segera diproses
melalui prosespengenceran.
d. Proses Pengenceran
Proses pengenceran merupakan tahapan selanjutnya dari proses produksi
semen beku, yang bertujuan untuk memperbanyak volume semen. Di Balai
Inseminasi Buatan Ungaran pengenceran dilakukan setelah semen segar telah
dievaluasi atau diperiksa. Pengenceran semen dilakukan dengan cara semen yang
akan diproses dicampur dengan part A yang telah disimpan dalam ingkubator
(water jaket) dengan suhu 370C dan diberi label no bull, kemudian disimpan
dalam cool toop dengan suhu 40C selama 35 menit, setelah 35 menit water
jaketnya dilepaskan, 50 menit kemudian dilakukan pencampuran dengan part A
extra yang telah disiapkan dalam cool top.

Pencampuran part B dilakukan 4 kali selama 15 menit didalam cool top


(proses glycerolisasi), dua stengah jam (2,5 jam) setelah pencampuran dengan
part B selesai dilakukan pemeriksaan pemeriksaan melalui mikroskop untuk
mengetahui persentase hidup dan mati spermatozoa. Menurut djanuar (1985)
menyatakan bahwa pengenceran yang tepat bagi semen sapi jantan yang
diketahui fertilitasnya sebaiknya didasarkan atas jumlah spermatozoa dan
kandungannya bukan atas volumenya.
e. Printing Straw
Printing straw adalah proses mencetak identitas pejantan pada yang
jumlahnya disesuaikan dengan jumlah disesuaikan dengan kebutuhan, identiras
tersebut meliputi, jenis pejantan, nama pejantan nomor, kode pejantan, batch
number dan nama produsen semen beku.
Warna straw yang digunakan juga bervariasi hal ini disesuaikan dengan jenis
pejantan yang semennya akan diproses atau diproduksi. Warna straw untuk jenis
pejantan Brahman (biru tua), Simmental (bening), limousine (merah muda),
untuk FH (abu - abu). Menurut toelihere (1981) bahwa straw dapat dibuat dalam
berbagai warna, dimana setiap warna untuk identifikasi tertentu. Pelaksanaan
printing straw dilakukan bersamaan dengan waktu pengenceran semen setelah
diketahui jumlah straw yang akan dicetak. Volume semen yang dapat ditampung
untuk setiap straw adalah 0,25 cc. straw yang telah dibuat atau telah diprinting
disimpandalam cool top.
f. Felling and Sealing
Filling dan sealing adalah suatu proses pengisian mini straw dengan 0,25 cc
semen yang telah diencerkan setelah itu menyumbat ujung straw dengan alat
yang bekerja secara otomatis. Proses filling dan sealing dilakukan didalam cool
top yang bersuhu 40c hal ini bertujuan untuk mempertahankan motilitas semen.
Menurut toelihere (1981) menyatakan bahwa jumlah semen dalam straw adalah
0,5 ml, sedangkan untuk mimi straw 0,25 ml. dimana konsentrasi sperma harus
jauh lebih tinggi dan tetap mengandung minimal 12 juta sel untuk setiap straw.
Proses filling dan sealing menggunakan mesin yang bekerja secara otomatis,
cara kerjanya sebagai berikut: 1) memasang jarum pengisap dan corong tempat

semen dan jarum pengisi pada tempatnya, 2) mejalankan mesin dan mengatur
letak straw, 3) mengatur jarum supaya bisa masuk kedalam straw dan
memasukkan semen kedalam corong semen, 4) menjalankan vacuum pengisap
dan mesin bronsor, 5) mesin filling dan sealing dijalankan dan mengawasi straw
sedang diisi, kemudian menghitung straw dengan menggunakan rak. Waktu
pengisian semen untuk setiap straw adalah 0,18 detik.
g. Proses Freezing atau Pembekuan
Setelah melalui proses filling dan sealing straw tersebut dipindahkan
kedalam countainer yang berisi nitrogen cair atau N2 cair yang mempunyai suhu
1960c. agar semen tidak mengalami cool sock atau kejutan dingin yang dapat
membunuh sperma maka harus melalui 2 tahap yaitu proses pra pembekuan dan
tahap pembekuan. Pra pembekuan proses penurunan suhu semen dari 40c
menjadi -1100c sampai dengan -1200c. dengan cara straw yang berada dalam rak
dipindahkan kedalam box countainer dan ditempatkan 4cm diatas permukaan
nitrogen cair dengan suhu -1100c sampai dengan -1200c, proses ini dilakukan
didalam storage countainer selama 9 menit.
Tahap freezing adalah proses penurunan suhu semen menjadi -1960c. straw
dipindahkan kedalam goblet kemudian dimasukkan kedalam canister dan
direndam dalam nitrogen cair yang suhunya -1960c didalam countainer.
Penurunan suhu secara perlahan lahan dari mulai suhu 40c sebelum dibekukan
dan proses pra pembekuan dengan suhu -1100c sampai dengan -1200c serta
proses pembekuan atau freezing dengan suhu -1960c, bertujuan untuk mengatasi
problema cool sock terhadap spermatozoa.
h. Pemeriksaan Kualitas Semen Beku
Pemeriksaan semen beku bertujuan untuk menjaga dan mengetahui kualitas
semen beku yang diproduksi di Balai Inseminasi Buatan Ungaran sebelum
didistribusikan atau dijual. Pemeriksaan dilakukan pada esok harinya setelah
proses pembekuan atau freezing dengan mengambil 2 sampai 3 dosis dari masing
masing pejantan. Pemeriksaan dilakukan untuk menilai persentase hidup dan
gerakan spermatozoa dengan menggunakan mikroskop. Sebelum pemeriksaan

dilkakukan pada mikroskop dilakukan thawing yaitu pencairan kembali semen


beku dengan cara sebagai berikut; 1) air ledeng/air sumur selama 30 detik, 2)
air hangat dengan suhu 370c 15 detik.
Thawing dilakukan apabila kurva peningkatan kurva suhu semen naik secara
konstan waktu inseminasi. Suhu semen yang tidak konstan dapat menyebabkan
sperma mati. Semen beku yang sudah dithawing tidak dapat disimpan kembali,
apabila semen telah dithawing diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui
gerakan dan jumlah sperma yang akan digunakan untuk IB, serta untuk
mengetahui ketahanan sperma didalam alat reproduksi betina.
Karena selama perjalannannya didalam saluran reproduksi betina sperma
mengalami perubahan fisiologik untuk mempertinggi daya fertilitasnya, proses
tersebut disebut kapasitasi. Kapasitas diperlukan karena terdapat indikasi bahwa
perubahan acrosoma terjadi lebih awal sebelum sperma memasuki ovum melaliu
zona pellucida yang berlangsung selama 4 6 jam. Untuk menjaga kualitas
semen beku di Balai Inseminasi Buatan Pemeriksaan semen beku melalui 2 tahap
yaitu 1) test after thawing, 2) test water incubator.
1) Test After Thawing
Bertujuan untuk mengetahui apakah semen beku masih layak digunakan
untuk IB. pada tes ini ditentukan standart minimal gerakan individu sperma
3+ dan persentase sperma hidup adalah 40%. Untuk 1 dosis semen beku atau
satu buah straw mengandung 25 juta sel sperma, jadi prosentase yang hidup =
40/100 x 25 juta = 10.000.000. sperma/inseminasi, dengan sperma yang motil
antara 5 15 juta / inseminasi (dirjen peternakan 2000).
Cara melakukan test after thawing yaitu menyiapkan tabung yang berisi 2
cc pengencer part A. simpan didalam incubator yang berisi aquabidest dengan
temperature 370c, kemudian mengambil 2 buah straw semen beku dan
thawing dengan air hangat 370c selama 15 detik kemudian keringkan
dengan kertas tissue dan potong kedua ujung straw. Teteskan kedalam tabung
yang telah disiapkan campurkan dengan menggunakan stick glass teteskan
semen tersebut diatas objek glass yang telah disiapkan diatas warmer stage
dan tutup dengan cover glass kemudian lihat dengan menggunakan mikroskop
dengan pembesaran 10 x 10 dan hitung persentase spermatozoa yang hidup

dengan penilaian antara 0 100%, kemudian melihat gerakan individu sperma


dengan penilaian 0 (tidak ada gerakan), 1 (gerakan ditempat), 2 (gerakan
lamban), 3 (gerakan cepat), 4 (gerakan sangat cepat).
Setelah itu simpan kembali tabung yang berisi semen tersebut kedalam
incubator untuk test water incubator. Half dan elliot (1954) menyatakan
bahwa thawing pada air yang bersuhu 380c sampai 400c menghasilkan daya
tahan hidup sperma yang lebih baik bila dibandingkan dengan suhu yang
rendah. Sebaliknya thawing pada suhu 50c menghasilkan pergerakan yeng
lebih baik bila dibandingkan dengan thawing dengan suhu 380c (van demark
et al, 1957).
2) Test Water Incubator
Test water incubator bertujuan untuk mengetahui jumlah spermatozoa
yang dapat bertahan sampai didalam alat reproduksi betina dalam waktu 4
jam. Latar belakang test ini adalah waktu kapasitas spermatozoa dalam
saluran reproduksi saluran ternak betina 4 7 jam.
Menurut Pfisterhammer (1975) menyatakan bahwa semen beku yang sudah
dithawing diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui persentase sperma
motil, selain itu dilakukan pemeriksaan water incubator untuk mengetahui
ketahanan spermatozoa didalam saluran reproduksi betina karena selama
perjalanannya spermatozoa mengalami persiapan dan perubahan fisiologik
sebelum mencapai ovum.
Toelihere (1981) menyatakan bahwa spermatozoa tidak sanggup
membuahi ovum segera sesudah memasuki saluran kelamin betina tetapi
memerlukan waktu waktu 4 6 jam didalam uterus atau tuba fallopi sebelum
menembus zona pellucida.
Cara melakukan test water incubator adalah langkah awal adalah
menyimpan tabung yang berisi semen (setelah dithawing) dalam water
incubator selama 4 jam. Kemudian diperiksa dibawah mikroskop. Persentase
sperma motil dengan gerakan standart individu minimal 10 % yang hidup
dengan gerakan individu 2. tabung yang berisi semen tadi disimpan lagi dalam
water incubator selama 3 jam (total 7 jam). Kemudian diperiksa lagi dibawah
mikroskop, persentase sperma motil minimal 5% dan gerakan individu

minimal 2. hasil uji kwalitas test after thawing 0 jam dan water incubator 4
jam.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) yang dilaksanakan di Balai
Inseminasi Buatan Ungaran Semarang, dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang
dilakukan di BIB Ungaran meliputi Pemeliharaan Sapi Pejantan untuk keperluan
Inseminasi Buatan dan Proses Produksi Semen Beku.
Langkah dalam Proses Produksi Semen Beku yaitu sebagai berikut:
1. Pembuatan bahan pengencer yang terdiri dari Pengencer Part A dan Part B
2. Pemeriksaan semen segar secara Makroskopis dan Mikroskopis
3. Proses pengenceran
4. Printing straw
5. Filling dan sealing
6. Proses freezing atau pembekuan
7. Pemeriksaan kualitas semen beku dengan cara Test After Thawing dan Test
Water Incubator.

Daftar Pustaka
Almquist , J.O. 1968. Dairy Cattle. Dalam : E.J Perry (E.d). The Artifical Inseminasi
of Farm Animal. Fourth Revised Edition. Rutgers University Press, New
Jersey.
Anonymus, 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Kanisius :
Yogyakarta.
Anonymus. 1992. Petunjuk Beternak Sapi Potong. Kanisius Yogyakata.
Darmono. 1992. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Jakarta.
Dirjen Peternakan, 2000. Prosedur Tetap Produksi dan Distribusi Semen Beku.
Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.
Djanuar, R,. Haryati. C. T. R. Tagama. 1985. Dasar-Dasar Insemenasi Buatan Pada
Ternak Sapi. Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
Flipse, R.J. and J.O Almquist. 1961. Effect of Total Digestible Nutrient Intake Form
Birth To Four Years Of Age On Growth And Reproductive Development And
Performance Of dairy Bills. J. Dairy Sci.,44.095
Foster , J. .J.O Almquist and R.C. Martig, 1970. Reproductive.capacity Of Beef Bull.
IV. Changes In Sexual Behavior And Semen Characterisitic Among
Sucsessive Ejaculation, J. Anim. Sci. 30, 245.
Frandson. R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke empat. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Hafez, E. S. E. 1993. Anatomy of Male Reproduction. Dalam E. S. E. Hafez (E.d)
Reproduction in Farm Animals. Sixth Edition. Lea and Febiger Philadelphia.
Hardopranjoto, S. 1991. Fisiologi dan Reproduksi edisi kedua .Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Erlangga Surabaya.
Hartadi, H. S. 1986. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia.Universytas Gadjah
Mada Press, Yogyakarta.

Murtidjo, B. A. 1995. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta.


Pane, L. 1986. Pemiliabiakan ternak Sapi. PT. Gramedia Pustaka utama: Jakarta.
Partodhihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara. Jakarta.
Salisbury, G.W.dan N.L. Van Denmark. 1985. Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi
Buatan pada Sapi. Gadjha Mada University Press Yogyakarta.
Srigandono, B. 1987. Kamus Istilah Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Toelihere, M.R. dan M.B. Taurin. 1979. Semen Beku edisi ketiga. Departemen
Reproduksi Institute Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai