Anda di halaman 1dari 26

Gangguan Mental Organik

Posted: November 13, 2009 in Psyciatric


Tags: Delirium, Dimentia
1

3 Votes

BAB I.
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi kemampuan berpikir rasional seseorang.
Respon kognitif yang ditimbulkan berbeda, tergantung pada bagian yang mengalami
gangguan. Perubahan dalam perilaku juga akan terjadi.
Pada kasus delirium akan terjadi gangguan pada proses berpikir,sedangkan pada demensia
akan mengalami respon kognitif yang mal-adaptif.
Untuk mengetahui lebih lanjut masalah yang terjadi pada pasien perlu dikaji lebih lanjut
tentang Gangguan kognitif dan mental organic pada pasien.
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara umum tentang
informasi penting pasien dengan gangguan kognitif, sehingga dapat membantu para praktisi
medis dalam penatalaksanaan penyakit gangguan kognitif yang diaplikasikan dalam hal :
Pengkajian
Penegakan diagnosa

Intervensi
Implementasi
Evaluasi.
Pemberian informasi yang maksimal dapat membantu pasien untuk menghadapi masalahnya
dan meminimalkan resiko yang akan terjadi.
GANGGUAN KOGNITIF DAN MENTAL ORGANIK
1.

I. Definisi :
Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional,termasuk proses mengingat,
menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan1)
Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk
berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .
II.

1.

Fungsi Otak :
Lobus Frontalis

Pada bagian lobus ini berfungsi untuk :


Proses belajar
Abstraksi
Alasan
1.

Lobus Temporal
Secara umum berfungsi untuk :

Diskriminasi bunyi
Prilaku verbal
Bicara
1.

Lobus Parietal
Berfungsi untuk :
Diskriminasi waktu
Fungsi somatik
Fungsi motorik

1.

Lobus Oksipitalis
Berfungsi untuk :
Diskriminasi visual
Diskriminasi beberapa aspek memori

1.

Sisitim Limbik
Hal ini akan berpengaruh pada fungsi :
Perhatian
Flight of idea
Memori

Daya ingat
Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan
mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu :
1.

Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :


Kemampuan memecahkan masalah berkurang
Hilang rasa sosial dan moral
Impilsif
Regresi
2. gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sebagai berikut:
Amnesia
Demensia
3. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala

gejala yang hampir

sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi


4. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang
Gangguan daya ingat
Memori
Disorientasi

bervariasi antara lain :

RENTANG RESPON KOGNITIF SECARA UMUM :2)


Respon Adaptif Respon Maladaptif
Decisiveness

Periodic

indecisiveness

Tidak mampu membuat

keputusan

Memori baik
Orientasi penuh

-Pelupa

Persepsi akurat

Kadang-kadang bingung

Perhatian terfokus

Ragu

Koheren
Berfikir logis
Kadang-kadang

Kerusakan memori
Kerusakan penilaian
Disorientasi

Mispersepsi
Pikiran kacau

Mispersepsi
Perhatian tidak fokus

Sulit memberikan alasan

pikiran tidak
jernih
BAB II.
PENGKAJIAN KHUSUS.

yang logis

1.

II. 1 .Definisi
Gangguan kognitif dapat menyebabkan gangguan perilaku,antara lain dapat berupa delirium
maupun demensia. Pada kasus refrat ini saya akan membahas lebih dalam pada gangguan
kognitif yaitu delirium.
Delirium adalah suatu kondisi yang dikarakterisasi dengan adanya perubahan kognitif akut
(defisit memori,disorientasi,gangguan berbahasa) dan gangguaan pada sistem kesadaran
manusia. Delirium bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab
multipel yang terdiri atas berbagai macam pasangan gejala akibat dari suatu penyakit dasar.
Delirium didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan bermanifestasi
klinis pada abnormalitas neuropsikiatri.
Delirium sering salah diintrepretasikan dengan demensia,depresi,mania, schizophrenia akut,
atau akibat usia tua, hal ini dapat terjadi karena gejala dan tanda dari delirium juga muncul
pada demensia,depresi,mania,psikosis dll. Kata delirium berasal dari bahasa latin yang
artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun
1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium tremens,kemudian Wernicke menyebutnya
sebagai Encephalopathy Wernicke.3)

1.

II. 2. Patofisiologi
Berdasarkan pada bangkitan, terdapat 3 tipe delirium.3)

1.

Delirium hiperaktif : didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara
lain; alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide atau LSD.

2.

Delirium hipoaktif : didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan
hipercapnia.

3.

Delirium campuran : pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk
tapi pada malam hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium
menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik. Neuropatologi
dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien

dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel
dan abnormalitas dari multipel neurotransmiter.3)
1.

a. Asetilkolin
data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter yang
penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa
obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung,pada pasien dengan
transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post operatif
delirium serum antikolinergik juga meningkat.

1.

b. Dopamine
Pada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada delirium
muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik,pengobatan simptomatis muncul pada pemberian
obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamine.

1.

c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati hepatikum.
GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic encephalopati,peningkatan
inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic
encephalopati,yang menyebabkan peningkatan pada asam amino glutamat dan glutamine
(kedua asam amino ini merupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan
saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan
alkohol.

1.

d. Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,dapat
menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan
toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan
iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon otak yang
dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.

1.

e. Mekanisme reaksi stress


Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.

1.

f. Mekanisme struktural
Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa jalur
anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih penting daripada anatomi yang lainnya.
Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur
tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke tectum dan
thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium.
Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium,mekanismenya karena
dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus
otak.
II. 3. DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik untuk delirium :4)

1.

Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar ,dengan penurunan kemampuan untuk
fokus,mempertahankan atau mengganti perhatian.

1.

Perubahan kognitif ( defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa )

2.

Gangguan perkembangan dalam periode waktu yang singkat

3.

Bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium yang
mengindikasikan bahwa gangguan disebabkan oleh konsekuensi fisiologik langsung atau
akibat kondisi medis yang umum.
II. 4. Onset/ level fluktuasi dari kesadaran
Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan fluktuatif pada kognitif
termasuk memori,berbahasa dan organisasi.4)

1.

Gangguan atensi
Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah
melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk diulang
berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan menyuruh pasien
menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.

1.

Gangguan memori dan disorientasi


Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium. Disorientasi waktu,tempat
dan situasi juga sering didapatkan pada delirium.

1.

Agitasi
Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan
kebingungan yang mereka alami. Sebagai contoh; pasien yang disorientasi menggangap
mereka dirumah meskipun ada dirumah sakit,sehingga staff rumah sakit dianggap sebagai
orang asing yang menerobos kerumahnya.
D. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal.
Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal. Mereka dapat terlihat
depresi,penurunan nafsu makan,penurunan motivasi dan gangguan pola tidur.

1.

Gangguan tidur.
Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun pada waktu malam hari.
Pola ini digabungkan dengan disorientasi,kebingungan dapat menimbulkan situasi yang
berbahaya pada pasien yang resikonya dapat jatuh dari tempat tidur,menarik kateter atau iv
dan pipa nasogastric.

1.

Emosi yang labil

Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti gelisah,sedih,menangis dan
kadang kadang gembira yang berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika seseorang
mengalami delirium.
G. Gangguan persepsi
Terjadi halusinasi visual dan auditori
H. Tanda tanda neurologis
Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain : tremor gait, asterixis
mioklonus,paratonia dari otot terutama leher,sulit untuk menulis dan membaca dan gangguan
visual.
II. 5. Gejala delirium
Gejala-gejala utama dari delirium :4)

Kesadaran yang terganggu

Kesulitan untuk mempertahankan atau mengubah perhatian

Disorientasi

Ilusi

Halusinasi

Kesadaran yang berubah fluktuasi


Gejala gejala neurogikal:

Disfasia

Disarthria

Tremor

Asterixis pada encephalopati hepatikum dan uremia

Abnormalitas pada motorik


II. 6. Perbedaan antara delirium dan demensia.2)

Onset

Delirium

Demensia

Biasanya tiba-tiba

Biasanya perlahan
biasanya lama danprogressif.
Paling banyak dijumpai

Lama

Biasanya singkat/ < 1 bulan


pada usia > 65 th.
Hipertensi, hipotensi,anemia. Racun,
defisit
vitamin, tumor atropi

Stressor

Racun, infeksi, trauma,Hipertermia


jaringan otak
Fluktuasi tingkat kesadaranDisorientasi
Gelisah
Agitasi
Ilusi
Halusinasi

Perilaku
Pikiran tidak teratur
-Gangguan penilaian dan

Hilang daya ingat- Kerusakan penilaian


Perhatian menurun
Perilaku sosial tidak sesuai
Afek labil
Gelisah
Agitasi

pengambilan keputusan
Afek labil

DELIRIUM MNEMONICS (suatu rangkaian kata yang dapat dipakai untuk membedakan
diagnosis delirium): 4)

I WATCH DEATH
Infection

HIV,sepsis,pneumonia

Withdrawal

alcohol, barbiturate, hipnotik-sedatif

Acute metabolic

asidosis,alkalosis,gangguan elektrolit, ga-

Gal hepar, gagal ginjal


Trauma

luka kepala tertutup,heat stroke,postoperative,

Subdural hematoma,abses et causa terbakar


CNS patologis

infeksi,stroke,tumor, metastasis,vaskulitis,

Encephalitis, meningitis,sifilis
Hipoksia

anemia,keracunan gas CO, hipotensi, gagal


pulmoner atau gagal jantung.

Defisiensi

vitamin B12, folat, niacin, thiamine

Endorinopati

hiper/hipoadenokortism,hiper/hipoglikemi,mix-

Udem, hiperparatiroidism.
Acute vaskuler

hipertensif encephalopati,stroke,arrhythmia,

obat yang diresepkan,pestisida,pelarut ber-

Shock
Toxin atau obat

Bahaya
Heavy metals

mangan,air raksa,timah hitam

II. 7.faktor resiko delirium.


Faktor resiko delirium dapat dibagi menjadi 2 yaitu:5)

Pasien dengan karakteristik

Pasien dengan kondisi medis

Pasien dengan kharakteristik antara lain :


Orang tua yang masuk rumah sakit
Sakit stadium terminal
Anak kecil
Gangguan tidur
Pasien dengan pengobatan multi drugs
Gangguan sensori (pendengaran atau visual)

Pasien dengan kondisi medis antara lain :


Demensia
Status postoperasi (jantung,transplantasi,panggul)
Luka bakar
Gejala putus terhadap alcohol maupun obat

Malnutrisi
Penyakit hati kronis
Pasien dengan hemodialisis
Penyakit Parkinson
Infeksi HIV
Status post stroke
II. 8. Penyebab /etiologi delirium
hampir semua penyakit medis,intoksikasi atau medikasi dapat menyebabkan delirium.
Seringkali delirium merupakan multifaktorial dalam etiologinya. Dibawah ini merupakan
multifaktorial etiologi :6)

Penyebab reversible antara lain :

1.

Hipoksia

2.

Hipoglikemia

3.

Hipertermia

4.

Antikolinergik delirium

5.

Putus alcohol atau sedative

Perubahan structural :

1.

Trauma tertutup kepala atau perdarahan cerebral

2.

Kecelakaan cerebrovaskular antara lain : infark cerebri,perdarahan


subarachnoid,hipertensif encephalopathy

3.

Tumor kepala primer maupun metastase

4.

Abses otak

Akibat metabolic

1.

Gangguan air dan elektrolit, gangguan asam basa,hipoksia

2.

Hipoglikemia

3.

Gagal ginjal atau gagal hati

4.

Defisiensi vitamin terutama Thiamine dan cyanocobalamin

5.

Endokrinopati terutama berhubungan dengan tiroid dan paratiroid

Keadaan hipoperfusi :

1.

Shock

2.

CHF (Congestif heart failure)

3.

Cardiac aritmia

4.

Anemia

Infeksi :

1.

Infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis

2.

Ensephalitis

3.

Infeksi otak yang berhubungan dengan HIV

4.

Septicemia

5.

Pneumonia

6.

URTI (urinaria tractus infection )

Toksik :8)

1.

Intoksikasi substansi illegal : alkohol,heroin,ganja,LSD

2.

Delirium yang dipicu oleh obat antara lain :


Antikolinergik(Benadryl,tricyclic antidepressant)
Narkotik (meperidine)

Hipnotik sedative (benzodiazepine)


Histamine-2 bloker (cimetidine)
Kortikosteroid
Antihipertensif ( methyldopa,reserpine)
Antiparkinson (levodopa)

Penyebab lainnya :

1.

Lingkungan yang tidak nyaman bagi pasien demensia menjadi pencetus delirium

2.

Retensio urin, gangguan tidur, perubahan lingkungan


II. 9. Tata laksana.6)
Pengobatan terutama pada pasien delirium adalah untuk mengkoreksi kondisi medis yang
menyebabkan gangguan-gangguan utama. Langkah pertama pada tata laksana pasien dengan
delirium adalah melakukan pemeriksaan yang hati hati terhadap riwayat
penderita,pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Informasi dari pasien tentang riwayat
pasien terdahulu maupun status penderita sekarang sangat membantu para praktisi medis
untuk melakukan tata laksana yang baik untuk mengobati delirium.
Anamnesa terbaik dari pasien delirium dapat menyingkirkan differensial diagnose lain
terutama hasil laboratorium juga dapat memperjelas etiologi dari delirium.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain :6)

1.

Darah rutin ; untuk mendiagnosa infeksi dan anemia

2.

Elektrolit ; untuk mendiagnosa low atau high elektrolit level

3.

Glukosa ; untuk mendiagnosa hipoglikemi,ketoasidosis diabetikum, atau keadaan


hiperosmolar non ketotic

4.

Test hati dan ginjal ; untuk mendiagnosa gagal ginjal atau hati

5.

Analisis urine ; untuk mendiagnosa URTI

6.

Test penggunaan pada urin dan darah

7.

HIV test

8.

Thiamine dan vit B12 level

9.

Sedimentasi urine

1.

test fungsi tiroid

Test neuroimaging :9)


1.

CT Scan kepala

2.

MRI berfungsi untuk mendiagnosa dari stroke,perdarahan, dan lesi structural


Pemeriksaan elektrofisiologi:9)

1.

Pada delirium,umumnya perlambatan pada ritme dominan posterior dan peningkatan


aktifitas gelombang lambat pada hasil pencatatan EEG.

2.

Pada delirium akibat putus obat/alcohol, didapatkan peningkatan aktifitas gelombang


cepat pada pencatatan.

3.

Pada pasien dengan hepatic encephalopati, didapatkan peningkatan gelombang difuse.

4.

Pada toksisitas atau gangguan metabolik didapatkan pola gelombang triphasic, pada
epilepsy didapatkan gelombang continuous discharge, pada lesi fokal didapatkan
gelombang delta.
Foto radiologi dada :9)
Digunakan untuk melihat apakah terdapat pneumonia atau CHF ( congestive heart failure).
Test lainnya antara lain :10)

1.

Pungksi lumbal, dilakukan apabila curiga terdapat infeksi susunan saraf pusat

2.

Pulse oximetry, dilakukan untuk mendiagnosa hipoksia sebagai penyebab delirium

3.

ECG ( elektrokardiogram) dilakukan untuk mendiagnosa iskemia dan arrhythmia


sebagai penyebab delirium.
II. 10. Terapi medis5)
Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu mengobati gejala gejala klinis yang timbul
(medikasi) dan melakukan intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien agar timbul
fungsi kognitif yang optimal.
Medikasi yang dapat diberikan antara lain :

1.

1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine)
Haloperidol (haldol)
Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif untuk delirium.
DOSIS :
Dewasa :

gejala ringan ; 0,5-2 mg per oral

Gejala berat ; 3-5 mg per oral


Geriatric ; 0,5- 2 mg per oral
Anak :

3-12 tahun ; 0,05mg/kg bb/hari

6-12 tahun ; 0,15mg/kg bb/hari


Risperidone (risperdal)

Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikit dibandingkan


dengan haldol. Mengikat reseptor dopamineD2 dengan afinitas 20 kali lebih rendah daripada
5-ht2-reseptor.
DOSIS :
Dewasa :

0,5-2 mg per oral

Geriatric ; 0,5 mg per oral


1.

2. Short acting sedative ( lorazepam )


Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau alcohol. Tidak
digunakan benzodiazepine karena dapat mendepresi nafas, terutama pada pasien dengan usia
tua,pasien dengan masalah paru.
DOSIS :
Dewasa :

1.

0,5-2 mg per oral/iv/im

3. Vitamin ,thiamine(thiamilate) dan cyanocobalamine


(nascobal,cyomin,crystamine).11)
Seperti telah diungkapkan diatas bahwa defisiensi vitamin b6 dan vitamin b12 dapat
menyebabkan delirium maka untuk mencegahnya maka diberikan preparat vitamin b per oral.
DOSIS :
Dewasa :

100 mg per iv (thiamilate)

100 mcg per oral/hari (nascobal,cyomin,crystamine)


Anak :

50 mg per iv (thiamilate)

10-50 mcg per im/hari (nascobal,cyomin,crystamine)


1.

4. Terapi cairan dan nutrisi.


Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium juga sangat berguna untuk
membina hubungan yang erat terhadap pasien dengan lingkungan sekitar untuk dapat
berinteraksi serta dapat mempermudah pasien untuk melakukan ADL (activity of daily living)
sendirinya tanpa tergantung orang lain.12)
Intervensi personal yang dapat dilakukan antara lain :13)
a. Kebutuhan Fisiologis
Prioritas : menjaga keselamatan hidup
Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan
Jika pasien sangat gelisah perlu :
Pengikatan untuk menjaga therapi, tapi sedapat mungkin harus
dipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri
Gangguan tidur :
* Kolaborasi pemberian obat tidur
* Gosok punggung apabila pasien mengalami sulit tidur
* Beri susu hangat
* Berbicara lembut

* Libatkan keluarga
* Temani menjelang tidur
* Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur
* Hindari tidur diluar jam tidur
* Mandi sore dengan air hanngat
* Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti : kopi, dll
* Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam
Disorientasi :
* Ruangan yang terang
* Buat jam, kalender dalam ruangan
*Lakukan kunjungan sesering mungkin
* Orientasikan pada situasi linkumngan
* Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar
* Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya ( kamar, tempat tidur,
lemari, photo keluarga, pakaian, sandal ,dll)
*Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa

*Ikutkan dalam terapi aktifitas kelompok dengan program orientasi


(orang, tempat, waktu).
b. Halusinasi
Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri
Ruangan :
* Hindari dari benda-benda berbahaya
* Barang-barang seminimal mungkin
Perawatan 1 1 dengan pengawasan yang ketat
Orientasikan pada realita
Dukungan dan peran serta keluarga
Maksimalkan rasa aman
Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)
c. Komunikasi
Pesan jelas
Sederhana
Singkat dan beri pilihan terbatas

d. Pendidikan kesehatan
Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaan
sebelumnya
Seharusnya perawat harus harus tahu sebelumnya tentang :
* Masalah pasien
* Stressor
* Pengobatan
* Rencana perawatan
* Usaha pencegahan
* Rencana perawatan dirumah
Penjelasan diulang beberapa kali
Beri petunjuk lisan dan tertulis
Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumah
dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan.
A Picture of ICU Delirium (foto deskripsi seorang pasien delirium di intensive care unit ) 14)
Tulisan untuk gambar diatas :

aku perlahan-lahan bangun pada ICU setelah operasi dan mencoba untuk membuka mataku
dan menggerakkan tangan kananku. Tetapi hey? Perasaan aneh apa yang terdapat pada
tanganku? Aku mengangkat kepalaku dan melihat beberapa mahluk kecil merayap pada
kasurku dan tanganku. Aku mencoba untuk berteriak kepada perawat : SUSTER,SUSTER!!
Tolong aku untuk bangun dari tempat tidur. Aku berjuang dan berjuang untuk memanggil
namun tidak satupun yang dating. Tidak ada seorang pun yang sepertinya mendengar
teriakanku, aku merasa sendiri. Akhirnya seseorang dating. Dia tertawa kepadaku dan saya
mencoba untuk melihatnya lebih dekat. Dia mendekat dan saya melihat sesuatu melingkar di
lehernya. Apa itu ? itu merayap dan makin besar dan membesar! Apa..apakah itu ular? Tidak,
itu tidak mungkin,tetapi saya dapat melihatnya bergerak! Ini tidak baik! Bagaimanakah saya
dapat keluar dari sini? Perawat berkata kepada seseorang yang tidak dapat saya lihat. Mereka
mentertawakan dan membuatku malu, apakah mereka mentertawakan saya ? saya harap
seseorang datang dan menolong saya untuk keluar dari tempat mengerikan ini. Sekarang saya
dapat melihat dengan siapakah perawat itu bicara. Apakah orang ini datang untuk menolong
saya? Saya mencoba melihatnya lebih dekat, dan kelihatanya dia berbulu dan aneh. Dia mirip
seperti seseorang.ataukah seekor hewan? Oh ,tidak dia membuka mulutnya dan mengaum
seperti singa! Saya sangat takut,apakah tidak ada seseorang pun yang dapat menolongku ?
.
Text disadur asli dari Peter Spronk MD, Netherlands
BAB III.
KESIMPULAN
Gangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, erat hubungannnya dengan
gangguan mental organik. Hal ini terlihat dari gambaran secara umum perilaku/ gejala yang
timbul akan dipengaruhi pada bagian otak yang mengalami gangguan, misalnya pada lobus
oksipitalis, lobus parietalis, lobus temporalis, lobus frontalis maupun sistim limbik.

Pada delirium gangguan fungsi kognitif harus dapat diidentifikasi dengan gangguan psikiatri
yang lainnya, antara lain dengan demensia ,psikosis, depresi dikarenakan karena pada
delirium dan gangguan psikiatri lainnya terdapat gejala gejala yang hampir mirip.
Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien , hal utama yang dilakukan
adalah : selalu menerapkan tehnik komunikasi terapeutik. Pendekatan secara individu dan
kelompok, juga keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting untuk
mencapai kesembuhan pasien.
Berdasarkan hal diatas masalah dengan gangguan kognitif sangat penting diketahui apa
penyebab terjadinya . Sehingga intervensi yang diberikan tepat dan sesuai untuk mengatasi
masalah pasien. Akhirnya pasien diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk memenuhi
kebutuhannya dan terhindar dari kecelakaan yang ,membahayakan keselamatan pasien.
Teknik teknik penatalaksanaan juga diharapkan dapat membantu untuk mendiagnosis secara
tepat dan akurat disamping itu penatalaksanaan yang baik dapat meliputi hasil antara lain,
Pasien dapat mencapai fungsi kognitif yang optimal,Menjaga keselamatan hidup,pemenuhan
kebutuhan bio-psiko-sosial disamping itu diperlukan juga untuk meliibatkan keluarga dalam
menyampaikan Pendidikan kesehatan mental.
DAFTAR PUSTAKA
1.

( Stuart and Sundeen, 1987. Hal.612).

2.

Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan
Demensia.St.louis : Mosby year book

3.

White S. The neuropathogenesis of delirium. Rev Clin Gerontol. 2002;12:62-67.

4.

American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders (DSM-IV-TR). 4thed. Washington, DC: American Psychiatric Association; 2000.

5.

American Psychiatric Association. Practice guideline for the treatment of patients


with delirium. Am J Psychiatry. May 1999;156(5 Suppl):1-20. [Medline]

6.

Inouye SK, van Dyck CH, Alessi CA, Balkin S, Siegal AP, Horwitz RI. Clarifying
confusion: the confusion assessment method. A new method for the detection of delirium.
Ann Intern Med 1990;113:941-8.

7.

www.aafp.org

8.

Alagiakrishnan K, Wiens CA. An approach to drug induced delirium in the


elderly. Postgrad Med J. Jul 2004;80(945):388-93. [Medline].

9.

Alsop DC, Fearing MA, Johnson K, Sperling R, Fong TG, Inouye SK. The role of
neuroimaging in elucidating delirium pathophysiology. J Gerontol A Biol Sci Med
Sci. Dec 2006;61(12):1287-93. [Medline].
10. Bergeron N, Dubois MJ, Dumont M, Dial S, Skrobik Y. Intensive Care Delirium
Screening Checklist: evaluation of a new screening tool. Intensive Care Med. 2001;27:859864.
11. Day JJ, Bayer AJ, McMahon M. Thiamine status, vitamin supplements and postoperative
confusion. Age Ageing. Jan 1988;17(1):29-34. [Medline].
12. Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of
Care ,Philadelphia, 2nd, Davis Company
13. Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California : Addison Wesley
Nursing.
14. www.icudelirium.org

Anda mungkin juga menyukai