Anda di halaman 1dari 7

Edwin Wirgho

2014620014/F
Kevin Siswanto
2014620092/F

Produk Kimia Komoditas Dengan Proses Fermentasi


Beraneka ragam produk kimia komoditas dapat diproduksi dengan proses fermentasi.
Produk-produk itu seperti alcohol, pemanis buatan(polyols), asam organik, asam amino, polisakarida,
plastic biodegradable, dan enzim yang dipakai di industri.Tinjauan ini difokuskan pada perkembangan
penelitian terbaru dalam produksi beberapa jenis produk kimia: etanol, 1,3-propanediol, asam laktat,
polihidroalkanoat, eksopolisakarida, dan vanillin. Tinjauan ini didasaarkan pada efektifitas harga dan
arah penelitian produk-produk kimia di masa depan.
Dalam dua decade terakir, perkembangan yang pesat telah terjadi dalam teknologi fermentasi
untuk produksi produk kimia komoditas dan produk farmasi yang bernilai tinggi. Sebagai tambahan
ke mutasi klasik, seleksi, rancangan media, dan optimasi proses, ilmu metabolic engineering berperan
penting dalam peningkatan dari keturunan mikroba serta proses fermentasi. Mutasi klasik termasuk
seleksi acak dan seleksi berasio(contohnya berupa pengembangan auxotropic, ketahanan mutan
terhadap inhibitor dan tekanan. Untuk perancangan media dan statistic percobaan, metode komputasi
dan jaringan buatan telah dikembangkan. Regulasi penting terlibat dalam biosintesis produksi oleh
mikroba. Regulasi itu menyangkut induksi substrat, regulasi feedback, regulasi nutrsi oleh sumber
karbon, nitrogen, dan fosfor. Bermacam pendekatan ilmu metabolic engineering telah digunakan
untuk memroduksi/mengembangkan produksi produk metabolism oleh fermentasi.
Karena permintaan akan produk berbasis biologis meningkat, berbagai usaha telah dilakukan
untuk menggantikan proses kimia tradisional dengan metode fermentasi yang lebih cepat, lebih
murah, dan lebih baik secara enzimatis. Kemajuan signifikan telah dibuat untuk produksi fermentative
dari senyawa-senyawa besar seprti etanol, asam organic, CMA, butanol, asam amino,
eksopolisakarida, surfaktan, polimer biodegradasi, antibiotik, vitamin, karotenoid, enzim industri,
biopestisida, dan biofarmasi.Fermentasi telah berkontribusi banyak dalam mengendalikan polusi dan
limbah. Tahap ini telah memberikan gambarab tentang penelitian terbaru dan perkembangan pada
fermentasi untuk beberapa produk komditas kimia yang umum.
Ethanol
Etanol memiliki aplikasi yang luas sebagai produk kimia industri, aditif bensin ,atau bahan bakar dari
mesin. Pada tahun 2002 di Amerika lebih dari 2 miliyar gallon dari etanol telah diproduksi.
Permintaan akan etanol diperkirakan akan meningkat tajam karena menjadi alternative dari MTBE,
yang merupakan bahan aditif yang umum untuk bensin. MTBE ditemukan telah mencemari air tanah.
Ketertarikan untuk menggantikan bahan bakar fosil dengan alternatif yang lebih bersih dan ramah
lingkungan. Lebih dari 95 % bensin etanol telah diproduksi di Amerika Serikat dengan
memfermentasi glukosa dari pati atau ragi konvensional Saccahromyces cerevisiaeI . Etanol juga
dapat dibuat melalui proses sakarifikasi dan fermentasi (SSF). Etanol pada umumnya ditemukan
melalui fermentasi kaldu dengan melalui distilasi. Bemacam lignoselulosa yang tidak berguna dapat
bersumber dari bahan baku karbohidrat yang murah untuk kebutuhan produksi bahan bakar ethanol.
Biomassa lignoselulosa ,menghasilkan campuran gula yang belum dicampuran atau dalam
kombinasi dengan enzim hidrolisis. Beberapa ragi seperti Pichia stipitis bereaksi lambat dalam
fermentasi xylose dan kandungan ethanolnya rendah. Hal ini tidak sesuai untuk mengkonversi xylose
menjadi xylulose dengan menggunakan enzim isomerase xylose yang akan difermentasi oleh S.
cerevisiae. Ragi kurang effisien dalam regenerasi kofaktor yang dibutuhkan untuk konversi arabinosa
menjadi xylulosa. Beberapa bakteri seperti Escherichia coli, Lactobacillus, and Bacillus dapat
berguna untuk mencampurkan gula tetapi tidak dapat menghasilkan etanol dalam jumlah yang
banyak. Bakteri tersebutn umumnya lebih menghasilkan campuran asam seperti asetat, laktat, dll.

Beberapa mikrooganisme sudah direkayasa untuk menghasilkan etanol dari campuran substrat
gula dengan menggunakan pengalihan aliran karbon dari fermentasi asli produk ke dalam bentuk
etanol dalam campuran gula memanfaatkan mikroorganisme seperti Escherichia, Erwinia, dan
Klebsiella. Selain itu mengenalkan pentose menggunakan kemampuan dalam etanol menghasilka
organism seperti Saccharomyces dan Zygomonas. Beberapa macam rekombinan seperti E. coli K011,
E. coli SL40, E. coli FBR3, Zymonas CP4 (Pzb5), dan Saccharomyces 1400 (PlNH32) yang telah
difermentasi com fiber hydrolyzates menjadi etanol dalam skala 21-34 g/L dengan perolehan antara
0,41- 0,5 gram etanol per gram consumai gula. Etanol dapat bertoleransi terhadap rekombinan mutasi
dan dapat dikembangkan sehingga dapat menghasilkan etanol hingga 6%. Peneliti berusaha
mengembangkan tingkat effektivitas dari enzim selulase untuk digunakan untuk sakarifikasi biomassa
lignoselulosa dan juga diperlukan kestabilan, tingkat toleransi etanol yang tinggi,dan rekombinan
yang kuat dari ethanologenik organisme yang stabil penggunaannya untuk semua substrat gula serta
mentoleransi penghambat fermentasi secara umumnya seperti furfural, hidrometil 1 furfural, dan
senyawa asam aromatic yang tidak diketahui secara pasti dihasilkan selama perlakuan sebelum
melarutkan asam.
1,3-Propanediol
Merupakan salah satu produk kimia intermediate yang berharga dan cocok untuk berperan
sebagai monomer. Produk ini dapat diproduksi oleh fermentasi dari gliserol oleh beberapa jenis
bakteri seperti Klebsiella pneumonia, Citrobacter freundii, dan Clostridium pastwureunum. Pertamatama senyawa ini di dehidrasi menjadi 3-hidroksipropionaldehid dan kemuduain direduksi dengan
menggunakan NADH2. NADH2 dihasilkan dalam metabolism oksidatif dari gliserol melalui reaksi
glikolisis dan hasil dari penyusunan produk seperti asam asetat, laktat, susinat, butirat, etanol, butanol,
dan 2,3-butanediol. Beberapa produk seperti etanol dan butanol tidak berpengaruh dalam penghasilan
NADH2 sama sekali . Perolehan maksimal dari 1,3-Propanediol(67% mol/mol) dapat diperoleh
dengan asam asetat melalui jalur oksidatif. Secara umum perolehan yang lebih sedikit terjadi karena
kpnversi dari bagian gliserol ke sel massa. Sebuah variasi dari teknik pengkulturan seperti batch
culture, fed-batch culture, dan cultivasi dengan daur ulang sel atau dengan sel yang diam telah
dievaluasi untuk memroduksi 1,3-PD. Berbagai usaha telah dibuat untuk memroduksi 1,3-PD dari
glukosa dengan dua cara: a. fermentasi dari glukosa ke gliserol dan gliserol ke 1,3-PD dengan
menggunakan dua tahap proses dengan duaorganisme dan b. mengombinasikn gen yang berperan
penting dalam mengkonversi glukosa ke gliserol dan gliserol ke 1,3-PD. S. cerevisiae menghasilkan
gliserol dari glikolitik interdiate dihidroksiaseton 3-fosfat dengan dua enzim yaitu dehidrogenase dan
gliserol-3-fosfatase. Konversi dari gliserol ke 1,3-PD membutuhkan dua enzim- gliserol dehidratase
dan 1,3-propanediol dehidrogenase. Sebuah bakteri E.coli telah disusun dengan kandungan gen dari
S.cerevisiae untuk produksi gliserol dan gen mati dari K.pneumoniae untuk produksi 1,3-PD. Hasil
dari rekombinan perkembangbiakan ini untuk mengubah glukosa ke 1,3-PD dengan jumalah yang
sama ataumelebih dari gliserol lain.
Asam Laktat
Asam laktat digunakan dalam industri makanan, obat, dan kosmetik. Asam laktat berpotensi
untuk menjadi volume yang besar, produk intermediate kimia yang dihasilkan dari karbohidrat
terbaharukan untuk digunakan sebagai bahan baku polimer biodegradasi, produk kimiayang telah
teroksidasi, pelarut ramah lingkungan, regulator pertumbuhan tanaman, dan produk intermediate
kimia khusus. Spesifik isomer dari asam laktat(D- atau L-) dapat diproduksi dengan menggunakan
teknologi fermentasi. Beberapa bakteri asam laktat(LAB) seperti L.Fermentum, L.buchneri, dan
L.fructovoran menghasilkan sebuah campuran dari D- dan L- asam laktat. Beberapa LAB seperti
L.coryniformis subspecies torquensy dan Lueconostoc mesenteroides sebspesies mesenteroid
menghasilkan D-asam laktat murni dan LAB seperti L.casei, L.rhanosus, dan L.malt menghasilkan Lasam laktat sebagai produk utama. Produksi komersial lainnya menggunakan bakteri asam homolaktat
seperti L.dekbrueckii, L.bulgaricus, dan L.Leichmonii. Variasi beragam dari sumber karbohidrat
seperti molase, sirup com, whey, glukosa, dan sukrosa dapat digunakan untuk produksi dari asam
laktat.

Fermentasi asam laktat adalah produk inhibit yang dioptimasi dengan variable proses dan
konsentrasi dari karbon dalam media dari asam laktat oleh L.casei NRRL B-441. Konsentrasi asam
laktat tertinggi (118.6 g/L) dalam fermentasi batch diperoleh dengan 160 gram glukosa per liter. Sel
L.casei yang sedang dala keadaan beristirahat mengkonversi 120 g glukosa ke asam laktat dengan
perolehan 100 %(per L) dan maksimum produktifitas dari 3.5 gram/L.h. LAB umumnya
memperlukan sumber senyawa kompleks yang kaya akan nutrisi untuk pertumbuhan. Secara
alternative, Rhizopus oryzae menghasilkan secraa optis L(+) asam laktat murni dan dapat
ditumbuhkan di media yang telah ditetapkan dengan hanya menggunakan garam mineral dan sumber
karbon . Namun, laju produksi rendah, perolehan yang rendah, dan produksi dengan jumlah yang
signifikan dari senyawa metabolism seperti gliserol, etanol, dan asam fumaric adalah beberapa
kerugian dari Rhizopus oryzae. Perkembangan terakir dari produksi L(+) asam laktat dengan
menggunakan Rhizopus oryzae yang dikembangbiakan pada kapas dalam suatu biorekator yang dapat
bekerja di udara. Konsentrasi asam laktat yang diproduksi dari reaktor ini adalah 104.6 g/L dengan
perolehan 0.87 g/g substrat dengan menggunakan 120 gram per liter. Enzim dan asam yang digunakan
untuk perlakuan hemiselulosa hidrolizate dari oksidasi basah jerami gandum sebagai substrat untuk
produksi asam laktat dengan perolehan 95 % dan pemanfaatan substrat dari campuran kultur
Lactobacillus brevis dan Lactobacillus pentosus tanpa inhibisi.
Nakasaki dan Adachi(38) mempelajari poduksi L-asam laktat dari lumpur limbah dari industri
manufaktur kertas dengan menggunakan SSF dan menggunakan Lactobacillus paracesei yang telah
diisolasi dengan penambahan secara berselang dari enzim selulase.Konsentrasi L-Asam laktat yang
diperoleh adalah 16.9 g/L dengan perolehan sebesar 72.2% berdasarkan kotoran/lumpur yang
mengandung glukosa dalam keadaan yang optimal( pH 5 dan suhu 40oC).
Tango dan Ghaly mempelajari sistm produksi asam laktat yang kontinu dengan menggunakan
tumpukan Lactobacillus helveticus yang berada dalam keadaan diam. Dari percobaan itu, diperoleh
laju produksi dari 3.9 g/L dengan konsentrasi asam laktat awal sebesar 100 g/L dan waktu daya
hidrolik selama 18 jam.
Chang menggunakan bakteri Eschercia coli RR1 pta mutant sebagai inang dari produksi Datau L- asam laktat. Sebuah pta ppc mutan dapat memetabolisme glukosa secara khusus ke dalam
bentuk D-laktat(62.2g/l dalam 60 jam) pada kondisi anaerobic dan sebuah pta Idh mutan yang
melindungi L4dhi gen dari Lactobacillus casei yang memroduksi L-laktat(45 g/l dala 67 jam) sebagai
produk fermentasi mayor.
Dequin dan Barre menyimpulkan produksi asam laktat dan etanol dari glukosa dengan
menggunakan rekombinan Saccharomyces cereviseae yang menyatakan Lactobacillus casei L(+)LDH dengan konversi glukosa yang terpakai sebesar 20 % untuk membentuk asam laktat.
Porro menyimpulkan akumulasi asam laktat(20g/L) dengan produktivitas yang dapat naik
sebesar 11g/L.h dengan rekayasa metabolism Saccharomyces cerevisiae yang menyatakan gen IdH
mamalia(Idh A).
Skory menunjukkan bahwa setidaknya ada sekitar tiga jenis IdH enzim dihasilkan oleh
Rhizopus oryzae. Dua dari tiga enzim ini, Idh A dan Idh B, membutuhkan kofaktor NAD+, saat enzim
ketiga merupakan merupakan NAD+ untuk pemanfaatan oksidatif dari laktat. Yang terbaru, Skory
mempelajari produksi asam laktat oleh Saccharomyces cerevisease dengan berperan sebagai gen
Rhizopus oryzae Idh dan menyimpulkanbahwa rekombinan bakteri terbaik dapat mengakumulasi
sampai 38 gram asam laktat per L dengan perolehan sebesar 0.44 g/g glukosa dalam waktu 30 jam.
Dien menyusun rekombian Eschercia coli yang membawa gen Idh dari Streptococcus bovis
dalam jumlah sedikit plasmid tiruan untuk produksi L-laktat. Bakteri rekombinan( FBR 9 dan FBR
11) menghasilkan 56-63 gram L-asam laktat dari 100 g xylosa per L pada Ph 6.7 dan suhu 35 derajat
celcius. Mutan represi(ptsG~) dari rekombinan Eschercia coli memiliki kemampuan kemampuan
untuk mati untuk menstimulasi glukosa dan xlyosa hasil fermentasi. Bakteri serupa ptsG FBR19
memfermentasikan 100 g gula(glukosa dan xylosa, dengan perbandingan 1:1 ) ke 77 g asam laktat per
liter.
Yang akhir-akhir ini Zhou menyusun turunan Eschercia coli W3110 sebagai Biokatalis
Guntuk produksi dari D-asam laktat. Jenis ini (SZ40, SZ58, dan SZ63) hanya membutuhkan garam
mineral sebagai nutrient dan kekurangan plasmid dan ketahanan antbiotik yang digunakan selama
proses penyusunan. Produksi D-asam laktat dengan menggunakan perolehan maksimum dari dua
molekul per setiap molekul glukosa. Kemurnian kimia sebesar 98 % dan kemurnian optikal berlebih

sebesar 99 %. Vaccari mendiskripsikan sebuah sistem baru untuk asam laktat yang berdasarkan pada
utilisasi dari pertukaran Ion(ion-exchange). Asam laktat dapat diperoleh dengan kemurnian lebih dari
99 % dengan mengalirkan larutan Ammonium laktat dalam suatu penukar kation dalam wujud
hydrogen. Madzingaidzo mengembangkan proses untuk pemurnian natrium laktat berdasarkan pada
mono-polar dan bi-polar elektrodialisis dengan konsentrasi laktat yang mencapain 150 g/L.
Polyhydroxyalkanoates
Polyhydroxyalkanoates (PHAs) seperti poli 3- asam hidroksibutirik (PHB) dan terhubung
kopolimer seperti poly 3- hyroxybutyric- co- 3- hydroxyvaleric acid (PHB- V) merupakan
heteropoliester (MW 50,000- 1,000,000) disintesis oleh variasi mikroorganisme seperti Ralstonia
eutropha, Alcaligenes latus, Azotobacter vinealandii, Chromobacterium violaceum, methylotrophs,
dan pseudomonas. Semua itu memperbaharui dan biodegradasi polymers yang merupakan sumber
dari kiral synthons selama monomer didurais. PHAs secara cepat terdegradasi keseluruhan menjadi
C02 dan air oleh mikroorganisme. Mereka disintesis ketika 1 dari elemen nutrisi yang mati seperti N,
P,S, 02 , atau Mg terbatas dalam sumber karbon berlebih dan akumulasi intraseluler ke arah level 90%
dari berat sel kering dan berperan sebagai karbon dan penyedia energi. Ciri- ciri dari strain seperti
Aeutropha dan Bhurkolderia cepacia adalah dapat tumbuh secara aerobik menjadi sel yang memiliki
densitas tinggi dalam medium seperti gula tebu dan nutrisi inorganik. Sel tumbuh dan kemudian
berubah dan PHB disintesis oleh nutrisi terbatas lainnya daripada sumber karbon dimana terus
mengkonsumsi pada konsentrasi yang tinggi.
PHAs dapat dihasilkan dari lumpur kota dalam 2 tahap bioproses dan digesti anaerobik
lumpur dengan bakteri termofilik pada tahap pertama dan produksi dari PHAs dari PHAs dari
komponen organik yang terlarut dalam supernatan lumpur yang terdigesti oleh A. eutrophus dalam
keadaan aerobik dan kondisi nitrogen terbatas. PHAs menghasilkan 34% dari berat sel dan sekitar
78% dari total karbon organik dalam supernatan yang dikonsumsi oleh bakterium. Dua pendekatan itu
dapat digunakan untuk membuat rekombinan suatu organisme untuk menghasilkan PHAs, yaitu gen
substrat yang berguna dapat diperkenalkan ke penghasil PHA dan biosintesis gen PHA dapat
dikenalkan pada penghasil non- PHA. Beberapa rekombinan bakteri yang berbeda dikembangkan
untuk meningkatkan kapasitas produksi PHA, memperbanyak substras yang dapat digunakan, dan
untuk menghasilkan PHAs yang baru.
Homologos dan heterologos yang terlihat dari biosintesis PHA enzim dalam variasi organisme
telat dicoba. Rekombinan dari E.coli strain menyimpan biosintesis gen PHA dari A. europhus dalam
jumlah salinan banyak plasmid stabil yang telah dikembangkan dan digunakan untuk produktivitas
PHA yang tinggi, dan menyusun sebuah model konversi glukosa menjadi PHBV dalam bentuk asetil
dan propionil koenzim A oleh biosintesis gen PHA dari A. eutrophus dalam E.coli strain K-12 dalam
kondisi pertumbuhan yang baru. Hal ini dimungkinkan untuk menghasilkan PHA dari sumber karbon
yang tidak mahal seperti hemiselulosa, molase, dan air dadih oleh E.coli rekombinan.
Chen et al mengembangkan strategi fermentasi yang sederhana dalam skala yang besar untuk
produksi poly(3-hydroxy-butyrate-co-3-hydroxyhexanoate) oleh strain Aeromonas hydrophila dalam
20,000 L fermentor menggunakan glukosa dan asam laurik sebagai sumber karbon. Bakteri pertama
kali tumbuh dalam medium yang mengandung 50 gram glukosa per Liter dan biosintesis
polyhydroxyalkanoate (PHA) digerakkan oleh penambahan asam lauric (50 g/ L) dalam jumlah
nitrogen yang terbatas atau kondisi pospor. Setelah 46 h, konsentrasi final, konsentrasi PHA, konten
PHA, dan masing- masing produktivitas PHA, yaitu 50 g/L, 25 g/L, 50%, and 0.54 g/l.h.
Lie et ai belajar tentang produksi PHB dari tetesan bit dari rekombunan E.coli strain yang
mengandung plasmid pTZ18u-PHB membawa biosintesis gen PHB dari A.eutroplus (phbA,phbB, dan
phbC) dan ketahanan terhadap ampicilin. Berat akhir dari sel kering, konten PHB, dan produktivitas
PHB dalam 5 L diaduk dalam tangki fermentor setelah 31,5 jam pemberian secara fermentasi batch
dengan pH konstan dan dilarutkan dua konten masing- masing yang terdiri atas 39,5 g/ L, 80%
(w/w), dan 1g/ L. h.
Solaiman et al menyusun rekombinan P.putida dan P.oleovorans dapat membuat
triacylglycerols sebagai substrat untuk pertumbuhan dan sistesis PHA. Organisme ini dapat
menghasilkan PHA dengan hasil mental sekitar 0,9- 1,6 g/ L dengan lemak babi atau minyak kelapa
sebagai substrat. Beberapa metode yang sudak dikembangkan untuk pembaharuan PHAs. Metode

yang sering digunakan dalam ektraksi polimer dari biomassa sel dengan pelarut seperti kloroform,
metil klorida, propilen karbonat, dan dikloroetana. Sedangkan untuk metode tidak terlarut, sel pertama
dikenakan pada temperatur 80 C dan dicampurkan dengan variasi coktail dari enzim hidrolitik seperti
lysozyme, phospholipase, lecithinase, and proteinase. Kebanyakan dari komponen seluler dihidrolisis
oleh enzim. Polimer utuh nantinya dibungkus kembali sebagai bubuk putih. Harga produksi tetap
menjadi permasalahan dalam mengembangkan proses fermentasi untuk produksi PHA secara
komsersil.
Exopolysaccharides
Mikroba Exopolysaccharides (EPS) dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Homopolysaccharides seperti dextran (Leu. mesenteroides subsp. mesenteroides),
alternan (Leu. mesenteroides), pullulan (Aureobasidium pullulons), levan (Z mobilis), and -Dglucans (Streptococcus sp.), dan heteropolysaccharides seperti alginat (opportunistic pathogen
Pseudomonasaeruginosa), gellan (Sphingomonas paucimobilis), and xanthan (Xanthomonas
campestris). Beberapa macam spesies dari LAB menghasilkan variatas unggul EPS dengan komposisi
kimia dan struktur yang berbeda. EPS berkontribusi dalam konsistensi, tekstur, dan reologi produk
susu yang terfermentasi. Biosintetis dari EPS sangatlah kompleks dan membutuhkan reaksi bersama
dari sejumlah produk gen. Umumnyaempat reaksi terbagi berurutan yang termasuk yaitu trasnport
gula menuju sitoplasma, sintesis gula-1- pospat, pasangan gula aktif, dan proses yang terlibat dalam
eksport EPS.
Produksi EPS oleh LAB merupakan dampak besar dari kondisi fermentasi seperti pH,
temperatur, tegangan oksigen, dan komposisi suatu medium. Perolehan dari heteropolysaccharides
sekitar 0,15 hingga 0,6 g/ L bergantung pada strain dalam keadaan optimal. S. thermophilic
LY03 menghasilkan 1,5 g/ L heteropolysaccharides ketika rasio karbon/ nitrogen optimal digunakan
dalam masing- masing susu dan MRS media. Xanthan gum memiliki beberapa aplikasi yang luas
dalam bidang industri, yaitu dihasilka oleh bakteri X campestris dengan tingkat produksi yang tinggi
yaitu 13,5 g/ L.
Alginat merupakan kopolimer linier dari asam -D-mannuronic dan asam a-D-guluronic yang
yang terhubung bersama oleh 1,4 pertalian dan dapat berfungsi untuk penebalan, menstabilkan, agen
gel, emulsi dalam makanan, pembuatan kertas, dan industri farmasi. Beberapa macam bakteri seperti
Azotobacter vinelandii dan P. Aeruginosa menghasilkan alginat.
Cheze-Lange mempelajari tentang produksi alginat secara kontinu dari sukrosa oleh
A. vinelandii dalam reaktor membran. Total 7,55 gram alginat dikembalikan dari penyebaran seluruh
bagian dengan tingkat produksi 0.09g/h> perolehan sebesar 0.21 g/g sucrose, dan spesifikasi
produktivitas 0.022 g/g cellh.
Vanillin
Vanillin(3-metoksi-4-hidroksibenzaldehid) adalah salah satu produk kimia aroma yang
digunakan dalam industri makanan. Vanilin sekarang ini dibuat dengan dua cara. Vanilin diekstraksi
dari biji vanilla yang mengandung 2% berat dari Vanilin itu sendiri. Vanillin murni disintesis dari
guauacol. Harga dari vanillin murni telah menstimulasi penelitian dalam mengembangkan metode
biologis dalam produksi vanillin. Asam ferulic[3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-asam propenoat] adalah
asam cinnamic mayor yang didapat di dalam sebuah variatas tanaman yaitu pada bagian dinding
selnya. Comfiber mengandung sekitar 3% asam ferulic. Kulit padi adalah sumber lain dari asam
feruloat(0.5-1%).

Tabel Produk Kimia Hasil Fermentasi

Metabolit

Mikroorga

Substrat

Tipe

e
Sorbitol

nisme
Zymomonas

(g/ L)
Fruktosa

bioreaktor
Batch
8

91

mobilis

(325) plus

Batch

144, -, 88

37, 41, 54

Time (h)

Yield (%)

glukosa
Erythritol

Monilli sp. ,

(325)
Glukosa

Candiadea

(300)

Magnoliae,
Sylitol

Torulla sp.
Candida

Silosa (50) Fed batch

78

56

Gliserol

peltata
Candida

Glukosa

Fed batch

72

114

2,3 butane

glycerinogenes (220)
Enterobacter
Fruktosa

Shake-

39

43

diol
Asam

clocae
Candida

(50)
glukosa

flash
Fed batch

192

80

sitrat
Asam

oleophila
Aspergillus

Glukosa

Shake-

225

52

itakonoat
Asam

terreus
Actinobacillus

(100)
glukosa

flash

susinoat
Asam

succinogenes
Aureobasidium Glukosa

glukonoat
2- fenil

Pulluleans
Pichia

etanol
Vitamin

fermentans
alanin (1)
Propionicbacte glukosa

B12

rium

Asam

feudenreichii
Propionicbacte Gliserol

propanoat

rium

(350)
L- fenil

(20)

110
Continuou

26

74

16

45

s stir tank

Anaerobik

Batch

206

54

12

Acidipropionic
ci

Faulds mengembangkan sebuah prosedur laboratorium untuk menghasilkan asam feruloay(5.7


gram) dari kulit padi(1kg) dengan menggunakan Trichoderma xylanase dan Aspergillus niger asam
feruloat esterase. Dengan menggunakan jamur berfilamen, proses dua tahap dalam pembentukan
vanillin dikembangkan dari Aspergillus niger pertama-tamadigunakan untuk mengkonversi asam
feruloat ke asam vanilloat yang kemudian akan direduksi menjadi vanillin oleh bakteri Pycnoporus
cinnabarinus.
Simoni mengisolasi spesies bakteri Bacillus yang mampu mentransformasi isoeugenol ke
dalam bentuk vanillin. Dalam lingkungan isoeugenol, sebuah kultur pertumbuhan dari bacterium
menghasilkan 0.61 gram/L vanillin(perolehan molar 12.4%) dan sel ekstrak bebas menghasilkan 0.9
gram/L vanillin dengan perolehan molar sebesar 14 %. Asam Feruloat dapat dikonversi ke isoeugenol
dengan menggunakan bakeri Nocardia autotrophica DSM 43100.
Muheim dan Lerch memndapatkan bahwa Streptomyces setonii menghasilkan vanillin
sebagai produk metabolic hingga mencapai konsentrasi 6.4g/L dengan perolehan molarsebesar 68%
dari asam feruloat dalam sebuah wadah eksperimen yang dikocok dengan menggunakan fed-batch.
Lee dan Frost mengusahakan untuk menghasilkan vanillin dari glukosa melalui metode
shikimate dengan menggunakan rekayasa genetic dari Eschercia coli dalam fermentasi batch. Bakteri
Eschercia coli KL7 dengan kadungan plasmid pKL5.26A atau pKl5.97A digunakan untuk
mengkonversi glukosa ke asam vanilloat yang ditemukan dari medium dan direduksi ke vanillin
dengan menggunakan enzim aryl aldehid dehidrogenase yang diisolasi menggunakan Neurospora
crassa.

Anda mungkin juga menyukai