Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Telinga luar
membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm).
Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam
adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit dan
1/3 bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular
temporalis dan ramus auricularis nervus vagus. Aliran limfe menuju nodi parotidei
superfisialis, mastoidei dan cervicales superfisialis.
Membrana timpani
2. Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh
membrane mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
meneruskan getaran membrane timpani ke perilympha telinga dalam. Telinga tengah
mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral dan
dinding medial.
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang
merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan
cavum timpani dari meniges dan lobus temporalis otak di dalam fossa crania media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini memisahkan cavum
timpani dari bulbus superior vena jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan cavum timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding
anterior terdapat muara dari dua buah saluran.
Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Dibawah ini terdapat
penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis. Dari puncak
pyramis ini dibetuk tendo muskulus stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani. Dinding medial
dibentuk oleh dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding terdapat
penonjolan bulat (promontorium) yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea
yang ada dibawahnya.
Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan terdiri dari caput, collum dan processus
longum/ manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus yaitu crus longum, yang berjalan ke
bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei; dan crus breve,
menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavum timpani oleh
sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.
Otot-otot Ossicula
a. Muskulus Tensor Tympani
- Origo = cartilago tuba auditiva dan dinding tulang salurannya sendiri.
- Insertio = pada manubrium mallei.
- Persarafan = sebuah cabang dari nervus yang menuju M. pterygoideus medialis
(cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus).
- Fungsi = secara refeleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan
membrane tympani.
b. Muskulus Stapedius
- Origo = dnding dalam pyramis yang berongga.
- Insertio = pada bagian belakang collum stapedis.
- Persarafan = nervus fasialis yang terletak dibelakang pyramis.
- Fungsi = secara reflex meredam getaran stapes dengan menaikkan collumnya.
Tuba Auditiva
Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial
sampai nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah
cartilage. Tuba berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas
M. constrictor pharinges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di
dalam cavum tympani dngan nasopharing.
Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan
berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus.
- Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
- Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
- Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus.
- Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior.
- Dinding superior berhubungan dengan meninges pada f ossa crania media dan
lobus temporalis cerebri.
- Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae
mastodeae.
Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus
mastoideus, yang diatas berhubungan dengan antrum dan cavum tympani. Rongga ini
dilapisi oleh membrane mucosa.
Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion
geniculatum. Cabang-cabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus
petrosus major, saraf ke M. stapedius dan chorda tympani.
Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum
tympani dan pada permukaan promontorium. Lalu bercabang-cabang membentuk
plexus tympanicus (mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan
nervus petrosus minor).
3. Telinga dalam
- Labyrinthus Osseus
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Vestibulum
Merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap
cochlea dan anterior terhadap canalis semisirkularis. Di dalam vestibulum terdapat
sacculus dan utriculus labyrintus membranaceus.
2. Canalis semisirkularis
Ketiga canalis semisirkularis superior, posterior dan lateral bermuara ke
bagian posterior vestibulum. Didalam canalis terdapat ductus semisirkularis.
3. Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput dan bermuara ke dalam bagian anterior
vestibulum. Umumnya terdiri dari 1 pilar sentral, modiolus cochlea dan modiolus
ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak 2 putaran. Modiolus
mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus.
Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh
perilympha. Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam
vestibulum osseus; 3 ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis
semisirkularis osseus; dan ductus cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
1. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan
dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh
ductus utriculosaccularis.
2. Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus
setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam
kantung buntu kecil yaitu saccus endolymphaticus.
3. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya. Ketiganya tersusun tegak lurus satu
dengan lainnya.
4. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan
sacculus melalui ductus reunions.
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin)
yang berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang
merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian
dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna
mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi
putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus
g. Membrane basilaris
- Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
- Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai
silindris.
- 2/3 lateral berupa pars pectinata.
- 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).
Canalis Semicircularis, sacculus
Cochlea
Organ Corti
2. Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena
komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerahdaerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang
ammapu menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air.
Namun, perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan
tekanan yang lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi
terhadap perubahan cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan,
kepekakan, loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran,
semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan
frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara
1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan
tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran,
semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan dinyatan dalam
desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan dengan suara teredam
kadang menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang
terjadi di telinga tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran
suara melintasi telinga tengah.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga
tulang yang dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan
melintasi telinga tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan
tulang terakhir stapes melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi
cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,
rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan
frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela
oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada
cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara
semula.
Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler
yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan di
koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas
permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di
membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek
pengungkit tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan.
Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval
sebesar 20 kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval.
Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons
terhadap suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan
pergerakan tulang-tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan strukturstruktur telinga tengah ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga
dalam untuk melindungi perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun,
respons refleks ini relatif lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu
sura keras. Dengan demekian, refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara
keras yang berkepankangan, bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak,
misalnya suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan,
tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval
menonjol ke dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di
kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah,
tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam
rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes
beregerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe
mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur
ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil
jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana
vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana
basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa
transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini
bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak
naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor
terbeanam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut
akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser
posisinya terhadap membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluransaluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal
ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi
dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan
kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di
serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika
sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi
(sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).
3.3 Etiologi
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui
isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong
sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga
jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis
(10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti
Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan
organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit.
Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme
yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak
(Kerschner, 2007).
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase
chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang
menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).
Menurut Bluestone (2001) dalam Klein (2009), distribusi mikroorganisme
yang diisolasi dari cairan telinga tengah, dari 2807 orang pasien OMA di Pittsburgh
Otitis Media Research Center, pada tahun 1980 sampai dengan 1989 adalah seperti
berikut:
Gambar 2.3. Distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah
pasien OMA.
3.4 Klasifikasi
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung
pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius,
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien
akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai
dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai
muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa
lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra,
2007).
Gambar 2.7. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik
(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan
sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih
utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
3.5 Patofisiologi
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema
pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba
Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga
tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan
aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk
mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan
akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi
efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya
OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase
telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga
tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari
infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang
dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga
dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan
imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari
proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan
tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi
cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat
tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.
Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu
timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi
3.6 Manifestasi
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada
anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di
samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada
bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C
(pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu
tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila
terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh
turun dan anak tidur tenang (Djaafar, 2007).
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu
penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien
tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani
yang kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) dalam Titisari
(2005), skor OMA adalah seperti berikut:
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga
3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau
sedang, suhu lebih atau sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila
nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39C oral atau 39,5C rektal (Titisari,
2005).
AN
Normal
Dalam batas
normal
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli berat
6m
5m
4m
3-2m
1m
TULI SENSORINEURAL
Sukar mendengar huruf desis
(frekuensi tinggi), seperti huruf s
sy c
TULI KONDUKTIF
Sukar mendengar huruf lunak
(frekuensi rendah), seperti huruf m
nw
b. Test Penala
Cara pemeriksaan pendengaran :
udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau
audiometer nada murni.Kelainan hantaran melalui udara
menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar
atau telinga tengah.Kelainan di telinga menyebabkan tuli
sensorineural koklea dan retrokoklea. Secara fisiologik telinga
dapat mendengar 20 sampai 18000 Hz, untuk pendengaran sehari
hari yang paling efektif antara 5000-2000 Hz, oleh karena itu
pemeriksa menggunakan garputala 512,1024Hz,2048 Hz. Bila
tidak memungkinkan ketiga garputala dipakai maka diambil 512
Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi
suara bising di sekitarnya.
1. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan
atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga
pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan
tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang
meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar
bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus
akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih
2. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan
hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan
tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya
kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien,
telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika
telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga
maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien
sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka
berarti tidak ada lateralisasi.
3. Test Swabach
Tujuan : Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid
antara pemeriksa (normal) dengan probandus.
Dasar : Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat
ditimbulkan oleh : Getaran yang datang melalui udara. Getaran
yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale
Cara Kerja : Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah
digetarkan pada puncak kepala probandus. Probandus akan
mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat
garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan
segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang
diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi
pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.
4. Tes Bing/tes oklusi
Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai
menutup liang telinga,sehingga terdapat tuli konduktif kira kira 30
c. Tes berbisik
menetukan derajat ketulian secara kasar, ruangan cukup tenang
minimal panjang 6 meter. Nilai normal 5/6 atau 6/6
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach
Diagnosis
+
Tidak ada
Sama dengan
normal
lateralisasi
pemeriksa
_
Lateralisasi ke
memanjang
Tuli konduktif
telinga yang
sakit
+
Lateralisasi ke
memendek
Tuli
telinga yang
sensorineural
sehat
Catatan : pada tuli konduktif kurang dari 30 dB, rinne bisa masih
positif
Audiometri khusus :
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea
1. Test SISI
Untuk mengetahui adanya kelainan cochlea.
Caranya: dengan menentukan ambang dengar pasien terlebih
dahulu missal 30 dB. Lalu diberikan rangsangan 20 dB diatas
ambang rangsang menjadi 50 dB. Setelah itu diberikan tambahan
rangsangan 5 dB lalu diturunkan 4 dB, 3 dB, 2 dB dan 1 dB. Bila
pasien dapat membedakannya berarti Test SISI (+).
2. Test ABLB
Caranya: diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi
yangsama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai
persepsi yang sama yang disebut Balans (-). Bila balans tercapai
terdapat rekrutmen (+).
3. Test Kelelahan
Akibat perangsangan terus menerus.
4. TTP
Caranya: dengan melakukan rangsangan terus-menerus pada
telinga yang diperiksa dengan intensitas yang sesuai dengan
ambang dengar missal 40 dB. Bila setelah 60 detik masih
terdengar berarti tidak ada kelelahan. Bila tidak berarti Testnya
(+).
5. STAT
Caranya: pemeriksaan pada 3 frekuensi: 500 Hz, 1000 Hz dan
2000 hz pada 110 db SPL diberikan selama 60 detik dan bila dapat
mendengar berarti tidak ada kelelahan. Bila tidak berarti ada
kelelahan.
6. Audiometri Tutur
Caranya: pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang
didengar melalui kaset tape recorder. Pada tuli cochlea, pasien sulit untuk
membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH. Pada tuli retrocochlea lebih sulit.
7. Audiometri Bekessy
Caranya: dengan nada yang terputus-putus. Bila ada suara masuk, maka pasien
memencet tombol. Akan didapatkan grafik seperti gigi gergaji.
Audiometri Objektif
1. Audiometri Impedans
Yang diperiksa adalah kelenturan membrane tympani dengan frekuensi tertentu pada
meatus acusticus eksterna. Pada lesi di cochlea, ambang rangsang stapedius
menurun sedangkan pada lesi di retrocochlea, ambangnya naik.
2. Elektrokokleagrafi
Digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari Evoke
electropotential cochlea.
Caranya: dengan elektroda jarum, membran tympani ditusuk sampai promontorium,
lalu dilihat grafiknya.
3. Evoked Response Audiometry
Untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi nervus vestibulocochlearis.
Caranya: menggunakan 3 buah elektroda yang diletakkan di vertex/ dahi dan
dibelakang kedua telinga atau pada kedua lobulus auricular yang dihubungkan
dengan preamplifier.
4. Otoaccustic Emission
Adalah respons cochlea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan
dalam bentuk energy akustik sel-sel rambut luar dipersarafi oleh serabut eferen dan
mempunyai elektromotilitas sehingga pergerakan sel-sel rambut akan menginduksi
depolarisasi sel.
Caranya: memasukkan sumbat telinga kedalam liang telinga luar. Sumbat telinga
dihubungkan dengan computer untuk mencatat respon yang timbul dari cochlea.
Pemeriksaan Penunjang
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.
3.
3.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan
ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba
Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem
imum lokal dan sistemik (Titisari, 2005).
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes
hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun
atau HClefedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12
tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik
(Djaafar, 2007).
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat
efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala
ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39C dalam 24 jam
terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam
39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia
enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau
diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan
pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa
observasi (Kerschner, 2007).
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan
first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal
selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika
pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti
cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus
penumoniae (Kerschner, 2007). Pneumococcal 7-valent conjugate vaccine dapat
dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media (American Academic of
Pediatric, 2004).
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA
rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan
adenoidektomi (Buchman, 2003).
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah
harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu
dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi
miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA
seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.
Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan
terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan
miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon
kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi
mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan
pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret
untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak
memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang
sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian
prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan
efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan
insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil
dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak
dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan
rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).Terdapat beberapa tindakan pembedahan
yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba
timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).
3.9 Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari
abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi
tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut Shambough
(2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi
intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus fasialis,
labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak,
tromboflebitis).
Komplikasi serius yang bisa terjadi adalah:
Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
Kelumpuhan pada wajah
Tuli
Peradangan pada selaput otak (meningitis)
Abses otak
Tanda-tanda terjadinya komplikasi:
- sakit kepala
- hilangnya pendengaran mendadak
- vertigo (perasaan berputar)
- demam dan menggigil
3.10
Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk
pendengaran dan kesembuhan, khususnya bila dilakukan paasentesis sebelum terjadi
perforasi spontan membran timpani.
3.11Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA
pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat,
Jadi, setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita
tidak mampu memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang
berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah taalaa menyebutkan kalimat
pandangan dalam bentuk jamak, dan kalimat pendengaran dalam bentuk tunggal,
meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka
pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah
tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau
istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa
berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya
baru bisa berfungsi setelah beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah
beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdf
http://medicastore.com/penyakit/52/Otitis_Media_Akut.html