Anda di halaman 1dari 25

TUGAS THT

ILMU PENYAKIT
TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA LEHER
VERTIGO

KARANGANYAR

Oleh :
Sales Pousror G99141169

Pembimbing : dr. Anton Christanto, M.Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
BOYOLALI
2015
1. Keluhan utama di bidang THT-KL
a. Telinga

Telinga berdenging (tinitus)

Telinga terasa penuh

Nyeri telinga (otalgia)

Keluar cairan (otorrhea)

Penurunan pendengaran

Telinga gatal (itching)

Benda asing di dalam telinga (corpal)

b. Hidung

Hidung tersumbat

Sering bersin-bersin (sneezing)

Perdarahan dari hidung (epistaksis)

Gangguan penghidu (anosmia/hiposmia)

Sekret dari hidung (rhinorrhea)

Nyeri di daerah wajah

Hidung berbau (foetor ex nasal)

Benda asing di dalam hidung (corpal)

Suara sengau (nasolalia)

c. Tenggorok

Nyeri tenggorok

Batuk

Suara serak

Nyeri menelan (odinofagia)

Merasa banyak dahak di tenggorokan

Sulit menelan (disfagia)

Merasa ada yang menyumbat atau mengganjal (sense of lump in


the neck)

Amandel (tonsilitis)

Bau mulut (halitosis)

Benda asing di tenggorok (corpal)

d. Kepala-leher

Pusing berputar

Sesak

Benjolan di leher

Gangguan keseimbangan

2. Mekanisme patofisiologi vertigo/ pusing berputar


a. Anatomi dan Fisiologi Telinga
Anatomi telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, telinga dalam:

Gambar 1. Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam


1) Telinga Luar
Terdiri dari :
a) Daun telinga/Pinna/Aurikula merupakan daun kartilago.
Fungsinya menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya
ke kanal auditori eksternal (lintasan sempit yang panjangnya
sekitar 2,5 cm yang merentang dari aurikula sampai membran
timpani).
b) Membran timpani (gendang telinga) merupakan perbatasan
telinga bagian luar dengan tengah. Berbentuk kerucut,
dilapisi kulit pada permukaan eksternal, dilapisi mukosa pada
permukaan internal. memiliki ketegangan, ukuran, dan

ketebalan yang sesuai untuk menghantarkan gelombang


bunyi secara mekanis.

Gambar

2.
Membran

Timpani

Bagian-bagiannya :

Bagian atas atau Pars Flaksid (membran shrapnell), terdiri dari 2 lapisan :
luar

: lanjutan epitel telinga

dalam : epitel kubus bersilia


Terdapat

bagian

yang

disebut

dengan

atik.

Ditempat ini terdapat auditus ad antrum berupa


lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid.

Bagian bawah atau Pars tensa (membran propria), terdiri


dari 3 lapisan :
tengah : terdiri dari serat kolangen dan sedikit serat
elastin

Bayangan penonjolan bagian bawah malleus pada membran


timpani disebut dengan umbo. Dari umbo, bermula suatu
refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pukul 7
pada membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran
timpani kanan. Pada membran timpani terdapat 2 serat,
sirkuler dan radier. Serabut inilah yang mengakibatkan

adanya refleks cahaya kerucut. Bila refleks cahaya datar,


maka dicurigai ada kelainan pada tuba eustachius.

2) Telinga Tengah
Terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus (canalis
facialis) tulang temporal
Terdiri dari :
a) Tuba Eustachius

menghubungkan telinga tengah dengan faring

normalnya tuba ini menutup dan akan terbuka saat


menelan, mengunyah, dan menguap.

berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua


sisi membran timpani.

Bila tuba membuka suara akan teredam.

b) Osikel auditori (tulang pendengaran)


Terdiri dari 3 tulang, yaitu : Maleus (martil) , Inkus (anvill),
Stapes (sanggurdi). Berfungsi sebagai penghantar getaran dari
membran timpani ke fenesta vestibule.
c) Otot
Membantu mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan suara
dengan nada tinggi (peredam bunyi).

m. stapedius => berkontraksi => stapes jadi kaku => suara


dipantulkan

m. tensor timpani => menegangkan gendang telinga =>


suara teredam

3) Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian
rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi
cairan perilimfe & labirin membranasea, yang terletak lebih dalam
dan memiliki cairan endolimfe.

Gambar 3. Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam


Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang koklea
terdiri atas tiga bagian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala
timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli berhubungan dengan
tulang stapes melalui jendela berselaput yang disebut tingkap oval,
sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah
melalui tingkap bulat.
Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis
atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran
basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organ corti yang
berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti
terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut
terdapat membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur,
sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan bagian otak
dengan N.vestibulokoklearis.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat
indera keseimbangan. Bagian ini secara struktural terletak di
belakang labirin yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus
serta tiga saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis.
Kelima bagian ini berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan
memiliki sel rambut yang akan dihubungkan dengan bagian
keseimbangan dari N. vestibulokoklearis.

b. Histologi Telinga
1) Telinga Luar
a) Aurikula
Suatu lempeng tulang rawan elastik yang kuning dengan
ketebalan 0,5 1 mm, diliputi oleh perikondrium yang banyak
mengandung serat-serat elastis.
Seluruh permukaannya diliputi kulit tipis dengan lapisan
subkutis yang sangat tipis (hipodermis) pada permukaan
anterolateral.
Ditemukan rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat,
yang umumnya kurang berkembang. Dalam lapisan subkutis dan
menempel pada perikondrium terdapat beberapa lembar otot
lurik.
b) Liang telinga luar (Meatus akustikus eksternus)
Membentang dari aurikula sampai membran timpani. Pada
potongan melintang, saluran ini bentuknya oval dan liang
telinganya tetap terbuka karena dindingnya kaku. Sepertiga
bagian luar mempunyai dinding tulang rawan elastis yang
meneruskan diri menjadi tulang rawan aurikula, dan duapertiga
bagian dalam berdinding tulang.
Saluran ini dilapisi kulit tipis tanpa jaringan subkutis.
Lapisan-lapisan demis yang lebih dalam bersatu dengan
perikondrium atau periosteum.
Pada

bagian

luar

banyak

ditemukan

rambut

yang

berhubungan dengan kelenjar sebasea, dan sejumlah kecil


rambut dan kelenjar sebasea pada bagian atap saluran bagian
dalam.
Dalam liang telinga luar ditemukan serumen, yaitu suatu
materi coklat seperti lilin dengna rasa yang pahit dan berfungsi
pelindung.
Serumen merupakan gabungan sekret kelenjar sebasea dan
kelenjar serumen, yang merupakan modifikasi kelenjar keringat

yang besar, berjalan spiral dan salurannya bermuara langsung ke


permukaan kulit atau bersama kelenjar sebasea ke leher folikel
rambut.
c) Membran timpani
Berbentuk oval dan letaknya oblique/miring menutupi bagian
terdalam liang telinga luar. Membran timpani mempunyai dua
lapis jaringan ikat, lapisan luar mempunyai serat yang berjalan
radial, dan lapisan dalamnya mempunyai serat yang berjalan
sirkular.
Permukaan luarnya dilapisi kulit yang sangat tipis dan
permukaan dalamnya dilapisi mukosa ruang telinga tengah yang
tebalnya 20-30 mikron dengan epitel yang kuboid.
Pada membran timpani melekat maleus yang menyebabkan
membran menonjol ke dalam rongga telinga tengah. Bagian atas
membran timpani tak mengandung serat-serat kolagen, dan
disebut bagian flaksida (membrana shrapnell).
2) Telinga tengah
Terdiri dari rongga seperti celah di dalam tulang temporal yaitu
rongga timpani, dan tuba auditorius (eustachii) yaitu suatu kanal
atau duktus yang menghubungkannya dengan nasofaring.
Epitel yang melapisi rongga timpani adalah epitel selapis
gepeng atau kubis rendah, akan tetapi dibagian anterior pada celah
tuba auditiva, epitelnya selapis silindris bersilia :
Lamina propria tipis dan menyatu dengan percosteum. Maleus
dan inkus tergantung pada ligamen-ligamen tipis dari atap.
Lempeng dasar stapes melekat melalui sendi fibrosa pada fenestra
ovalis pada dinding dalam. Antara ketiga tulang pendengaran
terdapat dua sendi sinovial Periosteum tipis pada tulang
pendengaran, menyatu dengan lamina propria tipis dibawah lapisan
epitel selapis gepeng, yang melapisi seluruh rongga timpani.
Fenestra ovalis pada dinding medial, ditutupi oleh lempeng
dasar stapes, memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala

vestibuli koklea. Oleh karenanya, getaran-getaran membrana


timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran ke
perilimfe telinga dalam.
Fenestra rotundum yang terletak dalam dinding medial rongga
timpani di bawah dan belakang fenestra ovalis dan diliputi oleh
suatu membran elastis (membran timpani sekunder), yang
memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani
koklea.
a) Tuba eustachius
Menghubungkan

rongga

timpani

dengan

nasofaring,

panjangnya 3,5 cm. Bagian sepertiga posterior mempunyai


dinding tulang dan bagian duapertiga anterior mempunyai
dinding tulang rawan. Lumennya gepeng, dinding medial dan
lateral bagian tulang rawan saling berhadapan menutup lumen.
Epitel bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris
bersilia dengan sel goblet dekat faringLamina propia dengan
faring, mengandung kelenjar seromukosa. Dengan menelan,
dinding tuba saling terpisah, sehingga lumen terbuka dan udara
dapat masuk ke rongga telinga tengah untuk menyamakan
tekanan udara pada ke dua sisi membran timpani.
3) Telinga dalam
Adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosun
tulang temporalis, labirin oseosa (Labirin tulang). Di dalamnya
terdapat labirin membranosa yang juga merupakan suatu rangkaian
saluran dan rongga-rongga.
Labirin membranosa berisi cairan endolimf. Dinding labirin
membranosa memisahkan endolimf dari perilimf, yang mengisi
ruang labirin tulang sisanya.
a) Labirin tulang
Yang di tengah adalah vestibulum, terletak medial
terhadap rongga timpani, dengan fenestra ovalis pada dinding
di antaranya. Posterior terhadap vestibulum dan bermuara ke

dalamnya, ada tiga buah saluran semisirkularis. Berdasarkan


letaknya, saluran semisirkularis itu disebut saluran anterior,
posterior, dan lateral, yang masing-masing saling tegak lurus.
Setiap saluran mempunyai pelebaran, disebut Ampula.
Ampula saluran yang anterior dan lateral, letaknya berdekatan
di atas fenestra ovalis, dan milik saluran posterior membuka ke
bagian posterior vestibulum. Walaupun ada tiga saluran, hanya
ada lima muara pada vestibulum. Ujung posterior saluran
posterior yang tidak berampula, menyatu dengan ujung medial
saluran anterior yang tidak berampula, dan bermuara ke dalam
bagian medial vestibulum oleh krus komune.
Ujung tidak berampula saluran lateral bermuara secara
terpisah ke dalam bagian atas vestibulum. Dari dinding medial
vestibulum terjulur saluran sempit ke arah inferoposterior
untuk mencapai permukaan posterior tulang temporal pars
petrosus dalam fosa kranial posterior.
Ke arah anterior, rongga vestibulum berhubungan dengan
koklea tulang. Sumbu tulang koklea yaitu modiolus tersusun
melintang terhadap sumbu panjang tulang temporal pars
petrosus dengan dasar mengarah ke fosa kranial posterior dan
puncaknya mengarah ke depan dan lateral. Tonjolan tulang
yang terjulur dari modiolus membentuk lamina spiralis.
b) Labirin membranosa
Di dalam labirin tulang terdapat labirin membranosa, suatu
sistem

yang

terdiri

dari

bagian-bagian

yang

saling

berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf.


Vestibulum berisi dua buah ruangan dan saluran-saluran
penghubung. Di bagian posterior, utrikulus dihubungkan denan
tiga buah saluran semisirkularis membranosa melalui lima
buah lubang. Ampula saluran semisirkularis membranosa lebar.
Di

anterior,

sakulus

yang

bentuknya

hampir

sferis,

dihubungkan dengan utrikulus oleh suatu tabung/saluran

ramping berbentuk huruf Y, yang cabang-cabang pendeknya


merupakan duktus utrikularis dan duktus sakularis.
Saluran-saluran

ini

bergabung

membentuk

duktus

endolimfatikus, yang berjalan posteroinferior ke permukaan


posterior pars petrosus tulang temporal, dan di sini berakhir
sebagai kantung yang buntu yaitu sakus endolimfatikus.Di
sebelah anterior, bagian bawah kantung ini berhubungan
dengan duktus koklearis melalui suatu saluran pendek dan
sempit duktus reuniens.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula
saluran semisirkularis (krista ampularis) dan dalam utrikulus
dan sakulus (makulus ultrikuli dn sakuli) yang berfungsi
sebagai indra statik dan kinetik. Organ pendengaran adalah
organ Corti yang terdapat sepanjang duktus koklearis.
c) Utrikulus dan sakulus
Mempunyai dinding dengan lapisan jaringan ikat halus
yang mengandung sejumlah fibroblas dan melanosit. Di antara
lapis jaringan ikat utrikulus dan sakulus dengan epitel selapis
gepeng yang melapisi, terdapat suatu lamina basal yang tipis.
Terdapat tiga jenis sel dalam makula :

Sel penyokong (sustentakular) : adalah sel yang berbentuk


silindris tinggi, terletak pada lamina basalis, dan
mempunyai mikrovili pada permukaan apikal dengan
beberapa granila sekretorik. Sel-sel ini membentuk
matriks membran otolit.

Sel rambut tipe I

Sel rambut tipe II


Pada permukaan makula, terdapat suatu lapisan gelatin

dengan ketebalan 22 mikrometer, disebut membran otolit, yang


mengandung banyak badan-badan kristal yang kecil yang
disebut otokonia atau otolit, terdiri dari kalsium karbonat dan

10

suatu protein. Mikrovili pada sel penyokong dan stereosilia


serta kinosilia sel rambut, terbenam dalam membran otolit.
Perubahan posisi kepala, mengakibatkan perubahan dalam
tekanan atau tegangan dalam membran otolit dengan akibat
terjadi rangsangan pada sel rambut. Rangsangan ini diterima
oleh badan akhir saraf yang terletak antara sel-sel rambut.
d) Kanalis semisirkularis
Mempunyai penampang yang oval dengan bagian yang
paling cembung berdampingan erat dengan periosteum. Pada
permukaan luarnya terdapat ruang perilimf yang lebar dilalui
trabekula. Sebuah krista ditemukan dalam setiap ampula. Tiap
krista dibentuk oleh sel-sel penyokong dan dua tipe sel rambut.
Mikrovili, stereosilia, dan kinosilianya terbenam massa
gelatinosa, yang disebut kupula.
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya dirangsang oleh
gerakan endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan
endolimf ini mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan
kinosilia. Dalam makula, sel-sel rambut juga terangsang, tetapi
perubahan posisi kepala dalam ruang mengakibatkan suatu
peningkatan atau penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh
membran otolit.
e) Koklea
Berjalan spiral degan 2 3/4 putaran sekitar modiolus.
Modiolus menjadi tempat keluarnya lamina spiralis, kemudian
menjulur ke dinding luar koklea suatu membrana basilaris.
Pada tempat perlekatan membrana basilaris ke dinding luar
koklea,

terdapat

ligamentum

penebalan

spiralis.

periosteum

Membran

yang

vestibularis

disebut

(Reissner),

membentang sepanjang koklea dari lamina spiralis ke dinding


luar.
Duktus koklearis terbagi menjadi tiga ruangan yaitu skala
vestibularis, media, dan timpani. Scala vestibuli: dinding

11

dilapisi jaringan pengikat tipis dengan epitel selapis gepeng.


Scala media/ductus cochlearis dengan membrana vestibularis
Reissner. Scala tympani: dinding dilapisi jaringan pengikat
tipis dengan epitel selapis gepeng.
Stria vaskularis adalah epitel vascular yang terletak pada
dinding lateral duktus koklearis dan bertanggung jawab atas
komposisi ion di endolimfe. Organ korti mengandung sel
rambut, yang berespons terhadap berbagai frekuensi suara. Sel
rambut terdapat pada membrane basiliaris. Barisan streosilia
berbentuk w pada bagian luar dan berbentuk v atau linier pada
bagian dalam.Tidak terdapat kinosilium. Ujung streosilia
terbenam dalam membrane tektorial
c. Patofisiologi vertigo
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek;
yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil
(giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan
tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala
atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut
(pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo
berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada
sensasi berputar sehingga meng-ganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat
keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi
tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf
pusat.
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik

12

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang


berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus,
vestibulum

dan

proprioseptik,

atau

ketidak-seimbangan/asimetri

masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.


Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di
sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha
koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi
kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih
menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut
teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu;
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom.
Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang
akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi
timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom
sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul
jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim
parasimpatis mulai berperan
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan
terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mem-pengaruhi sistem saraf otonom
yang menyebabkan gejala vertigo.
6. Teori sinap

13

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau


peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi
CRF

(corticotropin releasing factor);

peningkatan kadar

CRF

selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya


mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim
saraf parasimpatik.
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,
berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi
aktivitas susunan saraf parasimpatis
Skema Klasifikasi vertigo

psikogeni
k

Sidromm
fobia
sentral
BPPH

patologik
vertigo
perifer

fisiologik

Infeksi Trauma
iskemi

Meniere

Infeksi Trauma
iskemi

3. Diagnosis Vertigo
a. Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh
keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan,
ketegangan. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai
profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada gangguan pendengaran yang
biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria
dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik

14

seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu
ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.

b. Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik
atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi
pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah
akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks
serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain
itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari
keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain
aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya,
lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat
dan terapi simtomatik yang sesuai.
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur
dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan
pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.
Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya
pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan
pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.

15

Gambar Uji Romberg


b. Tandem Gait
penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari
kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan
menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler
posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti
orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

16

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.

17

e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke
depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah
berbentuk bintang.
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di


sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri Dari
posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah garis
horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji
ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali
(fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung
lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (nonfatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas

18

ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air
dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas
ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus
tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif,
dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang
tuli, dan Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus,
okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi
menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan
pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging
(MRI).

19

4. Diagnosis banding vertigo


a. Penyebab perifer vertigo
-

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Benign

Paroxysmal

Positional

Vertigo

(BPPV)

perupakan

penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia ratarata 51 tahun. BPPV disebabkan olelh pergerakan otot dalam kanalis
semisirkularis pada talinga dalam. Hal ini terutama dapat mengenai
kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat
mengenai nalalis anterior dan horizontal. Otoli mengandung kristalkristal otoloit distimulasi oleh perubahan posis dan menimbulkan
menifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
BPPV biasanya idiopatik tapid apat juga diikuti trauma kepala,
infeksi kronik talinga, operasi dan neurtitis verstibular sebelumnya.
-

Menieres Disease
Menieres disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti
dengan keluhan pedengaran. Gangguan pedengaran. Gangguan
pendengaran berupa tinitus dan tuli sensoris pada fluktuasi yang
rendah, dan sensasi penuh pada talinga. Penyakit ini terjadi pada
sekitar 15% pada kasus vertigo otologi.

Neuritis vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh
infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis.
Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Di awal sakit,
pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan
vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk
merangsang mekanisme kompensasi sentral

5. Terapi Vertigo
a. Terapi Simptomatik
-

Antihistamin

20

Tidak semua obat antihistamin mempunyai

sifat anti vertigo.

Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperi obat demenhidrinat,


defenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kolinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai adalah
sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif. Beberapa antihistamin yang digunakan
adalah:
-

Betahistin
Senyawa betahistin (suatu analog histamin) bekerja pada reseptor

histamin di cochlea, labyrinth telinga bagian dalam dan batang otak dengan
meningkatkan aliran darah di tempat-tempat tersebut. Untuk pengobatan
simptomatik vertigo, penyakit minieres. Saluran cerna berupa mual,

dispepsia, dan spasma abdominal ringan. Pada Susunan saraf pusat


dapat menimpulkan sakit kepala, mengantuk dan pusing. Kulit reaksi
hipersensitif, ruam, gatal-gatal pada kulit.
-

Antagonis kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis

kalsium cinnarzine (stugeron) dan flunarizine (sibelium) sering


digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
bestibular mendandung banyak terowongan kalsium. Namun
antagonis lalsium sering mempunyai khsiat lain seperti kholinergik
dan antihistamin.
-

Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti

muntah). Namun tidak semua mempuyai sifat anti vertigo.


Khlopromazine dan proclorperazine sangat efektif utuk nuasa yang
diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap
vertigo.
-

Obat penenang minor

21

Dapat diberikan kepala penderita vertigo untuk mengurangi


kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.
Seperti obat diazepam.
-

Obat anti kolinergik


Obat anti kolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas

sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo. Misalnya obat


skopalamin.

22

6. diagram penanganan pasien dengan keluhan vertigo

Gejala utama rasa


berputar

Pengaruh
terhadap
perubahan
posisi

Menetap
atau
episodik

anamnesis

Riwayat gangguan
pedengaran

Faktor
pencetus

Gejala
penyerta:
mual, kepala
terasa ringan ,
Riwayat
menderita
penyakit lainnya
Riwayat
pengobatan

Riwayat penyakit
keluarga

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
neurologi

Vital sign

Pemeriksaan
mata; untuk
nistamus

Uji Romberg
tandem gait
Uji unterburger
past-pointing test
Tes dismetirtria
Fungsi vestibuler

Pemeriksaan
penunjang

Tes audiologi

Tes vestibular

Radiologi

Diferential
diagnosis
central

BPPV

Miniere
disease

perifer

Vestibular
neuritus

Vertebrobasilar
insufficiency

Tumor
intrakranial
23

DAFTER PUSTAKA
1. Andradi S. Aspek Neurologi dari Vertigo. Monograf. tanpa tahun,
2. Harahap TP, Syeban ZS. Vertigo ditinjau dari segi neurologik. Monograf, tanpa
tahun.
3. Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai vertigo. Dalam: Joesoef AA,
Kusumastuti K.(eds.). Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi Vertigo
Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii.
4. Makalah lengkap Simposium dan Pelatihan Neurotologi. 24 Juli 2001
5. Mengenal Pusing dalam Praktek Umum. Seri edukasi, Duphar, tanpa tahun.
6. Sedjawidada R. Patofisiologi Tinitus dan Vertigo. Dalam: Simposium Tinitus
dan Vertigo. Perhimpunan Ahli Telinga Hidung dan Tenggorok Indonesia
cabang DKI Jakarta, 14 Desember 1991.
7. Vertigo. Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Kelompok Studi Vertigo,
Perdossi,1999.

24

Anda mungkin juga menyukai