ILMU PENYAKIT
TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA LEHER
VERTIGO
KARANGANYAR
Oleh :
Sales Pousror G99141169
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
BOYOLALI
2015
1. Keluhan utama di bidang THT-KL
a. Telinga
Penurunan pendengaran
b. Hidung
Hidung tersumbat
c. Tenggorok
Nyeri tenggorok
Batuk
Suara serak
Amandel (tonsilitis)
d. Kepala-leher
Pusing berputar
Sesak
Benjolan di leher
Gangguan keseimbangan
Gambar
2.
Membran
Timpani
Bagian-bagiannya :
Bagian atas atau Pars Flaksid (membran shrapnell), terdiri dari 2 lapisan :
luar
bagian
yang
disebut
dengan
atik.
2) Telinga Tengah
Terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus (canalis
facialis) tulang temporal
Terdiri dari :
a) Tuba Eustachius
3) Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian
rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi
cairan perilimfe & labirin membranasea, yang terletak lebih dalam
dan memiliki cairan endolimfe.
b. Histologi Telinga
1) Telinga Luar
a) Aurikula
Suatu lempeng tulang rawan elastik yang kuning dengan
ketebalan 0,5 1 mm, diliputi oleh perikondrium yang banyak
mengandung serat-serat elastis.
Seluruh permukaannya diliputi kulit tipis dengan lapisan
subkutis yang sangat tipis (hipodermis) pada permukaan
anterolateral.
Ditemukan rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat,
yang umumnya kurang berkembang. Dalam lapisan subkutis dan
menempel pada perikondrium terdapat beberapa lembar otot
lurik.
b) Liang telinga luar (Meatus akustikus eksternus)
Membentang dari aurikula sampai membran timpani. Pada
potongan melintang, saluran ini bentuknya oval dan liang
telinganya tetap terbuka karena dindingnya kaku. Sepertiga
bagian luar mempunyai dinding tulang rawan elastis yang
meneruskan diri menjadi tulang rawan aurikula, dan duapertiga
bagian dalam berdinding tulang.
Saluran ini dilapisi kulit tipis tanpa jaringan subkutis.
Lapisan-lapisan demis yang lebih dalam bersatu dengan
perikondrium atau periosteum.
Pada
bagian
luar
banyak
ditemukan
rambut
yang
rongga
timpani
dengan
nasofaring,
yang
terdiri
dari
bagian-bagian
yang
saling
anterior,
sakulus
yang
bentuknya
hampir
sferis,
ini
bergabung
membentuk
duktus
10
terdapat
ligamentum
penebalan
spiralis.
periosteum
Membran
yang
vestibularis
disebut
(Reissner),
11
12
dan
proprioseptik,
atau
ketidak-seimbangan/asimetri
13
peningkatan kadar
CRF
psikogeni
k
Sidromm
fobia
sentral
BPPH
patologik
vertigo
perifer
fisiologik
Infeksi Trauma
iskemi
Meniere
Infeksi Trauma
iskemi
3. Diagnosis Vertigo
a. Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh
keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan,
ketegangan. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai
profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada gangguan pendengaran yang
biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria
dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik
14
seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu
ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.
b. Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik
atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi
pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah
akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks
serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain
itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari
keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain
aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya,
lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat
dan terapi simtomatik yang sesuai.
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur
dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan
pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.
Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya
pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan
pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.
15
16
17
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke
depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah
berbentuk bintang.
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
18
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air
dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas
ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus
tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif,
dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang
tuli, dan Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus,
okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi
menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan
pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging
(MRI).
19
Paroxysmal
Positional
Vertigo
(BPPV)
perupakan
penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia ratarata 51 tahun. BPPV disebabkan olelh pergerakan otot dalam kanalis
semisirkularis pada talinga dalam. Hal ini terutama dapat mengenai
kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat
mengenai nalalis anterior dan horizontal. Otoli mengandung kristalkristal otoloit distimulasi oleh perubahan posis dan menimbulkan
menifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
BPPV biasanya idiopatik tapid apat juga diikuti trauma kepala,
infeksi kronik talinga, operasi dan neurtitis verstibular sebelumnya.
-
Menieres Disease
Menieres disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti
dengan keluhan pedengaran. Gangguan pedengaran. Gangguan
pendengaran berupa tinitus dan tuli sensoris pada fluktuasi yang
rendah, dan sensasi penuh pada talinga. Penyakit ini terjadi pada
sekitar 15% pada kasus vertigo otologi.
Neuritis vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh
infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis.
Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Di awal sakit,
pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan
vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk
merangsang mekanisme kompensasi sentral
5. Terapi Vertigo
a. Terapi Simptomatik
-
Antihistamin
20
Betahistin
Senyawa betahistin (suatu analog histamin) bekerja pada reseptor
histamin di cochlea, labyrinth telinga bagian dalam dan batang otak dengan
meningkatkan aliran darah di tempat-tempat tersebut. Untuk pengobatan
simptomatik vertigo, penyakit minieres. Saluran cerna berupa mual,
Antagonis kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis
Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti
21
22
Pengaruh
terhadap
perubahan
posisi
Menetap
atau
episodik
anamnesis
Riwayat gangguan
pedengaran
Faktor
pencetus
Gejala
penyerta:
mual, kepala
terasa ringan ,
Riwayat
menderita
penyakit lainnya
Riwayat
pengobatan
Riwayat penyakit
keluarga
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
neurologi
Vital sign
Pemeriksaan
mata; untuk
nistamus
Uji Romberg
tandem gait
Uji unterburger
past-pointing test
Tes dismetirtria
Fungsi vestibuler
Pemeriksaan
penunjang
Tes audiologi
Tes vestibular
Radiologi
Diferential
diagnosis
central
BPPV
Miniere
disease
perifer
Vestibular
neuritus
Vertebrobasilar
insufficiency
Tumor
intrakranial
23
DAFTER PUSTAKA
1. Andradi S. Aspek Neurologi dari Vertigo. Monograf. tanpa tahun,
2. Harahap TP, Syeban ZS. Vertigo ditinjau dari segi neurologik. Monograf, tanpa
tahun.
3. Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai vertigo. Dalam: Joesoef AA,
Kusumastuti K.(eds.). Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi Vertigo
Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii.
4. Makalah lengkap Simposium dan Pelatihan Neurotologi. 24 Juli 2001
5. Mengenal Pusing dalam Praktek Umum. Seri edukasi, Duphar, tanpa tahun.
6. Sedjawidada R. Patofisiologi Tinitus dan Vertigo. Dalam: Simposium Tinitus
dan Vertigo. Perhimpunan Ahli Telinga Hidung dan Tenggorok Indonesia
cabang DKI Jakarta, 14 Desember 1991.
7. Vertigo. Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Kelompok Studi Vertigo,
Perdossi,1999.
24