NPM : 1102014173
Tetapi ada vena jantung yang langsung bermuara ke atrium dextra, yaitu:
1
2
Arteri Besar
Arteri Sedang
Pembuluh ini mempunyai lumen bulat atau lonjong. Tunika intima selapis sel endotel dan
lapisan subendotel yang mengandung serat kolagen, serat elastin halus dan beberapa fibroblas.
Tunika elastika interna sangat jelas berupa jalinan padat serat elastin yang bergelombang
mengelilingi lumen. Tunika media tebal terdiri atas 40 lapisan sel otot polos yang tersusun
melingkar dengan serat elastn, kolagen, retikulin, dan sedikit fibroblast di antaranya. Tunika
elastika eksterna jelas. Tunika adventitia sering setebal tunika media, terdiri atas jaringan ikat
longgar yang mengandung serat kolagen dan elastin yang hampir seluruhnya tersusun
memanjang. Dijumpai adanya vasa vasorum berupa pembuluh darah yang kecil.
Arteri kecil/ Arteriol
Arteri kecil
1.
2.
3.
4.
Metarteriol
Yaitu arteri pra kapiler berupa peralihan antara arteri dan kapiler, mempunyai lumen lebih lebar
daripada kapiler dan serat otot polosnya tersebar di sana sini pada dindingnya.
Peralihan antara kapiler dan vena yaitu vena pasca kapiler, lumen lebih lebar daripada kapiler,
dindingnya selapis sel endotel dengan membran basal dan dibungkus oleh jaringan ikat tipis
yang mengandung perisit lebih banyak daripada yang terdapat pada kapiler.
Kapiler
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perisit
1.
2.
3.
4.
sel mesenkimal dengan cabang sitoplasma panjang yang memeluk sebagian sel endotel
sek perivaskuler ini juga berfungsi sebagai kontraktil
ada cedera, berproliferasi, berdiferensiasi membentuk pembuluh darah baru
inti menghadap ke luar lumen
Venula
Lumen pembuluh ini biasanya tidak bundar, tetapi lonjong mengarah gepeng, dan lebih
besar dari arteriol yang setaraf. Tunika intimanya terdiri atas selapis sel endotel. Tidak ada tunika
elastika interna.
Tunika media terdiri dari beberapa lapis sel otot polos yang tersusun melingkar dengan serat
serat elastin dan kolagen di antaranya. Tidak terdapat tunika elastika eksterna. Tunika adventitia
lebih tebal dibandingkan keseluruhan dindingnya yang tipis
Vena sedang
Pembuluh ini mempunyai dinding tipis dari arteri yang setaraf. Lumennya lebih lebar dan
mirip ban kempis. Lapisan tunika intima yang tipis terdiri dari selapis sel endotel dan lapisan
subendotel tidak jelas. Tunika elastika interna membentuk lapisan yang tidak kontinu.
Tunika media terdiri atas berkas kecil sel otot polos yang tersusun melingkar, dipisahkan oleh
serat kolagen dan jalinan halus serat elastin. Tidak ada tunika elastika eksterna.
Tunika adventitia sangat berkembang dan membentuk sebagian besar dindingnya, terdiri atas
jaringan ikat longgar dengan berkas serat kolagen yang tersusun memanjang. Dijumpai adanya
vasa vasorum, juga pada lapisan yang lebih dalam.
Vena besar
Tunika intima terdiri dari lapisan endotel dengan lamina basal, dengan sedikit jaringan
penyambung subendotel dan otot polos. Batas tunika intima dan tunika media tidak jelas.
Tunika media relatif tipis dan mengandung otot polos, serat kolagen, dan fibroblas. Sel otot
jantung meluas dalam tunika media vena besar.
Tunika adventitia terdiri dari otot polos dengan serat kolagen, serat elastin, dan fibroblast.
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga
diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan
stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi,
yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti
metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri
koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya
menderita angina stabil yang kronik.
SKA jenis ini antara lain karena :
a) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosiso
Berkurangnya aliran darah koroner.
b) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyakterjadi tumpang
tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebihdari satu penyebab dan saling terkait.
Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dibagi dua yaitu faktor resiko yang dapat
dimodifikasi dan factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain:
1. Hipertensi
2. Diabetes
3. Hiperkolesterolemia
4. Merokok
5. Kurang latihan
6. Diet dengan kadar lemak tinggi
7. Obesitas
8. Stress
Non ST elevasi
Miocard Infark
ST elevasi Miocard
Infark
Temuan EKG
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang
Q
Enzim Jantung
Tidak meningkat
Depresi segmen ST
Inversi gelombang T
Meningkat minimal 2
kali nilai batas atas
normal
Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q
Meningkat minimal 2
kali nilai batas atas
normal
pemberian nitrat.
Perlu opium untuk
menghilangkan nyeri.
Inversi gelombang T
Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993) adalah:
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b. Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam (Hill, 2000).
Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner merupakan suatu manifestasi
khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada percabangan arteri
yang ke arah atrium kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri circumflexa.
Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara
yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral
berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan
nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen
yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran
darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan
obstruksi permanen (miocard infarct) (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes,
1993).
Tromboembolisme:
Plak aterosklerotik yang membesar dapat pecah melalui lapisan endotel yang
melemah yang menutupinya sehingga darah terpajan ke jaringan ikat kaya kolagen pada
plak. Ketika trombosit berkontak dengan kolagen di tempat cedera pembuluh, trombosit
melekat dan membantu pembentukan bekuan darah. Sel busa juga menghasilkan zat
pendorong pem-bentukan bekuan. Bekuan abnormal yang melekat ke dinding pembuluh
darah disebut thrombus. Thrombus dapat membesar hingga menutup total pembuluh di
tempat tersebut, atau aliran darah yang melewati thrombus tersebut dapat menyebabkan
thrombus terlepas. Sewaktu mengalir ke pembuluh yang lebih kecil, bekuan darah yang
mengapung bebas atau embolus, dapat menyumbat total pembuluh yang lebih kecil.
Serangan jantung:
Ketika suatu pembuluh koronaria tersumbat total maka jaringan jantung yang
dilayani oleh pembuluh tersebut segera mati akibat kekurangan O2 dan terjadi serangan
jantung. Kecuali jika daerah tersebut dapat dipasok oleh darah dari pembuluh sekitar
(Sherwood, 2011).
Penyakit jantung koroner pada pria berbeda dengan penyakit jantung pada wanita.
Sebagai contoh seorang pria akan merasakan nyeri pada bagian dada, sedangkan pada
wanita akan sering merasakan lebih cepat lelah dan lemah. Pria yang sedang berusia 40
tahun ke atas memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner dibandingkan
dingan wanita. Berikut ini gejala yang umum terjadi pada penyakit jantung koroner :
a. Perasaan nyeri yang terdapat pada dada seakan-akan ada sesuatu yang mengganjal di
dalam dada dan meremas-remas atau disebut dengan angina.
b. Perasaan terbakar pada bagian dada
c. Sesak nafas
d. Sesak di bagian dada
e. Perasaan mual
f. Sering pusing
g. Mati rasa pada bagian dada
h. Detak jantung tidak teratur dan sering kali cepat.
i. Jika sesorang mengalami angina, gejala di atas akan sering muncul di saat melakukan
aktifitas fisik seperti olahraga. Karena tubuh pada saat itu memerlukan banyak pasokan
darah dan jantung pun menuntut arteri untuk memasok lebih banyak darah, namun karena
plak atau timbunan kolesterol di dalam arteri dan pembuluh darah yang menyempit maka
jantung tidak dapat memompa darah dengan banyak. Jika hal tersebut tidak segera
ditangani akan membuat pembekuan darah di dalam arteri sehingga menjadi serangan
jantung (Alwi, 2009).
Jantung
Tegang tidak enak
Tertekan
Berat
Mengencangkan
Nyeri/pegal
Menekan
Non Jantung
Tajam
Seperti pisau
Ditusuk
Dijahit
Ditimbulkan tekanan
Terus-menerus seharian
b. LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 >
LD1
c. Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
5. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Cardiac Marker
cTn T
cTn I
CKMB
CK
Mioglobin
LDH
Meningkat
3 jam
3 jam
3 jam
3-8 jam
1-2 jam
24-48 jam
Puncak
12-48 jam
24 jam
10-24 jam
10-36 jam
4-8 jam
3-6 hari
Normal
5-14 hari
5-10 hari
2-4 hari
3-4 hari
24 jam
8-14 hari
APTS
<15 menit
Normal/iskemik
Normal
NSTEMI
>15 menit
iskemik
meningkat
STEMI
>15 menit
Evolusi
meningkat
Diagnosis banding
a. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus
peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.
b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada,
sindrom wolf-Parkinson-White.
c. Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri
otot dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.
Diagnosis banding nyeri pada STEMI antara lain pericarditis akut, emboli paru, diseksi
aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu
ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes mellitus
usia lanjut (Alwi, 2009).
LO 2.8 : Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut
Prinsip umum :
a. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik untuk menyelamatkan otot
jantung dari infark miokard.
b. Membatasi luasnya infark miokard
c. Mempertahankan fungsi jantung
d. Memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
e. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina
f. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
1. Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan.
b. Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
c. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat memperbaiki kekurangan
oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi.
Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 23 liter/ menit
secara kanul hidung.
d. Nitrogliserin (NTG): Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50
kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 0,6 mg ), atau
aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan
dengan drip intravena 510 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah
sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman
oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban
awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner
besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet.
e. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta
nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load
menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 4 mg
intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg
intravena atau tramadol 25-50 mg iv.
f. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase 1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal
tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang dianjurkan
ialah 160325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet.
Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah.
g. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat
agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas
darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor
platelet. sehingga menurunkan kejadian iskemi. Namun, perlu diamati efek samping
netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi
purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap
pada minggu II III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih
rendah komplikasi gastro-intestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak
terlepas dari risiko perdarahan.
2. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam pengawasan
ketat di ICU.
a. Trombolitik
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat trombolitik bermanfaat.
Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan strptokinase atau tissue Plasminogen
Activator (t-PA) telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark,
menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri.
Indikasi : Umur < 70 tahun,. Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak
hilang dengan pemberian nitrat. Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada
2 sadapan EKG.
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu streptokinase, urokinase,
aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolated
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Pengobatan penyakit jantung koroner meliputi perubahan gaya hidup, obat-obatan dan
prosedur khusus.
Perubahan gaya hidup :
Diet sehat, mencegah atu menurunkan tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan
mempertahankan berat badan sehat.
Berhenti merokok
Olah raga
Kurangi berat badan bila overweigh atau obesitas
Kurangi stress
Obat :
Beberapa obat mengurangi beban kerja jantung dan menyembuhkan keluhan penyakit
jantung koroner. Obat lain mengurangi resiko serangan jantung atau kematian mendadak.
Obat penurun kolesterol
Anti koagulan
Aspirin membantu mencegah terbentuk clot di dalam arteri
Penyekat ACE
Penyekat BETA
Penyekat kalsium
Nitrogliserin
Nitrat
Obat Trombolitik
Prosedur khusus :
a. Angioplasti : prosedur ini membuka arteri koroner yang tertutup atau menyempit.
Prosedur ini meningktkan aliran darah ke otot jantung , menyembuhkan sakit dada, dan
mencegah serangan jantung.
b. Coronary arteri By pass surgery / operasi bypass : prosedur ini menggunakan arteri atau
vena dari bagian tubuh lain untuk melewati/bypass arteri koroner yang menyempit.
Prosedur ini menyembuhkan sakit dada dan mencegah serangan jantung
c. Latihan / exercise
LO 2.9 : Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Sindrom Koroner Akut
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular
yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang
terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark
pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Gagal Jantung:
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic
tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis
penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir
atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Pada penyakit jantung koroner, arteri pemasok darah ke jantung menyempit atau
tersumbat. Seseorang mengalami serangan jantung ketika aliran darah ke daerah jantung
tersumbat seluruhnya. Otot jantung menderita kerusakan ketika asupan darah berkurang
atau tersumbat. Jika kerusakan mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa
darah, gagal jantung terjadi. Beberapa serangan jantung terjadi tanpa disadari.
Kardiomiopati mungkin disebabkan oleh penyakit arteri jantung dan berbagai masalah
jantung lainnya. Kadang kala, penyebabnya tidak ditemukan, hal ini dikenal dengan
kardiomiopati idiopatik. Kardiomiopati dapat melemahkan otot jantung, menyebabkan
gagal jantung.
Tekanan darah tinggi merupakan penyebab umum gagal jantung lainnya. Tekanan darah
tinggi membuat jantung bekerja berat untuk memompa darh. Beberapa saat kemudian,
jantung tidak dapat menyesuaikan dan gejala gagal jantung timbul. Kerusakan katup
jantung, penyakit jantung keturunan, alkoholisme, dan penggunaan obat sembarangan
menyebabkan kerusakan jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan
tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik
ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel, dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam
24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik : Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel (Alwi, 2009).
Definisi
Mortalitas (%)
I
II
III
IV
6
17
30-40
60-80
Semua penderita penyakit jantung koroner berisiko tinggi untuk mendapatkan serangan
jantung. Prognosis penyakit jantung koroner tergantung pada kendali semua faktor risiko
utama dan faktor risiko tinggi, seperti kadar kolesterol tinggi, hipertensi, rokok, diabetes
melitus termasuk juga kegemukan. Kendali faktor risiko yang dapat dikendalikan lainnya
seperti kebiasan tidak aktif dan stres. Bila kendali semua hal diatas buruk maka prognosis
penyakit jantung koroner akan buruk, keluhan nyeri dada akan menjadi lebih sering
seiring dengan semakin tebalnya plak stabil di dinding pembuluh darah koroner, risiko
timbulnya serangan jantung menjadi meningkat.
Pada penderita paska angioplasti atau operasi pintas koroner, tanpa kendali faktor risiko
maka sumbatan koroner dapat terbentuk kembali (Alwi, 2009).
a. Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui serabut syaraf
khusus yang ada pada jantung.
b. Listrik tersebut dibentuk oleh Nodus Sinuatria sebagai sumber primer dan nodus atrioventrikular sebagai cadangan listrik sekunder. tetapi listrik jantung ini dapat pula
dibentuk oleh bagian lain dari jantung.
c. Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus SA di atrium sedangkan
kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik di ventrikel. sedangkan PR interval terbentuk
ketika aliran listrik tersebut melewati bundle His. gelombang T terbentuk ketika terjadi
repolarisasi jantung.
d. Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu jantung.
e. Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang yang berbeda. Maka
untuk mengatahui letak kelainan, perlu diperhatikan lead mana yang mengalami kelainan
dan dari sudut pandang mana lead tersebut melihat jantung. lead dada melihat jantung
dari sudut pandang horizontal, hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah ini:
Sadapan dada
V1, V2
V3, V4
V5, V6
Sudut pandang
Lateral kanan jantung
Septum
Lateral kiri jantung
Lead ekstremitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
Sebagai contoh: lead II melihat/mengintip jantung dari sudut pandang apex jantung.
a. Setiap aliran listrik tersebut menuju ke arah sudut pandang tempat melihat EKG, maka
pada lead tersebut harus positif. Sebagai contoh adalah lead II yang melihat jantung dari
sudut pandang di sekitar apex. Maka normalnya lead ini harus positif.
b. Karena otot jantung kiri lebih besar dari otot jantung kanan, maka yang terekam dominan
pada EKG adalah bagian jantung kiri.
Contoh: Irama sinus,reguler, HR:93 x/menit, Axis ke kiri, Gelombang P normal, PR interval
< 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change (-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1 <
1.
Kesan: Normal EKG
1. Lihat apakah EKG tersebut berirama sinus atau tidak. Irama sinus memiliki ciri sebagai
berikut:
a. Berasal dari SA node.
b. Karena adanya gel P tapi belum tentu berasal dari SA node. Jadi anda harus
bandingkan di dalam satu lead harus mempunyai bentuk gel P yang sama.
c. Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek QRS dan satu
gelombang T.
2. Lihat irama yang terbentuk. Apakah reguler atau aritmia/disritmia. Caranya adalah
memper-hatikan gelombang R. Jarak antar gelombang R atau R-R harus sama. Atau jarak
gelombang P/P-P harus sama untuk sebuah EKG yang normal.
3. Lihat HR.
4. Lihat Axis.
5. Lihat gelombang P, adakah kelainan dari gelombang P. Lihat pula bentuknya apakah P
mitral atau P pulmonal.
6. Hitung PR interval. Normalnya PR interval bernilai kurang dari 0,2 second. Jika PR
interval memanjang curiga sebagai suatu block jantung.
7. Hitung dan lihat bentuk QRS kompleks. Adanya kelainan kompleks QRS menunjukkan
adanya kelainan pada ventrikel (bisa suatu block saraf jantung atau kelainan lainnya)
karena komplek ini dibentuk oleh aliran listrik jantung di daerah ventrikel.
8. Lihat apakah ada perubahan pada segmen ST dan gelombang T.
9. Hitung jumlah kotak R di V5 atau V6 kemudian tambahkan dengan jumlah kotak S yang
ada di V1. Normalnya akan bernilai dibawah 35. Jika > 35 maka bisa dianggap suatu
LVH. Hati-hati, terkadang voltase tidak mencapai 10mV. Maka harus dikonversi dulu ke
10 mV (contoh: pada EKG tertulis 5 mV maka, untuk menjadi 10 mV, kotak tersebut
harus dikalikan 2).
10. Hitung jumlah kotak gelombang R di V5 atau V6 kemudian dibagi dengan jumlah kotak
S di V5 atau V6 tersebut. (untuk yang ini tidak diperlukan konversi). Normalnya kurang
dari 1. Jika lebih, maka dicurigai suatu RVH.
Beberapa kejadian khusus yang perlu diketahui yaitu:
a. Gelombang P, normalnya:
i.
Tinggi tidak lebih dari 3 kotak kecil
ii.
Lebar tidak lebih dari 3 kotak kecil
iii.
Positif kecuali di aVR
iv. Gelombang simetris
Kelainan Gelombang P:
i.
ii.
b. PR interval normalnya 0,12-0,2 second. Jika memanjang berarti ada block jantung karena
interval ini terbentuk saat aliran listrik jantung melewati berkas HIS.
c. Gelombang Q, normal:
1) Lebar kurang dari 0,04 second.
2) Tinggi < 0,1 second
Patologis:
1) Panjang gelombang Q > 1/3 R
2) Ada QS pattern dengan gelombang R tidak ada.
Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old Miocard infark (OMI). Bila
gelombang ini belum ada (tetapi sudah ada ST depresi) berarti iskemik belum lama
terjadi (< 12 jam), masih ada kemungkinan diselamtkan.
d. Kompleks QRS:
1) Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau terjadi blok cabang berkas
2) Normal R/S =1 di lead V3 dan V4
3) Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru kronik. Artinya
gelombang QRS menjadi berbalik. Yang tadinya harus positif di V5 + V6 dan
negatif di V1 dan V2 maka sekarang terjadi sebaliknya.
e. Segmen ST, normalnya:
1) Isoelektrik
2) Di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun 0,05 kotak kecil.
Patologis:
1) Elevasi: AMI atau pericarditis
2) Depresi: Iskemia atau terjadi setelah pemakaian digoksin
f. Gelombang T
Normal sama dengan gelombang P. Dapat positif di lead I, II, V3-V6 dan negatif di VR
Patologis:
1) Runcing: Hiperkalemia
2) Tinggi lebih dari 2/3 R dan datar: Hipokalemia
3) Inversi: bisa normal (di lead III, VR, V1, V2 dan V3 (pada orang kulit hitam) atau
iskemia, infark, RVH dan LVH, emboli paru, Sindrom WPW, dan Block cabang
berkas.
g. Blok jantung:
1. Derajat 1: satu gel P: satu Kompleks QRS interval PR > 0,2 Second.
2. Derajat 2:
a. Weckenbach: PR interval awalnya noramal dan makin lama makin panjang lalu
tidak ada gelombang P, kemudian siklus berlanjut lagi.
b. Mobitz 2: P timbul kadang-kadang
c. Derajat 3 (total): QRS lebar, Frekuensi QRS < 50 kali/menit. P dan QRS tidak
berhubungan.
d. RBBB: QRS > 0,12 second, pola RSR. R dominan di V1.
e. LBBB: QRS > 0,12 second, Pola M di lead V6
f. Bifascular: Hemiblok anterior kiri (Axis kiri dengan S dalam pada sadapan II dan
III) ditambah RBBB
Terkadang ketika merekam EKG terlihat gambaran gelombang P yang tidak jelas. Untuk
membedakan ini dengan Fibrilasi Atrium dapat dilihat iramanya. Pada fibrilasi atrium
irama sangat tidak teratur. Dan berbeda dengan Atrial Flutter atau atrial takikardi, pada
Atrial Fibrilasi dijumpai garis dasar yang rata (Nopriansyah, 2012).
Beberapa gambaran di bawah ini sangat khas pada kelainan irama. Contohnya adalah sebagai
berikut:
a. Ventrikular takikardi
b. ventricular ekstrasistole
Atrial flutter
http://www.emedu.org/ecg/af.htm
Daftar Pustaka
Alwi, I. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing. Hal. 1743.
Andra. Sindrom Koroner Akut:Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?. Majalah Farmacia
Edisi Agustus 2006 , Halaman: 54
Faiz, O dan David Moffat. 2002. At a Glace Anatomi. Jakarta: Erlangga. Hal.19
Harun, S dan Idrus Alwi. 2009. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. Hal. 1757.
Hill, MG. Harrisons Prinsiples of Internal Medicine, 17th ed. Philadelphia, 2000, 138797.
Keluarga Jantung. (23 Agustus 2012). Available at http://familiamedika.net/group-keluargajantung/prognosis-penyakit-jantung-koroner.html#.UqseIluuan1
Nopriansyah, H. (16 April 2012). Baca EKG (Elektrokardiograf) Tingkat Dasar. Available at
http://forensik093.blogspot.com/2012/04/v-behaviorurldefaultvmlo_16.html
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal 359-360.
Soerianata, S dan William Sanjaya. (2004). Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut dengan
Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143.
Trisnohadi, HB. 2009. Angina Pektoris Tak Stabil. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing. Hal. 1729.