Anda di halaman 1dari 26

Nama : Mutammima Rizqiyani

NPM : 1102014173

PBL SKENARIO 2 BLOK KARDIOVASKULAR


NYERI DADA SAAT MENONTON PERTANDINGAN BOLA

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Vaskularisasi Jantung


LO 1.1 : Memahami dan Menjelaskan Makroskopik Vaskular
Pada permukaan jantung terdapat tiga buah alur ( sulcus ) :
1. Sulcus coronarius : melingkari seluruh permukaan luar jantung, membagi jantung atas
dua bagian atrium dan ventricel. Pada alur tersebut dapat berjalan alat alat sebagai
berikut: A. Coronaria sinistra dan dextra, sinus coronarius, vena cordis parva.
2. Sulcus interventricularis anterior : pada alur ini berjalan A. Interventricularis anterior
dikenal dengan rami descendens anterior, cabang dari A. Coronaria sinistra dan vena
cordis magna. Sulcus ini memisahkan ventricel dextra dan sinistra.
3. Sulcus interventricular posterior: pada alur ini berjalan A. Interventricularis posterior
dikenal dengan rami descendens posterior cabang dari A. Coronaria dextra dan vena
cordis media.
Setelah keluar dari bagian pangkal ventrikel kiri katup aorta mempercabangkan 2 pembuluh
darah untuk memperdarahi otot jantung
1. Aorta coronaria dextra
Memiliki cabang arteria marginalis dan arteria ventrikularis posterior . aorta coronaria
tersebut memperdarahi miokardium, epikardium, Atrium kanan, & SA node .
2. Arteria coronaria sinistra
Memiliki cabang arteri interventrikularis anterior dan arteri cirkumflexus . arteri
interventrikularis anterior memperdarahi bagian depan dan samping ventrikel kiri
sedangkan arteri cirkumflexus memperdarahi bagian belakang bawah ventrikel kiri.
Sistem vena pada jantung :
Sinus Coronarius : tempat muara dari vena vena jantung, yaitu:
1
2
3
4

vena cordis magna


vena cordis parva
vena cordis media
vena cordis obliq

Tetapi ada vena jantung yang langsung bermuara ke atrium dextra, yaitu:
1
2

vena cordis anterior


vena cordis minima ( THEBESI )
LO 1.2 : Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Vaskular

Arteri Besar

Dindingnya terdiri dari lapisan lapisan :


A. Tunika intima
1. lapisan endotel
2. subendotel mengandung serat elastin, kolagen, dan fibroblas.
3. membrana elastika interna: tidak begitu jelas
4. endotelium: merupakan epitel selapis gepeng yang berfungsi mengontrol aliran substansi
darah yang melewati lumen
5. sel sel endotel dihubungkan oleh tight junction dan gap junction
B. Tunika media
1. lapisan paling tebal
2. serat elastin dalam bentuk lamel diantara lapisan otot
3. serat kolagen
4. tidak terdapat tunika elastika eksterna
C. Tunika adventitia
1. lapisan relatif tipis
2. dijumpai vasa vasorum dan persarafan vaskuler

Arteri Sedang

Pembuluh ini mempunyai lumen bulat atau lonjong. Tunika intima selapis sel endotel dan
lapisan subendotel yang mengandung serat kolagen, serat elastin halus dan beberapa fibroblas.
Tunika elastika interna sangat jelas berupa jalinan padat serat elastin yang bergelombang
mengelilingi lumen. Tunika media tebal terdiri atas 40 lapisan sel otot polos yang tersusun
melingkar dengan serat elastn, kolagen, retikulin, dan sedikit fibroblast di antaranya. Tunika
elastika eksterna jelas. Tunika adventitia sering setebal tunika media, terdiri atas jaringan ikat
longgar yang mengandung serat kolagen dan elastin yang hampir seluruhnya tersusun
memanjang. Dijumpai adanya vasa vasorum berupa pembuluh darah yang kecil.
Arteri kecil/ Arteriol

Arteri kecil
1.
2.
3.
4.

tunika intima; tipis


tunika media: relati tebal, mempunyai otot polos 8 lapis
tunika adventitia: tipis
tidak mempunyai lamina elastika interna

Metarteriol

Yaitu arteri pra kapiler berupa peralihan antara arteri dan kapiler, mempunyai lumen lebih lebar
daripada kapiler dan serat otot polosnya tersebar di sana sini pada dindingnya.
Peralihan antara kapiler dan vena yaitu vena pasca kapiler, lumen lebih lebar daripada kapiler,
dindingnya selapis sel endotel dengan membran basal dan dibungkus oleh jaringan ikat tipis
yang mengandung perisit lebih banyak daripada yang terdapat pada kapiler.
Kapiler
1.
2.
3.
4.
5.
6.

menghubungkan arteri dan vena


pembuluh darah paling kecil
dindingnya hanya terdiri dari 1 lapis
sel endotel hanya dilalui 1 sel darah merah
sel endotel dihubungkan oleh tight junction
jaringan pembuluh darah bentuk kapiler yang mengalirkan cairan yang mengandung gas,
metabolit, hasil limbah
7. tempat terjadinya proses pertukaran gas dan metabolit

Perisit
1.
2.
3.
4.

sel mesenkimal dengan cabang sitoplasma panjang yang memeluk sebagian sel endotel
sek perivaskuler ini juga berfungsi sebagai kontraktil
ada cedera, berproliferasi, berdiferensiasi membentuk pembuluh darah baru
inti menghadap ke luar lumen

Venula
Lumen pembuluh ini biasanya tidak bundar, tetapi lonjong mengarah gepeng, dan lebih
besar dari arteriol yang setaraf. Tunika intimanya terdiri atas selapis sel endotel. Tidak ada tunika
elastika interna.
Tunika media terdiri dari beberapa lapis sel otot polos yang tersusun melingkar dengan serat
serat elastin dan kolagen di antaranya. Tidak terdapat tunika elastika eksterna. Tunika adventitia
lebih tebal dibandingkan keseluruhan dindingnya yang tipis

Vena sedang
Pembuluh ini mempunyai dinding tipis dari arteri yang setaraf. Lumennya lebih lebar dan
mirip ban kempis. Lapisan tunika intima yang tipis terdiri dari selapis sel endotel dan lapisan
subendotel tidak jelas. Tunika elastika interna membentuk lapisan yang tidak kontinu.
Tunika media terdiri atas berkas kecil sel otot polos yang tersusun melingkar, dipisahkan oleh
serat kolagen dan jalinan halus serat elastin. Tidak ada tunika elastika eksterna.
Tunika adventitia sangat berkembang dan membentuk sebagian besar dindingnya, terdiri atas
jaringan ikat longgar dengan berkas serat kolagen yang tersusun memanjang. Dijumpai adanya
vasa vasorum, juga pada lapisan yang lebih dalam.

Vena besar
Tunika intima terdiri dari lapisan endotel dengan lamina basal, dengan sedikit jaringan
penyambung subendotel dan otot polos. Batas tunika intima dan tunika media tidak jelas.
Tunika media relatif tipis dan mengandung otot polos, serat kolagen, dan fibroblas. Sel otot
jantung meluas dalam tunika media vena besar.
Tunika adventitia terdiri dari otot polos dengan serat kolagen, serat elastin, dan fibroblast.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Sindroma Coroner Akut


LO 2.1 : Memahami dan Menjelaskan Defisini Sindrom Koroner Akut
Sindrom Koroner Akut (SKA) tersebut merupakan suatu sindrom yang terdiri dari
bebe-rapa penyakit koroner yaitu angina tak stabil (unstable angina), infark miokard nonelevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau
pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Ditandai dengan manifestasi klinis rasa tidak
enak di dada atau gejala lain sebagai akibat dari iskemia miokardium (Hill, 2000).
LO 2.2 : Memahami dan Menjelaskan Etiologi Sindrom Koroner Akut
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri
koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang rupture dan
biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit
beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal,
merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik

Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga
diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan
stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi,
yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti
metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri
koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya
menderita angina stabil yang kronik.
SKA jenis ini antara lain karena :
a) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosiso
Berkurangnya aliran darah koroner.
b) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyakterjadi tumpang
tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebihdari satu penyebab dan saling terkait.
Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dibagi dua yaitu faktor resiko yang dapat
dimodifikasi dan factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain:
1. Hipertensi
2. Diabetes
3. Hiperkolesterolemia
4. Merokok
5. Kurang latihan
6. Diet dengan kadar lemak tinggi
7. Obesitas
8. Stress

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:


1. Riwayat PJK dalam keluarga
2. Usia di atas 45 tahun
3. Jenis kelamin laki-laki > perempuan
4. Etnis tertentu lebih besar resiko terkena PJK (Andra, 2006).
LO 2.3 : Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Sindrom Koroner Akut
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang
yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya
lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan
dengan wanita setelah umur 65 tahun.46 Penyakit jantung koroner juga merupakan
penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama
(16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali
didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan
persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di
Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri7 diempat rumah sakit (RS)
selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan
ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus
menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka
kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.7 (Hill, 2000).
LO 2.4 : Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Sindrom Koroner Akut
Berdasarkan Jenisnya, Sindroma Koroner Akut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Jenis
Angina Pectoris
Tidak Stabil (APTS)

Non ST elevasi
Miocard Infark

ST elevasi Miocard
Infark

Penjelasan nyeri dada


Angina pada waktu
istirahat/ aktivitas
ringan, Crescendo
angina, Hilang
dengan nitrat.
Lebih berat dan lama
(> 30 menit), Tidak
hilang dengan
pemberian nitrat.
Perlu opium untuk
menghilangkan nyeri.
Lebih berat dan lama
(> 30 menit), Tidak
hilang dengan

Temuan EKG
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang
Q

Enzim Jantung
Tidak meningkat

Depresi segmen ST
Inversi gelombang T

Meningkat minimal 2
kali nilai batas atas
normal

Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q

Meningkat minimal 2
kali nilai batas atas
normal

pemberian nitrat.
Perlu opium untuk
menghilangkan nyeri.

Inversi gelombang T

Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993) adalah:
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b. Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam (Hill, 2000).
Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner merupakan suatu manifestasi
khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada percabangan arteri
yang ke arah atrium kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri circumflexa.
Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara
yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral
berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan
nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen
yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran
darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan
obstruksi permanen (miocard infarct) (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes,
1993).

LO 2.5 : Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Sindrom Koroner Akut


Terjadinya aterosklerosis: tahap awal adalah akumulasi LDL yang berikatan
dengan suatu protein pembawa di bawah endotel. Karena LDL semakin menumpuk di
sana, terjadilah oksidasi LDL terutama oleh zat-zat sisa oksidatif yang dihasilkan oleh sel
pembuluh darah. Sebagai respon terhadap keberadaan LDL teroksidasi dan/ atau iritan
lain, sel-sel endotel menghasilkan bahan kimia yang menarik monosit, sehingga terjadi
peradangan local. Sete-lah meninggalkan darah dan masuk ke dinding pembuluh, monosit
menetap permanen, membesar, dan menjadi sel fagositik besar yang dinamai makrofag.
Makrofag lalu mem-fagosit LDL teroksidasi sampai sel ini dipenuhi oleh butir-butir
lemak, disebut juga sel busa. Sel busa ini menumpuk di bawah dinding pembuluh darah,
ini adalah bentuk paling dini ateroskelrosis.
Penyakit berkembang sewaktu sel-sel otot polos dalam dinding pembuluh darah
bermig-rasi dari lapisan otot pembuluh darah ke tepat di bawah endotel dan menutupi
akumulasi lemak tersebut. Migrasi ini dipicu oleh bahan-bahan kimia yang dibebaskan di
tempat pe-radangan. Di lokasinya yang baru, sel-sel otot polos terus membelah diri dan
membesar, membentuk atheroma, yaitu tumor jinak sel otot polos dalam dinding
pembuluh darah.

Seiring dengan perkembangannya, plak secara progresif menonjol ke dalam


lumen pem-buluh. Plak yang menonjol mempersempit lubang yang dapat dilalui oleh
darah. LDL ter-oksidasi menghambat pelepasan nitrat oksida dari sel endotel yang
penting untuk dilatasi. Plak yang menebal juga menghambat pertukaran nutrient bagi selsel yang terletak dalam dinding arteri yang terkena sehingga terjadi degenerasi dinding di
sekitar plak. Daerah yang rusak kemudian disebuk oleh fibroblast, yang membentuk
lapisan jaringan ikat menutupi plak. Ca juga sering mengenap di plak sehingga pembuluh
yang terkena menjadi keras.
Angina pectoris:
Pembesaran plak secara bertahap terus mempersempit lumen dan secara progresif
mengu-rangi aliran darah koronaria, memicu serangan iskemia miokardium yang
menyebabkan nyeri. Nyeri jantung ini dikenal dengan angina pectoris. Nyeri diperkirakan
terjadi akibat stimulasi ujung-ujung saraf jantung oleh akumulasi asam laktat ketika
jantung melakukan metabolism anaerob yang terbatas.
Stable angina terjadi saat ada peningkatan kebutuhan jantung. Plak pada arteri
coroner stabil. Unstable angina berhubungan dengan serangan jantung.

Tromboembolisme:
Plak aterosklerotik yang membesar dapat pecah melalui lapisan endotel yang
melemah yang menutupinya sehingga darah terpajan ke jaringan ikat kaya kolagen pada
plak. Ketika trombosit berkontak dengan kolagen di tempat cedera pembuluh, trombosit
melekat dan membantu pembentukan bekuan darah. Sel busa juga menghasilkan zat
pendorong pem-bentukan bekuan. Bekuan abnormal yang melekat ke dinding pembuluh
darah disebut thrombus. Thrombus dapat membesar hingga menutup total pembuluh di
tempat tersebut, atau aliran darah yang melewati thrombus tersebut dapat menyebabkan
thrombus terlepas. Sewaktu mengalir ke pembuluh yang lebih kecil, bekuan darah yang
mengapung bebas atau embolus, dapat menyumbat total pembuluh yang lebih kecil.
Serangan jantung:
Ketika suatu pembuluh koronaria tersumbat total maka jaringan jantung yang
dilayani oleh pembuluh tersebut segera mati akibat kekurangan O2 dan terjadi serangan
jantung. Kecuali jika daerah tersebut dapat dipasok oleh darah dari pembuluh sekitar
(Sherwood, 2011).

LO 2.6 : Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinik Sindrom Koroner Akut


1. Angina pectoris tak stabil: keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali
atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi
lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali
tidak ada yang khas.
2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI): Nyeri dada tipikal (angina) merupakan
gejala cardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina:
a. Lokasi di substernal, retrosternal, dan precordial.
b. Sifat nyerinya sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
c. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, bisa juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
e. 25% pasien mengalami infark miokard akut yang asimptomatik, terutama pada
pasien diabetes yang mengalami gangguan presepsi nyeri karena adanya neuropati
perifer.
f. Berkeringat serta kulit dingin dan lembab terjadi karena aktivasi simpatis. Efek
vagal memicu timbulnya mual, muntah, serta lemas.
3. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST: nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau di
epigastrium. Sifat nyeri sama dengan STEMI. Pasien dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik dibandingan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat.
Gejala tambahannya sama dengan STEMI (Trisnohadi, 2009).
Manifestasi klinis PJK:

Penyakit jantung koroner pada pria berbeda dengan penyakit jantung pada wanita.
Sebagai contoh seorang pria akan merasakan nyeri pada bagian dada, sedangkan pada
wanita akan sering merasakan lebih cepat lelah dan lemah. Pria yang sedang berusia 40
tahun ke atas memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner dibandingkan
dingan wanita. Berikut ini gejala yang umum terjadi pada penyakit jantung koroner :
a. Perasaan nyeri yang terdapat pada dada seakan-akan ada sesuatu yang mengganjal di
dalam dada dan meremas-remas atau disebut dengan angina.
b. Perasaan terbakar pada bagian dada
c. Sesak nafas
d. Sesak di bagian dada
e. Perasaan mual
f. Sering pusing
g. Mati rasa pada bagian dada
h. Detak jantung tidak teratur dan sering kali cepat.
i. Jika sesorang mengalami angina, gejala di atas akan sering muncul di saat melakukan
aktifitas fisik seperti olahraga. Karena tubuh pada saat itu memerlukan banyak pasokan
darah dan jantung pun menuntut arteri untuk memasok lebih banyak darah, namun karena
plak atau timbunan kolesterol di dalam arteri dan pembuluh darah yang menyempit maka
jantung tidak dapat memompa darah dengan banyak. Jika hal tersebut tidak segera
ditangani akan membuat pembekuan darah di dalam arteri sehingga menjadi serangan
jantung (Alwi, 2009).

LO 2.7 : Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom


Koroner Akut
1. Anamnesis : Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor risiko. Sifat
nyeri dada spesifik angina sebagai berikut :
a. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
b. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat seperti
ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
c. Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan
dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
f. Gejala menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.
g. Hati-hati pada pasien diabetes melitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri dada
akibat neuropati diabetik.

Perbedaan nyeri dada jantung dan non jantung:

Jantung
Tegang tidak enak
Tertekan
Berat
Mengencangkan
Nyeri/pegal
Menekan

Non Jantung
Tajam
Seperti pisau
Ditusuk
Dijahit
Ditimbulkan tekanan
Terus-menerus seharian

Angina pada wanita dan pria :


a. wanita : Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal
maksudnya nyeri dada)
b. Pria : Paling sering langsung miocard infark banyak yang sudden death.
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuannya mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari
PJK. Hipertensi tak terkontrol, takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat
(bising sistolik) dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati
hipertensi diabetik. Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi,
murmur, dan gallop S3) menunjukkan prognosis buruk. Adanya bruit di karotis atau
penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga
penderita penyakit jantung koroner.
3. Laboratorium: leukositosis/normal, anemia, gula darah tinggi/normal, dislipidemia,
SGOT meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test
enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac
specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan
nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya
nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan
secara serial.
1. Cardiac specific troponin (cTn)
a. Paling spesifik untuk infark miokard
b. Troponin C pada semua jenis otot
c. Troponin I & T pada otot jantung
d. Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
2. Myoglobin
a. Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil),
1-2 jam sejak onset nyeri
b. Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
3. Creatine Kinase (CK)
a. Ditemukan pada otot, otak, jantung
b. Murah, mudah, tapi tidak spesifik
4. Lactat Dehidrogenase (LDH)
a. Ditemukan di seluruh jaringan

b. LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 >
LD1
c. Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
5. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Cardiac Marker
cTn T
cTn I
CKMB
CK
Mioglobin
LDH

Meningkat
3 jam
3 jam
3 jam
3-8 jam
1-2 jam
24-48 jam

Puncak
12-48 jam
24 jam
10-24 jam
10-36 jam
4-8 jam
3-6 hari

Normal
5-14 hari
5-10 hari
2-4 hari
3-4 hari
24 jam
8-14 hari

4. Foto dada : Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru.


5. Pemeriksaan Jantung non invasif
a. EKG
Akut koroner sindrom :
i. STEMI ST elevasi 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru atau
diduga baru; ada evolusi EKG.
ii. NSTEMI Normal, ST depresi 0,05mV, T inverted simetris; ada evolusi
EKG.
iii.
UAP Normal atau transient.
Angina pektoris stabil iskemia, dapat kembali normal waktu nyeri hilang
b. Uji latihan jasmani (treadmill)
Berupa ban berjalan serupa dengan alat olahraga umumnya, namun dihubungkan
dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik
jantung saat latihan. Dapat terjadi perubahan gambaran EKG saat aktifitas, yang
memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga
serap, sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG
tampak normal.Dari hasil treadmill ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita
PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaandengan treadmill ini sensitifitasnya
hanya sekitar 84% pada pria sedang untuk wanita hanya 72%.
Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan teknik
non invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner, computed
tomography, magnetic resonance arteriography, dengan sensitifitas dan spesifisitas
yang lebih tinggi. Disamping itu test ini juga cocok untuk pasien yang tidak dapat
melakukan exercise dimana dapat dilakukan uji latih dengan menggunakan obat
dipyridamole atau dobutamine.

Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:


Perbedaan
Nyeri dada
EKG
Cardiac marker

APTS
<15 menit
Normal/iskemik
Normal

NSTEMI
>15 menit
iskemik
meningkat

STEMI
>15 menit
Evolusi
meningkat

Diagnosis banding
a. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus
peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.
b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada,
sindrom wolf-Parkinson-White.
c. Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri
otot dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.
Diagnosis banding nyeri pada STEMI antara lain pericarditis akut, emboli paru, diseksi
aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu
ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes mellitus
usia lanjut (Alwi, 2009).
LO 2.8 : Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut
Prinsip umum :
a. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik untuk menyelamatkan otot
jantung dari infark miokard.
b. Membatasi luasnya infark miokard
c. Mempertahankan fungsi jantung
d. Memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
e. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina
f. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
1. Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan.
b. Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
c. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat memperbaiki kekurangan
oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi.
Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 23 liter/ menit
secara kanul hidung.
d. Nitrogliserin (NTG): Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50
kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 0,6 mg ), atau

aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan
dengan drip intravena 510 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah
sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman
oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban
awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner
besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet.
e. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta
nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load
menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 4 mg
intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg
intravena atau tramadol 25-50 mg iv.
f. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase 1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal
tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang dianjurkan
ialah 160325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet.
Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah.
g. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat
agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas
darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor
platelet. sehingga menurunkan kejadian iskemi. Namun, perlu diamati efek samping
netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi
purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap
pada minggu II III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih
rendah komplikasi gastro-intestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak
terlepas dari risiko perdarahan.
2. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam pengawasan
ketat di ICU.
a. Trombolitik
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat trombolitik bermanfaat.
Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan strptokinase atau tissue Plasminogen
Activator (t-PA) telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark,
menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri.
Indikasi : Umur < 70 tahun,. Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak
hilang dengan pemberian nitrat. Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada
2 sadapan EKG.
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu streptokinase, urokinase,
aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolated

plasminogen activator complex (ASPAC). Yang terdapat di Indonesia hanya


streptokinase dan r-TPA. R-TPA ini bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan
streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek.
Kontraindikasi : Perdarahan aktif organ dalam, perkiraan diseksi aorta, resusitasi
kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatic, trauma kepala yang baru atau
adanya neoplasma intracranial, diabetic hemorrhage retinopathy, kehamilan, TD
>200/120 mmHg, telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan.
b. Antikoagulan dan antiplatelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan resiko untuk terjadi
tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah. Heparin
dan Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan
segera setelah trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang
berhubungan dengan infark.
Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000 unit dilarutkan
dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk
mempercepat efek, dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung
sebelumnya. Kecepatan infus berdasarkan pada nilai APTT (Activated Partial
Thromboplastin Time) (Soerianata, 2004).
Tatalaksana pada PJK:

a.
b.
c.
d.
e.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Pengobatan penyakit jantung koroner meliputi perubahan gaya hidup, obat-obatan dan
prosedur khusus.
Perubahan gaya hidup :
Diet sehat, mencegah atu menurunkan tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan
mempertahankan berat badan sehat.
Berhenti merokok
Olah raga
Kurangi berat badan bila overweigh atau obesitas
Kurangi stress
Obat :
Beberapa obat mengurangi beban kerja jantung dan menyembuhkan keluhan penyakit
jantung koroner. Obat lain mengurangi resiko serangan jantung atau kematian mendadak.
Obat penurun kolesterol
Anti koagulan
Aspirin membantu mencegah terbentuk clot di dalam arteri
Penyekat ACE
Penyekat BETA
Penyekat kalsium
Nitrogliserin
Nitrat
Obat Trombolitik

Prosedur khusus :
a. Angioplasti : prosedur ini membuka arteri koroner yang tertutup atau menyempit.
Prosedur ini meningktkan aliran darah ke otot jantung , menyembuhkan sakit dada, dan
mencegah serangan jantung.
b. Coronary arteri By pass surgery / operasi bypass : prosedur ini menggunakan arteri atau
vena dari bagian tubuh lain untuk melewati/bypass arteri koroner yang menyempit.
Prosedur ini menyembuhkan sakit dada dan mencegah serangan jantung
c. Latihan / exercise
LO 2.9 : Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Sindrom Koroner Akut
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular
yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang
terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark
pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Gagal Jantung:
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic
tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis
penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir
atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Pada penyakit jantung koroner, arteri pemasok darah ke jantung menyempit atau
tersumbat. Seseorang mengalami serangan jantung ketika aliran darah ke daerah jantung
tersumbat seluruhnya. Otot jantung menderita kerusakan ketika asupan darah berkurang
atau tersumbat. Jika kerusakan mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa
darah, gagal jantung terjadi. Beberapa serangan jantung terjadi tanpa disadari.
Kardiomiopati mungkin disebabkan oleh penyakit arteri jantung dan berbagai masalah
jantung lainnya. Kadang kala, penyebabnya tidak ditemukan, hal ini dikenal dengan
kardiomiopati idiopatik. Kardiomiopati dapat melemahkan otot jantung, menyebabkan
gagal jantung.

Tekanan darah tinggi merupakan penyebab umum gagal jantung lainnya. Tekanan darah
tinggi membuat jantung bekerja berat untuk memompa darh. Beberapa saat kemudian,
jantung tidak dapat menyesuaikan dan gejala gagal jantung timbul. Kerusakan katup
jantung, penyakit jantung keturunan, alkoholisme, dan penggunaan obat sembarangan
menyebabkan kerusakan jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan
tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik
ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel, dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam
24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik : Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel (Alwi, 2009).

LO 2.10: Memahami dan Menjelaskan Prognosis Sindrom Koroner Akut


Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti
paru dan syok kardiogenik.
Klas

Definisi

Mortalitas (%)

I
II
III
IV

Tak ada tanda gagal jantung kongestif


+S3 dan atau ronki basah
Edema paru
Syok kardiogenik

6
17
30-40
60-80

Semua penderita penyakit jantung koroner berisiko tinggi untuk mendapatkan serangan
jantung. Prognosis penyakit jantung koroner tergantung pada kendali semua faktor risiko
utama dan faktor risiko tinggi, seperti kadar kolesterol tinggi, hipertensi, rokok, diabetes
melitus termasuk juga kegemukan. Kendali faktor risiko yang dapat dikendalikan lainnya
seperti kebiasan tidak aktif dan stres. Bila kendali semua hal diatas buruk maka prognosis
penyakit jantung koroner akan buruk, keluhan nyeri dada akan menjadi lebih sering
seiring dengan semakin tebalnya plak stabil di dinding pembuluh darah koroner, risiko
timbulnya serangan jantung menjadi meningkat.
Pada penderita paska angioplasti atau operasi pintas koroner, tanpa kendali faktor risiko
maka sumbatan koroner dapat terbentuk kembali (Alwi, 2009).

LO 2.11: Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Sindrom Koroner Akut


a. Upaya pencegahan primer, yaitu mencegah mereka yang sehat agar tidak mendapatkan
penyakit jantung koroner/serangan jantung.
b. Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak
mendapatkan komplikasi akibat PJK, termasuk serangan jantung baik yang pertama
maupun serangan jantung ulangan.
c. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak mengalami
komplikasi lanjut / kecacatan akibat PJK
Pencegahan primer, sekunder dan tersier dapat dilakukan dengan:
1. Kenali dan Kendalikan Faktor Risiko Tinggi
Kenali apakah anda mempunyai faktor risiko utama seperti diabetes melitus (kencing
manis). Bila tidak tahu sebaiknya pernah melakukan srkining diabetes dengan melakukan
tes gula darah. Bila terdapat kondisi diabetes kendalikan kadar gula darah dalam batas
normal.
Kenali apakah mempunyai faktor risiko tinggi sepertikadar kolesterol tinggi, tekanan
darah tinggi(hipertensi), rokok, usia diatas 45 tahun (pria) atau diatas 55 tahun (wanita),
serta ada serangan jantung pada ayah/ibu. Bila terdapat faktor risiko tinggi tersebut,
kendalikan/terapi faktor risiko tersebut.
Faktor risiko lain yang harus dikendalikan/diterapi adalah termasuk kegemukan,
inaktifitas fisik (kebiasan hidup tidak aktif) dan stres. Kendali/terapi berbagai faktor
risiko tersebut dapat dilakukan dengan upaya obat dan bukan obat.
2. Skrining Penyakit Jantung Koroner
Penapisan ada tidaknya penyakit jantung koroner pada orang yang mempunyai keluhan
khas maupun tidak dapat dikonsultasikan kepada dokter.

3. Diet Sehat dan Hidup Aktif


Diet sehat jantung:
a. Hindari makanan berlemak tinggi, terutama kolesterol (lemak hewani) dan lemak
jenuh.
b. Hindari makanan yang padat kandungan energinya.
c. Batasi asupan garam.
d. Perbanyak makan sayur dan buah yang kaya akan serat.
Hidup aktif:
a. Lakukan berbagai pekerjaan rumah
b. Perbanyak berjalan kaki atau bersepeda, kurangi menggunakan kendaraan bermotor
c. Olah raga rutin, seperti brisk walking, jogging, bersepeda dan berenang, seminggu
3-4 kali latihan (Keluarga Jantung, 2012).
LI.3. Memahami dan Menjelaskan EKG

a. Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui serabut syaraf
khusus yang ada pada jantung.
b. Listrik tersebut dibentuk oleh Nodus Sinuatria sebagai sumber primer dan nodus atrioventrikular sebagai cadangan listrik sekunder. tetapi listrik jantung ini dapat pula
dibentuk oleh bagian lain dari jantung.
c. Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus SA di atrium sedangkan
kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik di ventrikel. sedangkan PR interval terbentuk
ketika aliran listrik tersebut melewati bundle His. gelombang T terbentuk ketika terjadi
repolarisasi jantung.
d. Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu jantung.
e. Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang yang berbeda. Maka
untuk mengatahui letak kelainan, perlu diperhatikan lead mana yang mengalami kelainan
dan dari sudut pandang mana lead tersebut melihat jantung. lead dada melihat jantung
dari sudut pandang horizontal, hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah ini:

Sadapan dada
V1, V2
V3, V4
V5, V6

Sudut pandang
Lateral kanan jantung
Septum
Lateral kiri jantung

Lead ekstremitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:

Sebagai contoh: lead II melihat/mengintip jantung dari sudut pandang apex jantung.
a. Setiap aliran listrik tersebut menuju ke arah sudut pandang tempat melihat EKG, maka
pada lead tersebut harus positif. Sebagai contoh adalah lead II yang melihat jantung dari
sudut pandang di sekitar apex. Maka normalnya lead ini harus positif.
b. Karena otot jantung kiri lebih besar dari otot jantung kanan, maka yang terekam dominan
pada EKG adalah bagian jantung kiri.
Contoh: Irama sinus,reguler, HR:93 x/menit, Axis ke kiri, Gelombang P normal, PR interval
< 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change (-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1 <
1.
Kesan: Normal EKG
1. Lihat apakah EKG tersebut berirama sinus atau tidak. Irama sinus memiliki ciri sebagai
berikut:
a. Berasal dari SA node.
b. Karena adanya gel P tapi belum tentu berasal dari SA node. Jadi anda harus
bandingkan di dalam satu lead harus mempunyai bentuk gel P yang sama.
c. Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek QRS dan satu
gelombang T.
2. Lihat irama yang terbentuk. Apakah reguler atau aritmia/disritmia. Caranya adalah
memper-hatikan gelombang R. Jarak antar gelombang R atau R-R harus sama. Atau jarak
gelombang P/P-P harus sama untuk sebuah EKG yang normal.
3. Lihat HR.

4. Lihat Axis.
5. Lihat gelombang P, adakah kelainan dari gelombang P. Lihat pula bentuknya apakah P
mitral atau P pulmonal.
6. Hitung PR interval. Normalnya PR interval bernilai kurang dari 0,2 second. Jika PR
interval memanjang curiga sebagai suatu block jantung.
7. Hitung dan lihat bentuk QRS kompleks. Adanya kelainan kompleks QRS menunjukkan
adanya kelainan pada ventrikel (bisa suatu block saraf jantung atau kelainan lainnya)
karena komplek ini dibentuk oleh aliran listrik jantung di daerah ventrikel.
8. Lihat apakah ada perubahan pada segmen ST dan gelombang T.
9. Hitung jumlah kotak R di V5 atau V6 kemudian tambahkan dengan jumlah kotak S yang
ada di V1. Normalnya akan bernilai dibawah 35. Jika > 35 maka bisa dianggap suatu
LVH. Hati-hati, terkadang voltase tidak mencapai 10mV. Maka harus dikonversi dulu ke
10 mV (contoh: pada EKG tertulis 5 mV maka, untuk menjadi 10 mV, kotak tersebut
harus dikalikan 2).
10. Hitung jumlah kotak gelombang R di V5 atau V6 kemudian dibagi dengan jumlah kotak
S di V5 atau V6 tersebut. (untuk yang ini tidak diperlukan konversi). Normalnya kurang
dari 1. Jika lebih, maka dicurigai suatu RVH.
Beberapa kejadian khusus yang perlu diketahui yaitu:
a. Gelombang P, normalnya:
i.
Tinggi tidak lebih dari 3 kotak kecil
ii.
Lebar tidak lebih dari 3 kotak kecil
iii.
Positif kecuali di aVR
iv. Gelombang simetris
Kelainan Gelombang P:
i.
ii.

Pulmonal / Runcing: RAH (Right Atrium Hyperthropie)


Mitral / berlekuk lebar: LAH

b. PR interval normalnya 0,12-0,2 second. Jika memanjang berarti ada block jantung karena
interval ini terbentuk saat aliran listrik jantung melewati berkas HIS.
c. Gelombang Q, normal:
1) Lebar kurang dari 0,04 second.
2) Tinggi < 0,1 second
Patologis:
1) Panjang gelombang Q > 1/3 R
2) Ada QS pattern dengan gelombang R tidak ada.

Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old Miocard infark (OMI). Bila
gelombang ini belum ada (tetapi sudah ada ST depresi) berarti iskemik belum lama
terjadi (< 12 jam), masih ada kemungkinan diselamtkan.
d. Kompleks QRS:
1) Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau terjadi blok cabang berkas
2) Normal R/S =1 di lead V3 dan V4
3) Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru kronik. Artinya
gelombang QRS menjadi berbalik. Yang tadinya harus positif di V5 + V6 dan
negatif di V1 dan V2 maka sekarang terjadi sebaliknya.
e. Segmen ST, normalnya:
1) Isoelektrik
2) Di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun 0,05 kotak kecil.
Patologis:
1) Elevasi: AMI atau pericarditis
2) Depresi: Iskemia atau terjadi setelah pemakaian digoksin
f. Gelombang T
Normal sama dengan gelombang P. Dapat positif di lead I, II, V3-V6 dan negatif di VR
Patologis:
1) Runcing: Hiperkalemia
2) Tinggi lebih dari 2/3 R dan datar: Hipokalemia
3) Inversi: bisa normal (di lead III, VR, V1, V2 dan V3 (pada orang kulit hitam) atau
iskemia, infark, RVH dan LVH, emboli paru, Sindrom WPW, dan Block cabang
berkas.
g. Blok jantung:
1. Derajat 1: satu gel P: satu Kompleks QRS interval PR > 0,2 Second.
2. Derajat 2:
a. Weckenbach: PR interval awalnya noramal dan makin lama makin panjang lalu
tidak ada gelombang P, kemudian siklus berlanjut lagi.
b. Mobitz 2: P timbul kadang-kadang
c. Derajat 3 (total): QRS lebar, Frekuensi QRS < 50 kali/menit. P dan QRS tidak
berhubungan.
d. RBBB: QRS > 0,12 second, pola RSR. R dominan di V1.
e. LBBB: QRS > 0,12 second, Pola M di lead V6
f. Bifascular: Hemiblok anterior kiri (Axis kiri dengan S dalam pada sadapan II dan
III) ditambah RBBB
Terkadang ketika merekam EKG terlihat gambaran gelombang P yang tidak jelas. Untuk
membedakan ini dengan Fibrilasi Atrium dapat dilihat iramanya. Pada fibrilasi atrium

irama sangat tidak teratur. Dan berbeda dengan Atrial Flutter atau atrial takikardi, pada
Atrial Fibrilasi dijumpai garis dasar yang rata (Nopriansyah, 2012).
Beberapa gambaran di bawah ini sangat khas pada kelainan irama. Contohnya adalah sebagai
berikut:
a. Ventrikular takikardi

b. ventricular ekstrasistole

Atrial flutter

http://www.emedu.org/ecg/af.htm

Daftar Pustaka
Alwi, I. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing. Hal. 1743.

Andra. Sindrom Koroner Akut:Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?. Majalah Farmacia
Edisi Agustus 2006 , Halaman: 54
Faiz, O dan David Moffat. 2002. At a Glace Anatomi. Jakarta: Erlangga. Hal.19
Harun, S dan Idrus Alwi. 2009. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. Hal. 1757.
Hill, MG. Harrisons Prinsiples of Internal Medicine, 17th ed. Philadelphia, 2000, 138797.
Keluarga Jantung. (23 Agustus 2012). Available at http://familiamedika.net/group-keluargajantung/prognosis-penyakit-jantung-koroner.html#.UqseIluuan1
Nopriansyah, H. (16 April 2012). Baca EKG (Elektrokardiograf) Tingkat Dasar. Available at
http://forensik093.blogspot.com/2012/04/v-behaviorurldefaultvmlo_16.html
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal 359-360.
Soerianata, S dan William Sanjaya. (2004). Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut dengan
Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143.
Trisnohadi, HB. 2009. Angina Pektoris Tak Stabil. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing. Hal. 1729.

Anda mungkin juga menyukai