PENDAHULUAN
Bahasa dan bicara merupakan sesuatu hal yang fundamental dalam
kehidupan seseorang. Bahasa merupakan sesuatu yang paling kompleks dari
perilaku yang ditunjukkan oleh manusia, karena bahasa melibatkan memori,
belajar, keterampilan penerimaan pesan, proses, dan ekspresi. 1 Di dalam
kehidupan sehari hari, individu selalu melakukan interaksi dengan orang lain.
Interaksi tersebut menggunakan kemampuan kita dalam bahasa. Berbicara dengan
orang lain, memperoleh kata kata yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu,
memahami apa yang orang lain katakan, serta dalam membaca, menulis dan
melakukan isyaratpun termasuk dalam bagian dari penggunaan bahasa.2 Adanya
kerusakan otak akibat stroke, trauma, maupun tumor dapat menyebabkan
terganggunya fungsi bahasa dan bicara seseorang.1
Salah bentuk gangguan fungsi bahasa dan bicara ialah afasia. Menurut
Wood (1971) aphasia merupakan parsial or complete loss of ability to speak or
to comprehend the spoken word due to injury, disease. Or maldevelopment of
brain. (Kehilangan kemampuan untuk bicara atau untuk memahami sebagaan
atau keseluruhan dari yang diucapkan oleh orang lain, yang diakibatkan karena
adanya gangguan pada otak).3 Menurut Wiig dan Semel (1984) bahwa Aphasia
as involving those who have acquired a language disorder because of brain
damage resulting in impairment of language comprehension formulation, and
use. (Mereka yang memiliki gangguan pada perolehan bahasa yang disebabkan
karena
kerusakan
otak
yang
mengakibatkan
ketidakmampuan
dalam
kasus baru
Afasia berbeda dari satu orang dengan yang lain. Beberapa penderita
afasia dapat mengerti bahasa dengan baik, tetapi mengalami kesulitan untuk
mendapatkan kata-kata yang tepat atau membuat kalimat-kalimat. Penderita yang
lain dapat berbicara panjang lebar, tetapi apa yang diucapkan susah atau tidak
dapat dimengerti oleh lawan bicaranya.2
Tipe afasia dan penyebab afasia serta lokasi lesi merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap prognosis dari afasia. Untuk itu penting bagi dokter umum
untuk mengetahui jenis afasia dan gejalanya dari masing- masing afasia serta
lokasi lesi di otak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Area ini
untuk tangan.1
Proses komunikasi
Dominasi hemisfer
Fungsi interpretasi umum dari area Wernicke dan girus angularis,
seperti juga fungsi area bicara dan area pengaturan motorik, biasanya jauh
lebih berkembang pada salah satu hemisfer serebri daripada yang lainnya.
Oleh karena itu, hemisfer ini disebut hemisfer dominan. Pada kira-kira 95
persen manusia, yang dominan adalah hemisfer kiri.1,2
Kemampuan bahasa didominasi oleh hemisfer dominan.
Pada
Afasia Broca
Afasia Wernicke
Afasia Transkortikal
Afasia Konduksi
Afasia Global
Afasia Anomik
2.6 Patofisiologi
Pemahaman dan produksi kata merupakan suatu proses yang
kompleks yang melibatkan berbagai bagian otak yakni input diterima oleh
area auditorik primer yang nantinya akan menyandikan sinyal tadi dalam
bentuk kata-kata, kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke,
penentuan buah pikiran dan kata-kata yang diucapkan juga terjadi di dalam
area Wernicke. Penjalaran sinyal sinyal dari area Wernicke ke area Broca
melalui fasikulus arkuatus. Aktivasi program keterampilan motorik yang
Sebagian besar
media
merupakan
jenis
penyebab
tersering
afasia.
cabang
dan
Broca
Bicara
Tidak lancar baik
buruk
Frontal
buruk
buruk
baik
perisylvian
temporal
Fasikulus arkuata
Di sekitar area
sensorik
Transkortikal Tidak lancar baik
baik
Wernicke
Di sekitar
area
motorik
Global
buruk
Broca
Lesi luas
pada
Wernicke
lancar
Konduksi
lancar
Transkortikal lancar
buruk
baik
buruk
diucapkan
dengan
afasia wernick mengucapkan kata-kata yang tidak substantif dan katakata yang tidak sesuai (paraphrasia). Sebuah fonem atau suku kata
yang terdapat pada suatu kata dapat digantikan, misalnya Baju itu
kuning menjadi baju itu kunang. Atau terdapat pergantian kata dalam
satu kalimat yang diucapkan misalnya baju itu kuning menjadi baju itu
hijau.1
c. Afasia Transkortikal
1. Afasia transkortikal sensorik
Pada transkortikal sensori afasia, pasien mengalami gangguan
pemahaman kata baik yang dilihat maupun didengar, menulis dan
membaca. Berbicara lancar dimana kata-kata yang diucapkan
mengalami parafasia. Berbeda dengan afasia Wernicke dan
konduksi, kemampuan untuk mengulangi kata yang diucapkan
tidak terganggu, bahkan meningkat.1
2. Afasia transkortikal motorik
Sama seperti afasia Broca, pasien kesulitan untuk berbicara, tetapi
pemahaman terhadap kata masih intak. Pada afasia transkortikal
motorik, kemampuan pasien untuk mengulangi kata yang
diucapkan tidak terganggu, berbeda halnyanya dengan afasia
Broca.1
d. Afasia Konduksi
Afasia konduksi dideskripsikan Wernick sebagai gangguan
berbahsa yang ditandai dengan terganggunya kemampuan untuk
mengulangi kata yang diucapkan, dimana kemampuan pemahaman dan
kelancaran berbahasa masih dalam keadaan normal.1
e. Afasia Global
Pada afasia global, semua aspek bahasa dan bicara terpengaruh.
Pasien tidak dapat memahami kata dan sulit untuk berbicara. Mereka
tidak dapat membaca, menulis, mengulang apa yang dikatakan kepada
mereka.1
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anamnesis
Karena pasien
tidak
dapat
menceritakan
penyakitnya,
Pemeriksaan fisik
Neuropsikologis
dan
terapis
bahasa
dan
wicara
biasanya
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pencitraan dibutuhkan untuk mengetahui penyebab
dari afasia. CT scan dan MRI merupakan modalitas yang paling
sering digunakan. CT-scan efektif untuk mengetahui adanya
perdarahan dan iskemia di otak. Pada pasien curiga tumor, dapat
BAB III
KESIMPULAN
Afasia ialah gangguan berbahasa yang disebabkan oleh kelainan
otak. Adanya kerusakan otak akibat stroke, cedera kepala, tumor atau
penyakit degeneratif pada daerah pengaturan bahasa dan bicara
mengakibatkan terganggunya kemampuan berbahasa seseorang (afasia).
Klasifikasi afasia sangat beragam, diantaranya ada yang mendasarkan
kepada manifestasi klinis dan
lesi
kemampuan
berbahasa pada pasien afasia bervariasi bergantung pada usia, luas lesi,
jenis dan derajat keparahan afasia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Samuel MH. Chapter 23: Disorder of Speech and Language. In:
Adams & Victors Principles of Neurology 9th ed. New York: McGraw Hill;
2009.
2. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Guyton 11 th ed. Jakarta: EGC; 2006.
3. Benson, D.F. Aphasia, Apraxia dan Agnosia: Clinical and Theoretical Aspect.
Springfield, IL: Charles C. Thomas;1972
4. Eisenson, J. Adult Aphasia : Assessment and Treatment. NY: Appleton Century
Croft; 1973.
5. NIDS (National Institute of Neurological Disorder and Stroke). Aphasia,
September 2015 (jurnal elektronik) diakses 22 Desember 2015.
6. Said, Ikhwan M. Perkembangan Kompetensi Berbahasa Penderita Afasia
Tidak Lancar yang Disebabkan oleh Stroke Iskemik (Disertasi). Program
Pascasarjana Unhas, Makasar, 2009.
7. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brook HL. Ganongs Review of Medical
Physiology. New York: McGraw Hill; 2010
8. Davis GA. Aphasiology: Disorders and Clinical Practice. Boston: Allyn &
Bacon; 2007.
9. Drisdane, et. al. Blueprints Neurology. Philadephia: Lippincott William &
Wilkins; 2006.
10. Manasco, M.H. Introduction to Neurogenic Communication Disorders.
Burlington: Jones & Bartlett Learning; 2014
11. Kirshner S. H. 2015. Aphasia. Medscape Reference, Professor of Neurology,
Psychiartry and Hearing and Speech Sciences Vanderbilt University School of
Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com / (diakses 22
Desember 2015)
12. Kelly et al. Speech and language therapy for aphasia following stroke.
Cochrane Database Syst Rev. 2012;16(5).
13. Cherney LR, et al. Evidence-based systematic review: effects of intensity of
treatment and language therapy for individuals with stroke-induced aphasia. J
Speech Lang Hear Res. 2008;51:1282-99
14. Szelies et al. Restitution of alpha-topography by piracetam in post-stroke
aphasia. Int J Clin Pharmacol Ther. 2001 ;39(4):152-7.
15. Hong et al. Galantamine administration in chronic post-stroke aphasia. J
Neurol Neurosurg Psychiatry. 2012;83(7):675-80.
16. Laska AC, et al. Aphasia in acute stroke and relation to outcome. J Intern
Med. 2001;249(5):413-42.