Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Bahasa dan bicara merupakan sesuatu hal yang fundamental dalam
kehidupan seseorang. Bahasa merupakan sesuatu yang paling kompleks dari
perilaku yang ditunjukkan oleh manusia, karena bahasa melibatkan memori,
belajar, keterampilan penerimaan pesan, proses, dan ekspresi. 1 Di dalam
kehidupan sehari hari, individu selalu melakukan interaksi dengan orang lain.
Interaksi tersebut menggunakan kemampuan kita dalam bahasa. Berbicara dengan
orang lain, memperoleh kata kata yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu,
memahami apa yang orang lain katakan, serta dalam membaca, menulis dan
melakukan isyaratpun termasuk dalam bagian dari penggunaan bahasa.2 Adanya
kerusakan otak akibat stroke, trauma, maupun tumor dapat menyebabkan
terganggunya fungsi bahasa dan bicara seseorang.1
Salah bentuk gangguan fungsi bahasa dan bicara ialah afasia. Menurut
Wood (1971) aphasia merupakan parsial or complete loss of ability to speak or
to comprehend the spoken word due to injury, disease. Or maldevelopment of
brain. (Kehilangan kemampuan untuk bicara atau untuk memahami sebagaan
atau keseluruhan dari yang diucapkan oleh orang lain, yang diakibatkan karena
adanya gangguan pada otak).3 Menurut Wiig dan Semel (1984) bahwa Aphasia
as involving those who have acquired a language disorder because of brain
damage resulting in impairment of language comprehension formulation, and
use. (Mereka yang memiliki gangguan pada perolehan bahasa yang disebabkan
karena

kerusakan

otak

yang

mengakibatkan

ketidakmampuan

dalam

memformulasikan pemahaman bahasa dan pengguanaan bahasa). 4


National Stroke Association memperkiran terdapat 80.000

kasus baru

afasia tiap tahunnya di Amerika Serikat. 5 The National Institute of Neurological


Disorder and Stroke (NINDS) memperkirakan 1 dari 250 orang di Amerika
Serikat mengalami afasia.6 Penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit di
Makasar menunjukkan bahwa 12-15 % penderita stroke mengalami afasia.7

Afasia berbeda dari satu orang dengan yang lain. Beberapa penderita
afasia dapat mengerti bahasa dengan baik, tetapi mengalami kesulitan untuk
mendapatkan kata-kata yang tepat atau membuat kalimat-kalimat. Penderita yang
lain dapat berbicara panjang lebar, tetapi apa yang diucapkan susah atau tidak
dapat dimengerti oleh lawan bicaranya.2
Tipe afasia dan penyebab afasia serta lokasi lesi merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap prognosis dari afasia. Untuk itu penting bagi dokter umum
untuk mengetahui jenis afasia dan gejalanya dari masing- masing afasia serta
lokasi lesi di otak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Fungsi Otak Dalam Proses Komunikasi


Salah satu perbedaan terpenting antara manusia dan hewan tingkat
rendah adalah dengan adanya kemampuan untuk berkomunikasi dengan
sesamanya. Manusia mendapatkan kosakata dari apa yang dilihat,
didengar, dan lainnya. 1 Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi:
aspek sensorik (input bahasa) yang melibatkan telinga dan mata, dan
keduanya, aspek motorik (output bahasa), yang melibatkan vokalisasi dan
pengaturannya.2
2.1.1. Pemahaman Bahasa

Gambar 1. Area Wernicke


Sebagian besar pengalaman sensorik diubah menjadi bahasa yang
sesuai sebelum disimpan di dalam area ingatan otak dan sebelum
diolah untuk tujuan pembentukan intelektual lainnya. 2
Area serebrum yang mengintegrasikan semua stimulus ini menjadi
kemampuan berbahasa adalah area Wernicke. Area Wernicke terletak
pada ujung posterosuperior girus temporalis superior.1

Area ini

berhubungan erat dengan area pendengaran primer dan area


pendengaran sekunder pada lobus temporalis. Hubungan ini
menmungkinkan adanya interpretasi bahasa terhadap apa yang
didengar. Selain berhubungan dengan area pendengaran, area

Wernicke juga berhubungan dengan area asoosiasi penglihatan.1,2


Informasi visual yang diantar oleh kata yang tertulis selanjutnya
disalurkan melalui girus angularis, yaitu area yang berkaitan dengan
penglihatan ke area interpretasi bahasa Wernicke yang telah tumbuh
dalam lobus temporalis yang dominan.2,8
2.1.2. Aspek Motorik Bahasa

Gambar 2. Area Broca


Bagian otak yang berperan dalam aspek motorik bahasa ialah area
Broca dan area Exner.1 Area Broca terletak pada girus frontalis
inferior dan asenden posterior fisura lateralis. Serat pendek
menghubungkan area ini dengan

korteks rolandi bawah yang

menginervasi lidah, faring dan laring sehingga timbul pola motorik


pada laring, sistem respirasi serta otot untuk bicara.1,2 Area lainnya
yang berperan dalam produksi suara adalah insula, yang berperan
dalam pembentukan artikulasi.1 Area Exner bertanggung jawab
mengekrepsikan kata-kata yang diterima secara visual dalam bentuk
tulisan. Area menulis Exner juga terintegrasi dengan organ motor
2.2.

untuk tangan.1
Proses komunikasi

Gambar 2. Proses berbicara, (a) input sensorik diperoleh melalui


pendengaran , (b) input sensorik diperoleh melalui penglihatan
Gambar 2 memperlihatkan dua jaras utama yang digunakan untuk
berkomunikasi. Pertama ialah jaras yang terlibat sewaktu mendengar dan
berbicara. Urutan proses ini sebagai berikut:2
1. Sinyal bunyi mula-mula diterima oleh area auditorik primer yang
nantinya akan menyandikan sinyal tadi dalam bentuk kata-kata
2. Kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke
3. Penentuan buah pikiran dan kata-kata yang diucapkan juga terjadi di
dalam area Wernicke.
4. Penjalaran sinyal sinyal dari area Wernicke ke area Broca melalui
fasikulus arkuatus
5. Aktivasi program keterampilan motorik yang terdapat di area Broca
untuk mengatur pembentukan kata
6. Penjalaran sinyal yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otototot bicara.
Kedua ialah jaras yang terlibat ketika membaca yang kemudian
mengucapkan kata-kata itu sebagai responnya. Adapun urutan prosesnya
sebagai berikut2

1. Kata-kata yang dilihat diterima di area visual primer


2. Informasi tersebut masuk ke regio girus angularis. Pada regio ini
terjadi interpresi awal dari informasi tersebut
3. Selanjutnya informasi tersebut mengalami interpretasi penuh di
area Wernicke.
4. Penentuan buah pikiran dan kata-kata yang diucapkan juga terjadi
di dalam area Wernicke.
5. Penjalaran sinyal sinyal dari area Wernicke ke area Broca
melalui fasikulus arkuatus
6. Aktivasi program keterampilan motorik yang terdapat di area
Broca untuk mengatur pembentukan kata
2.3.

Dominasi hemisfer
Fungsi interpretasi umum dari area Wernicke dan girus angularis,
seperti juga fungsi area bicara dan area pengaturan motorik, biasanya jauh
lebih berkembang pada salah satu hemisfer serebri daripada yang lainnya.
Oleh karena itu, hemisfer ini disebut hemisfer dominan. Pada kira-kira 95
persen manusia, yang dominan adalah hemisfer kiri.1,2
Kemampuan bahasa didominasi oleh hemisfer dominan.

Pada

kira-kira 95 persen manusia, lobus temporalis kiri dan girus angularis


menjadi dominan. Area bicara premotorik (area Broca) yang terletak di
sebelah lateral dalam lobus frontalis intermedia, juga hampir selalu
dominan pada sisi otak sebelah kiri.8
Terdapat berbagai macam cara untuk menentukan hemisfer mana yang
mendominasi; diantaranya1
a. Lesi di salah satu hemisfer yang menimbulkan gangguan berbahasa
b. Kecendrungan menggunakan mata, tangan dan kaki pada salah satu
sisi
c. Terhentinya percakapan saat stimulasi listrik atau magnetik pada area
bahasa anterior salah satu hemisfer
d. Wada test yaitu injeksi natrium amital pada salah satu arteri karotis
interna, apabila terdapat gangguan berbahasa maka sisi tersebut
merupakan hemsifer dominan
e. Dichotic listening, yaitu test mendengar pada salah satu telingan
dengan bdergantian, pada sisi yang berlawanan dengan hemisfer yang
dominan terdengar lebih jelas

f. Melihat aliran darah ke otak saat terjadi percakapan


Walaupun area interpretasi lobus temporalis dan girus angularis
seperti kebanyakan area motorik, biasanya lebih berkembang pada
hemisfer kiri saja, area ini juga menerima informasi sensorik dari kedua
hemisfer dan juga mampu mengatur aktivitas motorik di kedua hemisfer.
2.4 Pengertian Afasia
Afasia ialah gangguan berbahasa yang disebabkan oleh kelainan
otak. Afasia perlu dibedakan dengan gangguan perkembangan bahasa,
gangguan pada otot-otot bicara dan gangguan bahasa yang disebabkan
oleh gangguan psikiatri seperti skizofrenia.
2.5 Klasifikasi Afasia
Klasifikasi afasia sangat beragam, diantaranya ada yang mendasarkan
kepada
- Manifestasi klinis
- Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek
Berdasarkan manifestasi klinis afasia dibedakan atas
Afasia tidak lancar atau non fluent
Afasia lancar atau fluent
Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan9
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Afasia Broca
Afasia Wernicke
Afasia Transkortikal
Afasia Konduksi
Afasia Global
Afasia Anomik

2.6 Patofisiologi
Pemahaman dan produksi kata merupakan suatu proses yang
kompleks yang melibatkan berbagai bagian otak yakni input diterima oleh
area auditorik primer yang nantinya akan menyandikan sinyal tadi dalam
bentuk kata-kata, kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke,
penentuan buah pikiran dan kata-kata yang diucapkan juga terjadi di dalam
area Wernicke. Penjalaran sinyal sinyal dari area Wernicke ke area Broca
melalui fasikulus arkuatus. Aktivasi program keterampilan motorik yang

terdapat di area Broca untuk mengatur pembentukan kata. Penjalaran sinyal


yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otot-otot bicara.
Adanya kerusakan pada daerah tersebut mengakibatkan
terganggunya kemampuan berbahasa seseorang (afasia).

Sebagian besar

afasia disebabkan oleh stroke, cedera kepala, tumor atau penyakit


degeneratif.
a. Afasia Broca
Lesi pada afasia Broca terletak pada area Broca (brodman 44 dan
45). Pada afasia Broca persisten terjadi lesi yang lebih luas meliputi
girus pre dan postsentral, dan striatum. Lesi pada afasia Broca sebagian
besar disebabkan akibat lesi vaskular. Emboli pada cabang atas arteri
serebri

media

merupakan

jenis

penyebab

tersering

afasia.

Aterosklerotik, trombosis, tumor primer atau metastase tumor,


hipertensi subkortikal dan kejang apabila melibatkan daerah motorik
bicara, maka dapat menyebakan terjadinya afasia Broca.1,2
b. Afasia Wernicke
Lokasi lesi pada afasia Wernicke terletak pada bagian atas lateral
lobus temporal dekat korteks auditori utama (daerah Wernicke). Lesi
pada lokasi ini sebagian besar disebabkan adanya oklusi

cabang

inferior arteri serebri media kiri. Perdarahan, tumor, abses dan


penyebaran ensefalitis pada subkorteks regio temporoparietal

dan

adanya perluasan area perdarahan dari talamus menyebabkan gejala


yang sama.1,2
c. Afasia Transkortikal Sensorik
Afasia Transkortikal Sensorik disebabkan oleh lesi pada bagian
inferior lobus temporal dekat dengan area Wernicke dan biasanya
disebabkan oleh perdarahan kecil, kontusio atau infark di arteri serebri
posterior kiri.10
d. Afasia Transkortikal motorik
Afasia transkortikal motorik disebabkan kerusakan pada bagian
depan anterior superior lobus frontal pada hemisfer yang dominan.
Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh stroke, tumor otak dan cedera
kepala.11
e. Afasia Konduksi

Wernicke menjelaskan etiologi afasia konduksi ialah diskoneksi


antara girus superior temporal dan girus inferior frontal. Meurut
Damasio dan Geshwind

menjelaskan area Wernicke dan Broca

terpisah dan struktur yang menghubungkan keduanya ialah fasukulus


arkuata. Traktus saraf berjalan secara posterior mengelilingi ujung
posterior fisura sylvian, kemudian bergabung dengan fasikulus
lungitudinal superior di dalam regio anteroinferior parietal dan bejalan
ke depan di dalam operkulum suprasulvian ke korter motorik asosiasi
termasuk daerah Broca dan
auditori

Exner. Menurut Damasio, kompleks

kiri, insula, dan girus supramarginal juga terlibat. Pada

beberapa kasus, penyebab konduksi afasia adalah oklusi emboli pada


cabang asending parietal, cabang temporal posterior dari arteri serebri
media. Gangguan vaskular, perdarahan, dan tumor pada daerah
tersebut juga memberikan gejala yang sama.1
f. Afasia Global
Afasia global disebabkan destruksi yang besar dan luas, meliputi
baik area Broca dan Wernick dan area diantaranya. Penyebabnya
biasanya adalah oklusi bagian proksimal arteri serebri media, atau
dapat disebabkan oleh perdarahan, tumor, abses.1
g. Afasia Anomik
Afasia anomik disebabkan kerusakan pada beberapa tempat pada
lobus temporal. Pada beberapa kasus, lesi berada jauh di dalam lobus
temporal kiri posterior, yakni pada talamus kiri, atau pada lokasi yang
menganggu hubungan antara area bicara sensorik dan regio
hipokampus. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oklusi cabang
temporal dari arteri serebri posterior. Selain itu kerusakan ini juga
dapat disebakan oleh cedera kepala, atau tumor.1,10
2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis afasia beragam sesuai dengan jenis afasia yang
dialaminya.

Tabel 1. Manifestasi Klinis Afasia dan Jenis Afasia1


Tipe Afasia

Kelancaran Pemahaman Pengulangan Topik/ lesi

Broca

Bicara
Tidak lancar baik

buruk

Frontal

buruk
buruk
baik

perisylvian
temporal
Fasikulus arkuata
Di sekitar area

sensorik
Transkortikal Tidak lancar baik

baik

Wernicke
Di sekitar

area

motorik
Global

buruk

Broca
Lesi luas

pada

Wernicke
lancar
Konduksi
lancar
Transkortikal lancar

buruk
baik
buruk

Tidak lancar buruk

daerah frontal dan


temporal
a. Afasia Broca
Afasia Broca ditandai dengan adanya defisit pada pengeluaran
bahasa dan produksi kata dalam berbicara dengan kemampuan
pemahaman kata baik lisan maupun tulisan yang normal.1
Terdapat variasi yang luas pada defisit motorik untuk berbicara.
Defisit motorik

yang paling ringan ditandai dengan sulit untuk

berbicara dan disartria minimal sampai pada defisit motorik yang


berat, ditandai dengan adanya hilangnya kemampuan bicara. 1 Pada
defisit yang lebih berat, pasien kehilangan kemampuan untuk
berbicara. Tidak ada kata yang dapat diucapkan pada percakapan,
membaca dengan suara atau untuk mengulangi apa yang didengar
(repetisi).1,2
b. Afasia Wernicke
Berbeda dengan afasia Broca, pasien dengan afasia Wernicke dapat
berbicara dengan

lancar. Frase dan kalimat

diucapkan

dengan

panjang yang normal, dan atrikulasi serta intonasi yang tepat.


Meskipun prosodi dan kelancaran bicara pasien ini normal, ciri utama
dari pasien afasia wernick ini adalah gangguan pemahaman. Pasien

afasia wernick mengucapkan kata-kata yang tidak substantif dan katakata yang tidak sesuai (paraphrasia). Sebuah fonem atau suku kata
yang terdapat pada suatu kata dapat digantikan, misalnya Baju itu
kuning menjadi baju itu kunang. Atau terdapat pergantian kata dalam
satu kalimat yang diucapkan misalnya baju itu kuning menjadi baju itu
hijau.1
c. Afasia Transkortikal
1. Afasia transkortikal sensorik
Pada transkortikal sensori afasia, pasien mengalami gangguan
pemahaman kata baik yang dilihat maupun didengar, menulis dan
membaca. Berbicara lancar dimana kata-kata yang diucapkan
mengalami parafasia. Berbeda dengan afasia Wernicke dan
konduksi, kemampuan untuk mengulangi kata yang diucapkan
tidak terganggu, bahkan meningkat.1
2. Afasia transkortikal motorik
Sama seperti afasia Broca, pasien kesulitan untuk berbicara, tetapi
pemahaman terhadap kata masih intak. Pada afasia transkortikal
motorik, kemampuan pasien untuk mengulangi kata yang
diucapkan tidak terganggu, berbeda halnyanya dengan afasia
Broca.1
d. Afasia Konduksi
Afasia konduksi dideskripsikan Wernick sebagai gangguan
berbahsa yang ditandai dengan terganggunya kemampuan untuk
mengulangi kata yang diucapkan, dimana kemampuan pemahaman dan
kelancaran berbahasa masih dalam keadaan normal.1
e. Afasia Global
Pada afasia global, semua aspek bahasa dan bicara terpengaruh.
Pasien tidak dapat memahami kata dan sulit untuk berbicara. Mereka
tidak dapat membaca, menulis, mengulang apa yang dikatakan kepada
mereka.1
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anamnesis
Karena pasien

tidak

dapat

menceritakan

penyakitnya,

alloanamnesis sangat penting pada kasus ini. Pada anamnesis

ditanyakan onset kejadian, keluhan yang dialami, keluhan penyerta,


riwayat penyakit yang berhubungan dengan kasus ini.12
2.8.2

Pemeriksaan fisik
Neuropsikologis

dan

terapis

bahasa

dan

wicara

biasanya

menggunakan test dan penilaian tertentu yakni Boston Diagnostic


Aphasia Examination, the Western Aphasia Battery, the Boston
Naming test, dll. Penilaian ini dapat digunakan secara luas untuk
mendeteksi gangguan bahasa pada pasien yang dicurigai afasia.
Komponen yang dinilai pada penilaian diatas meliputi kemampuan
bicara spontan, penamaan benda, repetisi, pemahaman, membaca
dan menulis.

Pada bicara spontan yang dinilai ialah kelancaran

bicara, jumlah kata, inisiasi bicara, kesalahan penyebutan kata,


sirkumlokasi, dan prosodi.12
2.8.3

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pencitraan dibutuhkan untuk mengetahui penyebab
dari afasia. CT scan dan MRI merupakan modalitas yang paling
sering digunakan. CT-scan efektif untuk mengetahui adanya
perdarahan dan iskemia di otak. Pada pasien curiga tumor, dapat

digunakan CT-scan dan MRI dengan memakai kontras.12


2.9 Tatalaksana
Tatalaksana afasia bergantung pada penyebab yang mendasarinya. 1,12 Terapi
wicara dan bahasa merupakan terapi suportif untuk mengembalikan
kemampuan berbahasa dan bicara pasien afasia.
Berikut ini beberapa bentuk terapi afasia yang sering digunakan
a. Terapi kognitif
Terapi ini berfokus pada komponen bahasa yang mengalami
gangguan dan latihan yang dilakukan berupa penamaan, semantic
atau pholologic training, produksi kata, menulis dan membaca.13
b. Program stimulus
Jenis terapi ini menggunkan modalitas sensorik berupa musik.
Program ini diawali dengan dengan tingkat kesukaran yang ringan
kemudian berlanjut sampai tingkat kesukaran yang lebih berat.14
c. Terapi kelompok

Pada terapi ini, pasien disediakan konteks sosial untuk


mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka
pelajari. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik
dari para terapis dan pasien lainnya.14
d. PACE
Jenis terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan percakapan sebagai alatnya.
Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis.14
2.10 Prognosis
Prognosis pemulihan kemampuan berbahasa pada pasien afasia bervariasi.
Pemulihan pada pasien yang berusia muda lebih cepat dan baik
dibandingkan dengan pasien yang berusia tua.15 Pasien afasia akibat stroke
berat dengan lesi yang luas akan lebih lama pulih dibanding pasien dengan
stroke ringan dan lesi yang sedikit.1 Jenis afasia dan tingkat keparahannya
mempengaruhi pemulihan kemampuan bicara dan berbahasa. Pasien
dengan afasia global atau afasia Wernicke/ Broca berat mengalami
pemulihan yang lebih lama dibandingkan dengan pasien afasia Broca
minimal.1

BAB III
KESIMPULAN
Afasia ialah gangguan berbahasa yang disebabkan oleh kelainan
otak. Adanya kerusakan otak akibat stroke, cedera kepala, tumor atau
penyakit degeneratif pada daerah pengaturan bahasa dan bicara
mengakibatkan terganggunya kemampuan berbahasa seseorang (afasia).
Klasifikasi afasia sangat beragam, diantaranya ada yang mendasarkan
kepada manifestasi klinis dan

distribusi anatomi dari lesi yang

bertanggung jawab bagi defek. Berdasarkan manifestasi klinisnya dibagi

menjadi afasia fluent dan afasia non-fluent. Berdasarkan

lesi

anatomiknya, afasia dibagi menjadi afasia Broca, afasia Wernicke, afasia


transkortikal, afasia konduksi dan afasia global. Manifestasi klinis afasia
beragam sesuai dengan jenis afasia. Afasia Broca ditandai ditandai dengan
adanya defisit pada pengeluaran bahasa dan produksi kata dalam berbicara
dengan kemampuan pemahaman kata baik lisan maupun tulisan yang
normal. Pasien dengan afasia Wernicke dapat berbicara dengan lancar,
tetapi kemampuan pemahaman kata baik lisan maupun tulisan terganggu.
Pasien afasien transkortikal sensorik memiliki gejala hampir sama dengan
afasia Wernicke, tetapi kemampuan untuk mengulangi kata tidak
terganggu. Pasien afasien transkortikal motorik memiliki gejala hampir
sama dengan afasia Broca, tetapi kemampuan untuk mengulangi kata tidak
terganggu. Afasia konduksi ditandai dengan terganggunya kemampuan
untuk mengulangi kata yang diucapkan, dimana kemampuan pemahaman
dan kelancaran berbahasa masih dalam keadaan normal. Pada afasia
global, semua aspek bahasa dan bicara terpengaruh. Pasien tidak dapat
memahami kata dan sulit untuk berbicara. Mereka tidak dapat membaca,
menulis, mengulang apa yang dikatakan

kepada mereka. Tatalaksana

afasia bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Terapi wicara dan


bahasa merupakan terapi suportif untuk mengembalikan kemampuan
berbahasa dan bicara pasien afasia. Prognosis pemulihan

kemampuan

berbahasa pada pasien afasia bervariasi bergantung pada usia, luas lesi,
jenis dan derajat keparahan afasia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Samuel MH. Chapter 23: Disorder of Speech and Language. In:
Adams & Victors Principles of Neurology 9th ed. New York: McGraw Hill;
2009.
2. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Guyton 11 th ed. Jakarta: EGC; 2006.

3. Benson, D.F. Aphasia, Apraxia dan Agnosia: Clinical and Theoretical Aspect.
Springfield, IL: Charles C. Thomas;1972
4. Eisenson, J. Adult Aphasia : Assessment and Treatment. NY: Appleton Century
Croft; 1973.
5. NIDS (National Institute of Neurological Disorder and Stroke). Aphasia,
September 2015 (jurnal elektronik) diakses 22 Desember 2015.
6. Said, Ikhwan M. Perkembangan Kompetensi Berbahasa Penderita Afasia
Tidak Lancar yang Disebabkan oleh Stroke Iskemik (Disertasi). Program
Pascasarjana Unhas, Makasar, 2009.
7. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brook HL. Ganongs Review of Medical
Physiology. New York: McGraw Hill; 2010
8. Davis GA. Aphasiology: Disorders and Clinical Practice. Boston: Allyn &
Bacon; 2007.
9. Drisdane, et. al. Blueprints Neurology. Philadephia: Lippincott William &
Wilkins; 2006.
10. Manasco, M.H. Introduction to Neurogenic Communication Disorders.
Burlington: Jones & Bartlett Learning; 2014
11. Kirshner S. H. 2015. Aphasia. Medscape Reference, Professor of Neurology,
Psychiartry and Hearing and Speech Sciences Vanderbilt University School of
Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com / (diakses 22
Desember 2015)
12. Kelly et al. Speech and language therapy for aphasia following stroke.
Cochrane Database Syst Rev. 2012;16(5).
13. Cherney LR, et al. Evidence-based systematic review: effects of intensity of
treatment and language therapy for individuals with stroke-induced aphasia. J
Speech Lang Hear Res. 2008;51:1282-99
14. Szelies et al. Restitution of alpha-topography by piracetam in post-stroke
aphasia. Int J Clin Pharmacol Ther. 2001 ;39(4):152-7.
15. Hong et al. Galantamine administration in chronic post-stroke aphasia. J
Neurol Neurosurg Psychiatry. 2012;83(7):675-80.
16. Laska AC, et al. Aphasia in acute stroke and relation to outcome. J Intern
Med. 2001;249(5):413-42.

Anda mungkin juga menyukai

  • aFAsia Tanpa Dapus
    aFAsia Tanpa Dapus
    Dokumen15 halaman
    aFAsia Tanpa Dapus
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Translate Lena
    Translate Lena
    Dokumen3 halaman
    Translate Lena
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Cover 2
    Cover 2
    Dokumen3 halaman
    Cover 2
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Cover Afasia
    Cover Afasia
    Dokumen1 halaman
    Cover Afasia
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan
    Pembahasan
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • 6 - Bab V
    6 - Bab V
    Dokumen1 halaman
    6 - Bab V
    Inne Fia Mariety
    Belum ada peringkat
  • Case CVD Non Hemoragik
    Case CVD Non Hemoragik
    Dokumen57 halaman
    Case CVD Non Hemoragik
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Parkinson
    Parkinson
    Dokumen27 halaman
    Parkinson
    Muhammad Ilham Fariz
    Belum ada peringkat
  • Parkinson Disease
    Parkinson Disease
    Dokumen29 halaman
    Parkinson Disease
    Ryan Arifin Suryanto
    Belum ada peringkat
  • 7 - Daftar Pustaka
    7 - Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    7 - Daftar Pustaka
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • 4 - Bab Iii
    4 - Bab Iii
    Dokumen15 halaman
    4 - Bab Iii
    suciii
    Belum ada peringkat
  • Kontrasepsi Iud
    Kontrasepsi Iud
    Dokumen1 halaman
    Kontrasepsi Iud
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan
    Pembahasan
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • 2 - Bab I
    2 - Bab I
    Dokumen1 halaman
    2 - Bab I
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • 5 - Bab Iv
    5 - Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    5 - Bab Iv
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Referat THT 1
    Referat THT 1
    Dokumen34 halaman
    Referat THT 1
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Terjemahan Referat
    Terjemahan Referat
    Dokumen14 halaman
    Terjemahan Referat
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan
    Pembahasan
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Referat Ariyani Sukma Putri - 04101001074
    Referat Ariyani Sukma Putri - 04101001074
    Dokumen13 halaman
    Referat Ariyani Sukma Putri - 04101001074
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Revisi 3 Lesi Prakanker Pada Kulit
    Revisi 3 Lesi Prakanker Pada Kulit
    Dokumen15 halaman
    Revisi 3 Lesi Prakanker Pada Kulit
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus - Revisi
    Laporan Kasus - Revisi
    Dokumen6 halaman
    Laporan Kasus - Revisi
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Bedah Ca Mammae
    Lapsus Bedah Ca Mammae
    Dokumen39 halaman
    Lapsus Bedah Ca Mammae
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Banding Varicella
    Diagnosis Banding Varicella
    Dokumen1 halaman
    Diagnosis Banding Varicella
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Versi Kecil
    Versi Kecil
    Dokumen2 halaman
    Versi Kecil
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Prematuritas Bab II
    Prematuritas Bab II
    Dokumen12 halaman
    Prematuritas Bab II
    Nate River
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga
    Jadwal Jaga
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Jaga
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen5 halaman
    Tinjauan Pustaka
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Resep Kue
    Resep Kue
    Dokumen15 halaman
    Resep Kue
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Preskas Prematur-2
    Preskas Prematur-2
    Dokumen22 halaman
    Preskas Prematur-2
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat
  • Resep Kue
    Resep Kue
    Dokumen15 halaman
    Resep Kue
    Ariyani Sukma Putri
    Belum ada peringkat