Anda di halaman 1dari 22

VARIASI GENETIK, ANALISIS PENYEBAB DAN DAMPAK SOSIO-EKONOMI

SERTA MANAJEMEN PENATALAKSANAANNYA


I.

Pendahuluan
Konsep gangguan jiwa menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia, edisi III, adalah sindrom perilaku atau
psikologis yang signifikan secara klinis atau pola yang muncul pada seorang
individu dan berhubungan dengan distres masa sekarang atau disabilitas atau
dengan meningkatnya risiko kematian, nyeri, disabilitas atau kehilangan penting
kebebasan secara signifikan.
Konsep disabilitas adalah keterbatasan/kekurangan kemampuan untuk
melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat personal, yaitu melakukan kegiatan
hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar
dan kecil) (PPDGJ III).
Gangguan jiwa, adalah kegagalan adaptasi (mal adaptation) dari jiwa
seseorang terhadap berbagai pembangkit stres (stressor) dengan intensitas
yang cenderung meningkat dan terjadi secara terus menerus (A.S. Munandar,
2004). Bertolak dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor
utama untuk munculnya gangguan jiwa di tempat kerja (gangguan jiwa akibat
kerja) adalah stres kerja. Dengan demikian stres kerja merupakan variabel
antara untuk timbulnya gangguan jiwa akibat kerja, yang didahului oleh faktorfaktor internal individu maupun faktor eksternal yang terdapat dalam lingkungan
pekerjaan.

Skizofrenia (istilah ini perama kali diperkenalkan oleh Eugen Bleuler,


seorang psikiater Swiss) adalah sekelompok gangguan psikotik dengan
gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas proses pikir, kadang-kadang
mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari
luar, waham

yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal

yang terpadu dengan situasi nyata dan autisme. Meskipun demikian, memiliki
kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu (Arif
Mansjoer, dkk, 2001). Penyakit ini ditandai dengan delusi, halusinasi, perilaku
yang secara sosial tidak dapat diterima dan atau asosiasi yang tidak adekuat
disebut gejala positif. Kekurangan motivasi dan emosi juga sering kali terjadi
disebut gejala negatif. Pada beberapa pasien, gejala positif yang mendominasi
(tipe I) dan pada pasien lainnya gejala negatif yang mendominasi (tipe II)
(Silbernagl S., dan Lang F., 2002).
Pendekatan spiral penta-orbis dimaksudkan untuk mengupas secara
tuntas permasalahan penelitian melalui lima orbis (lingkaran), yaitu : (1) susun
kerangka konsep teoritis, (2) eksplorasi secara mendalam dinamik potensial tiap
variabel, (3) hubungkan masing-masing variabel, (4) eksplorasi faktor-faktor yang
melatar belakangi/faktor risiko dan (5) konfirmasi ulang atau buat keranga
konsep baru.
Prevalens rate skizofrenia pada populasi umum adalah 1 %, saudara
kandung 8%, kembar non identik 18 %, kembar identik 48 %, salah satu orang
tua 13 % dan kedua orang tua 45 %. Prevalensinya sama pada kedua jenis
kelamin, pada laki-laki dapat muncul lebih awal (pada usia 10-20 tahunan)

sedang pada perempuan pada usia 20-30 tahunan (WF. Maramis, 2001; Harold
I. Kaplan; Benjamin J. Sadock; Jack A. Grebb, 2002).
II.

Faktor Risiko/Etiologi dan Patofisiologi Skizofrenia


1. Etiologi
Penyebab pasti skizofrenia belum diketahui, diketemukan kelainan
pada area otak tertentu (sistem limbik, korteks frontal dan basal ganglia)
namun tidak khas. Pendapat lain menyebutkan bahwa terjadi aktivitas
Dopamin

yang

berlebihan,

dilaporkan

juga

bahwa

kadar

5-

hydroxyindoleacetic acid menurun pada skizofrenia kronis. Faktor genetik


(delesi pada kromosom nomor 1, 15 dan 22) dan faktor psikososial juga
memegang peranan penting. Dengan demikian etiologinya merupakan
kombinasi antara biologis (genetik), psikologis, fisiologis dan lingkungan (Arif
Mansjoer, dkk, 2001; Harold I. Kaplan; Benjamin J. Sadock; Jack A. Grebb,
2002).
2. Patofisiologi
Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran darah dan ambilan
glukosa, terutama di korteks prefrontalis, dan pada pasien tipe II juga terdapat
penurunan jumlah neuron (penurunan jumlah substansia grisea). Selain itu,
migrasi

neuron

yang

abnormal

selama

perkembangan

otak

secara

patofisiologis sangat bermakna (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).


Atrofi penonjolan dendrit dan sel piramidal celah ditemukan di korteks
prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dendrit mengandung sinaps
glutamatergik; sehingga transmisi glutamatergiknya terganggu. Selain itu,

pada area yang terkena, pembentukan GABA dan atau jumlah neuron GABA
ergik tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel piramidal menjadi
berkurang (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).
Makna
availibilitas

patofisiologis

dopamin

atau

yang

khusus

agonis

dikaitkan

dopamin

yang

dengan

dopamin;

berlebihan

dapat

menimbulkan gejala skizofrenia, dan penghambat resepror dopamine D2


telah sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia. Di sisi lain,
penurunan reseptor D2 yang ditemukan di korteks prefrontalis, dan
penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia,
seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat
pelepasan dopamin yang meningkat dan hal ini tidak memiliki efek
patogenetik (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).
Dopamin berperan sebagai transmiter melalui beberapa jalur :
-

Jalur dopaminergik ke sistem limbik (mesolimbik); dan


ke korteks (sistem mesokorteks) mungkin penting

perkembangan skizofrenia.
Pada sistem tubuloinfundibular, dopamin mengatur pelepasan hormon

dalam

hipofisis (terutama penghambatan pelepasan prolaktin)


-

Dopamin mengatur aktivitas motorik pada sistem nigrostriatum


(Silbernagl S., dan Lang F., 2002).
Pelepasan dan kerja dopamin ditingkatkan oleh beberapa zat yang

meningkatkan perkembangan skizofrenia. Jadi, pengobatan dopaminergik


pada penyakit parkinson dapat menimbulkan gejala skizofrenia. Sebaliknya,
zat antidopaminergik dapat mengurangi skizofrenia. Penggunaan antagonis

dopamin untuk jangka lama pada pasien dengan skizofrenia dapat


menyebabkan diskinesia tardif, akibat dari kerja zat ini pada striatum.
Komplikasi ini dapat membatasi terapi skizofrenia. Serotonin mungkin juga
berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia. Kerja serotonin yang
berlebihan dapat menyebabkan halusinasi, dan banyak obat antipsikotik akan
menghambat reseptor 5 HT (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).

Gambar 1. : Patofisiologi Skizofrenia, diambil dari Silbernagl S., dan Lang F.,
2002
III.
Pendekatan Spiral Penta-Orbis Pada Skizofrenia Akibat Kerja

1. Orbis I. Susun kerangka konsep teoritis


Fkt. Predisposisi

Fkt. Kontribusi

Internal/ Kondisi individual :


- tipe kepribadian
- kecakapan
- jenis kelamin
- umur
- sumber penanggulangan
- respon penanggulangan

BIOLOGIS/
GENETIK

Eksternal/ ling pekerjaan :


- intrinsik pekerjaan
Lingkungan fisik
Tuntutan tugas (shift,
beban kerja berlebih,
beban kerja sedikit)
- di luar pekerjaan
Konflik peran
Ketaksaan peran
Pengembangan karir
Hub antar pribadi di tempat
kerja
Struktur & iklim organisasi

STRES KERJA

4
SKIZOFRENIA

FISIOLOGIS

Dampak :

Manajemen
penatalaksanaan

- Sosial
- Ekonomi

Dari bagan di atas tergambar jelas bahwa untuk dapat terjadinya


skizofrenia akibat kerja pada seseorang didahului dengan munculnya
stres kerja sebagai interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal,
yang dikombinasi dengan faktor genetik maupun faktor fisiologis.
Skizofrenia akibat kerja yang terjadi dapat menimbulkan dampak sosial
maupun dampak ekonomis. Untuk mengobati secara holistik dan
mengurangi dampak sosio-ekonomi tersebut diperlukan manajemen
penatalaksanaan secara tepat.
2. Orbis II. Eksplorasi secara mendalam dinamik potensial tiap variabel
a.

Skizofrenia, yang dimaksud dengan skizofrenia adalah sekelompok

gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi


khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya
sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar, waham

yang kadang-

kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan


situasi nyata dan autism, masih memiliki kesadaran yang jernih dan
kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu. Diagnosis skizofrenia
akibat kerja ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan psikiatrik, dengan
mengisi alat uji MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) dan
(wawancara) oleh psikiater.
5

b.

Stres Kerja, yang dimaksud dengan stres kerja adalah adanya

ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan


karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Diagnosis stres kerja ditegakkan berdasarkan hasil
analisis terhadap uji Survei Diagnostik Stres, yang dilakukan oleh peneliti.
c.

Faktor Genetik, yang dimaksud dengan faktor genetik adalah adanya

delesi pada kromosom nomor 1, 15 dan 22. Dengan metode Real-time


PCR atau polymerase chain reaction kinetik. Dilakukan di laboratorium
DNA, oleh laborant.
d.

Sumber

Penanggulangan,

yang

dimaksud

penanggulangan adalah dukungan sosial, meliputi : a)

dengan

sumber

dukungan harga

diri, bila hubungan sosial membantu seseorang merasa lebih baik tentang
dirinya dan keterampilannya, b) dukungan informasional, bila kita
mengharapkan banyak nasihat dari orang lain saat menghadapi masalah,
c)

dukungan nyata, apabila kita membutuhkan uang, alat-alat dan

bantuan dalam suatu tugas, dan d)

dukungan emosional, apabila

seseorang merasa ia mempunyai teman yang selalu berusaha menghibur


pada saat mendapatkan kesulitan. Diketahui dari jawaban kuesioner yang
telah dipersiapkan dan diperdalam dengan wawancara oleh peneliti.
e.

Respon

penanggulangan,

yang

dimaksud

dengan

respon

penanggulangan dalam penelitian ini adalah respon nyata yang dilakukan


seseorang sebagai jawaban terhadap stres. Respon ini dapat berupa
respon yang mengubah situasi penuh stres, respon menetralisir stres dan

respon yang mengendalikan stres. Terdapat dua macam mekanisme


penanggulangan, sering disebut sebagai faktor pengubah (modifying
factor), yaitu : problem focused coping dan emotional focused coping.
Diketahui dari jawaban kuesioner yang telah dipersiapkan dan diperdalam
dengan wawancara oleh peneliti.
f.

Shift Kerja, yang dimaksud dengan shift kerja adalah pola shift yang

diterapkan dengan membagi Personel Polri untuk bertugas secara


bergantian sesuai waktu yang ditentukan yaitu pagi, siang dan malam.
Diketahui dari studi dokumenter ataupun pengamatan langsung oleh
peneliti.
g.

Beban Kerja Berlebih, yang dimaksud dengan beban kerja berlebih,

meliputi beban kerja berlebih kuantitatif (apabila seseorang tidak cukup


waktu untuk menyelesaikan semua tugas yang dibebankan) dan beban
kerja berlebih kualitatif (dikaitkan dengan kekurang mampuan melakukan
pekerjaan/kurang terampil dalam tugas tertentu).
h.

Beban Kerja terlampau Sedikit, yang dimaksud dengan beban kerja

terlalu sedikit adalah

apabila keterampilan seseorang kurang diman-

faatkan. Dengan kata lain pekerja dengan kemampuan besar tetapi


mengerjakan pekerjaan yang terlalu sedikit membutuhkan keterampilan.
i.

Konflik Peran, yang dimaksud dengan konflik peran adalah adanya

pertentangan antara tugas yang harus ia lakukan dan tanggung jawab


yang ia miliki, tugas yang harus ia kerjakan menurut pandangannya bukan
merupakan bagian dari pekerjaannya, adanya tuntutan yang berasal dari

atasan, rekan, bawahan atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya,
adanya pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu
melakukan tugas.
j.

Ketaksaan Peran, yang dimaksud dengan ketaksaan peran adalah

kurangnya informasi atau perasaan tidak mengerti yang dialami oleh


tenaga kerja tentang apa yang harus dilakukan.
k. Iklim Organisasi, yang dimaksud iklim organisasi adalah situasi dan
kondisi tempat kerja yang berkaitan dengan faktor-faktor politik kantor,
konsultasi yang

kurang efektif, tidak diikutkannya

dalam proses

pengambilan keputusan padahal mengenai bidang tugasnya dan lain-lain.


l.

Pengembangan Karir, yang dimaksud dengan pengembangan karir

adalah suatu perubahan/peralihan karir seseorang dalam pekerjaan yang


dapat berupa promosi, demosi, pensiun dan diberhentikan dari pekerjaan.
3. Orbis III. Hubungkan masing-masing variabel
a. Hubungan antara sumber dan respon penanggulangan, beban kerja
berlebih, beban kerja terlampau sedikit, konflik peran, ketaksaan peran,
pengembangan karir dan iklim organisasi (faktor-faktor risiko) dengan
stres kerja (efek).
Fkt. Predisposisi

Fkt. Kontribusi

Internal/ Kondisi individual :


- tipe kepribadian
- kecakapan
- jenis kelamin
- umur
- sumber penanggulangan
- respon penanggulangan

Eksternal/ ling pekerjaan :


- intrinsik pekerjaan
Lingkungan fisik
Tuntutan tugas (shift,
beban kerja berlebih,
beban kerja sedikit)
- di luar pekerjaan
Konflik peran
Ketaksaan peran
Pengembangan karir
Hub antar pribadi di tempat
kerja
Struktur & iklim organisasi

STRES KERJA

b. Hubungan antara faktor genetik dan stres kerja dengan skizofrenia.

STRES KERJA
Fisiologis
SOSIAL-BUDAYA

Psikologis

FISIOLOGIS
(infeksi virus, anatomi
otak abnormal,perubahan
histologi

Perilaku
Kognitif

PSIKOLOGIS
(Hub buruk ortu-anak,
disfungsi hub keluarga)

BIOLOGIS
(genetik, dopamin)
SKIZOFRENI
A

c. Variabel bebas (faktor risiko) yang dikendalikan adalah : tipe


kepribadian, faktor keluarga dan faktor sosial kemasyarakatan.

d. Dieksplorasi juga tingkat keberhasilan manajemen penatalaksanaan


skizofrenia, yang dilakukan secara holistik, meliputi penatalaksanaan
secara medis, secara administratif dan aspek sosial.
4. Orbis IV. Eksplorasi faktor-faktor yang melatar belakangi
a.

Faktor genetik dan factor fisiologs


Penyebab pasti skizofrenia belum diketahui, diketemukan kelainan

pada area otak tertentu (sistem limbik, korteks frontal dan basal ganglia)
namun tidak khas. Pendapat lain menyebutkan bahwa terjadi aktivitas
Dopamin

yang

berlebihan,

dilaporkan

juga

bahwa

kadar

5-

hydroxyindoleacetic acid menurun pada skizofrenia kronis. Faktor genetik


(delesi pada kromosom nomor 1, 15 dan 22) dan faktor psikososial juga
memegang peranan penting. Dengan demikian etiologinya merupakan
kombinasi antara biologis (genetik), psikologis, fisiologis dan lingkungan
(Arif Mansjoer, dkk, 2001; Harold I. Kaplan; Benjamin J. Sadock; Jack A.
Grebb, 2002).
b. Beberapa faktor di tempat kerja yang mempengaruhi stres kerja
Setiap aspek di dalam lingkungan kerja dapat menjadi pembangkit
stres. Tenaga kerjalah yang dapat merasakan sejauh mana situasi yang
dihadapinya merupakan stres atau tidak. Stresor adalah suatu kejadian
yang menyebabkan seseorang merasakan dirinya kurang nyaman
sehingga perlu beradaptasi terhadap lingkungan pembangkit stres
tersebut. Stresor pekerjaan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Faktor intrinsik dalam pekerjaan, meliputi :

10

a)

Kondisi lingkungan fisik; Stres dapat terjadi karena

tingkat
tidak

fungsional biologis dan keamanan fisik pekerja


diperhatikan,

misal

pencahayaan

(kurangnya

pencahayaan di tempat kerja, cahaya yang menyilaukan),


suhu ekstrim, kebisingan, vibrasi, udara terpolusi, faktor
ergonomi, risiko cedera atau kecelakaan (polisi, tentara,
pekerja tambang, sopir dan lain-lain) (H.K.H Brodie and L.C.
Kolb, 1982; J. Jeyaratnam and David Koh, 1996; A.S.
Munandar, 2004).

b) Tuntutan tugas :
(1)

Kerja gilir (shift); Pengaturan kerja shift pada

beberapa

pekerjaan

tertentu

dilakukan

untuk

memenuhi tuntutan sosial, seperti : pekerja rumah


sakit, polisi, pemadam kebakaran, penjaga pintu rel
kereta api. Tuntutan kerja shift karena teknologi,
seperti : penjaga pembangkit tenaga listrik, pekerja
pabrik baja, petrokimia dan lain-lain (H.K.H Brodie
and L.C. Kolb, 1982; J. Jeyaratnam and David Koh,
1996; A.S. Munandar, 2004;Ibrahim Ali, 2010).
Kerja shift dapat mengganggu siklus sirkadian,
berupa perubahan pola tidur dan bangun, perubahan

11

suhu dan perubahan kadar hormon adrenalin. Kerja


shift akan mengganggu penyesuaian psikososial.
Gangguan psikososial ini disebabkan oleh kebiasaan
masyarakat yang pada umumnya berorientasi siang
hari. Jadi kerja shift dapat bertindak sebagai stresor
oleh karena gangguan psikososial dan gangguan
siklus sirkadian (H.K.H Brodie and L.C. Kolb, 1982; J.
Jeyaratnam and David Koh, 1996; A.S. Munandar,
2004).
(2) Beban kerja berlebih; Beban kerja berlebih dapat
dibedakan menjadi beban kerja berlebih kuantitatif
(apabila

seseorang

tidak

cukup

waktu

untuk

menyelesaikan semua tugas yang dibebankan) dan


beban kerja berlebih kualitatif (tidak dikaitkan dengan
waktu, tetapi dikaitkan dengan kekurangmampuan
melakukan pekerjaan/ kurang trampil dalam tugas
tertentu) (H.K.H Brodie and L.C. Kolb, 1982; J.
Jeyaratnam and David Koh, 1996; A.S. Munandar,
2004).
(3) Beban kerja terlalu sedikit; Stres dalam keadaan
tertentu dapat terjadi apabila keterampilan seseorang
kurang dimanfaatkan. Dengan kata lain pekerja
dengan

kemampuan

12

besar

tetapi

mengerjakan

pekerjaan

yang

terlalu

sedikit

membutuhkan

keterampilan. Hal ini dapat menimbulkan kebosanan


dan ketidakpuasan yang bertindak sebagai sumber
stres (H.K.H Brodie and L.C. Kolb, 1982; J.
Jeyaratnam and David Koh, 1996; A.S. Munandar,
2004).
2) Peran individu dalam organisasi, meliputi :
a)

Konflik peran; Konflik peran timbul, jika seseorang

tenaga kerja mengalami :


(1) Pertentangan antara tugas yang harus ia lakukan
dan tanggung jawab yang ia miliki.
(2)

Tugas

yang

pandangannya

harus

bukan

ia

kerjakan

merupakan

menurut

bagian

dari

pekerjaannya.
(3) Tuntutan yang berasal dari atasan, rekan,
bawahan atau orang

lain yang dinilai penting bagi

dirinya.
(4)

Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan

pribadinya sewaktu melakukan tugas (Bing Wantoro,


1996; A.S. Munandar, 2004).
b) Ketaksaan peran
Ketaksaan peran akan dirasakan oleh tenaga kerja
jika ia tidak

memiliki cukup informasi untuk dapat

13

melaksanakan tugas atau tidak mengerti apa yang harus


dilakukan. Hal-hal yang dapat menimbulkan ketaksaan
peran antara lain :
(1) Ketidak jelasan sasaran dan tujuan kerja
(2) Kesamaran tentang tanggung jawab
(3) Ketidak jelasan tentang prosedur kerja
(4) Kurang adanya umpan balik dari prestasi kerja
(Bing Wantoro,1996; A.S. Munandar, 2004).
3) Pengembangan karir
Suatu perubahan atau peralihan dari berbagai jenis
kehidupan dapat membangkitkan stres. Demikian pula dari
peralihan pekerjaan seseorang. Berbagai perubahan yang terjadi
dalam pekerjaan dapat berasal dari perubahan tugas, perubahan
profesi atau orientasi yang tertuju pada pekerjaan (Bing Wantoro,
1996; A.S. Munandar, 2004).
Perubahan dalam pekerjaan yang sering menimbulkan stres
adalah pendapatkan promosi, demosi, pensiun dan diberhentikan
dari pekerjaan.
4) Hubungan antar pribadi di tempat kerja
Kualitas hubungan pribadi di tempat kerja erat kaitannya
dengan terjadinya stres. Paling sedikit terdapat tiga tipe hubungan
pribadi di tempat kerja, yakni; hubungan dengan teman sekerja,
hubungan dalam kelompok kerja dan hubungan dengan atasan

14

(V.J. Sutherland and C.L. Cooper, 1990; Bing Wantoro, 1996; A.S.
Munandar, 2004).
Perilaku

kurang

tenggang

rasa

dari

atasan

dapat

menimbulkan rasa tekanan karena pekerjaan dan pemantauan


prestasi kerja yang kaku dapat dirasakan sebagai sumber stres.
Begitu juga bila tenaga kerja harus bekerja sama dengan tenaga
kerja lain yang berkepribadian kasar, tidak memperhatikan
perasaan dan kepekaan dalam interaksi sosial, apalagi jika
lingkungan kerja terisolasi (V.J. Sutherland and C.L. Cooper, 1990;
Bing Wantoro, 1996; A.S. Munandar, 2004).

5) Struktur dan iklim organisasi


Stres kerja yang berkaitan dengan struktur dan iklim
organisasi berasal dari faktor-faktor politik kantor, konsultasi yang
kurang efektif, tidak diikutkannya dalam proses pengambilan
keputusan padahal mengenai bidang tugasnya dan lain-lain. Makin
besar

partisipasi

seseorang

dalam

organisasi,

maka

akan

menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, penampilan kerja


yang lebih baik, makin jarang bolos kerja dan lain sebagainya (Bing
Wantoro, 1996; A.S. Munandar, 2004).

15

Gambar 2. : Model stress dalam pekerjaan, modifikasi dari model Cooper,C.L (dalam
A.S. Munandar, 2004)

5. Orbis V. Konfirmasi ulang atau buat keranga konsep baru


Fkt. Predisposisi

Fkt. Kontribusi

Internal/ Kondisi individual :


- tipe kepribadian
- kecakapan
- jenis kelamin
- umur
- sumber penanggulangan
- respon penanggulangan

Eksternal/ ling pekerjaan :


- intrinsik pekerjaan
Lingkungan fisik
Tuntutan tugas (shift,
beban kerja berlebih,
beban kerja sedikit)
- di luar pekerjaan
Konflik peran
Ketaksaan peran
Pengembangan karir
Hub antar pribadi di tempat
kerja
Struktur & iklim organisasi

STRES16KERJA

Fisiologis
SOSIAL-BUDAYA

Psikologis

FISIOLOGIS
(infeksi virus, anatomi
otak abnormal,perubahan
histologi

Perilaku
Kognitif

PSIKOLOGIS
(Hub buruk ortu-anak,
disfungsi hub keluarga)

BIOLOGIS
(genetik, dopamin)
SKIZOFRENIA

Dampak :

Manajemen
penatalaksanaan

- Sosial
- Ekonomi

Dari bagan di atas tergambar jelas bahwa untuk dapat terjadinya


skizofrenia akibat kerja pada seseorang didahului dengan munculnya
stres kerja sebagai interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal,
yang dikombinasi dengan faktor genetik maupun faktor fisiologis. Stres
akibat kerja akan memunculkan gejala fisiologis, psikologis, perilaku dan
kognitif. Sedangkan Skizofrenia yang terjadi sebagai akibat kolaborasi
antara gejala psikologis, perilaku dan kognitif. Skizofrenia akibat kerja
yang terjadi dapat menimbulkan dampak sosial maupun dampak
ekonomis. Untuk mengobati secara holistik dan mengurangi dampak

17

sosio-ekonomi tersebut diperlukan manajemen penatalaksanaan secara


tepat.

IV.

Kesimpulan
1.

Konsep gangguan jiwa adalah sindrom perilaku atau psikologis yang

signifikan secara klinis atau pola yang muncul pada seorang individu dan
berhubungan dengan distres masa sekarang.
2.

Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan

dasar

pada

kepribadian,

distorsi

khas

proses

pikir,

kadang-kadang

mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari


luar, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal
yang terpadu dengan situasi nyata dan autisme.
3. Pendekatan Spiral Penta orbis pada Skizofrenia akibat kerja, meliputi :
a. Orbis I. Susun kerangka konsep teoritis
b. Orbis II. Eksplorasi secara mendalam dinamik potensial tiap variabel
c. Orbis III. Hubungkan masing-masing variabel
d. Orbis IV. Eksplorasi faktor-faktor yang melatar belakangi
e. Orbis V. Konfirmasi ulang atau buat keranga konsep baru

Daftar Pustaka
Adams RD, Viktor M. 1997. Principles of Neurology 6th ed, New York Mc GrawHill.

18

Ali, Ibrahim. 2010. Toleransi Fisiologi Adaptasi terhadap Pola Shift Kerja Kajian
Tentang Kadar Catecholamine dan Cortisol Urine pada Perawat yang Bekerja
Shift di RS Casa Medical Centre Batam Disertasi, tidak diterbitkan. Makassar:
Program Pascasarjana Ilmu Kedokteran Unhas.
Berry, Lilly. M dan Houston, John. P. 1993. Psychology At Work An Introduction
to Industrial and Organizational Psychology. Brown and Benchmark Publishers:
U S of America.
Caron, J., Lecomte, Y., Stip, E., & Renaud, S. (2005). Predictors of quality of life
in schizophrenia. Community Mental Health Journal, 41, 399-417.
Chien, W. T., Chan, S., Morrissey, J., & Thompson, D. (2004). Effectiveness of a
mutual support group for families of patients with schizophrenia. Journal of
Advanced Nursing, 51, 595-608.
Fraser, T.M. 1985. Stress & Kepuasan Kerja, PT. Pustaka Binaman Pressindo,
LPPM, Jakarta.
Frazer A, Molinoff PB, Winokur A. 1993. Biological Basic of Brain Function and
Disease. 2nd ed. Raven Press. New York.
Friedrich, R. M., Lively, S., & Rubenstein, L. M. (2008). Siblings coping strategies
and mental health services: A national study of siblings of persons with
schizophrenia. Psychiatric Services, 59, 261
Germain, G.L dan M. Douglas Clark. 2007. Professional Safety Journal of The
American
Society
of
Safety
Engieenrs.
http://www.asse.org/
professionalsafety/docs/frank-bird-tribute.pdf 28/10/2007.
James, A. (2008, September). Schizophrenia: A case of nature or nurture?.
Mental Health Today, Retrieved October 15, 2008, from CINAHL with Full Text
database.
Jayaratnam J., and Koh, David. 1996. Texbook of Occupational Medicine
Practice.: World Scientific publishing Co. Pte. Ltd: Singapore.
Kandel ER, Schwarzt JH, Jessel TM, eds.1992. Principles of Neural Science, 3rd
ed Stanford, Appleton & Lange.
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., Grebb, Jack A., Sinopsis psikiatri. Alih
Bahasa Widjaja Kusuma. 2002. Edisi ketujuh. Jakarta. Binarupa Aksara.
Kolb L.C., Brodie H.K.H. Modern Clinical Psychiatry. 1982. Tenth edition.
Igakushorin/Saunders international Edition.
Lanoie, Paul. 1992. Safety Regulation and Risk of Workplace Accident in
Quebec. Southen Economic Journal. Vol 58, No. 4.

19

Lowe, R dan Paul Bennett. 2003. Exploring Coping Reactions to Work-Stress:


Aplication of An Appraisal Theory. Journal of Occupational and Organizational
Psychology. Page 393.
Mansjoer, Arief (Ed), dkk 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Media
Aesculapius. Jakarta.
Maramis W.F., 2001. Ilmu kedokteran Jiwa. Cetakan IX. Airlangga University
Press; Surabaya.
Maslim, R. 2000. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, Jakarta.
Miner, Ganster, D. C., Fusilier, M. R., & Mayes, B. T. 1992. Role of social support
in the experience of stress at work. Journal of Applied Psychology, 71 (1): 102110.
Munandar, A.S.2001. Stres dan keselamatan kerja. Dalam Psikologi Industri dan
Organisasi. UI Press, Jakarta.
Netter FH, The Ciba Collection of Medical Illustrations Vol. 3 Digestive System,
Parts I-III Ciba Pharmaceutical Co, 1999.
Rini, J.F. 2002. Stres kerja. http://www.e-psikologi.com/masalah/stress.htm
15/04/2008.
Schultz, Duane. P dan S. Ellen Schultz. 2006. Psychology and Work Today, An
Introduction to Industrial and Organizational Psychology, Ninth Edition. Pearson
Prentice Hall: New York.
Seward J.P. Occupational stress. In: La Dou Joseph (editor). 1990. Occupational
medicine. Prentise Hall International Ins. Connecticut.
Silbernagl S., dan Lang F. 2002.
Penerbit EGC, Jakarta.

Patofisiologi, Teks dan Atlas Bergambar,

Sleisenger MH, Fordtran JS. 1998. Gastrointestinal Disease. Vol 1 and 2, 5 th ed.
Philadelphia, Saunders.
Sneddon, A, Kathryn Mearns, dan Rhona Flin. 2006. Situations Awarness and
Safety in Offshore Drill Crews. Journal Cognition, Technology, and Work. Volume
8. No.5.
Sumamur, P.K., Dr.,M.sc. 1989. Keselamatan
Kecelakaan. CV Haji Mas Agung: Jakarta.

20

Kerja

dan

Pencegahan

Sutherland V.J., and Cooper C.L. 1990. Understanding stress: A psychological


perpective for health profesionals. First edition. champan and Hall, Bristol-Britain.
Titik Haryani. 2008. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stress Kerja Pada
Tenaga kesehatan Di Rumah Sakit Islam Surakarta. Tesis tidak diterbitkan.
Yogjakarta: Program Pascasarjana UGM.
Townsend, M.C. (2008). Essentials of Psychiatric
mental health nursing:
Concepts of care in evidence-based practice (4 th ed.). Philadelphia: F.A. Davis.
Townsend, M.C. (2008). Nursing
diagnoses in psychiatric nursing: Care plans
and psychotropic medications (7th ed.). Philadelphia: F.A. Davis.
Wantoro, Bing. 1996. Analisis hubungan stresor kerja dengan gejala gangguan
kesehatan jiwa pada karyawan pengawas perbankan sebuah bank di Jakarta.
Tesis tidak diterbitkan. Jakarta. Program Pasca Sarjana, Program Studi
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Kekhususan Hiperkes Medis, UI.
Wilson, M. (2007). Cognitive behavioral therapy for risk management in
schizophrenia. Nursing
Zenz, Carl., Dickerson, O. Bruce., Horvath, Edward P.1994. Occupational
Medicine. Third edition. Mosby. Boston-Chicago-London.

21

Anda mungkin juga menyukai