TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial
yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus group A betahemolitikus (GABHS), atau kombinasi keduanya dan digambarkan dengan perubahan
vesikel berdinding tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta mengering
membentuk krusta Honey-colored. dengan tepi yang mudah dilepaskan.
Pada
negara
maju,
impetigo
krustosa
banyak
disebabkan
oleh
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab,
seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan
puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling
sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.
Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya impetigo
krustosa seperti:
-
hunian padat
higiene buruk
hewan peliharaan
1.3 PATOGENESIS
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal
sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan
pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang
biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder.
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar
dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi
lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar
lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris,
SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster,
pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet,
luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan
pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu
protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi
impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri.
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak
langsung dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca
yang lembab. Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku
tangan yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan
pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari
anak-anak yang telah terinfeksi.
1.4 HISTOPATOLOGI
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas.
Terdapat vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit
dan sel epidermis. Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi
pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Seringkali terjadi
spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram positif.
1.5 MANIFESTASI KLINIS
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada
bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas.
Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm
yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian
vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen
mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan
dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas
secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi
atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang
eritema tanpa pembentukan jaringan scar.
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa
minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 23 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada
iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus
(ektima).
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa
pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam.
Membran mukosa jarang terlibat.
Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak.
1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik dengan mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan
pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi .
Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila
pemeriksaan dilakukan saat lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan
pemeriksaan biakan kuman dan sensitivitas bila terapi tidak menghasilkan respon
baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi kuman. Pada pemeriksaan serologi
didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma streptococcus. Leukositosis
ditemukan pada sebagian penderita impetigo krustosa.
1.7 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:
a. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik
dan kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.
b. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.
c. Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta.
Umumnya terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.
d. Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding
tipis dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan
ekstremitas) yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).
e. Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah
selaput lendir atau daerah lipatan.
1.8 KOMPLIKASI
1. Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke
epidermis menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan
yang ditandai dengan adanya ulkus dan krusta tebal.
2. Selulitis dan Erisepelas
Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya
selulitis dan erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan
peradangan akut kulit yang mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat
longgar) yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan kulit disertai
malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan
kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan
tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal.
3. Glomerulonefritis Post Streptococcal
Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya
disebabkan
oleh
Streptococcus
group A beta-hemolitikus
ini
yaitu
glomerulonefritis akut (2%-5%). Penyakit ini lebih sering terjadi pada anakanak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada bukti yang menyatakan
glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh Staphylococcus.
Insiden glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu, tergantung
dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan
penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe Streptococcus strain 49, 55,
57,dan 60 serta strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya nefritis setelah
pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini
terdiri dari hematuria makroskopik atau mikroskopik, edema yang diawali
dari regio wajah, dan hipertensi.
4. Rheumatic Fever.
Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi
streptokokus yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi
tersebut dapat mempengaruhi otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.
5. Pneumonia.
Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air
mengalir serta membalut lesi.
Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan
kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan
kekambuhan.
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat
lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.
a. Pilihan Pertama (Golongan Lactam)
Golongan Penicilin (bakterisid)
o Amoksisilin+ Asam klavulanat
Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.
Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10
hari.
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk
hari ke-2 sampai hari ke-4.
2.Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada
wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat
sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan
fluorescent
.Mekanisme
kerja
mupirocin
yaitu
menghambat sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusiltRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif
seperti Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap
mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang
disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.
o Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium
coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis
protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram
positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin topikal.
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari
Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat
sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan
membran lipid pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif
seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif
untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti impetigo.
o Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan
dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil
transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug
Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada
remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan
aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat
seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.
10
1.10 PROGNOSIS
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo
krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati
impetigo krustosa dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta
menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau
bakteriemi. Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) pada
bayi dan dewasa yang mengalami immunocompromised atau gangguan fungsi ginjal.
Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak
lebih baik
daripada dewasa.
11
KESIMPULAN
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi kulit terbatas pada
lapisan
epidermis
(superfisial)
yang
umumnya
disebabkan
oleh
12
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
An. A
Umur
4 Tahun
Jenis kelamin :
Perempuan
Alamat
Bukittinggi
Negeri asal
Bukittinggi, Sumbar
2.2 Anamnesis
Seorang anak perempuan berusia 4 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 25 Januari 2016 dengan :
Keluhan Utama :
Timbul keropeng dan kulit kemerahan sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Timbul keropeng dan kulit kemerahan sejak 1 minggu yang lalu.Satu
minggu sebelumnya pasien batuk dan pilek kemudian timbul gelembung kemerahan
berair di telinga,wajah dan tengkuk kemudian pecah, mengelupas, sebagian besar
kering, agak gatal dan sedikit nyeri.
Riwayat Penyakit Dahulu :
13
Kakak pasien yang berumur 6 tahun juga menderita penyakit yang sama
dan belum pernah diobati.
Kesadaran
Composmentis Cooperative
Status Gizi
Baik
Pemeriksaan Thorax
Pemeriksaan Abdomen
Lokasi
Distribusi
difus
Bentuk
tidak khas
Susunan
tidak khas
Batas
tegas
Status Dermatologicus
Ukuran
Effloresensi
:
:
14
15
Status Venerologicus
Kelainan Selaput
Kelainan Kuku
Kelainan Rambut
16
2.5 Diagnosis
Impetigo Krustosa
2.6 Penatalaksanaan
a) Terapi umum :
b) Terapi Khusus :
Sistemik :
Amoksisilin 3x 250 mg
Paracetamol 3x 250 mg
Topikal :
Asam fusidat 2% 3x sehari dioleskan pada lesi
Kompres Nacl 0,9% 3x sehari selama 5- 10 menit
2.7 Prognosis :
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam
Quo ad sanationam
Quo ad cosmetikum
:
:
:
:
Bonam
Bonam
Bonam
Bonam
17
Dokter : dr. M
Sip No. 123/sip/2016
Bukittinggi, 25 Januari 2016
R/ Amoxcicilin tab 500 mg No. X
S3dd tab 1/ 2
R/ Paracetamol tab 500 mg No. V
S3dd tab 1/ 2
R/ Nacl 0,9 % kolf NoI
Kasa steril box No I
Sue
R/ Asam fusidat cream 2% tube No. I
Sue
Pro
: An. A
Umur : 4 tahun
Alamat : Bukittinggi
DISKUSI
18
DAFTAR PUSTAKA
19
20