Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


MEA atau yang disebut dengan ASEAN Economic Community (AEC)
merupakan konsep yang mulai digunakan pada bulan Oktober 2013 di Bali
melalui Declaration of ASEAN Concord II dengan perwujudan satu pilar yakni
ASEAN Vision, yang bekerjasama dengan ASEAN Security Community I (ASC)
dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) yang mempunyai tujuan akhir
yakni itegrasi ekonomi seperti yang dirancangkan dalam ASEAN Vision 2020
(Rizal, dkk 2008). Pembentukan MEA dilakukan melalui empat tahapan kerangka
pilar yang strategis, yakni (a) pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis
produksi, (b) kawasan ekonomi yang berdaya saing, (c) pertumbuhan ekonomi
yang merata dan (d) terintegrasi dengan perekonomian global. Pada awalnya
yakni tahun 2007 para pemuka baik pemimpin ASEAN sebenarnya meyepakati
percepatan waktu diimplementasikannya MEA dari tahun 2020 menjadi tahun
2015, dengan demikian maka dirumuskanlah cetak biru MEA yang telah dibagi
dalam 4 tahapan sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2015.
Tujuan dasar yang ingin dicapai melalui penerapan MEA adalah adanya
aliran bebas barang dan jasa, tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih
bebas, sektor-sektor pendukung prioritas MEA dengan free flow of skilled (arus
bebas tenaga kerja yang terampil), kesehatan (health care), turisme (tourism), jasa
logistic (logistic services), e-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport),

produk berbasis agro (agrobased product), barang-barang elektronik (electronics),


perikanan (fisheries), produk berbasis karet (rubber based products), tekstil dan
pakaian (textile and apparels), otomotif (automotive), dan produk berbasis kayu
(wood based product).
(Arifin 2013) menyatakan bahwa pembentukan MEA 2015 akan
memberikan beberapa tantangan yang tidak hanya bersifat internal didalam negeri
teapi lebih kepada persaingan dengan sesama ASEAN dan negara diluar ASEAN
seperti China dan juga India. Berbagai kendala yang dirasakan oleh Indonesia
baik untuk pembangunan infrastruktur, yang akan menghambat Indonesia yang
menjadi hambatan dalam mendorong daya saing produk antar daerah menuju
pintu gerbang pasar Internasional agar kiranya nanti mampu bersaing dalam MEA
2015.
(Sagala 2014) menyatakan bahwa jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015 Indonesia harus meningkatkan perdagangan ke negara-negara di
kawasan Asia Tenggara, karena kenyataannya yang didapat bahwa ekspor
Indonesia ke negara-negara ASEAN baru mencapai 22% dari total ekspor
Indonesia secara keseluruhan, sementara impor kita dari ASEAN sebesar US$
53,8 miliar atau 28% dari total impor dari seluruh dunia. Itu artinya Indonesia
belum memanfaatkan perdagangan ASEAN secara maksimal, Singapura misalnya
memiliki nilai perdagangan terbesar di ASEAN dengan nilai ekspor mencapai
US$ 130,2 milliar, Malaysia mencapai US$ 50,9 miliar dan Thailand yang
mencapai US$ 56,7 milliar. Sedangkan Indonesia baru sebesar US$ 41,8 milliar.
Itu artinya perdagangan Indonesia di ASEAN masih dibawah negara Malaysia dan

Thailand. Ekspor utama Indonesia ke negara-negara ASEAN masih didominasi


produk besi baja, mesin otomotif, pengolahan kelapa sawit, pengolahan tembaga,
timah, serta makanan dan minuman. Dan untuk impor dari ASEAN Indonesia
masih mendominasi impor produk-produk bahan jadi, (Sagala 2014) juga
menyatakan bahwa produk-produk unggulan Indonesia yang berpotensi
dikembangkan untuk dijual kenegara-negara ASEAN antara lain produk olahan
kayu, tekstil, produk kulit olahan dan produk pakaian jadi yang jika produk
tersebut diolah secara baik maka akan menjadi komoditas unggulan dibandingkan
dengan Singapura, Vietnam, dan Malaysia.
Sumatera Menurut BPS pada bulan Agustus 2014, delapan komoditi ekspor
Sumatera Utara mengalami kenaikan nilai ekspor dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan
terbesar terjadi pada karet dan barang dari karet sebesar US$23,17 juta (23,61 persen);
berbagai produk kimia sebesar US$19,89 juta (39,63 persen); bahan kimia organik
sebesar US$13,09 juta (55,70 persen); ikan dan udang sebesar US$6,29 juta (28,00
persen); kayu, barang dari kayu sebesar US$5,07 juta (37,31 persen); tembakau sebesar
US$4,89 juta (15,40 persen); sabun dan preparat pembersih sebesar US$4,56 juta (30,11
persen); serta kopi, teh, rempah-rempah sebesar US$1,15 juta (3,10 persen). Sementara
itu dua komoditi yang mengalami penurunan yaitu Lemak dan minyak hewan/nabati
sebesar US$65,18 juta (-16,53 persen); dan buah-buahan sebesar US$9,94 juta (-37,31
persen). Dengan wilayah ekspor tujuan yakni lemak dan minyak hewan nabati ke negaranegara tiongkok,India, Pakistan, Bangladesh. Untuk karet ke negara Japan, US,
Tiongkok, India, Brazil, berbagai produk kimia diekspor ke negara Tiongkok,
Netherlands, India, US, Korea Selatan, kopi teh dan rempah-rempah ke negara US,
Jerman, Canada, dan Japan. Tembakau ke negara Kamboja, Thailand, Syria, Vietnam,
Jordan dan lain sebagainy
3

Dari banyaknya uraian diatas diharapkan komponen ekonomi basis percaya


bahwa Provinsi Sumatera Utara dalam pertumbuhan ekonomi suatu regional jika
komponen basisnya berkembang akan memiliki multiplier yang besar yang
nantinya akan memberikan sumbangan dalam Mayarakat Ekonomi ASEAN.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian diatas mengenai komoditas basis ekspor Sumatera Utara maka
dapat dirumuskan perumusan masalah dari Peran Ekonomi Basis Ekspor
Sumatera Utara Dalam Menghadapi MEA 2015 diantaranya adalah :
1. Dimana posisi Indonesia dalam bidang ekspor dalam anggota MEA?
2. Apa potensi wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berdaya saing
ekspor yang dapat memberikan sumbangan dalam menghadapi MEA?
3. Bagaimana peran sektor unggulan Provinsi Sumatera Utara dalam
menghadapi MEA?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis posisi Indonesia dari segi ekspor didalam MEA
2. Menganalisis potensi wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berdaya
saing ekspor yang dapat memberikan sumbangan dalam menghadapi
MEA
3. Menganalisis peran sektor unggulan Provinsi Sumatera Utara dalam
menghadapi MEA
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk ikut serta peran Provinsi
Sumatera Utara dalam mewujudkan pelaksanaan MEA dalam kontek teori
maupun praktik. Secara teori diharapkan bermanfaat sebagai (i) kajian potensi
wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi MEA. (ii) peran sektor
unggulan Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi MEA.

Selanjutnya secara praktik, diharapkan bermanfaat sebagai (i) untuk


menyusun dan mengetahui secara baik penguatan potensi wilayah Provinsi
Sumatera Utara sehingga mampu meningkatkan peran kinerja yang berdampak
pada terwujudnya Provinsi Sumatera Utara dalam daya saing MEA. (ii) sebagai
bahan masukan kepada stakeholders dalam rangka pengambilan kebijakan yang
berkaitan dengan daya saing ekspor di Provinsi Sumatera Utara dalam
mewujudkan daya saing kompetitif dalam kesiapan MEA (iii) sebagai bahan
referensi bagi peneliti lainnya yang tertarik membahas MEA.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab dua ini dibahas tentang landasan teoritis untuk merumuskan
kerangka pikir penelitian. Sebelum mencapai itu disajikan terlebih dahulu
landasan teoritis. Secara teoritis potensi wilayah Provinsi Sumatera Utara yang
berdaya saing ekspor pastinya memiliki komoditas unggulan hingga ke pasar
Internasional, yang jika sektor basis ekspor tersebut diberi pengarahan denga cara
yang baik seperti misalnya dari lembaga penyedia modal, pengemasan produk
dan lain sebagainya yang hubungannya sangat erat dalam pengarahan daya saing
ekspor yang lebih baik dan kesiapannya potensi wilayah Provinsi Sumatera Utara
dalam menghadapi MEA 2015.
2.1

Konsep Daya Saing


Jika kita membicarakan mengenai potensi sebuah wilayah khususnya

potensi wilayah di Provinsi Sumatera Utara mak tidak terlepas dengan adanya
konsep daya saing, dalam konsep daya saing biasanya akan menganut kepada
teori-teori perdaganag internasional teori tersebut adalah teori keunggulan absolut,
dan teori keunggulan komperatif
2.1.1

Teori Keunggulan Absolut


Teori keunggulan absolut merupakan teori yang dikemukakan oleh Adam
Smith yang mengatakan bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat
perdagangan Internasional karena melakukan spesialisasi suatu produksi dan akan
melakukan perdagangan jika suatu negara tersebut memiliki keunggulan absolut
yang disebut dengan absolute advantage dan jika negara tersebut tidak memiliki
keunggulan mutlak maka negara tersebut akan mengimpor barang. Adam smith
juga menyatakan bahwa sebuah negara akan dikatakan mempunyai keunggulan

absolute apabila suatu negara tersebut menghasilkan satu produk barang dengan
biaya minimum cost atau dengan biaya yang secara absolute lebih rendah dari
negara lain (Salvatore 1997)
2.2.2

Teori Keunggulan Komperatif


Setelah teori Adam Smith mengenai keunggulan absolut muncul teori dari

David Ricardo pada tahun 1917, David Ricardo mengemukakan bahwa apabila
ada dua negara yang saling berdagang dengan cara mengkonsentasikan diri untuk
mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komperatif
maka kedua negara tersebut akan mendapatkan keuntungan. Keunggulan
komperatif suatu komoditi bagi suatu negara adalah dengan komoditas unggul
yang besifat realtif dengan komoditi lainnya disuatu negara. Perdagangan
internasional David Ricardo menitikberatkan pada keunggulan komperatif suatu
negara akan tercapai jika negara tersebut mampu memproduksi barang dan jasa
yang lebih banyak dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara
lain.
2.3 Teori Basis Ekspor
Dalam teori ekonomi basis disini mengambil teori ekonomi basis ekspor
dari Richardson dimana terori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan
dalam suatu wilayah atas pekerjaan basisnya dan pekerjaan pada system
pelayanan atau lebih sering dikatakan dengan sektor non-basis. Kegiatan yang
hasilnya dijual keluar daerah atau mendatangkan dari luar daerah disebut dengan
kegiatan basis. Sedangkan kegiatan non-basisnya adalah kegiatan yang melayani
kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri (Tarigan, 2005 :55 dalam Soleh 2012)

Ada dua asumsi yang sdigunakan dalam teori basis ekspor yakni : (i) asumsi
pokok atau yang paling utama bahwa ekspor adalah satu-satunya unsure eksogen
(independen) dalam pengeluaran. Artinya, semua unsur pengeluaran lain terikat
(dependen) terhadap pendapatan. Secara tidak langsung hal ini berarti diluar
pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong
peningkatan pendapatan daerah karena sektor-sektor lain terikat peningkatannya
oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lainnya hanya meningkat apabila
pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat. Jadi satu-satunya yang bias
meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat dalam siklus
pendapatan daerah ; (ii) asumsi kedua adalah fungsi pengeluaran dan fungsi impor
bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan (Tarigan, 2005 :55 dalam
Soleh 2012).
Pertumbuhan wilayah sangat berhubungan langsung dengan ekspor yang
keluar dari suatu wilayah. Oleh karena itu pertumbuhan wilayah merefleksikan
perubahan untuk komoditas ekspor yang dihasilkan. Perkiraan pertumbuhan dari
beberapa wilayah awalnya adalah tergantung pada keberhasilan dalam
memproduksi komoditas yang dapat diekspor. Beberapa wilayah baru akan
berkembang pada awalnya dari satu atau dua komoditas yang dapat diekspor dan
memperluas basis ekspornya. Singkatnya, generalisasi ahli teori lokasi dan
tahapan awal dan teori pertumbuhan ekonomi adalah diarahkan pada sisi
pengalaman dari wilayah lainnya . titik awal untuk pembentukan pertumbuhan
ekonomi ini adalah terlihat pada pertumbuhan PDRB (Shirozujilam, dkk 2011)
2.4 Sektor Unggulan

Apabila berbicara mengenai potensi sebuah wilayah atau negara maka kita
akan membicarakan mengenai sektor unggulan. Tri Widodo, 2006 :185 dalam
Soleh 2012) menyatakan bahwa sektor unggulan adalah sektor yang mampu
mendorong pertumbuhan atau perkembangan ekonomi suatu wilayah tidak hanya
mengacu kepada lokasi secara geografis saja melainkan merupakan suatu sektor
yang menyebar dalam berbagai saluran ekonomi sehingga mampu menggerakkan
ekonomi secara keseluruhan. Adapun cirri-ciri sektor yang memiliki keunggulan
menurut (Sambodo dalam Achmad Firman, 2007 dalam Soleh 2012) meyatakan
bahwa sektor unggulan memiliki ciri-ciri yakni (i) sektor tersebut memiliki laju
pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi (ii) sektor tersebut memiliki angka
penyebaran yang relatif besar (iii) sektor tersebut memiliki keterkaitan antar
sektor yang tinggi baik keterkaitan dapan ataupun belakang (iv) sektor tersebut
mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi
2.5 Kerangka Pikir Teoritis
MEA merupakan aliran bebas barang dan jasa, tenaga kerja terlatih, serta
aliran investasi yang lebih bebas yang menitikberatkan kepada sektor-sektor
pendukung prioritas, karena Indonesia termasuk kedalam anggota MEA maka
Indonesia harus melakukan berbagai kesiapan dalam menghadapi MEA,
mengklasifikasikan sektor unggulan yang berpotensi dan berdaya saing ekspor
yang akan memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara. Provinsi Sumatera
Utara bagian dari negara Indonesia yang pastinya juga memiliki potensi
komoditas yang bernilai ekspor juga diharapkan akan memberi sinergi yang sama
dalam menghadapi MEA, yang diharapkan sektor unggulan tersebut akan juga

memberikan kontribusi terhadap persaingan kompetitif antara negara anggota


MEA. Uraian tersebut seperti digambarkan dalam kerangka pikir teoritis dibawah
ini.

MEA

Indonesia

Provinsi Sumatera Utara


Gambar 2.1
Kerangka Pikir Teoritis

Peran Potensi Wilayah Dalan

Potensi Wilayah

Menghadapi MEA

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penulisan ini dianalisis terlebih dahulu posisi Indonesia dalam

mengekspor barang kemudian dibandingkan dengan negara anggota MEA yang


lainnya setelah itu dikaji kembali peran ekspor Sumatera Utara mengenai daya
saing ekspornya yang kiranya nanti dapat memberikan kontribusi yang baik

10

terhadap persiapan dalam menghadapi MEA 2015. Ekspor disini yang


dimaksudkan adalah jenis komoditi yang telah sesuai dengan standar yang
berlaku atau sering disebut Standart International Trade Classification (SITC).
Nantinya produk daya saing tersebut akan dibandingkan dengan tingkatan daya
saing ekspor yang lebih tinggi.
Terdapat 10 jenis komoditi ekspor di Provinsi Sumatera Utara diantaranya
adalah Udang, kerang dan jenis turunannya (SITC 036), Kopi (SITC 071),
Tembakau (SITC 122), Getah Karet (SITC 231), Lemak dan Minyak Nabati
(SITC 422), Minyak, Lemak Nabati dan Hewani Olahan (SITC 431), Kayu Lapis
(SITC 634), Kayu olahan (SITC 635), Alumunium (SITC 684) dan yang teakhir
adalah perlengkapan pakaian bukan tekstil (SITC 848)
3.2 Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penulisan tentang Peran Ekonomi Basis Ekspor Sumatera Utara
Dalam Menghadapi MEA 2015 ini menggunakan data sekunder yang bersifat time
series yaitu dari tahun 2002-2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang
diperoleh melalui buku-buku, jurnal, dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan penulisan ini.
3.3 Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan yang ada pada tulisan ini adalah dengan
menggunakan alat analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menganalisis
potensi wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam menentukan sektor basis Provinsi
Sumatera Utara yang nantinya dapat diketahui untuk dilakukan penganalisaan
untuk kesiapan menghadapi MEA 2015

11

3.3.1

Location Quotient (LQ)


Location Quotient (LQ) adalah teknik untuk menaksir spesialisasi daerah.
Komposisi potensi wilayah ekonomi lokal dapat dipahami secara baik dengan
membandingkan struktur komoditas unggulan lokal dengan kota, daerah, provinsi
atau negara yang lebih tinggi atau secara keseluruhan dibanding dengan
membandingkannya dengan potensi wilayah lokal.
LQ komoditas potensi unggulan Provinsi Sumatera Utara adalah rasio dari
komoditas potensi unggulan dalam suatu area. Negara adalah merupakan wilayah
yang lebih luas dan umumnya menjadi acuan bagi suatu wilayah atau daerah yang
lebih kecil. Koefisien lokasi untuk daerah i secara umum dinyatakan melalu
pendekatan nilai tambah sesuai dengan rumus sebagai berikut :

LQ i=

Vi /Vt
Yi /Yt

Dimana :
Vi : Nilai komoditas sektor i pada tingkat region yang lebih rendah
Vt : Total komoditas pada tingkat region yang lebih rendah
Yi : Nilai komoditas sektor i pada tingkat region yang lebih tinggi
Yt : Total komoditas pada tingkat region yang lebih atas
- Nilai LQ > 1, artinya peranan sektor atau komoditas sektor tersebut di satu
daerah atau provinsi atau negara lebih menonjol daripada peranan sektor itu
secara region yang lebih luas atau sektor i merupakan sektor basis atau
-

ekspor
Nilai LQ < 1 maka peranan sekktor atau komoditas tersebut tidak menonjol

daripada perananan sektor komoditas tersebut region yang lebih luas


3.4 Batasan Operasional

12

MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ekonomi ASEAN dengan sistem


perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN dengan aliran bebas barang dan
jasa, tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas,
Indonesia adalah bagian dari sepuluh negara anggota ASEAN yang ikut
serta dalam menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau
AEC.
Sumatera adalah bagian dari Provinsi Sumatera Utara yang akan
memberikan kontribusi terhadap Indonesia dalam menghadapi MEA 2015. Peran
kontribusinya dilakukan dengan menganalisis komoditas yang berdaya saing
ekspor.
Potensi wilayah adalah komoditas berdaya saing ekspor sesuai dengan standar
yang berlaku atau sering disebut Standart International Trade Classification
(SITC). Jenis potensi yang berdaya saing ekspor tersebut yakni 10 jenis komoditi
ekspor di Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah Udang, kerang dan jenis
turunannya, Kopi, Tembakau, Getah Karet, Lemak dan Minyak Nabati, Minyak,
Lemak Nabati dan Hewani Olahan, Kayu Lapis, Kayu olahan , Alumunium dan
yang teakhir adalah perlengkapan pakaian bukan tekstil.
Peran potensi wilayah adalah potensi wilayah di Provinsi Sumatera Utara
yang nantinya diberi pengarahan denga cara yang baik seperti misalnya dari
lembaga penyedia modal, pengemasan produk dan lain sebagainya yang
hubungannya sangat erat dalam pengarahan daya saing ekspor yang lebih baik dan
kesiapannya potensi wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi MEA
2015.

13

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Asean Economic Community (AEC)


MEA merupakan bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang akan berlangsung
pada tahun 2015 mendatang. MEA terbentuk pada ketetapan KTT di Bali sejak
tahun 1967, pada saat itu negara-negara di ASEAN sepakat untuk mengangkat
masalah ekonomi karena menjadi bagian yang lebih serius untuk negara ASEAN
lebih maju. Oleh sebab itu maka berbagai kerjasama akhirnya dilaksanakan antar
Negara ASEAN untuk mencapai tujuan ekonomi dalam masing-masing
kawasannya. Setelah adanya KTT di Bali tersebut pada bulan November 2015
sejumlah para pemimpin negara di ASEAN kemudian saling sepakat membuat

14

ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint yang tujuannya mengacu kepada


komitmen dalam mengimplementasikan MEA.
Dalam Asean Economic Community (MEA) melalui cetak biru tersebut
berbagai pembangunan akan dilakukan, misalnya saja pembangunan fasilitas
perdagangan dari mulai sektor informasi dan teknologi hingga transportasi jalur
perdagangan. Sedangkan dalam pengimplementasian MEA diadakan ASEAN
Single Window di setiap negara, penyamaan dari kebijakan-kebijakan sertifikasi
produk ASEAN dengan MRA (Mutual Recognation Arrangement) yang
merupakan bagian dari agenda ASEAN untuk mencapai MEA pada tahun 2015
mendatang.
Dari cetak biru MEA diharapkan kelak nantinya akan memberikan pengaruh
yang besar dalam perwujudan ASEAN melalui pasar tunggal dan basis produksi
dimana ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi memiliki lima elemen
utama yaitu (i) aliran bebas barang (ii) aliran bebas jasa (iii) aliran bebas investasi
(iv) aliran modal yang lebih bebas serta (v) aliran bebas tenaga kerja terampil.
Disamping itu, pasar tunggal berbasis produksi juga mencakup dua komponen
penting lsainnya yaitu priority integration sectors (PI) serta kerja sama dibidang
pangan pertanian serta kehutanan
-

Aliran Bebas Barang


Aliran bebas barang merupakan salah satu sarana utama dalam mewujudkan
pasar tunggal dan basis produksi. Pasar tunggal untuk barang dan jasa juga
akan mempermudah pengembangan jaringan produksi di kawasan dan
meningkatkan kapasitas ASEAN sebagai pusat produksi global atau sebagai
bagian dari mata rantai pasokan global.

15

- Kawasan Ekonomi yang Kompetitif


Dimana tujuan utama dari cetak biru MEA terdiri atas (i) kebijakan
persaingan usaha yakni persaingan usaha untuk memperkuat budaya
persaingan yang sehat. Institut dan perundang-undangan yang terkait dengan
kebijakan persaingan usaha baru-baru ini telah terbentuk di beberapa negara
ASEAN. Pada saat ini belum terdapat badan resmi ASEAN untuk kerjasama
CPL (competition Policy law) yang berfungsi sebagai jaringan untuk badanbadan persaingan usaha atau badan terkait untuk tukar menukar pengalaman
dan norma-norma dari CPL (ii) perlindungan konsumen (iii) hak atas
kekayaan intelektual (HKI) (iv) pembangunan infrastruktur (v) perpajakan
(vi) E-commerce
- Pengembangan Ekonomi yang Setara
Yang terdiri atas (i) pengembangan UKM (ii) inisiatif integrasi ASEAN (iii)
integrasi kedalam ekonomi global
- Integrasi Kedalam Ekonomi Global
Dimana ASEAN yang bergerak didalam lingkungan global yang terus
berubah dengan pasar saling tergantung dengan industri, maka dari itu
pelaku usaha ASEAN akan bersaing secara internasional, menjadikan
ASEAN sebagai bagian yang lebih dinamis dan kuat dalam mata rantai
pasokan global serta menjadikan pasar ASEAN tetap menarik bagi para
investasi asing yang terdiri dari (i) pendekatan terpadu terhadap hubungan
ekonomi eksternal (ii) partisipasi yang meningkat dalam jaringan pasokan
global
4.2 Kondisi Ekspor
4.2.1 Kondisi Ekspor Indonesia Menurut Golongan Barang
Pada lampiran 2 dijelaskan bahwa Setiap tahunnya perkembangan produk
ekspor menurut golongan barang di Indonesia terus mengalami peningkatan untuk

16

semua komoditas, kecuali komoditas nilai ekspor tembakau dari tahun 2009
misalnya meningkat sebesar 422.979.846 meingkat mejadi 476.963 begitu juga
dengan udang, kerang dan sejenisnya egar atau dingin mengalami kenaikan dari
931.710.433 menjadi 1.058.949.112 pada tahun 2010. Sementara untuk produk
komoditas ekspor kopi dari 918.494.773 meningkat menjadi 982.982.311 pada
tahun 2010. Hal ini sudah pasti memperlihatkan bahwa permintaan kopi. Getah
karet alam meningkat dari 3.243.980.375 meningkat menjaadi 7.329.059.531 pada
tahun 2010, minyak dan lemak nabati dan hewan olahan meningkat dari
89.998.079 pada tahun 2009 meningkat 188.619.994 pada tahun 2010, kayu lapis
meningkat dari 1.262.128.287 meningkat menjadi 1.719.293.471 pada tahun
2010. Kayu olahan meningkat dari 568.071 meningkat menjadi 570.349.147.
Alumunium dari 428.409.843 meningkat menjadi 673.551.488 pada tahun 2010,
sedangkan barang-barang perlengkapan pakaian bukan tekstil meningkat dari
254.152.063 menjadi 319.029.240 pada tahun 2010
4.2.2

Kondisi Ekspor Sumatera Utara Menurut Golongan Barang


Kondisi ekspor sejak sepuluh tahun terakhir ini mengalami kenaikan yang

cukup baik, pada lampiran 2 terlihat bahwa perkembangan nilai ekspor untuk
semua golongan barang mengalami kenaikan, seperti untuk jenis komoditas
udang, kerang dan sejenisnya segar atau dingin pada tahun 2010 mengalami
peningkatan sebesar 106.514.058 dari 109.585.914 pada tahun 2009. Begitu juga
dengan kopi pada tahun 2009 nilai ekspor adalah 203.645.951 meningkat menjadi
232.597.446 dari 203.645.951 pada tahun 2009, sedangkan tembakau meningkat
juga dari 198.494.884 meningkat menjadi 202.016.106 pada tahun 2010. Getah

17

karet alam dari 943.011.040 pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.076.766.593
pada tahun 2010,untuk lemak dan nabati meningkat dari 272.015.848 menjadi
3.615.016.019 pada tahun 2010, untuk minyak dan lemak nabati dan hewan
olahan meningkat dari 156.036.128 menjadi 271.084.431 kayu lapis dari 87.474
menjadi 92.191.548 pada tahun 2010, kayu olahan meningkat dari 57.514.085
menjadi 67.151.175 pada tahun 2010. Begitu juga alumunium dari 173.461.534
menjadi 223.750 pada tahun 2010. Untuk barang-barang dan perlengkapan
pakaian bukan tekstil meningkat dari 173.461.534 meningkat menjadi
223.750.137 pada tahun 2010.
4.3.1

4.3 Hasil Analisis dan Pembahasan


Posisi Indonesia Berdasarkan Sektor dengan Negara ASEAN
Untuk mengetahui posisi Indonesia berdasarkan sektor dengan Negara
ASEAN lainnya, penulis menggunakan data GDP atas harga konstan pada
beberapa Negara anggota ASEAN lainya yakni Vietnam, Laos, Malaysia,
Myanmar, Philipina, Sinapura serta Thailand. Apabila nilai LQ >1 artinya peranan
sektor tersebut di Negara Indonesia lebih menonjol disbanding peranana sektor di
Negara anggota ASEAN lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan denan
menggunakan alat analisis LQ pada lampiran I dapat teridentifikasikan sektor
basis dan non basis di Negara Indonesia. Sektor-sektor tersebut diantaranya adalah
agriculture (1.1), mining (1.4), manufacturing(1.2), transport and
communication (1.0) and trade (1.0). Sedangkan untuk sektor non basis adalah
electricity, gas and water (0.3), construction (0.2), finance (0.8), dan public
administration (0.8).

18

Dari hasil perhitungan LQ Indonesia masih termasuk kedalam Negara yang


memiliki sektor basis dibidang pertanian hal ini memungkinkan saja karena masih
banyaknya sumberdaya alam lokal yang menjadi penopang pertumbuhan kita
misalnya saja turunan dari pertanian yakni adanya kayu olahan, getah karet alam,
kopi, tembakau, kayu lapis dan sebagainya. Sektor unggulan lainnya Negara
Indonsia adalah pertambangan yakni pertambangan batu bara, mineral, migas, dan
panas bumi). Semua penggolongan sektor pertambangan tersebut jika
diberdayakan secara baik maka dapat menghadapi MEA 2015 secara baik. Namun
sangat disayankan karena Negara kita hanya mampu menghasikan baran namun
belum optimal dari segi pengolahan dari barang mentah menjadi barang setenah
jadi, atau pemaanfaatan industri hilir dan industri hulu yan belum scara baik
karena keterbatasan teknologi maupun modal. Untuk peranan sektor bangunan,
pengangkutan dan komunikasi serta jasa kemasyrakatan social dan peroangan,
memang Negara Indonesia unggul dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya
namun hal tersebut justru lebih banyak kepada dampak negatifnya seperti
misalnya perdagangan yan membaik namun perdagangan tersebut lebih cenderung
kepada perdaganan impor daripada perdagangan eksporbegitupun komunikasi dan
pengangkutan yang Negara kita masih kalah saing dengan Negara ASEAN
lainnya
4.3.2

Sektor Unggulan Provinsi Sumatera Utara


Untuk menganalisis sektor basis di Provinsi Sumatera Utara yang nantinya
diharapkan akan member kontribusi untuk menghadapi MEA maka digunakan
metode analisis Location Quotient (LQ). LQ merupakan suatu perbandingan

19

tentang besarnya peranan sektor di Provinsi Sumatera Utara terhadap besarnya


peranan sektor tersebut di tingkat Negara Indonesia. Maka dalam perhitungannya
dibutuhkan niai ekspor Sumatera Utara dalam USS baik di Provinsi Sumatera
Utara maupun di Indonesia.
Dalam tulisan ini, golongan barang-barang yang memiliki nilai ekspor
adalah : (i) udang, (ii) kerang, dan sejenisnya, (iii) kopi, (iv) tembakau, (v) getah
karet alam, (vi) lemak nabati, (vii) minyak dan lemak nabati hewan (viii) kayu
lapis, (ix) kayu olahan alumunium, dan (x) barang-barang perlengkapan pakaian
dan tekstil .
Dari hasil perhitungan nilai koefisien LQ, maka golongan yang dapat
dikategorikan sebagai barang-barang yang memiliki komoditas unggulan atau
sektor basis dan tidak unggul atau non basis yakni dari tahun 2000-2010 dapat
teridentifikasi yang termasuk kedalam golongan barang-barang yang
dikategorikan golongan barang yang berpotensi LQ > 1 dalam menghadapi MEA
pada lampiran 2 adalah ekspor menurut golongan barang kopi (1.11), tembakau
(1.37), getah karet alam (1.26), lemak dan minyak nabati (1.31 minyak lemak
nabati dan hewan olahan (2.34) seta alumunium (2.07) dan barang-barang
perlengkapan pakaian bukan tekstil. sedangkan non basis atau yan tidak termasuk
kedalam sektor unggulan yang berdaya saing ekspor menurut olongan barang
adalah udang, kerang, dan sejenisnya segar ataupun dinin (0.50), kayu lapis (0.25)
dan kayu olahan (0.48)
Berdasarkan hasil perhitunan LQ tersebut pada lampiran 2 yang memiliki
nilai LQ tertinggi adalah golongan barang ekspor minyak dan lemak nabati dan

20

hewan olahan serta alumunium. Golongan barang ekspor yan merupakan sector
basis atau yang memiliki potensi di Provinsi Sumatera Utara memiliki peranan
yang sangat besar terhadap persaingan MEA yang kompetitif serta memiliki
kekuatan untuk dikembangkan. Naun meskiun sector basis atau potensi golongan
barang ekspor potensial untuk dikembangankan dan dapat berkontribusi terhadap
kesiapan MEA tetapi tidak sampai mengabaikan sektor golongan barang ekspor
non basis lainnya. Karena sektor non basis tersebut dapat pula dikembangkan
mejadi sektor basis baru yang tentunya dengan cara pengoptimalan sumber daya
manusia secara maksimal

21

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yan diperoleh dari Analisis ekonomi basis ekspor
Sumatera Utara dalam menghadapi MEA 2015 yakni sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil perhitungan alat analisis dari peran ekonomi basis ekspor
Sumatera Utara dalam menghadapi MEA 2015 denan menggunakan LQ
menunjukkan bahwa sektor basis di Negara Indonesia diantaranya adalah
agriculture (1.1), mining (1.4), manufacturing (1.2), transport and
communication (1.0) and trade (1.0). Sedangkan untuk sektor non basis
adalah electricity, gas and water (0.3), construction (0.2), finance (0.8), dan
public administration (0.8).
2. ekspor menurut golongan barang kopi (1.11), tembakau (1.37), getah karet
alam (1.26), lemak dan minyak nabati (1.31 minyak lemak nabati dan hewan
olahan (2.34) seta alumunium (2.07) dan barang-barang perlengkapan
pakaian bukan tekstil. sedangkan non basis atau yan tidak termasuk kedalam
sektor unggulan yang berdaya saing ekspor menurut olongan barang adalah

22

udang, kerang, dan sejenisnya segar ataupun dingin (0.50), kayu lapis (0.25)
dan kayu olahan (0.48)

5.2 Saran
Berdasarkan pembahsan yang ada maka dapat diberikan beberapa saran
sebagai brikut :
1. Dalam rngka menghadapi MEA 2015 yang akan datang maka diupayakan
agar semua stakeholder berupaya untuk memfokuskan

23

Anda mungkin juga menyukai