Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdarahan subaraknoid adalah salah satu dari klasifikasi dari stroke
hemoragik. Penyebab perdarahan paling banyak adalah trauma kepala dan perdarahan
intraserebral hipertensif yang masuk ke ventrikel dan selanjutnya masuk ke ruang
subarachnoid. Penyebab lainnya yang paling sering adalah ruptur aneurisma.
Biasanya aneurisma penyebab PSA soliter dan menurut frekuensi lokasinya lebih dari
30% terdapat pada arteri komunikans anterior serebri anterior, 20 -25 % pada arteri
karotis interna-komunikans anterior dan 20-25% pada bagian sentral arteri serebri
media.
Pada pasien dengan trauma kepala, pendarahan subarachnoid saat muncul
biasanya terbatas pada satu atau dua sulci, pendarahan subarachnoid yang luas,
menunjukkan adanya ruptur dari aneurisma atau pseudoaneurisma.
Sebelum metode diagnostic yamg lebih akurat dipakai, PSA dianggap paling
serimg terjadi pada decade usia ketiga dan keempat. Sekarang dengan adanya metode
diagnostik yang lebih akurat, tiga perempat dari semua pasien PSA berusia lebih tua
dari 40 tahun, separuhnya berusia di atas 50 tahun, yang tersering pada usia 50-59
tahun. Tetapi PSA yang disebabkan oleh malformasi arteriovenosa, insidens
tertingginya pada usia yang lebih muda yaitu 30-40 tahun.
Rasio kejadian PSA lebih banyak terjadi pada perempuan, meskipun
jumlahnya tidak jauh berbeda dengan laki-laki. Namun pada usia 70 tahun terjadi
peningkatan insidens pada perempuan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara
otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subaraknoid dimasukan ke
dalam klasifikasi stroke hemoragik. 1 Perdarahan Subarachnoid adalah perdarahan ke
dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subarachnoid). Perdarahan
subarachnoid merupakan penemuan yang sering pada trauma kepala akibat dari
robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan
otak yang besar sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh
darah Serebral Major.2
Subarachnoid Hemorrhage (SAH) atau Perdarahan Subarachnoid (PSA)
menyiratkan adanya darah di dalam ruang Subarachnoid akibat beberapa proses
patologis. SAH biasanya disebabkan oleh tipe perdarahan non-traumatik, biasanya
berasal
dari
ruptur
aneurisma
Berry
atau
arteriovenous
malformation
2.2Anatomi 4
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.
1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu
lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang
2
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara
relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga
tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran
rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak
yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang
berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di
antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung
dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral
dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat
rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi
cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma
sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara
lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna
sylvii).
3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah
di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah
corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius
dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah
4
choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di
tempat itu.
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi
neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar
1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50%
glukosa yang ada di dalam darah arterial. Otak harus menerima lebih kurang satu liter
darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat
istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah
arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang
otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk
suatu sirkulus willisi
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke
target organ
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan
darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.
2.3 Etiologi 5
belakang
Perdarahan berbagai jenis tumor.
Trauma kepala
PAS karena trauma dihubungkan dengan robeknya pembuluh darah yang
melintas di ruang subaraknoid karena teregang saat fase akselerasi dan
deselerasi
2.4 Patofisologi
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah
menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke
dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya
aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul
spontan pada umumnya dan sekitar 10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik
dan terjadi saat aktivitas.
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic pada
dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma
dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput
tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan
aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.4
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian
dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25
tahun John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau
tidaknya aneurisma dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk
saluran pada lingkaran wilis, sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan
menggunakan obat pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua
memiliki
hubungan
dengan
bentuk
aneurisma
sakular4.
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid.
Pia mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF.
Trauma perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah
9
penghubung yang menembus ruang itu, yang biasanya sama pada perdarahan
subdural. Meskipun trauma adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara
umum digolongkan denga pecahnya saraf serebral atau kerusakan arterivenous. 4
2.5 Gambaran Klinis 6
Onset
Onset PSA mendadak, biasanya ketika pasien sedang melakukan aktivitas
seperti mengejan, mengangkat benda berat dan batuk yang paroksismal
Sakit Kepala
Perjalanan penyakit PSA yang khas adalah sakit kepala hebat yang belum
pernah dirasakan sebelumnya. Sakit kepala berdenyut-denyut dan semakin
progresif sehingga menganggu aktivitas yang sedang dilakukan pasien. Sakit
kepala segera diikuti oleh nyeri dan kekakuan pada leher. Mual muntah sering
dijumpai.
Kaku Kuduk
Kaku kuduk hampir selalu dijumpai pada PSA. Kaku kuduk terjadi karena
iritasi meningeal oleh perdarahan dalam ruang subarachnoid. Kaku kuduk
koma.
Defisit Neurologis
Tanda neurologis seperti disfasia, hemiparesis, hemiplegik dan defisit
Secara klinis terdapat penggolongan PSA menurut Hunt and Hess sebagai berikut:
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Gejala
stroke
peredaran
non
darah
hemoragik
di
otak
yang
timbul
bergantung
akibat
gangguan
berat
ringannya
pada
pada
sisi
tubuh
yang
berlawanan
(hemiparesis kontralateral)
Bisa terjadi kejang-kejang.
Yang membedakan dengan PSA adalah tidak didapatkannya gejala
peningkatan
intrakranial
seperti
mual
dan
muntah.
Tidak
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan
disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh
hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma
kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia,
leukemia,
trombositopenia,
pemakaian
antikoagulan
terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Gejala yang membedakan adalah pada
perdarahan intraserebral (PIS) tidak terdapat kaku kuduk, nyeri kepalanya
tidak lebih berat daripada PSA, pada lumbal pungsi tidak didapatkan darah,
kecuali apabila PIS meluas ke ruang subaraknoid.
11
Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur. Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal
12
13
2.
pengcahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT pada umunya
lebih baik daripada MRI dalam mendeteksi perdarahan subarachnoid akut. Control
perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadangkadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah
3. Lumbal Pungsi
Bila tidak dapat dilakukan CT Scan atau MRI dapan dilakukan lumbal pungsi untuk
membuktikan adanya perdarahan dalam rongga subaraknoid. Bila dilakukan pungsi
lumbal maka akan dijumpai cairan LCS yang mengandung darah, kadar protein
meningkat sekitar 10-20 mg%. Jumlah darah yang dijumpai pada LCS mempunyai
nilai prognostik. Prognosis biasanya buruk bila kadar hematokrit cairan spinal tinggi
misalnya 3-5 %, hal ini sebagai indikator besarnya perdarahan yang terjadi.
2.8 Tatalaksana 9
2.8.1 Perawatan pra-rumah sakit
14
Pada pasien yang diduga dengan PSA grade I atau II, perawatan departemen
emergensi dibatasi pada diagnosa dan terapi suportif.
o Identifikasi awal nyeri kepala sentinel merupakan kunci untuk
mengurangi angka mortalitas dan morbiditas.
o Penggunaan sedasi dengan bijaksana.
o Amankan akses intravena selama menetap di departemen emergensi
dan pantau status neurologis pasien.
Pada pasien dengan PSA grade III, IV, atau V (misal, pemeriksaan neurologis
berubah), perawatan departemen emergensi lebih luas.
15
Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah otomatis, dan CO 2 tidalakhir, ketika diaplikasikan. Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang
diintubasi memungkinkan klinisi menghindari hiperventilasi berlebihan atau
tidak mencukupi. Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi
peningkatan TIK.
Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan darah yang
labil (sering pada PSA tingkat tinggi). Agen anti hipertensi sebelumnya telah
dianjurkan untuk tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg. Jaga tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140
mmHg sebelum pengobatan aneurisma, kemudian biarkan hipertensi untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik < 200 mmHg.
Suhu tubuh pusat: jaga agar tetap 37,2C; berikan asetaminofen (325-650 mg
per oral setiap 4-6 jam) dan gunakan alat pendingin jika dibutuhkan.
2.8.3 Medikasi
1. Agen Osmotik.
Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang mengurangi TIK sebesar
50% dalam 30 menit, puncaknya setelah 90 menir, dan berakhir dalam 4
jam.
2. Obat hemostatik
Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat membalik
keadaan yang dihubungkan dengan fibrinolisis luas. Penggunaannya masih
kontroversial; dihimbau untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum
menggunakannya.
3. Antihipertensi
Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya
perdarahan ulangan, namun dilain pihak hal ini dapat mencetuskan
iskemik perihematomal. Beberapa peneliti menyarankan penurunan
tekanan darah menuju tekanan darah rata-rata harus dilakukan perlahan
17
hingga , 130 mmHg namun penurunan tekanan darah lebih darah 20%
harus dicegah dan tekanan darah tidak boleh turun lebih dari 84 mmHg.
4. Diuretik
Diuretik
loop,
seperti
furosemid,
juga
menurunkan
TIK
tanpa
2.9 Komplikasi 8
Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu
pertama. Puncak insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal
dari lisis gumpalan aneurisma.
Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36%
pasien.
Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang
dengan
PSA
dihubungkan
dengan
perfusi
miokard
normal
dan
19
Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.
BAB III
KESIMPULAN
20
Daftar Pustaka
Becske,
MD.
Subarachnoid
Hemorrhage.
http://emedicine.medscape.com/article/1164341-overview
Diunduh
pada
tanggal
dari
8
Februari 2016.
6. Copstead,Lee-Ellen.C.Phd,RN dan Banasik, Jacquelyn.L.PhD,ANRP. 2005,
Pathophysiology Third Edition, Elsevier Inc. Saunders.
7. Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. Stroke Pengelolaan Mutakhir. 1992. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
8. Burgerner,A.Francis.,dkk . 1996. Differential Diagnosis in Computed
Tomography. George Thieme Verlag. Thieme Medical Publishers, Inc. New
York.
9. Hemorrhagic
Stroke
in
Emergency
Medicine
http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview
Diunduh
pada
tanggal
dari
8
Februari 2016.
22