PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam era globalisasi ini , dunia industri berkembang dan tumbuh secara
cepat. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa arus globalisasi tersebut membawa
pengaruh yang besar bagi dunia industri. Namun pemanfaatan teknologi dalam
proses industri mengandung berbagai resiko. Sebuah organisasi baik perusahaan
maupun instansi dalam melakukan aktivitasnya sudah tentu memerlukan sumber
daya manusia yang mendukung usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi.
Dalam operasional kerja suatu industri , khususnya industri berat tentunya
mengandung potensi bahaya yang sangat tinggi (hazard). Kecelakaan , penyakit dan
cedera dapat mengganggu jalanya suatu pekerjaan , mengganggu rutinitas dan pada
akhirnya menimbulkan biaya tambahan dan kerugian lainnya .
Beberapa fakta yang menyebutkan bahwa masih banyak terjadi kecelakaan kerja
seperti laporan Global Estimates Fatalites in 2003 Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO) sebanyak 6000 pekerja di seluruh dunia kehilangan nyawa
mereka setara dengan satu orang setiap 15 detik atau 2,2 juta orang per tahun
akibat kecelakaan atau sakit yang sesuia dengan pekerjaan mereka. Hal tersebut
dapat menjadi bukti bahwa penerapan K3 di perusahaan perusahaan belum terlalu
efektif atau sesuai dengan yang diharapkan. Juka hal ini masih terus terjadi tanpa
kita sadari dapat mengganggu perekonomian kita karena kurangnya sumber daya
manusia.
Dengan adanya pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja di
harapakan para karyawan akan merasa terlindungi dan aman sehingga dapat
bekerja secara efisien dan efektif. Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat
mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat
dilihat pada negara-negara yang sudah maju. Secara umum bahwa kesehatan dan
lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi.
Dimana
industrilisasi
banyak
memberikan
dampak
positif
terhadap
industrilisasi juga
memberikan dampak yang tidak baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan
masyarakat pada umumnya.
Melihat adanya bahaya yang dapat ditimbulkan oleh energi listrik ini, maka PT
PLN (Persero) juga mementingkan segi keamanan pada setiap unitnya. Hal ini
dikarenakan untuk menghasilkan zero accident dan safety condition bagi karyawan
PLN, masyarakat sekitar maupun lingkungan. Salah satu cara untuk menghasilkan
kondisi tersebut maka PT PLN (Persero) selalu berusaha melaksanakan prosedur K2
(Keselamatan Ketenagaanlistrikan) dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
pada setiap pekerjaannya.
bagaimana
pelaksanaan
dan
penerapan
prosedur
BAB II
ISI
2.1 Pelaksanaan dan Penerapan Prosedur Keselamatan Ketenagalistrikan
serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT.PLN Persero
Perusahaan Listrik Negara (PLN) didirikan berdasarkan peraturan pemerintah
No.30 Tahun 1970. PT.PLN Persero menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang
usaha lain yang terkait, berorientasi kepada kepuasaan pelanggan , anggota
perusahaan dan pemegang saham dengan mewujudkan upaya upaya sebagai
berikut :
1. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
2. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
3. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
2.1.1 Keselamatan Ketenagalistrikan (K2)
Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) merupakan segala upaya atau langkah- langkah
pengamanan instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaatan tenaga listrik
untuk mewujudkan kondisi andal bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya bagi
manusia, serta kondisi akrab lingkungan (ramah lingkungan) dalam arti tidak
merusak lingkungan hidup disekitar instalasi tenaga listrik.
Keselamatan Kerja adalah suatu usaha pencegahan terhadap kecelakaan kerja yang
dapat menimbulkan berbagai kerugian, baik kerugian harta benda (rusaknya
peralatan), maupun kerugian jiwa manusia (luka ringan, luka berat, cacat bahkan
tewas).
Kesehatan Kerja adalah suatu upaya atau pemikiran dan penerapannya yang
ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.
0 0,9
0,9 1,2
1,2 1,6
1,6 6,0
6,0 8,0
13,0 15,0
15,0 20, 0
20,0 50,0
50,0 100,0
pengetahuan
dan
penerapannya
dalam
usaha
mencegah
Mempelajari tentang k3
Melaksanakan tentang k3
Sasaran K3
o
a. Sistem Kerja
- Potensi bahya dan nilai resikonya dalam proses kerja yang harus diidentifikasi dan
dinilai oleh petugas yang berkompeten.
- Upaya pengendalian resiko dibahas dalam rapat tinjauan SMK3 di tempat kerja.
- Semua pekerjaan yang beresiko tinggi setelah dilakukan inspeksi yang ketat harus
diberlakukan prosedur ijin kerja sebelum pekerjaan dimulai dan disetujui oleh para
ahli keselamatan kerja atau para ahli yang berkompeten.
- Metode
kerja
yang
aman
untuk
seluruh
resiko
yang
diidentifikasi
dan
didokumentasi.
- Alat pelindung diri harus tersedia dan digunakan secara tepat dan selalu
terpelihara, dan sebelum digunakan harus diperiksa dan sesuai standar serta layak
pakai.
- Bila terjadi perubahan metode kerja / proses kerja maka pola pengendalian resiko
harus diuji oleh.
- Untuk pekerjaan berbahaya hanya dilakukan oleh personil yang telah terlatih dan
profesional serta memnuhi syarat yang ditetapkan.
b. Tugas dan Waktu Kerja
Pegawai atau Petugas yang berada pada instalasi Tegangan Tinggi (TT) dibagi
menjadai dua bagian yaitu :
- Operator Gardu Induk yang ebrtugas memantau beban trafo sutter dan memantau
peralatan yang terpasang di Gardu Induk (GI).
- Petugas pemeliharaan bertugas memlihara peralatan instalasi Tegangan tinggi
(TT).
Jam kerja karyawan Gardu Induk dan Pemeliharaan diatur pada jadwal yang telah
ditentukan :
- Pada jam kerja operator gardu induk diatur pada jadwal yang ditentukan 24 jam,
jam kerja operator gardu induk dibagi menjadi 3 shift yaitu : jam 07.30 WIB 15.00
WIB, 15.00 WIB 22.00 WIB , 22.00 WIB 07.30 WIB.
- Pada jam kerja bagian Pemeliharaan yaitu jamkerja dilakukan setiap hari yaitu pada
pukul 07.30 WIB 16.00 WIB.
c. Pengawasan
- Tiap pekerjaan yang berlangsung harus diawasi untuk memastikan dilaksankannya
pekerjaan yang aman dan mengikuti instruksi dan pedoman kerja yang telah
ditetapkan.
- Setiap orang diawasi berdasarkan tingkat kemampuan dan tingkat resiko tugasnya.
- Pengawas
harus
serta
mengidentifikasi
bahaya
dan
melakukan
upaya
pegendalian.
10
11
12
kerja
yang
telah
ditetapkan
pemakaian APD. Contohnya : pada saat perbaikan instalasi Gardu Induk Tegangan
Tinggi masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD dengan alasan tidak
nyaman.
b. Kurang pahamnya pekerja mengenai prosedur kerja. Contohnya : ada pekerja
yang tidak memilki surat izin kerja , tidak menggunakan sarung tangan saat
perbaikan listrik dengan alasan hanya perbaikan sedikit ,dan pekerja yang tidak
paham penggunaan peralatan kerja dan buku manual peralatan kerja terutama
peralatan di luat yang berkaitan dengan sinar X,Radioaktif,Medam magnet dsb.
13
14
2.4
Republik
Indonesia
No.
30
Tahun
2009
tentang
Ketenagalistrikan
b. Keteknikan PASAL 43
Keteknikan ketenagalistrikan terdiri atas:
1. Keselamatan ketenagalistrikan ; dan
2. Pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk kepentingan telekomunikasi,
multimedia, dan infomatika.
3.
c. PASAL 44
(1) Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib
memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan.
(2) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mewujudkan
kondisi:
a). Andal dan aman bagi instalasi;
b). Aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya; dan
c.) Ramah lingkungan
(3) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a). Pemenuhan standardisasi peralatan dan pemanfaat
tenaga listrik;
15
wajib memiliki
sertifikat kompetensi.
16
(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik atau pemegang izin operasi juga diwajibkan untuk
memberi ganti rugi kepada korban.
(4) Penetapan dan tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
Pasal 51
(1). Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) sehingga mempengaruhi
kelangsungan penyediaan tenaga listrik dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda palingbanyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan
terputusnya aliran listrik sehingga merugikan masyarakat, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
2.4.2 Dasar Hukum K3, Peraturan K3 Proyek Konstruksi serta Kebijakan
Direksi PLN Mengenai K3
Dasar hukum K3 :
UU No.1 tahun 1970
UU No.21 tahun 2003
UU No.13 tahun 2003
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-5/MEN/1996.
Peraturan tentang K3 Proyek Konstruksi
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan
tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah
mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini
mencakup
berbagai
hal
dalam
perlindungan
pekerja
yaitu
upah,
17
18
Administration
(OSHA),
sebuah
badan
khusus
di
bawah
19
BAB IX
KINERJA KESELAMATAN INSTALASI Pasal 13
Kinerja keselamatan kerja merupakan bagian dari kinerja keselamatan
ketenagalistrikan pada kontrak kinerja perusahaan antara Unit setingkat
Cabang dengan Kantor Unit setingkat Wilayah, atau antara Unit setingkat
Wilayah dengan Kantor Pusat. Angka perhitungan yang diperoleh dari
penyimpangan / kekurangan / ketidak- sesuaian dalam pelaksanaan
keselamatan instalasi merupakan angka pengurang bagi nilai kinerja Unit
Perseroan yang bersangkutan.
BAB X
KOMITE KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN
Pasal 14
(1) Perusahaan yang mempekerjakan > 100 tenaga kerja dan atau memiliki
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja, penyakit yang timbul karena hubungan kerja, kebakaran,
ledakan dan sebagainya, wajib membentuk P2K3 / Komite Keselamatan
Ketenagalistrikan.
(2)
Komite
membahas
Keselamatan
/
mendiskusikan
ketenagalistrikan,
perlindungan,
Ketenagalistrikan
khusunya
pencegahan
setiap
keselamatan
dan
mempunyai
permasalahan
instalasi
pengamanan
tugas
keselamatan
meliputi
terhadap
untuk
kegiatan
kemungkinan
terjadinya gangguan dan kerusakan pada instalasi, agar dapat dicapai tingkat
keselamatan instalasi yang tinggi pada setiap instalasi penyediaan tenaga
listrik, bangunan dan sarana, dan hasil dari pembahasan / diskusi tersebut
disampaikan ke Pimpinan Unit Perseroan sebagai bahan pengambilan
keputusan dalam kegiatan keselamatan instalasi.
20
(3)
dimaksud dalam Ayat (1) Pasal ini, agar membentuk P2K3 / Komite
Keselamatan Ketenagalistrikan dan dilaporkan / diinformasikan kepada Dinas
Tenaga Kerja serta Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral pada Pemerintah
Daerah setempat sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan dan
dilaporkan ke kantor Pusat.
BAB XI
MANAJEMEN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN
Pasal 15
(1) Manajemen keselamatan ketenagalistrikan dalam pelaksaan keselamatan
instalasi berdasarkan pada SMK3 sebagai standar nasional, dan dapat
berdasarkan pada OHSAS 18000 sebagai standar internasional.
(2) Perusahaan yang memperkerjakan > 100 tenaga kerja dan atau memiliki
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja, penyakit yang timbul karena hubungan kerja, kebakaran,
ledakan dan sebagainya, wajib menerapkan SMK3.
(3) Unit-unit setingkat Cabang yang memenuhi kriteria pada Ayat (2) Pasal
ini, agar menerapkan SMK3, dan bagi Unit-unit yang telah siap untuk
berorientasi kearah perusahaan kelas dunia (global company) dapat
menerapkan OHSAS 18000.
(4) Keberhasilan dalam pelaksanaan keselamatan instalasi dinilai dengan
melaksanakan Audit SMK3 dan hasilnya disampaikan kepada Dinas Tenaga
Kerja pada Pemerintah Daerah setempat untuk mendapatkan penghargaan
dari Pemerintah sebagai pengakuan tingkat nasional, dan atau dinilai dengan
melaksanakan Audit OHSAS 18000 untuk mendapatkan penghargaan atau
pengakuan tingkat internasional.
21
BAB XII
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN KESELAMATAN INSTALASI
Pasal 16
(1)
setingkat
Cabang
dilaksanakan
oleh
Pengawas
pekerjaan,
Pejabat
setingkat
Wilayah
dilaksanakan
oleh
Pejabat
keselamatan
BAB XIII
SANKSI-SANKSI KESELAMATAN INSTALASI
Pasal 17
(1) Sanksi administratip dan kewajiban dari Perseroan :
a. Sanksi administratip dari Perseroan untuk kasus kerusakan instalasi
yang diakibatkan oleh kelalaian dari pegawai Pelaksana pekerjaan /
Pejabat Manajemen Perseroan, berupa hukuman disiplin yang dapat
dijatuhkan kepada yang bersangkutan, berdasarkan bukti dari hasil
investigasi oleh Tim Investigasi Kecelakaan yang diproses melalui Tim
Pemeriksa Pelanggaran Disiplin Pegawai (TP2DP) dan diputuskan oleh
Pejabat SDM / Pimpinan Unit Perseroan. Bila kasusnya merupakan
22
(2)
BAB IV
KECELAKAAN MASYARAKAT UMUM
Bagian Pertama Jenis Kecelakaan Masyarakat Umum
Pasal 4
(1) Kecelakaan masyarakat umum karena listrik, yang terjadi pada
daerah instalasi penyediaan tenaga listrik milik Perseroan sampai
dengan Alat Pembatas dan Pengukur (APP), merupakan kecelakaan
masyarakat umum pada daerah hukum dari Perseroan;
(2) Kecelakaan masyarakat umum karena listrik, yang terjadi pada
daerah instalasi pemanfaatan tenaga listrik milik pelanggan (setelah
APP), merupakan kecelakaan masyarakat umum pada daerah hukum
dari pelanggan. Kecelakaan ini tidak menjadi tanggung jawab
23
24
penyediaan
tenaga
listrik
milik
Perseroan
yang
dioperasikan.
Tidak memastikan bahwa instalasi penyediaan tenaga listrik milik
Perseroan selalu terkendali dan kondisinya aman dari bahaya
listrik (baik dalam keadaan beroperasi maupun tidak beroperasi
atau sedang mengalami kerusakan / perbaiakan).
Kelalaian-kelalaian lain yang menyebabkan terjadinya kecelakaan
masyarakat umum yang bukan karena listrik yang berhubungan
dengan kegiatan Perseroan.
(2) Penyebab dasar berupa perbuatan berbahaya (unsafe act) yang
merupakan kelalaian dari masyarakat umum, antara lain :
Melaksanakan kegiatan tidak aman dengan sengaja / tidak sengaja
menyentuh bagian yang berbahaya dari instalasi penyediaan tenaga
listrik milik Perseroan.
Melaksanakan kegiatan tidak aman dengan sengaja / tidak sengaja
menyentuh bagian berbahaya dari instalasi pemanfaatan tenaga listrik
milik pelanggan sendiri.
Melaksanakan kegiatan tidak aman dengan sengaja / tidak sengaja
menyentuh bagian berbahaya dari instalasi pemanfaatan tenaga listrik
milik Pemerintah Daerah.
Menggunakan tenaga listrik secara tidak sah (mencuri aliran listrik).
Kelalaian-kelalaian lainnya yang menyebabkan terjadinya kecelakaan
masyarakat umum yang bukan karena listrik, tetapi karena sebab lain
yang berhubungan dengan kegiata Perseroan.
25
sertifikat
kesesuaian
dengan
standar
PUIL.
Bagian
Penyebab
perantara
karena
listrik
(tenaga
listrik),
berupa
26
BAB V
PERLINDUNGAN DAN PENCEGAHAN TERHADAP TERJADINYA
KECELAKAAN MASYARAKAT UMUM
Pasal 8
Setiap
Unit
pencegahan
Perseroan
wajib
melaksanakan
terhadap
kecelakaan
perlindungan
masyarakat
umum
dan
yang
1.
27
28
c. Memberikan
penyuluhan
tentang
larangan
terhadap
kegiatan
BAB VIII
STANDARISASI KESELAMATAN KERJA
Pasal 15
(1) Setiap Unit Perseroan agar menerapkan program kecelakaan nihil
(kecelakaan kerja dan atau penyakit yang timbul karena hubungan kerja nihil)
bagi seluruh pegawai dan outsourcing.
(2) Setiap Unit Perseroan agar menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
di bidang ketenagalistrikan, khususnya yang berkaitan dengan keselamatan
kerja, yang diperlukan guna mendukung program kecelakaan nihil pada Ayat
(1) Pasal ini.
BAB IX
KINERJA KESELAMATAN KERJA
Pasal 16
Kinerja keselamatan kerja merupakan bagian dari kinerja keselamatan
ketenagalistrikan pada kontrak kinerja perusahaan antara Unit setingkat
Cabang dengan Kantor Unit setingkat Wilayah, atau antara Unit setingkat
29
BAB XIII
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN KESELAMATAN KERJA
Pasal 19
(1) Pengawasan dan pembinaan keselamatan kerja pada Unit-unit setingkat
Cabang dilaksanakan oleh Pengawas pekerjaan, Pejabat penanggung-jawab
pekerjaan,
Pejabat
keselamatan
ketenagalistrikan,
Pejabat
SDM
dan
Pimpinan Unit.
(2) Pengawasan dan pembinaan keselamatan kerja pada Kantor-kantor Unit
setingkat Wilayah dilaksanakan oleh Pejabat keselamatan ketenagalistrikan,
Pejabat SDM dan Pimpinan Unit.
(3) Pengawasan dan pembinaan pelaksanaan keselamatan kerja ini pada
Kantor Pusat dilaksanakan oleh Pejabat keselamatan ketenagalistrikan dan
Pejabat SDM.
(4) Pembinaan pelaksanaan Keputusan ini untuk keseluruhan Perseroan
dilaksanakan oleh Direksi PT PLN (Persero) c.q. Deputi Direktur Lingkungan
dan Keselamatan Ketenagalistrikan di Kantor Pusat.
30
BAB XIV
SANKSI-SANKSI KESELAMATAN KERJA
Pasal 20
(1) Sanksi administratip dan kewajiban dari Perseroan :
.
tentang
31
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan pada pembahasan dapat dikatakan
penerapan SMK3 di PT.PLN Persero sudah cukup bagus dikarenakan perusahaan
telah menentukan prosedur kerja yang berdasarkan SOP dan DP3 sehingga resiko
terjadinya kecelakaan saat kerja bisa di kurangi dan dikendalikan walaupun belum
sepenuhny. Hal ini dikarenakan masih ada dari para pekerja yang tidak mematuhi
peraturan K3 karena alasan yang tidak seharusnya.
3.2 SARAN
1. Dengan kecelakaan yang masih ada walaupun dalam skala kecil maka PT.PLN
harus lebih memperhatikan kebutuhan para pekerja seperti menyediakan fasilitas
untuk keselamatan dan kesehatan kerja lebih baik lagi.
2. Melakukan penyelenggaran K3 sehingga para karyawan lebih memahami lagi
masalah dan prosedur K3.
3. Memberikan sanksi bagi pekerja yang melanggar peraturan K3 sehingga perlahan
timbul kesadaran pada pekerja untuk mentatai peraturan K3 demi keselamatan diri
sendiri.
32
Kerja
Disusun Oleh: Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan
3. http://haris08.community.undip.ac.id/2012/06/03/k3-konstruksi-bangunan/
content/uploads/2007/05/makalah-reini-d-wirahadikusumah.pdf
Ditulis Oleh: Reini D. Wirahadikusumah.
5. http://teknik-ketenagalistrikan.blogspot.com/2013/05/keselamatan-kerja-
listrik.html
33