Leptospirosis
Disusun Oleh :
ADI SEMBODO ( 20100310022 )
HALAMAN PENGESAHAN
LEPTOSPIROSIS
Disusun oleh:
Adi Sembodo
20100310022
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
BAB 1
Pendahuluan
BAB II
Presentasi Kasus:
Identitas:
Nama : Bp B
Usia : 30 tahun
Alamat: Srandakan Bantul
4/3/2015
18.00
Rps:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit disertai mual,
dan muntah. Demam tinggi mendadak sepanjang hari, muntah 1 hari 3x. Nyeri kepala (+)
nyeri sendi (+). 2 hsmrs pasien mengeluh nyeri pada kaki sehingga susah berjalan. Nyeri
perut (+) mengiggil (+). Bab dan bak tidak ada keluhan, bak terakhir 3 jam smrs.
Rpd:
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Riw HT (-), riw DM (-)
Rpk:
keluarga tidak ada yang menderita keluhan serupa
RpSos:
Pasien bekerja sebagai penambang pasir di sungai Progo.
Pemeriksaan fisik:
KU: CM tampak lemah
N: 120 x/menit
R: 20x/menit
T: 38,6oC
TD: 120/90 mmHg
Kepala:
Mata: SI +/+ CA -/- , conjungtiva suffusion (+/+)
Hidung: sekret (-)
Mulut: faring hiperemis (-) , lidah kotor (-)
Leher:
pembesaran limfonodi (-)
Thorax:
Inspeksi: tidak ada retraksi , tidak ada ketertinggalan gerak
Palpasi: vocal fremitus simetris (+/+)
Perkusi: sonor (+) dbn
Auskultasi: vesikuler +/+ , wheezing -/-, ronchi -/Abdomen:
Inspeksi: rata
Ekstremitas:
Akral hangat (+) nadi kuat (+) crt <2 detik
Darah Rutin:
Fungsi Hati:
Hb: 14,6
Sgot: 17
Al: 15,1
Sgpt: 14
Ae: 4,94
AT: 218
Fungsi Ginjal:
Hmt: 45,0
ureum: 35
creatinin: 1,14
Eos : 1
bas : 0
GDS: 93
bat : 1
Seg: 86
CPK: 88
Limf: 8
mon: 4
Na: 136,4
K: 4,10
Cl: 98,3
Assesment:
Terapi:
-Infus Nacl 30 tpm
-inj ceftriaxon 1gr/12 jam
-inj ranitidin 1 amp /12 jam
-PPC 4 x 2 juta unit IM
-paracetamol 500 mg tab/8jam (kp)
Plan:
- cek DR ulang
-Cek CPK
4/3/2015
22.00
Ku: cm , pasien tampak lemah
TD 80/60mmHg , N 120x/menit, t 38,4oC R: 20x/menit
Ekstrimitas akral hangat, nadi cepat lemah
Assesment:
Obs febris H3 suspek Lepstospirosis
Suspek syok septic
terapi:
+ vascon 0,05 meq
Follow UP:
5/3/2015
06.00
S: demam (+). Mual (+), muntah (-) , nyeri dada (+) nyeri sendi (+)
O: KU cm tampak lemah
N: 100x/menit , R: 20x/menit, t: 38,4oC, Tensi: 100/70 mmHg
Sklera: hiperemis +/+
Nyeri tekan abdomen (+) kanan atas
A:
P:
Eos: 0
Hb: 13,9
bas: 0
Al: 10,50
Bat: 0
Ae: 4,69
Seg: 81
At: 160
Limf: 15
Hmt: 42,1
mon: 4
CPK: 253
6/3/2015
06.00
S: demam (-) mual+) muntah (-), nyeri dada (+), nyeri sendi (+)
O: KU sedang
N 84x/menit R: 20x/menit t: 36,4oC
7/3/2015
06.00
S: demam (-) pusing (+) nyeri dada (+) nyeri sendi (+) mual (-)
O: ku sedang
N: 84x/menit r: 20x/menit
t: 36,6oC
Lab:
Eos: 1
Hb: 12,1
Bas: 0
Al: 8,9
bat: 1
Ae: 4,14
seg: 67
At: 172
Limf: 23
Hmt: 36,5
mon: 8
Ureum: 23
Creatinin: 0,76
Kalium: 3,96
9/3/2015
S: keluhan (-)
O: Ku cm
N: 80x/menit R: 20x/menit t: 36,4oC
Jentung, paru, abdomen : dbn
A:
lepstospirosis
Syok septic membaik
P:
-cefixim 2x200mg
-ranitidin 2x1
-paracetamol tab 500mg (kp)
BLPL
Ureum: 28
Ae: 4,90
Creatinin: 0,73
At: 222
Hmt: 43,2
Na: 142,0
Eos: 1
K: 4,25
Bas: 0
Cl: 101,7
Bat: 1
Seg: 63
Limf: 23
Mon: 10
BAB III
Tinjauan Pustaka
Definisi:
Lepstospirosis merupakan suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme genus leptospira. Lepstospirosis berat disebut weil dissease yang ditandai
dengan ikterus, perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, dan demam terus
menerus dengan gambaran klinis berupa gangguan renal, hepar, dan disfungsi vaskular. 3
Etiologi
Genus lepstospira hanya mempunyai satu spesies yaitu L interrogans yang dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu interogans dan bifleksa. Kelompok interogan meliputi
jenis patogen dan kelompok bifleksa meliputi jenis saporofit. Kelompok interrogans terdiri
atas 240 serotipe yang disusun dalam 23 serogrup dan kemudian serovarian dengan jenis
yang tersering yang menyerang manusia adalah L.icterohaemorrhagica dengan reservoir
tikus, L.canicola dengan reservoir anjing dan L.pomona dengan reservoir babi dan sapi. 2
Patofisiologi
Lepstospirosis merupakan penyakit spiroketa pada manusia. Spiroketemia
berkembang setelah masuknya lepstospira melalui kulit atau selaput lendir, dengan perluasan
cepat keseluruh jaringan atau cairan tubuh. Pada lepstospirosis, menetapnya kuman pada
ginjal dan penyimpanan kuman pada urin penting pada epidemiologi. Manifestasi lanjut,
seperti meningitis aseptik dan iridosiklitis diperkirakan diperantarai secara immuno
patologis.3
Dinding sel L. Interrogans berisi lipopolisakarida atau endotoksin. Pada awal
pemberian terapi anti mikroba pada lepstospirosis dapat terjadi reaksi menyerupai jarischherxheimer (J-HR) yang serupa dengan yang terjadi pada penyakit spiroketa. Diperkirakan
reaksi tersebut disebabkan oleh pelepasan enditoksin.3
Pada pasien yang meninggal dengan keterlibatan hepato renal atau sindrom weil,
perubahan utama yang bermakna adalah perdarahan dan pewarnaan empedu jaringan.
Perdarahan yang bervariasi dari ptekie dan ekimosis tersebar luas dan peling jelas pada otot
rangka, ginjal , kel adrenal, hati, lambung, limpa, dan paru. Pada otot rangka terjadi
perubahan-perubahan setempat, nekrotik dan nekribiotik yang khas untuk lepstospirosis.
Biopsi pada awal penyakit menunjukkan pembengkakan dan pembentukan vakuola. Antigen
lepstospira dapat ditunjukkan dalam lesi ini melalui teknik antibodi fluoresence.
Penyembuhan terjadi melalui pembentukan miofibril baru dengan fibrosis minimal.3
Lesi ginjal pada fase akut terutama melibatkan tubulus dan bervariasi dari dilatasi
ringan sampai tubulus konvolotus distal sampai degenerasi, nekrosis dan ruptur membrana
basalis. Edema intersitial dan infiltrat seluler, terdiri atas limfosit, leukosit neutrofil, histiosit,
dan sel plasma muncul secara keseluruhan. Lesi gromerulus, dengan atau tampa hiperplasia
mesengial menyebabkan penyatuan yang diterjemahkan sebagai penggambaran periubahan
tidak khas yang berhubungan dengan peradangan akut dan penyaringan protein. 3
Perubahan mikroskopik hati, tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis dan
hampir tidak berhubungan dengan derajat gangguan fungsi. Perubahan ini meluputi
pembengkakan berkabut sel parenkim, kerusakan serabut hati, pembesaran sel kupfer dan
stasis empedu dalam saluran kecil empedu. Perubahan dalam otak dan selaput otak juga
sedikit dan tidak diagnostik. Sudah dicatat adanya bukti myokarditis. Penemuan paru
meliputi pnaumonitis, hemoragic setempat. Teknik pewarnaan khusus menggunakan metode
peresapan perak dapat menunjukkan organisme ini dalam lumen tubulus ginjal tepati jarang
ditemui pada organ lain.3
Manifestasi klinis
Masa inkubasi setelah pemajanan di labolatorium secara tidak sengaja berkisar antara
2-26 hari, rentang waktu yang biasa adalah 7-13 hari dan rata rata 10 hari. Lepstospirosis
merupakan penyakit bifasik yang khas, selama terjadi lepstospiremia atau fase awal,
lepstospira terdapat dalam darah dan cairan cerebrospinal. Awitan penyakit ini khas
mendadak, dan gejala awal berupa sakit kepala yang biasanya dibagian frontal, agak jarang di
bagian bola mata, dan kadang kadang di bagian frontal dan oksipital. Pada banyak pasien
terjadi nyeri otot yang berat , otot pahal dan bagian lumbal paling sering terlibat dan disertai
dengan rasa sakit yang hebat pada saat perabaan. Pasien sering mengeluh nyeri kaki pada saat
berjalan. 2
Myalgia dapat disertai oleh hiperekstesi kulit yang sangat menonjol (Kausalgia).
Menggigil diikuti oleh kenaikan suhu tubuh yang cepat juga jelas terjadi. Setelah awitan
mendadak, fase lepstospiremi khas berlangsung selama 4-9 hari. Gambaran selama interval
ini meliputi menggigil berulang, suhu tubuh meningkat tinggi biasanya 38,9 oC atau lebih,
sakit kepala, myalgia berat berkelanjutan. Keterlibatan satu system organ dapat menonjol
sehingga sering menyebabkan salah diagnosis. Kompleks gejala tertentu seperti hepatitis,
nefritis, pneumonia atipikal, influenza atau gastro enteritis viral paling sering terjadi.
Anorexia, mual, muntah didapati pada separoh pasien atau lebih. Kadang kadang pasien
mengalami diare. Penampakan paru biasanya batuk atau nyeri dada, bervariasi antara 25%
hingga 86%. Hemoptisis jarang terjadi diamerika serikat dan eropa tapi merupakan gambaran
umum di korea dan china. Pemeriksaan selama fase ini menunjukkan pasien yang sakit akut
dengan demam , brakikardi relatif, dan tekanan darah normal. Gangguan kesadaran dapat
dijumpai sampai 25% dari pasien. Dan pada separuh pasien dengan ikterik. Serangan iskemik
otak sewaktu pada anak anak yang berhubungan dengan arteritis lepstospira pernah
dilaporkan dari China.3
Tanda fisik yang paling khas adalah penutupan konjungtiva yang biasanya muncul
pertama kali pada hari ketiga atau hari keempat. Pada beberapa pasien tanda ini dapat tidak
terjadi tapi lebih sering terlihat. Mungkin disertai dengan foto phobia, tetapi jarang disertai
sekret serosa atau prulen. Temuan lainnya yang lebih jarang adalah infeksi faring, perdarahan
kulit dan ruam kulit yang andaikan terjadipun tidak menonjol. Ruam dapat berupa makula,
makulopapula atau urtikaria dan biasanya terjadi pada tubuh. Temuan jarang lainnya adalah
spleenomegali, limfademopati, hepatomegali atau ikterik. Fase akhir mula mula muncul
setelah 4-9 hari biasanya disertai dengan pengurangan dan perbaikan gejala. Keadaan ini
disertai oleh menghilangnya lepstospira dalam daran dan cairan cerebro spinal.3
Fase kedua ditandai sebagai fase imun dan berkaitan dengan munculnya antibodi IgM
dalam sirkulasi, konsentrasi c3 serum tetap normal. Manufestasi klinis pada fase ini
menunjukkan variasi yang lebih besar dibandingkan pada fase pertama. Setelah periode yang
relatif tanpa gejala selama 1-3 hari, terjadi lagi demam dan gejala awal, meningismus dapat
berkembang. Demam jarang melebihi 38,9 oC dan biasanya selama 1-3 hari, tidak jarang
tanpa demam atau demam hanya seketika. Meskipun tidak ada tanda dan gejala iritasi selaput
otak, pemeriksaan rutin cairan cerebro spinal setelah hari ke tujuh menunjukkan pleositosis
pada 50-90% pasien. Gambaran yang agak jarang adalah irridosiklitis, neuritis optiik dan
penampakan system syaraf lain, termasuk enchepalitis, myelitis, dan neuropati perifer.
Lepstospirosis selama kehamilan dapat dengan peningkatan resiko kematian janin.2
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis didapatkan riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan air seperti petani,
bekerja di hutan, rawa, atau sungai. Gejala klinis berupa demam tinggi mendadak, nyeri
kepala terutama frontal, mata merah, fotofobia, keluhan gastrointestinal.3
Pemeriksaan fisik didapatkan demam, bradikardia, nyeri tekan otot, ruam kulit,
hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis/normal, neutrofilia,
peningkatan LED, pada pemeriksaan urinalisis proteinuria, leukosituria. Pada kimia darah
bila terdapat hepatomegali dapat terjadi peningkatan bilirubin dan transaminase. Apabila
terjadi komplikasi di ginjal, BUN, ureum serta creatinin dapat meningkat. Kultur sepesimen
darah atau cairan cerebrospinal dapat dilakukan pada fase lepstospiremia. Pemeriksaan
serologi microscopic agglutination test (MAT) seperti uji carik celup, macroscopic slide
agglutination test (MSAT), Polymerase chain reaction (PCR), silver strain, fluresecent
antibody strain, dan microscop lapang pandang gelap. 3
Penatalaksanaan:
Terapi medika mentosa Lepstospirosis:2
Indikasi
Lepstospirosis ringan
Lepstospirosis sedang/berat
Kemoprofilaksis
Regimen obat
Doksisikin
Ampisilin
Amoksisilin
Penisilin G
Ampisilin
Amoksisilin
Doksisiklin
Dosis
2x100mg
4x500-750mg
4x500mg
1,5 juta unit/6 jam IV
1 gr /6 jam IV
1 gr /6 jam IV
200 mg /minggu
Daftar Pustaka
Referensi:
1.World Health Organitation (WHO). Human leptospirosis: guidance for diagnosis,
survillance and control. Malta: Whorld Health Organitation/International Leptospirosis
Society; 2003.
2. Zein U. Leptospirosis. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B,
Syam AF, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
3. Speelman P. Leptospirosis. Dalam: Longo DL, Fauci AS, Harrisons principles of internal
medicine. Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill; 2012.
4. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta; 2003.