Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

BLEFARITIS BAKTERIAL

Pembimbing:
dr. Sri S Lukman, Sp.M
Disusun oleh:
Satria Adji Hady Prabowo
(030.10.247)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 28 DESEMBER 2015 30 JANUARI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya referat dengan judul Blefaritis
Bakterial. Penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata di RSUD Kota Bekasi periode 28 Desember 2015 30
Januari 2016.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah
sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Sri S Lukman, SpM selaku pembimbing yang telah
membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, dan kepada semua
pihak yang turun serta membantu penyusunan makalah ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses kemajuan
pendidikan selanjutnya.

Jakarta, 12 Januari 2016

Penulis

LEMBAR PERSETUJUAN

Presentasi referat dengan judul


BLEFARITIS BAKTERIAL
Penyusun:
Satria Adji Hady Prabowo
030.10.247
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di RSUD Kota Bekasi periode 28 Desember 2015
30 Januari 2016.

Jakarta, 12 Januari 2016

dr. Sri S Lukman, SpM

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................

Lembar Persetujuan ..........................................................................................................

Daftar Isi ...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

II. 1. Anatomi Palpebra ........................................................................................

II. 2. Definisi ........................................................................................................

II. 3. Epidemiologi ...............................................................................................

II. 4. Etiologi ........................................................................................................

II. 5. Patofisiologi .................................................................................................

10

II. 6. Klasifikasi dan Gambaran Klinis..................................................................

11

II. 7. Diagnosis ......................................................................................................

17

II. 8. Penatalaksanaan ...........................................................................................

22

II. 9. Komplikasi ...................................................................................................

24

II. 10. Prognosis ...................................................................................................

24

BAB III KESIMPULAN .............................................................................................

25

Daftar Pustaka ..................................................................................................................

26

BAB I
PENDAHULUAN

Blefaritis adalah istilah medis untuk peradangan pada kelopak mata. Kata "blefaritis"
berasal dari kata Yunani blepharos, yang berarti "kelopak mata," dan akhiran itis Yunani,
yang biasanya digunakan untuk menunjukkan peradangan dalam bahasa Inggris. Peradangan
adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana sel - sel darah
putih dan zat kimia yang diproduksi dalam tubuh melindungi kita dari zat - zat asing, cedera,
atau infeksi. Respon tubuh normal dalam peradangan melibatkan berbagai derajat
pembengkakan, kemerahan, nyeri, panas, dan perubahan dalam fungsi.1
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada kelopak
merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak
biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan
minyak berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang
disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.1
Blefaritis menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan
ketombe seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum yang disebabkan
oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala atau jerawat rosacea. Dapat
terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak nyaman, blefaritis tidak menular
dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada penglihatan.2
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang ada pada
rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada
penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi pada semua
umur.2
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi biasanya berjalan kronis atau menahun.
Blefaritis alergi biasanya berasal dari debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan kosmetik.
Infeksi kelopak mata dapat disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus,
dan pseudomonas. Bentuk blefaritis yang biasanya dikenal adalah blefaritis skuamosa,
blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.3
Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis. Biasanya blefaritis
sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberikan
antibiotik yang sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis, keratitis,
hordeolum, kalazoin, dan madarosis.3
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Anatomi Palpebra


Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk tear film di depan kornea serta menyebarkan tear film
yang telah diproduksi ini ke konjungtiva dan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata
yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan
mata, karena kelopak mata juga berfungsi untuk menyebarkan tear film ke konjungtiva dan
kornea.3,4

Gambar 1 : Anatomi kelopak mata


Sumber : Allen, JH et all, Patophosiology Blepharitis in Best Practice British Medicine Journal.

Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.3

Pada kelopak terdapat bagian-bagian:

1. Satu lapisan permukaan kulit. Tipis dan halus, dihubungkan oleh jaringan ikat yang
halus dengan otot yang ada dibawahnya, sehingga kulit dengan mudah dapat
digerakkan dari dasarnya. Dengan demikian, maka edema dan perdarahan mudah
terkumpul disini, sehingga menimbulkan pembengkakan palpebra.3
2. Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis
pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus dan bermuara pada tepi
kelopak mata.3
3. Otot seperti:
a. M. Orbicularis oculi yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah,
dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbicularis berfungsi menutup bola mata
yang dipersarafi N. facialis.3,4
b. M. Rioland. Merupakan otot orbicularis oculi yang ada di tepi margo palpebra.
Bersamaan dengan M. Orbicularis oculi berfungsi untuk menutup mata.3,4
c. M. Levator palpebrae berjalan kearah kelopak mata atas, berorigo pada annulus
foramen orbita dan berinsersi pada lempeng tarsus atas dengan sebagian
menembus M. Orbicularis Oculi menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian
kulit yang tempat insersi M. Levator palpebrae terlihat sebagai sulcus palpebra.
Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi mengangkat kelopak mata atau
membuka mata. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan - perubahan pada usia
tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis).3,4
d. M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M. Levator palpebrae. Inervasinya
oleh saraf simpatis, fungsi M. Levator palbebrae dan M. Mulleri adalah untuk
mengangkat kelopak mata.3,4
4. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.3
5. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosus berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan.3
6. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran permukaan orbita. Tarsus terdiri atas jaringan ikat yang merupaka jaringan
penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 buah dikelopak atas dan 20 buah di
kelopak bawah ).3
7. Pembuluh darah yang memperdarainya adalah a. palpebrae.3
8. Persarafan sensorik kelopaka matas atas didapatkan dari ramus frontal n.V,
sedangkan kelopaka bawah oleh cabang ke II saraf ke V.3
Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsl melalui forniks menutupi bulbus okuli.

Konjungtiva merupaka membrane mukosa yang mempunyai sel goblet yang menghasilkan
musin.5,6

II. 2. Definisi
Infeksi kelopak atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak mata
(palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak. Blefaritis dapat
disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis
infeksi bisa disebabkan oleh kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus,
pseudomonas, demodex folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex folliculorum
sebagai vektor).3

Gambar 2 : Radang pada kelopak mata (blefaritis)


Sumber : Weinstock, Frank J., MD, FACS and Melissa Conrad Stppler, MD. Eyelid Inflammation
Blepharitis

II. 3. Epidemiologi
Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Hubungan yang tepat antara blefaritis dan kematian tidak diketahui, tetapi penyakit dengan
angka kematian yang dikenal, seperti lupus eritematosus sistemik, mungkin terdapat blefaritis
sebagai bagian dari gejala yang ditemukan. Morbiditas termasuk kehilangan fungsi visual,
kesejahteraan, dan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses
penyakit dapat mengakibatkan kerusakan pada pelupuk mata dengan trichiasis, entropion
notching, dan ectropion. Kerusakan kornea dapat mengakibatkan peradangan, jaringan parut,
hilangnya kehalusan permukaan, dan kehilangan kejelasan penglihatan. Jika peradangan yang
parah berkembang, perforasi kornea dapat terjadi. Tidak ada studi yang diketahui
menunjukkan perbedaan ras dalam kejadian blefaritis. Rosacea mungkin lebih umum di orang
8

berkulit putih, meskipun temuan ini mungkin hanya karena lebih mudah dan sering
didiagnosis pada ras ini.8
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang ada pada
rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada
penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi pada semua
umur.9
Belum ditemukan penelitian yang dirancang untuk mengetahui perbedaan dalam
insiden dan klinis blefaritis antara jenis kelamin. Blefaritis seboroik lebih sering terjadi pada
kelompok usia yang lebih tua dengan usia rata-rata adalah 50 tahun.8 Akan tetapi apabila
dibandingkan dengan bentuk lain, blefaritis staphylococcal ditemukan pada usia lebih muda
(42 tahun) dan sebagian besar adalah wanita (80%).8
II. 4. Etiologi
Blefaritis bakterial bisa disebabkan oleh kuman streptococcus alfa atau beta,
pneumococcus, pseudomonas, demodex folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex
folliculorum sebagai vektor). Bentuk ulseratif (blefaritis menular) sering ditandai dengan
adanya sekret kuning atau kehijauan.
Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh bakteri (stafilokokus blefaritis) atau
ketombe pada kulit kepala dan alis (blefaritis seboroik). Hal ini juga dapat terjadi karena
kombinasi faktor, atau mungkin akibat alergi atau kutu dari bulu mata. Blefaritis posterior
dapat disebabkan oleh produksi minyak tidak teratur oleh kelenjar pada kelopak mata
(meibomian blefaritis) yang menciptakan lingkungan yang menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri. Hal ini juga dapat berkembang sebagai akibat dari kondisi kulit lainnya
seperti jerawat rosacea dan ketombe kulit kepala.8
Blefaritis melibatkan tepi kelopak mata, di mana bulu mata tumbuh dan pintu dari
kelenjar minyak kecil dekat pangkal bulu mata berada. Mungkin ada keterlibatan tepi luar
dari tepi kelopak mata yang berdekatan dengan kulit atau dan tepi bagian dalam kelopak
mata yang bersentuhan dengan bola mata. Perubahan pada kulit kelopak mata atau
permukaan mata itu sendiri biasanya bisa menjadi penyebab sekunder yang mendasari
terjadinya kelainan pada kelopak mata.1
Penyebab kebanyakan kasus blefaritis adalah kerusakan kelenjar minyak di kelopak.
Ada sekitar 40 kelenjar ini di setiap kelopak mata atas dan bawah. Ketika kelenjar minyak

memproduksi terlalu banyak, terlalu sedikit, atau salah jenis minyak, tepi kelopak mata dapat
menjadi meradang, iritasi, dan gatal.9

II. 5. Patofisiologi
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata karena adanya
pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. Hal ini
mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan di sekitar kelopak mata,
mengakibatkan kerusakan sistem imun atau terjadi kerusakan yang disebabkan oleh produksi
toksin bakteri, sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat diperberat
dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.10
Blefaritis anterior mempengaruhi daerah sekitar dasar dari bulu mata dan mungkin
disebabkan infeksi stafilokokus atau seboroik. Yang pertama dianggap hasil dari respon
mediasi sel abnormal pada komponen dinding sel S. Aureus yang mungkin juga bertanggung
jawab untuk mata merah dan infiltrat kornea perifer yang ditemukan pada beberapa pasien.
Blefaritis seboroik sering dikaitkan dengan dermatitis seboroik umum yang mungkin
melibatkan kulit kepala, lipatan nasolabial, belakang telinga, dan sternum. Karena hubungan
erat antara kelopak dan permukaan okular, blefaritis kronis dapat menyebabkan perubahan
inflamasi dan mekanik sekunder di konjungtiva dan kornea. Sedangkan blefaritis posterior
disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibomian dan perubahan sekresi kelenjar meibomian.
Lipase bakteri dapat mengakibatkan pembentukan asam lemak bebas. Hal ini meningkatkan
titik leleh dari meibum yang menghambat ekspresi dari kelenjar, sehingga berkontribusi
terhadap iritasi permukaan mata dan mungkin memungkinkan pertumbuhan S. Aureus.
Hilangnya fosfolipid dari tear film yang bertindak sebagai surfaktan mengakibatkan
meningkatnya penguapan air mata dan osmolaritas, juga ketidakstabilan tear film.10
Tiga mekanisme patofisiologi blefaritis anterior yang telah diusulkan:10
a. Infeksi bakteri langsung
b. Respons melawan toksin bakteri
c. Delayed hypersensitivity reaction terhadap antigen bakteri
Patofisiologi blefaritis posterior melibatkan perubahan struktural dan disfungsi sekresi
dari kelenjar meibomian. Kelenjar Meibom mengeluarkan meibum, lapisan lipid eksternal
dari tear film, yang bertanggung jawab untuk mengurangi penguapan tear film dan mencegah
kontaminasi. Pada perubahan struktural contoh kegagalan kelenjar di blepharitis posterior
10

telah ditunjukkan dengan meibography, selain itu, kelenjar epitel dari hewan model penyakit
kelenjar meibomian menunjukkan hiperkeratinisasi yang dapat menghalangi kelenjar atau
menyebabkan deskuamasi sel epitel ke dalam lumen, duktus kelenjar sehingga menyebabkan
konstriksi kelenjar. Hiperkeratinisasi dapat mengubah diferensiasi sel asinar dan karenanya
mengganggu fungsi kelenjar. Disfungsi sekretorik contohnya dalam blepharitis posterior,
terjadi perubahan komposisi meibum di mana perubahan rasio asam lemak bebas untuk ester
kolesterol telah terbukti. Hasil sekresi yang berubah ini bisa memiliki titik leleh yang lebih
tinggi dari pada yang tampak di kelopak mata sehingga menyebabkan menutupnya muara
kelenjar.10
II. 6. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Berdasarkan letaknya, blefaritis dibagi menjadi:
1. Blefaritis Anterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian luar, tempat dimana
bulu mata tertanam. Blefaritis anterior biasanya disebabkanoleh infeksi bakteri
(stafilokokus blefaritis) atau ketombe di kepala danalis mata (blefaritis sebore). Walaupun
jarang, dapat juga disebabkan karena alergi.2

Gambar 3 : Blefaritis Anterior


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

2. Blefaritis Posterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian dalam, bagian yang
kontak langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan karena produksi
minyak oleh kelenjar di kelopak mata yang berlebihan (blefaritis meibom) yang akan
mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan bakteri untuk bertumbuh. Selain
itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang lain seperti jerawat atau ketombe.2

11

Gambar 4 : Blefaritis Posterior


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Klasifikasi blefaritis bakterial:


1.

Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan
sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah. Bila
terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk
mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya
menyertainya.3
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan eritema pada
tepi kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata. Infeksi kronis dapat
disertai dengan eksasebasi akut yang mengarah pada terjadinya blefaritis ulseratif.
Dapat juga terjadi hilangnya bulu mata, keterlibatan kornea termasuk erosi epitelial,
neovaskularisai dan infiltrat pada tepi kelopak.11

2. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya.
Biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan keluhan mata kotor,
panas dan rasa kelilipan.3
Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata berbusa
pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak
dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.3
Pasien dengan blefaritis sebore mempunyai sisik berminyak pada kelopak
mata depan, dan sering di antara mereka juga menderita dermatitis seboroik pada alis
dan kulit kepalanya.11 The American Academy of Dermatology mencatat bahwa
penyebab kondisi ini belum dipahami dengan baik. Tapi dermatitis sebore terkadang
muncul pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Jamur atau ragi jenis
tertentu yang memakan minyak (lipid) di kulit juga dapat menyebabkan dermatitis
seboroik, dengan blefaritis menyertainya.12
12

Gambar 5 : Blefaritis sebore


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 5

Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan


kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat. Dapat
dilakukan pembersihan dengan nitras argenti 1%. Salep sulfonamid berguna pada aksi
keratolitiknya.3
Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan
dengan shampo bayi.3
Pada blefaritis sebore diberikan antibiotik lokal dan sistemik seperti tetrasiklin
oral 4 kali 250 mg.
Penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, tukak kornea,
vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.3
3.

Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta
pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit.
Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit didaerah akar bulu
mata dan sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini berjalan
bersama dermatitis seboroik.3
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur.
Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal. Terdapat sisik
berwarna halushalus dan penebalan margo palpebra disertai dengan madarosis. Sisik
ini mudah dikupas dari dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan.3

13

Gambar 6 : Squamous Blepharitis


Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Pengobatannya ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan shampoo


bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme
pasien.3
Penyulit yang dapat terjadi antara lain: keratitis, konjungtivitis. 3

4.

Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi
staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekunungkuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah di
sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan
keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit bersifat
sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel
rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).3

Gambar 7 : Ulcerative Blepharitis


Sumber : http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

14

Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada


blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya
disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas
pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia.3
Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel
rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila
ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga dapat
berakibat trikiasis.3
5.

Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi pada tepi kelopak disudut kelopak mata
atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus
dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan padafungsi punctum lakrimal.
Blefaritis angularis disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Moraxella
lacunata.3,11
Seringkali gejala yang muncul adalah kemerahan pada salah satu tepi kelopak
mata, bersisik, maserasi dan kulit pecah-pecah di kantus lateral dan medial, juga dapat
terjadi konjungtivitis folikuler dan papil. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.3

Gambar 8 : Blefaritis angularis


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Blefaritis angularis diobati dengan sulfa (kloramfenikol, eritromisin),


tetrasiklin dan sengsulfat. Penyulit terjadi pada punctum lakrimal bagian medial
sudutmata yang akan menyumbat duktus lakrimal.3,9

6.

Meibomianitis.

15

Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda


peradangan lokal pada kelenjar tersebut.3

Gambar 9 : Meibomianitis
Sumber : Atlas of Opthalmology

Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan dan


pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal.3,4

16

II. 7. Diagnosis
Blefaritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mata yang komprehensif. Pengujian,
dengan penekanan khusus pada evaluasi kelopak mata dan permukaan depan bola mata,
termasuk:11
- Riwayat pasien untuk menentukan apakah gejala yang dialami pasien dan adanya masalah
kesehatan umum yang mungkin berkontribusi terhadap masalah mata.
- Pemeriksaan mata luar, termasuk struktur kelopak mata, tekstur kulit dan penampilan
bulu mata.
- Evaluasi tepi kelopak mata, dasar bulu mata dan pembukaan kelenjar meibomian
menggunakan cahaya terang dan pembesaran.
- Evaluasi kuantitas dan kualitas air mata untuk setiap kelainan.

Gambar 10 : Algoritma untuk mendiagnosis pasien dengan kelopak mata merah

Kondisi yang berkaitan dengan blefaritis kronis:9,13


17

1. Ketidakstabilan tear film ditemukan pada 30-50% pasien, mungkin sebagai akibat dari
ketidakseimbangan antara komponen cair dan lipid dari tear film memungkinkan
peningkatan penguapan. Waktu pemecahan tear film biasanya berkurang.
2. Chalazion, yang mungkin multipel dan berulang, umumnya terjadi terutama pada pasien
dengan blefaritis posterior.
3. Penyakit membran epitel basal dan erosi epitel berulang dapat diperburuk oleh blepharitis
4.

posterior.
Kulit: A. Jerawat rosacea sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar meibomian.
B. dermatitis seboroik terdapat pada>90% dari pasien dengan blefaritis seboroik.
C. Pengobatan acne vulgaris dengan isotretinoin dikaitkan dengan perkembangan
blepharitis pada sekitar 25% dari pasien; hal itu mereda ketika pengobatan

dihentikan.
5. Keratitis bakteri dikaitkan dengan penyakit sekunder permukaan okular untuk blefaritis
kronis.
6. Atopik keratokonjungtivitis sering dikaitkan dengan blefaritis stafilokokus. Pengobatan
blefaritis sering membantu gejala konjungtivitis alergi dan sebaliknya.
7. Intoleransi lensa kontak. Pemakaian jangka panjang lensa kontak berhubungan dengan
penyakit tepi pelupuk mata posterior. Penghambatan gerakan tutup dan ekspresi normal
dari minyak meibomian bisa menjadi penyebabnya. Ada juga mungkin terkait
konjungtivitis giant papil membuat pemakaian lensa tidak nyaman. Blefaritis juga
merupakan faktor risiko untuk keratitis bakteriterkait lensa kontak.
Table 1 : Summary of characteristics of chronic blefaritis
Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Feature

Lashes

Lid margin

Cyst

Anterior blefaritis
Staphylococcal

Seborrhoeic

Deposit

Hard

Soft

Loss

++

Distorted or
trichiasis

++

Ulceration

Notching

Hordeolum

++

Meibomian
Conjunctiva

Posterior
blefaritis

Phlyctenule

++

++
+

18

Tear film

Cornea

Foaming

++

Dry eye

++

Punctate erosions

++

Vascularization

++

Infiltrates

++

Atopic
dermatitis

Seborrhoeic
dermatitis

Acne rosacea

Associated
disease

Diagnosis Banding14
Table 2 : Summary of characteristics of chronic blefaritis
Sumber : Differential Diagnosis of the Swollen Red Eyelid, 2007

Condition
Signs and symptoms
Treatment
Conditions typically presenting bilaterally
Angioedema
Often, but not always
Often self-limited; avoid inciting agents
bilateral
Emergency medical attention is required in
Abrupt onset over
patients with upper airway obstruction;
minutes to hours; may
administer 0.3 mg of intramuscular epinephrine
follow an exposure
Mild cases may benefit from oral antihistamines
Scaling usually absent
and/or glucocorticoids:
Diphenhydramine hydrochloride (Benadryl),
25 to 50 mg three or four times daily
(dosage for children: 4 to 6 mg per kg per
day, in three or four divided doses)
Loratadine (Claritin), 10 mg daily (dosage
for children two to five years of age: 5
mg daily)
Prednisone, 0.5 to 1.0 mg per kg per day,
then taper after three or four days
Atopic
dermatitis

Fine scaling usually


present
Less edema than with
contact dermatitis
Other signs of atopic
dermatitis may be
present
Family or personal
history of allergic
rhinitis or atopic
dermatitis

Oral antihistamines (see above)Topical


corticosteroids:
Desonide (Tridesilon) 0.05%
Alclometasone dipropionate (Aclovate)
0.05% twice daily for five to 10 days
Second-line treatments:
Tacrolimus (Protopic) 0.1% ointment twice
daily
Pimecrolimus (Elidel) 1% cream twice daily

19

Blepharitis

Yellow scaling at
eyelid margins
Patients may have
pruritus or burning
Less edema than with
cellulitis or contact
dermatitis; edema more
prominent at eyelid
margin

Local measures: eyelid massage, warm


compresses, and gentle scrubbing twice daily
with a cotton swab and 1:1 solution of dilute
baby shampoo or commercially available eyelid
cleanser
For staphylococcal infections, bacitracin or
erythromycin ointment to eyelid margins at
bedtime or one to two weeks
For meibomian gland dysfunction, may add
tetracycline, 250 mg four times daily, or
doxycycline (Vibramycin), 100 mg three times
daily, then taper after four weeks

Contact
dermatitis

Onset follows exposure


Pruritus in allergic
contact dermatitis;
burning or stinging in
irritant contact
dermatitis
Minimal scaling
Edema may be
profound

Avoid inciting agents


For allergic dermatitis, desonide 0.05% or
alclometasone dipropionate 0.05% cream or
ointment twice daily for five to 10 days
For irritant dermatitis, cool compresses and a
petroleum-based emollient applied at bedtime

Rosacea

Telangiectasias often
present
Onset over weeks to
months
Eyelid changes often
accompany flushing,
papules, and pustules
of the nose, cheek,
forehead, and chin

Local measures as for blepharitis


Systemic tetracyclines:
Tetracycline, 250 mg four times daily
Doxycycline, 100 mg three times daily
Topical metronidazole 0.75% cream
(Metrocream) or gel (Metrogel) twice daily
Azelaic acid gel (Finacea) twice daily

Systemic
processes

Onset over weeks to


months
Other cutaneous and
systemic findings
present

Maximize treatment of the underlying disorder

Conditions typically presenting unilaterally


Cellulitis*
Often presents with
Suggested oral regimen for patients with
severe edema, deep
preseptal cellulitis only:
violaceous color, and
Amoxicillin/clavulanate (Augmentin), 875
pain
mg twice daily or 500 mg three times
Onset over hours to
daily (dosage for children older than three
daysHistory of
months: 40 mg per kg three times daily;
preceding trauma or
dosage for children younger than three
bite
months: 30 mg per kg every 12 hours)
Suggested intravenous regimens:
Ampicillin/sulbactam (Unasyn), 1.5 to 3 g
20

every six hours (dosage for children: 300


mg per kg daily, divided every six hours)
Ceftriaxone (Rocephin), 1 to 2 g daily or
divided every 12 hours (dosage for
children: 50 to 75 mg per kg daily,
divided every 12 hours)
Parenteral antibiotics are often given for seven
days in orbital cellulitis; transition to oral
antibiotics if clinical improvement is noted after
one week, to complete a total treatment course of
21 days
Herpes
simplex

Vesicles often present


Pain or burning may be
present
Onset over hours to
days

Herpes zoster
ophthalmicus

Older adults
Vesicles often present
Pain or burning
Onset over hours to
days

Tumors

Older adultsInsidious
onset
Typically painless
nodule

Often self-limited; use supportive measures such


as compresses
Topical bacitracin may help prevent secondary
infection
Recurrent cases can be treated with long-term
suppressive therapy:
Acyclovir (Zovirax), 400 mg twice daily
Valacyclovir (Valtrex), 500 mg to 1,000 mg
daily
Famciclovir (Famvir), 250 mg twice daily
Cool compresses
Acyclovir, 800 mg five times daily for seven to
10 days; valacyclovir, 1 g three times daily for
seven days; or famciclovir, 500 mg three times
daily for seven days
Early initiation of tricyclic antidepressants
(desipramine [Norpramin], 25 to 75 mg at
bedtime) may inhibit postherpetic neuralgia
Patients may require additional treatment for
complications such as keratitis and glaucoma
Depending on tumor type, Mohs micrographic
surgery or wide local excision

* Alternative empiric regimens may be necessary in patients with community-acquired


methicillin-resistant Staphylococcus aureus cellulitis. See reference 42 for suggested
therapies.
II. 8. Penatalaksanaan
Sebuah penanganan yang sistematis dan jangka panjang dalam menjaga kebersihan
kelopak mata adalah dasar dari pengobatan blefaritis. Dokter harus memastikan bahwa pasien
mengerti bahwa penanganan blefaritis adalah sebuah proses, yang harus dilakukan untuk
jangka waktu yang lama.8
21

Banyak sistem mengenai kebersihan kelopak mata, dan semua ini termasuk variasi
dari 3 langkah penting 8,9
1. Aplikasi panas untuk menghangatkan sekresi kelenjar kelopak mata dan untuk memicu
evakuasi dan pembersihan dari bagian sekretorik sangat penting. Pasien umumnya
diarahkan untuk menggunakan kompres hangat basah dan menerapkannya pada kelopak
berulang kali. Air hangat di handuk, kain kassa direndam, atau dimasak dengan
microwave, kain yang telah direndam dapat digunakan. Pasien harus diinstruksikan untuk
menghindari penggunaan panas yang berlebihan.8
2. Tepi kelopak mata dicuci secara mekanis untuk menghilangkan bahan yang menempel,
seperti ketombe, dan sisik, juga untuk membersihkan lubang kelenjar. Hal ini dapat
dilakukan dengan handuk hangat atau dengan kain kasa. Air biasa sering digunakan,
meskipun beberapa dokter lebih suka bahwa beberapa tetes shampo bayi dicampur dalam
satu tutup botol penuh air hangat untuk membentuk larutan pembersih. Harus diperhatikan
untuk menggosok-gosok lembut atau scrubbing dari tepi kelopak mata itu sendiri, bukan
kulit kelopak atau permukaan konjungtiva bulbi. Menggosok kuat tidak diperlukan dan
mungkin berbahaya.8
3. Salep antibiotik pada tepi kelopak mata setelah direndam dan digosok. Umum digunakan
adalah salep eritromisin atau sulfacetamide. Salep antibiotik kortikosteroid kombinasi
dapat digunakan, meskipun penggunaannya kurang tepat untuk pengelolaan jangka
panjang.8
Situasi klinis tertentu mungkin memerlukan pengobatan tambahan. Kasus refrakter
blefaritis sering respons dengan penggunaan antibiotik oral. Satu atau dua bulan penggunaan
tetrasiklin sering membantu dalam mengurangi gejala pada pasien dengan penyakit yang
lebih parah. Tetrasiklin diyakini tidak hanya untuk mengurangi kolonisasi bakteri tetapi juga
untuk mengubah metabolisme dan mengurangi disfungsi kelenjar. Penggunaan metronidazol
sedang dipelajari.8
Disfungsi tear film dapat mendorong penggunaan solusi air mata buatan, salep air
mata, dan penutupan pungtum. Kondisi yang terkait, seperti herpes simplex, varicella-zoster,
atau penyakit kulit staphilokokal, bisa memerlukan terapi antimikroba spesifik berdasarkan
kultur. Penyakit seboroik sering ditingkatkan dengan penggunaan shampoo dengan selenium,
meskipun penggunaannya di sekitar mata tidak dianjurkan. Dermatitis alergi dapat merespon
terapi kortikosteroid topikal.8
Konjungtivitis dan keratitis dapat menjadi komplikasi blefaritis dan memerlukan
pengobatan tambahan selain terapi tepi kelopak mata. Campuran antibiotik-kortikosteroid
22

dapat mengurangi peradangan dan gejala konjungtivitis. Infiltrat kornea juga dapat diobati
dengan antibiotik-kortikosteroid tetes. Ulkus tepi kelopak yang kecil dapat diobati secara
empiris, tetapi ulkus yang lebih besar, parasentral, atau atipikal harus dikerok dan spesimen
dikirim untuk diagnostik dan untuk kultur dan pengujian sensitivitas.8
Serangan berulang dari peradangan dan jaringan parut dari blefaritis dapat
memngakibatkan penyakit kelopak mata posisional. Trichiasis dan notching kelopak dapat
mengakibatkan gejala keratitis berat. Trichiasis diobati dengan pencukuran bulu, perusakan
folikel melalui arus listrik, laser, atau krioterapi, atau dengan eksisi bedah. Entropion atau
ectropion dapat mengembangkan dan mempersulit situasi klinis dan mungkin memerlukan
rujukan ke ahli bedah oculoplastics.Perawatan bedah untuk blefaritis diperlukan hanya untuk
komplikasi seperti pembentukan kalazion, trichiasis, ektropion, entropion, atau penyakit
kornea.8
Untuk blefaritis anterior, antibiotik natrium asam fusidic topikal, bacitracin atau
kloramfenikol digunakan untuk mengobati folikulitis akut tetapi terbatas dalam kasus-kasus
lama. Setelah kelopak dibersihkan salep harus digosok ke tepi kelopak anterior dengan cotton
bud atau jari yang bersih. Oral azitromisin (500 mg setiap hari selama tiga hari) dapat
membantu untuk mengontrol penyakit blefaritis ulseratif.9
Pada blefaritis posterior, tetrasiklin sistemik merupakan andalan pengobatan tetapi
tidak boleh digunakan pada anak di bawah usia 12 tahun atau pada wanita hamil atau
menyusui karena disimpan dalam tulang dan gigi tumbuh, dan dapat menyebabkan noda pada
gigi dan hipoplasia gigi (eritromisin adalah alternatif). Alasan untuk penggunaan tetrasiklin
adalah kemampuan mereka untuk memblokir produksi lipase stafilokokal jauh di bawah
konsentrasi penghambatan minimum antibakteri. Tetrasiklin terutama diindikasikan pada
pasien dengan phlyctenulosis berulang dan keratitis tepi, meskipun berulang pengobatan
mungkin diperlukan. Contohnya: Oxytetracycline 250 mg b.d. selama 6-12 minggu,
Doksisiklin 100 mg b.d. selama satu minggu dan kemudian setiap hari selama 6-12 minggu,
Minocycline 100 mg sehari selama 6-12 minggu; (pigmentasi kulit dapat berkembang setelah
penggunaan jangka panjang). Erythromicin 250 mg perhari atau b.d digunakan untuk anakanak.9
II. 9. Komplikasi
Komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yang paling sering
terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkin sebaiknya disarankan untuk
23

sementara waktu menggunakan alat bantu lain seperti kaca mata sampai gejala blefaritis
benar-benar sudah hilang.13
1. Mata merah : blefaritis dapat menyebabkan serangan berulang mata merah
(konjungtivitis).
2. Keratokonjungtivissica adalah kondisi dimana mata pasien tidak bisa memproduksi air
matayang cukup, atau air mata menguap terlalu cepat. Ini bisa menyebabkan mata
kekurangan air dan menjadi meradang. Syndrome mata kering dapat terjadi karena
dipengaruhi gejala blefaritis, dermatitis seboroik, dan dermatitis rosea, namun dapat
juga disebabkan karena kualitas air mata yang kurang baik
3. Ulserasi kornea: iritasi yang terus menerus dari kelopak mata yang meradang atau
salah arah bulu mata dapat menyebabkan goresan (ulkus) di kornea.
Blefaritis tidak mempengaruhi penglihatan pada umumnya, meskipun defisiensi tear
film kadang dapat mengaburkan penglihatan, menyebabkan berbagai derajatpenglihatan
berfluktuasi sepanjang hari.13
II. 10. Prognosis
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat mengontrol
tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan kelopak mata yang
baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman untuk menghindari
kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis. Jika blefaritis berhubungan
dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe atau rosacea, mengobati kondisi-kondisi
tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada pasien yang memiliki beberapa episode blefaritis,
kondisi ini jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil,
kekambuhan dapat terjadi.13

24

BAB III
KESIMPULAN

Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada kelopak
merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak
biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan
minyak berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang
disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.1
Blefaritis menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan
ketombe seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum yang disebabkan
oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala atau jerawat rosacea. Dapat
terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak nyaman, blefaritis tidak menular
dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada penglihatan.2
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang ada pada
rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada
penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi pada semua
umur.2
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat mengontrol tandatanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan kelopak mata yang baik
biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman untuk menghindari kekambuhan,
karena blefaritis sering merupakan kondisi kronis. Jika blefaritis berhubungan dengan
penyebab yang mendasari seperti ketombe atau rosacea, mengobati kondisi-kondisi tersebut
dapat mengurangi blefaritis. Pada pasien yang memiliki beberapa episode blefaritis, kondisi
ini jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil, kekambuhan dapat
terjadi.13

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. 17th ed.
Jakarta: EGC; 2009.
2. Johnson, Stephen, M, MD. Blepharitis. Midwest Eye Institute. Available at :
http://smjohnsonmd.com/Blepharitis.html. Accessed September 30, 2014.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014.
4. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell publishing, Australia:
2013; page 52-4.
5. Popham, Jerry MD. Eyelid Anatomy. In Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery.
Available at : http://www.drpopham.com/347-Anatomy. Accessed Oktober 01, 2014.
6. Vaughan D. General Ophthalmology. Widya Medika. Jakarta: 2003; page 78-80.
7. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2004.
8. Weinstock, Frank J., MD. Eyelid Inflammation Blepharitis Available at :
http://www.emedicinehealth.com/eyelid_inflammation_blepharitis/.htm.

Accessed

Oktober 02, 2014.


9. Lowery, R Scott, MD et all, Adult Blepharitis Updated: April 26, 2013. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1211763-overview#a0104. Accessed Oktober 02,
2014.
10. Allen, JH et all. Patophosiology Blepharitis. In Best Practice British Medicine Journal.
Last updated: July 26, 2013.
11. Kanski JJ. Blepharitis. In: Clinical Ophthalmology. 7th ed. Butterworth Heinemann.
Philadelphia; 2011: page 34-38.
12. Feder, Robert S, MD, chair et all. Blepharitis Limited Revision In Preferred Practice
Pattern. American Academy Ophthalmology: 2011.
13. Hadrill, Marilyn., Blepharitis Page updated September 21, 2013. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article. Accessed Oktober 01, 2014.
14. Papier, Art, MD; David J. Tuttle, MD; and Tara J. Mahar, MD. Differential Diagnosis of
the Swollen Red Eyelid in the American Academy of Family Physicians.2007; page
1815-24.

26

Anda mungkin juga menyukai