BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
a. Prospek Menciptakan PKT .................................................................................. 2
b. Permasalahan ........................................................................................................ 3
c. Model Kelayakan ................................................................................................... 3
d. Tujuan ..................................................................................................................... 4
2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 6
a. Organisasi .............................................................................................................. 6
b. Pola Kerjasama ..................................................................................................... 8
c. Penyiapan Proyek ................................................................................................. 9
d. Mekanisme Proyek ............................................................................................. 10
e. Perjanjian Kerjasama ........................................................................................ 11
3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ....... 13
a. Pasar Ikan Laut secara Makro ......................................................................... 13
b. Faktor yang mempengaruhi Harga Ikan Laut ............................................. 13
c. Potensi Pasar Ekspor Ikan Laut....................................................................... 14
4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 16
a. Sumberdaya Ikan Pelagis................................................................................. 16
b. Alat Tangkap Ikan .............................................................................................. 18
c. Alat Bantu Penangkapan Ikan ......................................................................... 20
d. Kapal Penangkap Ikan ...................................................................................... 21
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 23
a. Penjelasan Umum .............................................................................................. 23
b. Analisa Aspek Keuangan .................................................................................. 23
1. Pendahuluan
a. Prospek Menciptakan PKT
Sektor perikanan laut adalah salah satu subsektor ekonomi yang sangat
potensial untuk dikembangkan. Potensi lestari sumberdaya perikanan laut
Indonesia berjumlah 6,6 juta ton per tahun dengan hasil penangkapan
sekitar 3,7 juta per tahun.
Jumlah rumah tangga usaha nelayan laut sebesar 660.000 rumah tangga.
Jumlah nelayan tahun 1993 sebanayj 1.889.524 orang terdiri dari 937.261
nelayan fulltime dan 952.263 nelayan parttime.
Nilai ekspor produk ikan mencapai sekitar US $ 2 milyar pada tahun 1997.
Pada masa depan peluang ekspor cukup besar, terutama karena penurunan
nilai tukar rupiah yang memberikan dampak positif terhadap daya saing
produk ikan dari Indonesia di pasar luat negeri. Disamping itu, permintaaan
beberapa jenis ikan dari Indonesia seperti kakap merah, cakalang, tuna dan
lain-lain, diluar negeri cukup tinggi dengan harga FOB yang mantap.
Jumlah rumah tangga usaha nelayan laut sebesar 660.000 rumah tangga.
Jumlah nelayan tahun 1993 sebanayj 1.889.524 orang terdiri dari 937.261
nelayan fulltime dan 952.263 nelayan parttime.
Sebagai akibat dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia baru-baru ini,
Pemerintah maupun dunia usaha di sektor perikanan mempunyai program
dan rencana untuk moderenisasi usaha nelayan. Peraturan baru dari
Pmerintah memberikan peluang untuk impor kalap penangkapan ikan yang
cocok di perairan ZEE. Perusahaan domestik dapat juga mendirikan joint
venture dengan investor di luat negeri untuk mengembangkan pabrik
pengolahan ikan yang modern.
Sebagai akibat dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia baru-baru ini,
Pemerintah maupun dunia usaha di sektor perikanan mempunyai program
dan rencana untuk moderenisasi usaha nelayan. Peraturan baru dari
Pmerintah memberikan peluang untuk impor kalap penangkapan ikan yang
cocok di perairan ZEE. Perusahaan domestik dapat juga mendirikan joint
venture dengan investor di luat negeri untuk mengembangkan pabrik
pengolahan ikan yang modern.
Beberapa produsen ikan laut, yaitu perusahaan BUMS dan satu BUMN telah
menciptakan
proyek
kemitraan
dengan
nelayan
dengan
tujuan
memperbaharui armada kapal penangkapan di mana pabrik pengolahan ikan
berada.
Sebagai akibat dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia baru-baru ini,
Pemerintah maupun dunia usaha di sektor perikanan mempunyai program
Model KPKT membahas beberapa fakor pokok berkenaan dengan aspekaspek kelayakan kelompok usaha kecil yang bergerak di subsektor
bersangkutan, antara lain aspek pemasaran, aspek teknis produksi, pola
kemitraan terpadu, serta aspek keuangan termasuk kebutuhan biaya proyek
untuk para usaha kecil dan menengah.
Gerakan Kemitraan antara UB dan UK dan Koperasi serta berbagai program
pembinaan usaha kecil yang diselenggarakan lembaga-lembaga pendidikan
dan pelatihan UK dan Koperasi, berupaya mendorong dan mempercepat
pengembangan dunia usaha kecil di Indonesia.
Program kredit yang telah membiayai UK dan Koperasi dengan jumlah yang
cukup besat antara lalin Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit kepada Koperasi
Primer untuk Anggotanya (KKPA) serta two-step-loan dari Bank
Pembangunan di luar negeri. Program kredit tersebut semuanya
menyalurkan kredit investasi maupun kredit modal kerja permanen untuk
usaha kecil yang dinilai layak oleh bank.
d. Tujuan
Laporan ini merupakan upaya memacu dan membangkitkan minat bank
untuk mengembangkan hubungan dengan para nelayan melalui KUD Mina
atau KUD lainnya dengan para nelayan yang bermitra dengan BUMS atau
BUMN melalui pemberian kredit berjangka untuk para nelayan.
Tujuan dari kredit yang diberikan kepada mitra nelayan adalah untuk
memperbaharui armada kapal penangkapan serta alat penangkapan ikan,
supaya hasil penangkapan dan pendapatan para nelayan lebih meningkat,
dimana pada gililrannya akan lebih meningkatkan kesejahteraan nelayan
serta mengurangi angka kemiskinan di pedesaan.
Usaha besar yang bermitra dengan para nelayan harus menjamin pasar,
yaitu mampu membeli seluruh hasil penangkapan ikan dari mitra nelayan,
yang telah membli kapal baru dengan kapasitas penangkapan relatif tinggi.
UTB yang bemitra dengan pata nelayan, mempunyai pabrik pengelolaan
ikan, cold storage pabrik es, dan prasarana lainnya untuk memproduksi hasil
penangkapan ikan dengan nilai tambah yang tinggi.
UB selalu memberikan pembinaan teknis kepada para nelayan, khususnya
tentang cara pengawetan hasil penangkapan ikan di dalam palka dari saat
penangkapan sampai ikan diserahkan kepada UB, penyuluhan teknologi
penangkapan, dan manajemen operasional kapal penangkapan supaya
kualitas ikan sesuai dengan persyaratan dari UB.
Usaha Besar harus menyediakan pasokan perbekalan, misalnya air, es, BBM
(solar) serta prasarana reparasi dan pemeliharaan kapal maupun alat
penangkapan ikan kepada para mitra nelayan.
Kredit usaha kecil yang diberikan oleh perbankan kepada para nelayan
sampai sekarang relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah KUK kepada
pengusaha kecil lainnya, yaitu para petani, perkebunan maupun para
peternak. Para nelayan (dinilai oleh perbankan sebagai nasabah yang kurang
bankable karena kapal penangkapan ikan tidak bisa diasuransikan, dan kapal
tersebut jika diagunkan nilainya relatif rendah.
Oleh karena para nelayan memindahkan kegiatan penangkapan dari suatu
wilayah ke wilayah lainnya sesuai dengan musim penangkapan ikan, bank
mengalami kesulitan dalam rangka melaksanakan penagihan angsuran.
Program kemitraan antra para nelayan dengan UB akan memperkecil resiko
serta masalah yang berhubungan dengan pengembalian kredit.
Potensi pemberian kredit kepada kelompok nelayan yang bermitra dengan
UB/Koperasi Mina cukup besar, karena beberapa UB mengekspor hasil
produksi ikan dengan harga jual tinggi. Hasil produksi ikan oleh para nelayan
dalam negeri masih lebih rendah daripafa potensi penangkapan. Dengan Pola
kemitraan antara UB dengan para nelayan, investasi yang diperlukan oleh
nelayan dapat dibiayai sebagian dengan kredit bank.
Tim peneliti Model KPKT-PIL, telah menerima informasi dari beberapa bank,
UB maupun pemilik kapal, bahwa portfolio kredit kepada pemilik kapal pada
umumnya lancar dan menguntungkan bagi bank maupun para nasabah,
serta masalah-masalah yang dikhawatirkan seperti kesulitan penagihan
angsuran kredit ternyata dapat diatasi melalui pola kemitraan, dimana UB
berfungsi sebagai administrator pemgembalian kredit yang diberikan oleh
bank kepada para nelayan calon, pemilik dan pemilik kapal. Demikian juga
haknya dengan resiko kecelakaan kapal di laut, ternyata dengan menerapkan
pola kemitraan yang khusus mengoperasikan kalap-kapal 7 GT ke atas resiko
tersebut dapat diperkecil, oleh karena pada kenyataannya resiko kecelakaan
kapal yang terjadi tidak lebih dari 10% selama 5 tahun terakhir.
Selain itu investasi pada kapal penangkapan ikan relatif lebih
menguntungkan, karena setelah kapal selesai dibangun yang membutuhkan
waktu 1-3 bulan, dapat langsung dioperasikan sekaligus memperoleh
pemasukan dengan cepat, yaitu usaha pengakpan ikan adalah proyek quickyielding yang mendorong ekspor.
2. Kemitraan Terpadu
a. Organisasi
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu
yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri
Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang
usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha
kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan
bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil
dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti
halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal
sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling
berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.
1. Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang
dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok
tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap
Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi
anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan
kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh
melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus
sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup
baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para
anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama
sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan
dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia
membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan
atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk
mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan
dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk
diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi
petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual
kepada Perusahaan Inti.
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA
kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai
Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok
tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan
Mitra.
b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui
koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili
anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.
c. Penyiapan Proyek
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan.
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma,
dari :
10
11
12
3. Aspek Pemasaran
a. Pasar Ikan Laut secara Makro
Dari data statistik terlihat jumlah produksi perikanan di Indonesia saat ini
sekitar 4,8 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 78% atau lebih
kurang 3,7 juta ton adalah hasil produksi dari sektor perikanan laut.
Dari total produksi ikan laut maupun ikan tawar sekitar 4,8 juta ton, hanya
0,6 juta ton yang diekspor ke luar negeri. Pada tahun 1997 sektor perikanan
mampu mengumpulkan devisa senilai US$ 2,05 miliar, atau meningkat dari
tahun sebelumnya yang hanya mencapai US$ 1,9 miliar.
Dalam pelaksanaan ekspor komoditi perikanan, Indonesia mendapat
beberapa tantangan antara lain persaingan dari banyak negara lain yang
mengeskpor udang dan ikan laut. Produk ikan untuk pasar ekspor harus
memenuhi standar kualitas ekspor, dan para eksportir ikan harus mampu
memenuhi pesanan dari pembeli di luar negeri, yaitu mampu mengekspor
dengan kuantitas dan kualitas produk ikan yang diminta olelh para pembeli
luar negeri.
Sisa produksi ikan dikonsumsi di dalam negeri maupun dipakai sebagai ikan
umpan atau diolah lagi menjadi tepung ikan, kerupuk, serta produk makanan
lainnya, Meskipun jumlah produksi ikan per kapita sekitar 24 kg per tahun
berdasarkan data Dirjen Perikanan, jumlah konsumsi ikan per kapita di
Indonesia menurut data dari BPS, hanya sekitar 14 kg per tahun.
b. Faktor yang mempengaruhi Harga Ikan Laut
Peluang untuk memasarkan ikan di Indonesia maupun di luar negeri sangat
baik. Faktor elastisitas harga ikan relatif rendah, yaitu 1,06, berarti
permintaan ikan dari para konsumen akan menurun sedikit, yaitu 0,6%
bilamana harga jual ikan naik 1%.
Harga ikan dihitung oleh Dinas Perikanan di masing-masing pelabuhan
perikanan. Harga ditetapkan melalui sistem lelang di setiap Temlpat
Pelelangan Ikan (TPI) yang diolah oleh Dinas Perikanan maupun KUD Mina
bekerjasama dengan Dinas Perikanan. Perkembangan harga pembelian ikan
oleh para pedagang di TPI, menunjukkan trend yang meningkat pada periode
beberapa tahun sampai sekarang.
Harga belli di TPI berfluktuasi berdasarkan hasil penagkalpan dari bulan-ke
bulan maupun musim penangkapan ikan.
Para Usaha Besar yang menciptakan proyek kemitraan terpadu dengan
kelompok nelayan dan KUD Minaya, menentukan harga beli dari para mitra
CPK/PK atas dasar perundingan antra para pihak proyek kemitraan. Harga
13
14
jumlah besar. Sebagian besar dari hasil penangkapan jenis ikan tersebut
diolah oleh para nelayan bersama keluarga, menjadi ikan kering maupun
ikan asam. Beberapa perusahaan ekspor di Jawa Timur dan Bali mengekspor
ikan olahan tersebut, akan tetapi hubungan kemitraan antara para nelayan
dengan perusahaan ekspor masing kurang dikembangkan.
Angka nilai ekspor ikan di dalam tabel berikut ini memberikan suatu
gambaran tentang nilai ekspor ikan olahan dari perusahaan besar yang telah
berhasil mengembangkan proyek kemitraan dengan para nelayan. Potensi
untuk meningkatkan nilai maupun kuantitas ikan tersebut ke pasar-pasar
luar negeri masih cukup tinggi. Sektor penangkapan maupun pengelolaan
ikan melalui pola kemitraan sangat potensial untuk dikembangkan.
Penerimaan untuk semua pihak yang bemitra dalam proyek kemitraan
tersebut dapat memperkecil dampak dari krisis ekonomi yang melanda
Indonesia khususnya di bagian timur Indonesia.
Nilai Ekspor Beberapa Jenis Ikan tahun 1996 (angka US$)
Jenis
Ikan
Tuna
Nilai US $
Ekspor
Segar
47.960.891
Nilai US $
Ekspor
Round
Beku
Nilai US $
Ekspor
Fillet
Beku
Jumlah
Nilai
Ekspor
7.704.920
55.665.811
Cakalang 300.600
14.890373
15.665.811
Ikan
Tuna
Lain
27.887.252
13.987.259
41.874.511
Ikan
dasar
lain
105.798.077 130.341.468
Fillet,
asrnini,
ikan
olahan
lain
236.139.545
45.328.055 45.328.055
15
4. Aspek Produksi
a. Sumberdaya Ikan Pelagis
Luas perairan laut Indonesia termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
diperkirakan meliputi sekitar 5,8 km2, yang tediri dari :
1. Perairan laut teritorial 0,3 km2
2. Perairan Nusantara 2,8 km2
3. Perairan ZEE 2,7 km2
Berdasarkan perkiraan secara keseluruhan potensi lestari sumberdaya
perikanan laut Indonesia berjumlah 6,6 juta ton/tahun, terdiri dari 4,5 juta
ton di perairan Indonesia dan 2,1 juta ton di perairan ZEE. Perkiraan potensi
tersebut berasal dari beberapa jenis ikan laut, yaitu ikan pelagis kecil 3,5
ton, ika perairan karang 0,048 juta ton per tahun. Perairan laut Indonesia
memiliki banyak sekali jenis ikan (sekitar 3.000 jenis). Banyaknya jenis ikan
tersebut tidak berarti diikuti kelimpahan populasi untuk setiap jenisnya,
walaupun diakui beberapa jenis di antaranya seperti ikan lemuru, ikan
layang, ikan cakalang, serta berbagai jenis ikan lainnya mempunyai populasi
cukup besar.
Tabel 1.
Perkembangan Produksi Perikanan, 1994-1997 (Angka dalam Ton)
Keterangan
Tahun
1994
Tahun
1995
Tahun
1996
Tahun
1997
970.660
1.062.800 1.062.100
a.
Perairan 336.140
Umum
329.710
335.800
341.000
b. Budidaya
597.520
640.950
681.800
720.100
- Tambak
346.210
361.240
382.400
402.100
- Kolam
140.100
162.240
173.000
183.500
- Karamba
33.010
39.860
45.700
53.200
- Sawah
78.200
77.660
79.900
81.700
Jumlah
Kenaikan per
Tahun
6,22%
6,01%
5,97%
16
Tabel 2.
Jumlah Rumah Tangga Usaha Perikanan
Jenis
Tangga
Perikanan laut
491.000
660.000
34,4%
Umum 230.000
388.000
68,7%
Kolam
702.000
796.000
13,4%
Tambak
54.000
114.000
111,1%
Petani
rumput laut/mutiara
36.000
Jumlah
Tangga
1.994.000
35,0%
Perairan
Darat
Rumah 1.477.000
17
18
Kelompok
Pukat
Jaring
Jaring Angkat
Pancing
19
Jaring angkat adalah jaring yang diturunkan di laut dan diangkat secara
vertikal ke atas pada saat gerombolan ikan ada di atas jaring tersebut. Jaring
angkat ditempatkan di beberapa jenis bagan di laut atau dioperasikan dari
perahu kecil maapun langsung oleh para nekayan dekat pantai. Berdasarkan
bentuk dan cara pengoperasian ada beberapa macam jaring angkat maupun
jaring dorong, misalnya bagan tancap (stationary), bagan rakit, bagan
perahu, kelong Betawi, serok, jaring rajungan dan kepiting, Bondong dan
banrong. Pecak dan Anco, jaring dorong, sodo biasa, sodo perahu, sodo
sangir, siru, siu, songko dan seser.
Dogol, cantrang, dapang, potol, payang alit bentuk alat penangkap
tersebut mirip payang tetapi ukuran lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil
tangkapannya ia menyerupai cicncin pukat (trawl), yaitu untuk menangkap
ikan demersal dan udang.
Jaring Penggiring adalah jaring yang dioperasikan sedemikian rupa, yaitu
dengan melakukan penggiringan atau menghalau ikan-ikan agar masuk
jaring atau menggerakkan jaring itu sendiri dari tempat yang agak dalam ke
tempat yang lebih dangkal untuk kemudian dilakukan penangkapan ikan.
Jaring penggiring atau drive-innet dapat terdiri dari jaring sayap dan jaring
kantong, dapat juga berbentuk segi tiga atau segi empat lengkap dengan
jaringan kantong. Jenis-jenis drive in-net yang terkenal di Indonesia adalah
:muroami, soma malalugis, jaring kalase, jaring klotok, jaring saden, pukat
rarape, ambai, pukat rosa, dan talido.
Alat pancing terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali dan mata kail.
Jumlah mata yang terdapat pada tiap perangkat pancing bisa tunggal
maupun ganda, bahkan banyak sekalli (beberapa ratus mata kail) tergantung
dari jenis pancingnya. Selain dua komponen utama tali dan mata pancing,
alat pancing dapat dilengkapi dengan komponen lainnya, misalnya tangkai
(pole), pemberat, pelampung dan kili-kili (swivel). Pada umumnya mata
pancing diberikan umpan baik dalam bentuk mati maupun hidup atau umpan
tiruan. Banyak mavam alat pancing digunakan oleh para nelayan, mulai dari
bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk ukuran skala besar yang
digunakan untuk perikanan industri.
c. Alat Bantu Penangkapan Ikan
Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, penangkapan dapat
mempergunakan alat bantu penangkapan, antara lain rumpon, lampu, echo
sounder dan sonar.
Rumpon digunakan untuk membantu mengumpulkan ikan sebelum dilakukan
penangkapan.
Lampu digunakan untuk mengumpulkan ikan. Kekuatan lampu yang cukup
baik untuk mengumpulkan ikan pelagis kecil adalah 500 watt untuk lampu di
20
bawah air, dan 1.000 watt untuk lampu di atas laut. Para nelayan dapat
lampu pompa (petromax) sebanyak 6 buah.
Echo sounder digunakan untuk mendeteksi gerombolan ikan di bawah kapal
ataupun untuk mengetahui kedalaman laut. Alat ini mempunyai prinsip kerja
yaitu memancarkan suara ke dalam air dan merekan pantulan secara
vertikal.
Sonar digunakan untuk mencari gerombolan ika. Instrumen ini dapat
mendeteksi kehadiran ikan secara horizontal dari kapal penangkap, sehingga
ada gambaran dapat menangkap ikan dalam jumlah yang besar.
d. Kapal Penangkap Ikan
Kapal penangkap ikan pelagid yang digunakan oleh para nelayan harus laik
laut dan mampu dioperasikan pada perairan yang digendaki. Desain dan
konstruksi kapal harus diperhatikan sesuai dengan kegunaan kapal
penangkap ikan agar stabilitas cukup baik supaya mampu bertahan terhadap
serangan ombak dan angin.
Bahan untuk kapal harus terbuat dari bahan yang cukup baik dan kapal
harus memiliki ruangan untuk kerja dan penyimpanan alat tangkap yang
cukup luas. Ruang kerja yang cukup akan memudahkan dalam
pengoperasian alat tangkap sehingga keterlambatan penarikan jaring yang
dapat mengakibatkan lolosnya ikan dapat dihindari. Kapal harus memiliki
ruangan pneyimpanan ikan (palka) yang cukupbesar dan dapat
mempertahankan kesegaran ikan.
Di dalam pengopersian jenis alat penangkapan ikan ada yang membutuhkan
kecepatan kapal yang cukup tinggi dan ada yang tidak memerlukan
kecepatan tinggi. Kapal yang digunakan untuk alat pancing dan jaring insang
hanyut hanya digunakan pergi pulang dari daerah penangkapan, umumnya
berukuran 5 s.d 10 Gt dengan kecepatan 6 s.d knot. Untuk alat tangkap
pukat cincin dan jaring lingkar, kecepatan kapal yang digunakan cukup tinggi
karena di samping pergi dan pulang dari daerah penangkapan juga untuk
mengejar dan melingkari gerombolan ikan. Kapalyang dapat digunakan
untuk jenis alat tangkap tersebut adalah ukuran 10 s.d. 80 GT dan kecepatan
6 s.d. 12 knot.
Ukuran kapal yang digunakan oleh CPK?PK peserta proyek kemitraan antara
lain kapal 3 GT (Gross Tonase ), 5 GT, 7 GT, 10 GT, 30 GT dan kapal besar
ukuran 50 GT s.d. 150 GT.
Dari sekian jenis ukuran kapal yang digunakan, yang terbanayk adalah kapal
kecil ukuran 3 GT s.d. 7 GT kendati badan kapal relatif murah dan terjangkau
dibiayai oleh bank dengan bantuan jaminan dari UB. Hambatan kapal
tersebut yang relatif kecil antara lain daya tampung umpan maupun hasil
penangkapan ikan sangat kecil dan hasil penangkapan juga kecil. Kapal ini
21
dipakai untuk menangkap satu jenis ikan saja, misalnya tuna saja atau
cakalang saja. Jarak jelajahnya terbatas sehingga tidak mampu menjangkau
"fishing ground" yang posisinya cukup jauh, tetapi sangat potensial. Dan
terakhir, kelemahan kapal ini lambat sebab menggunakan mesin kecil,
biasanya 2 silinder yang agak boros bahan bakar.
Jenis kapal yang banyak diminati nelayan kapal dengan ukutan 10 Gt. Secara
teknis kpal ini memiliki kelebihan, antara lain dapat menampung umpan dan
hasil penangkapan ikan cukup besar, dapat menampung perbekalan (logistik)
dalam jumlah yang banayk sehingga bisa beroperasi selama satu sampai dua
minggu di tengah lautan. Kecepatan kapal 10 GT antara 9-12 knot dan
termasuk dalam kategori kapal cepat yang dapat digunakan untuk
menangkap segala jenis ikan laut. Kapal 10 Gt cukup kuat di lautan dan
dapat beroperaso pada musim gelombang, sehingga operasional kapal dapat
sepanjang tahun dan tidak tergantung pada cuaca.
Sedangkan kapal lebih besar antara 20 s.d. 150 Gt adalah kapl yang mahal
dan dapat digunakan untuk perikanan di perairan nusantara dan perairan
ZEE, dan hanya beberapa nelayan dapat menjadi pemilik kapal besar.
Dari jumlah kapal penangkapan ikan sebesar 404.653 kapal, sekitar 1000
kapal berukuran 50 Gt atau lebih besar. Sebagian besar kapal tersebut
adalah kapal dengan ukuran 5 GT ke bawah, yaitu sekitar 250.000 unit
kapal.
Tabel 4.
Jumlah Perahu/Kapal Penangkap Ikan menurut Jenisnya
Rincian
Tahun 1994
Tahun 1995
245.846
245.162
94.024
Kapal Motor
65.467
62.950
22
5. Aspek Keuangan
a. Penjelasan Umum
UB yang bermitra dengan para nelayan calon pemilik kapal membantu para
CPK untuk menjadi pemilik penuh atas kapal dan alat tangkap ikan, yang
sebagian dibiayai dengan pinjaman bank.
Biasanya, UB memberikan pesanan kepada salah satu usaha galangan kapal
yang membangun kasko kapal dari kayu atau dari fiberglas. Galangan kapal
memasang mesin diesel dan seluruh perlengkapan lainnya, yang dibutuhkan
di kapal tersenut. Spesifikasi teknis tentang pembuatan maupun pembayaran
kapal tersebut, dituangkan dalam perjanjian tertulis antra galangan kapal
dengan para pihak PKT yang diwakili oleh petugas dari UB, KUD serta
seorang CPK.
Alat penangkapan ikan untuk satu kapal dapat terdiri dari beberapa jenis,
tergantung pada jenis ikan yang ditangkap pada suatu musim di wilayah
operasinya. Dalam Laporan KPKT ini, tiga jenis kapal diusulkan untuk para
CPK yang bermitra dengan usaha pengolahan ikan. Tiga jenis kapal tersebut
dapat masing-masing jenisnya beroperasi secara serba guna :
1. Kapal kayu penangkapan ukuran 7 GT, dipakai terutama di perairan
selat teluk, dekat pantai
2. Kapal kayu penangkapan ukuran 10 GT, dipakai di seluruh perairan
nusantara
3. Kapal kayu penangkapan ukuran 30 GT, dipakai di seluruh perairan
Indonesia termasuk zone ekonomi eksklusif
Untuk membuat analilsa keuangan, tim peneliti Model KPKT-PIL mengambil
beberpa asumsi berdasarkan informasi dari beberapa usaha pengelolaan ikan
di Jakarta dan Ambon yang sudah lama melaksanakan proyek kemitraan
dengan para nelayan pemilik kapal.
Analisa aspek keuangan untuk ketiga jenis kapal, usaha CPK tersebut,
dihitung dan dapat dilihat dalam tujuh tabel untuk masing-masing ukuran
kapal penangkapan. Perhitungan tersebut berdasarkan penangkapan ikan
cakalang dan tuna dengan alat tangkap pancing (huhate) di perairan
Indonesia Bagian Timur.
b. Analisa Aspek Keuangan
Kesimpulan dari analisa aspek keuangan untuk ketiga jenis
penangkapan ikan yang dinilai oleh tim adalah sebagai berikut :
kapal
23
No Uraian
1
Biaya Investasi
Kredit Investasi
Jangka Waktu
Modal Sendiri
Hasil Penangkapan
Hasil Penjualan Ikan
Kapal 7 GT
Rp 96.568.000
Rp 4.548.667
Kapal 10 GT
Kapal 30 GT
Rp 37.484.000 Rp 258.342.000
Rp 8.708.832
Rp 26.126.500
5 Tahun
5Tahun
Rp 4.000.000
Rp 6.000.000
Rp 20.000.000
4 Tahun
menurun
4 Tahun
menurun
4 Tahun
menurun
Rp 7.116.667
Rp 20.192.833
Rp 64.468.500
132.480 Ton
276.000 Ton
414.000 Ton
Penghasilan ABK
IRR
10
46,66%
35,47%
34%
Rp 48.188.200
Rp 50.843.330
Rp 56.230.782
24
"two step loan" karena tingkat bungan pinjaman tersebut masih berada pada
tingkat yang layak. Bilamana tingkat bungan pinjaman adalah pada tingkat
38 p.a. % semua tipe kapal masih layak untuk dibiayai dengan pinjaman
tersebut, oleh karena aliran kas dari masing-masing tipe kapal masih cukup
besar. Perhitungan IRR dan NPV tidak berubah dengan perubahan biaya
bunga.
25