Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN :
PEMBERLAKUAN DAN PRAKTEK TRANSAKSI PRODUK-PRODUK BANK SYARIAH

1.1

Pertumbuhan Bank Syariah dan Produk-Produk Bank Syariah

Negara dan bangsa kita tak akan mentjapai kehidupan jang adil dan makmur, pergaulan hidup
jang aman dan tenteram, selama keadilan sosial sepandjang adjaran-adjaran Islam belum
dapat berlaku atau dilakukan mendjadi hukum dalam Negara kita, sekalipun sudah
merdeka(Tjokroaminoto)
Pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia menunjukkan trend yang terus
meningkat semakin pesat, berdasarkan statistik perbankan Indonesia hingga Desember 2014
telah terbentuk 12 bank umum syariah dengan 2.150 kantor tersebar di seluruh Indonesia.
Salah satu tolak ukur pertumbuhan perbankan di Indonesia adalah dari total aset perbankan
syariah. Pada tahun 2005 aset perbankan syariah secara nasional sebesar 15.211 miliar rupiah.
Sementara itu tahun 2014 aset perbankan syariah sebesar 272.344 miliar rupiah, dengan kata
lain dalam kurun waktu 10 tahun (2003-2014) pertumbuhan aset perbankan syariah sebesar
1690,4 persen pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan angka pertumbuhan
sebesar 49,17 persen. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar
12,41 persen (pakar ekonomi, 2015) Siapa yang menyangka industri perbankan bisa
menggeliat naik seperti saat ini. Indonesia sebagai Negara dengan penduduk mayoritas
muslim terbesar di Dunia merupakan segmen pasar yang luar biasa untuk perkembangan
perbankan syariah. Jika perbankan syariah mampu memanfaatkan potensi tersebut maka
pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia akan semakin fantastis. Sebagai negara dengan
penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat
pengembangan industri keuangan syariah di dunia. Hal ini merupakan angan-angan karena
potensi dan peluang Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariahsangat besar
khususnya dalam menghadapi MEA, diantaranya : 1) jumlah penduduk muslim yang besar
menjadi potensi nasabah industry keuangan syariah, 2) prospek ekonomi yang cerah, tercermin
dari pertumbuhan ekonomiyang relative tinggi kisaran (6,0%-6,5%) yang ditopang oleh
fundamental ekonomi yang solid, 3) peningkatan sovereign credit ranking Indonesia menjadi
grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik,

termasuk infustri keuangan syariah, dan 4) memiliki sumber daya alam yang melimpah yang
dapat dijadikan sebagai underlaying transaksi industry keuangan syariah.
Pertanyaannya adalah, apakah bank syariah saat ini sudah benar-benar menerapkan
kesyariahan sesuai dengan label syariah yang melekat pada diri bank syariah, atau hanya
sekedar bank konvensional yang di syariahkan dan sudah sejauh mana bank syariah berjalan
menurut kaidah yang sesuai dengan Islam, sehingga sebagian masyarakat masih menganggap
bank syariah tiada beda dengan bank konvensional. Para ekonom mengkaji dan
merekonsiliasi teori ekonomi dengan prinsip dan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran
dan Hadits tentang perilaku ekonomi guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga
dalam transaksi perbankan dan keuangan yang lebih sesuai dengan prinsip syariah.
Jika dikembalikan lagi dalam konteks Akuntansi syariah, maka posisi akuntabilitas lebih
substansial, atau menjadi jiwa, atau menjadi dasar etika, daripada pemberian informasi.
Akuntabilitas merupakan spiritualitas Akuntansi syariah. Tanpa akuntabilitas, akuntansi syariah
menjadi instrument mati yang mekanis sebagaimana kita temukan pada akuntansi modern.
Konsep akuntabilitas disini terkait dengan tradisi dan pemahaman Islam tentang Tuhan ,
manusia, dan alam semesta (Triyuwono 1997).
Bank syariah lebih menekankan konsep bagi hasil ketika melakukan pembiayaan dan
jauh dari unsur riba yang melekat pada bank konvensional, tetapi pada kenyataannya salah
satu produk bank syariah, (Mulawarman, 2012) menyatakan bahwa pembiayaan mudharabah
dan musyarakah yang menggunakan konsep bagi-hasil lebih menafikan unsur riba sedangkan
pembiayaan murabahah lebih dekat dengan unsur riba, bahkan hampir disamakan dengan
kredit bank konvensional. Kenyataan ini memberikan sebuah penekanan bahwa idealnya bank
syariah dalam operasionalnya harus lebih mengedepakan dan memprioritaskan pola
pembiayaan dengan konsep bagi-hasil (Siddiq, 1984; Antonio, 2011).
Selain musyarakah dan mudharabah banyak produk-produk dari bank syariah yang
dikritisi, diantaranya yang dijelaskan (Alwahwah, 2012) yaitu salam dan istishna Posisi Bank
dalam akad Salam ini sebagai pembeli (Muslam atau Shahibus Salam), sedangkan nasabah
sebagai penjual (Muslam ilaih). Dalam akad ini, Bank membayar tunai harga barang yang
dipesan (Muslam fih) dari nasabah. Ini akad Salam pertama. Pada waktu yang sama, Bank
bertindak sebagai penjual (Muslam ilaih) kepada nasabah lain yang bertindak sebagai pembeli
(Muslam) terhadap barang yang sama (Muslam fih), yang dipesan oleh Bank dari nasabah
sebelumnya. Ini adalah akad Salam kedua. Kedua akad Salam ini, yang pertama menempatkan

Bank sebagai pembeli (Muslam) dan kedua menempatkan Bank sebagai penjual (Muslam ilaih)
dilakukan secara simultan, dan inilah yang disebut Salam Paralel. Salam Paralel ini jelas
haram. Pertama, ini merupakan jenis hawalah (pemindahan hak hutang) dalam bentuk Muslam
fih (barang yang dipesan) dari Bank kepada nasabah lain. Ibn Qudamah menyatakan, akad
seperti ini haram. Sebab, hawalah hanya boleh dilakukan terhadap hutang yang tetap
(mustaqirr). Sementara Salam, dengan tujuan untuk dibatalkan (dipindahkan lagi kepada pihak
lain), termasuk dalam kategori hutang yang tidak tetap (ghair mustaqirr). Selain itu, ini juga
merupakan jual-beli Muslam fih yang dilakukan sebelum serah terima, padahal tidak boleh
menjual sesuatu sebelum dilakukan serah terima. Kedua, menjual Muslam fih dari penjualnya,
sebagaimana Bank menjual Muslam fih dari nasabah A, sekali penjual, kepada nasabah B,
sekali pembeli dalam kasus Salam Pararel, sama dengan mengambil sesuatu di luar Muslam
fih sebagai kompensasi dari Muslam fih tersebut, baik Muslam fih tersebut ada atau tidak. Ini
hukumnya haram (Abu Hanifah dan as-Syafii) dan produk lainnya diantaranya, pembiayaan
ijarah, pembiayaan qardh, dan pembiayaan multijasa.
Produk yang tergolong baru yang dikeluarkan oleh bank syariah adalah kartu kredit
syariah yang menimbulkan kontroversi dikarenakan Negara Amreika Serikat mengalami
guncangan ekonomi dikarenakan kasus gagal bayar kartu kredit, tetapi di Indonesia bank
syariah justru mengeluarkan produk kartu kredit syariah. Keputusan bank syariah untuk
mengeluarkan kartu kredit syariah sudah disetujui Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan fatwa
persetujuan serta surat persetujuan dari BI. (Mualwarman, 2008) melihat apakah akad dari kartu
kredit tersebut sudah halal dan bebas dari riba dan segala sesuatu bisa di syariahkan dan
semua yang halal belum tentu thoyib seperti yang ada dalam kasus kartu kredit. Bank syariah
kelihatannya tidak memiliki core competencies serta lebih bernuansa plagiasi dan bila diukur
dari standar maqashid asy-syariah yaitu mashlaha apakah menggiring masyarakat Indonesia
untuk

menjadi

konsumerisme

anthroposentrism/egoism.
mementingkan

dirinya

Dari
sendiri

tersebut

hal

tersebut

dan

berorientasi
terlihat

menggiring

bahwa

mashlaha
perbankan

masyarakat

atau
syariah

bernuansa

malah
lebih

konsumtif

(Mulawarman, 2008)
Sebenarnya produk-produk yang lahir di dalam bank syariah, telah mempunyai legalitas
syariah dari fatwa DSN-MUI, hanya saja ada beberapa point yang tidak sesuai dengan syariah
islam dan masih sama saja dengan bank konvensional.

Dari beberapa paparan di atas, fenomena berkembangnya bank syariah didasari oleh
masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim dan bank syariah menawarkan produk-produk
yang berlebel syariah walaupun pada kenyataannya ada produk-produk cetakan perbankan
syariah yang masih belum memenuhi syarat kesyariahan. Penelitian ini diharapkan dapat
membuka dan memberi informasi tentang kesyariahan bank syariah agar dapat mewujudkan
perbankan syariah yang kaffah secara Islami.

1.2

Mendalami Produk Bank Syariah


Nilai-nilai Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, akan

tetapi lebih dari itu nilai-nilai tersebut juga banyak menjelaskan tentang permasalahan sosial,
ekonomi, dan politik (Tjokroaminoto)
Seluruh transaksi di perbankan syariah berbeda dengan perbanan konvensional. Hitam
putih yang sangat mendasar adalah pondasi nilai yang menjadi dasar utama jalannya transaksi
perbankan. Perbankan konvensional lebih menggunakan prespektif materialistik. Etika utilitarian
mengarahkan perbankan untuk berorientasi kepada hasil akhirnya (keuntungan) tanpa melihat
bagaimana cara mendapatkannya walaupun terdapat unsur eksploitasi kepada orang lain
(Triyuwono, 2011; Masud, 2008:173).
Menurut Mardani (2011: 27), asumsi selalu untung adalah asumsi yang sengaja dibuat
agar perbankan konvensional selalu dapat memastikan keuntungannya. Berbeda dengan
pondasi yang menjadi dasar kebijakan perbankan syariah, perbankan syariah mendasari
kebijaannya dengan nilai-nilai Islam. Nilai yang menjadi sumber utaman adalah nilai ketuhanan
(mencerminkan nilai-nilai ketuhanan) yang kemudian memancarkan berbagai nilai yang
terimplementasi dalam bentuk hukum dan tatacara syariat Allah (Mardani, 2012:45)
Oleh sebab itu diharapkan penelitian ini mejadi jalan pembuka dan melihat apakah
perbankan syariah sudah benar-benar melakukan prinsip syariah Islam dala praktek kerjanya
atau hanya sekedar label syariah saja yang melekat pada bank tetapi dalam prakteknya masih
tetap saa seperti bank konvensional yang hanya mengejar keuntungan semata.
1.2

Pertanyaan Penelitian

Menurut Suyanto dan Sutinah (2005:29), dalam merumuskan pertanyaan penelitian yang
baik, syarat yang terpenting adalah pertanyaan tersebut harus jelas, terfokus, menurut
terminology akademik dalam bidang ilmu yang diteliti dan dapat dikaji di lapangan. Pertanyaan
penelitian ini adalah :
Bagaimana kesyariahan bank syariah dengan menggunakan pemikiran kritis nilai Islam Guru
Bangsa HOS Tjokroaminoto ?
1.4

Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan realitas secara

kontekstual dan alamiah. Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang
alamiah maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan
kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut. berdasarkan latar
belakang dan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini secara umum bertujuan
untuk :
1. Mengupas sisi lain kesyariahan bank syariah berdasarkan pemikiran kritis Islam HOS
Tjokroaminoto
1.5

Motivasi Penelitian
Banyak pertanyaan mengenai kesyariahan bank syariah, dikhawatirkan dalam praktek

kinerjanya bank syariah terpengaruh oleh kebijakan bank konvensional. Dikhawatirkan produkproduk bank syariah yang didasari dengan hukum Islam, tidak lagi diterapkan dalam prakteknya
dengan benar. Oleh karena itu peneliti tergerak hati untuk membongkar sejauh mana
kesyariahan bank syariah dalam prakteknya dan produk-produk yang dihasilkan, yang sudah
bersertifikat MUI.
Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan pemikirian Islam kritis yang dimiliki oleh
Guru Bangsa HOS Tjokroaminoto yaitu persaudaraan, persamaan, kemerdekaan dan
kedermawanan Islam. Tidak perlu menggunakan pemikiran kritis luar, bahwa kita orang Islam
tidak boleh dan tidak dapat menerima segenapnya wefenschappelik socialism pelajaran dari
Karl Marx. Historisch Materialisme itu mungkir kepada Allah, dan ber-Tuhankan benda
(Mulawarman, 2014). Dengan menggunakan pemikiran dari bangsa sendiri diharapkan akan
lebih mengerti kondisi bangsa dan lebih menerapkan prinsip-prinsip Islam.
1.6

Kontribusi Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi teoritis tentang keterlibatan nilai-nilai Islam
dalam produk-produk bank syariah.penelitian ini juga menggunakan metodologi berbasis Islam
Indonesia yaitu paradigma kritis Islam Guru Bangsa HOS Tjokroaminoto yang dalam setiap
pemikirannya selalu bernafaskan Islam. Diharapkan dengan menggunakan pemikiran Islam
yang ke-Indonesiaan dapat membuat anak bangsa tergerak dan mengembangkan pemikiran
para pahlawan Indonesia yang banyak melahirkan pemikiran-pemikiran hebat, yang
pemikirannya lebih Indonesia dan tidak hanya menggunakan pemikiran luar.

BAB II
agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal persamaan derajat manusia sambil
menjunjung tinggi kepada kuasa negeri dan bahwasanya itulah {Islam} sebaik-baiknya
agama buat mendidik budi pekertinya rakyat. (Tjokroaminoto)
2.1

Sejarah Berkembangnya Hukum Perbankan Syariah di Indonesia


Pengertian bank islam secara umum adalah bank yang pengoperasiannya

mendasarkan pada prinsip syariah Islam. Entitas bank Islam yaitu bank yang tanpa bunga, dan
bank syariah. Indonesia menyebut bank islam dengan istilah Bank Syariah.
Prinsip utama dari bank syariah yang paling mendasar adalah larangan atas riba pada
semua jenis transaksi; pelaksanaan aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan (equality), keadlian
(fairness)

dan

keterbukaan

(transparency):

pembentukan

kemitraan

yang

saling

menguntungkan. Serta keharusan memperoleh keuntungan usaha secara halal.


Pendirian bank syariah di Indonesia berawal dari lokakarya Bunga Bank dan Perbankan
pada 18-20 Agustus 1990, yang kemudian dialnjutkan dengan Musyawarah Nasional (MUNAS)
IV Majelis Ulama Indonesia (MUI). Berdasarkan hasil MUNAS tersebut, MUI membentuk Tim
Steering Comimittee. Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, terbentuk bank syariah
pertama dengan nama PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1 November 1991, berdirinya
BMI tidak serta-merta diikuti pendirian bank syariah lainnya sehingga perkembangan perbankan
syariah nyaris stagnan sampai tahun 1998.
Dilatarbelakangi krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1998 dan keluarnya UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang perbankan, yang isinya mengatur tentang peluang usaha-usaha syariah bagi bank
konvensional, perbankan syariah mulai mengalami perkembangan dengan berdirinya Bank
Syariah Mandiri pada 1999 dan Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BNI pada tahun 2000, serta
bank-bank syariah dan UUS lain pada tahun-tahun berikutnya. Sepuluh dtahun setelah UU
Nomor 10 tersebut, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia mengeluarkan
UU Nomor 20 tentang Sukuk dan UU Nomor 21 tentang Perbankan Syariah pada tahun 2008.
Setelah diterbitkannya ketentuan perundang-undangan tersebut, sejak tahun 1998 sistem
perbankan syariah telah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat, yaitu lebih dari 50
persen pertumbuhan aset ratarata per tahun. Sampai akhir Desember 2013, terdapat 11 bank
syariah dan 24 UUS dengan perkembangan yang baik.
Di sisi produk, perbankan syariah mendasarkan pada sejumlah fatwa yang dikeluarkan
oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), antara lain yakni fatwa No.
04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, fatwa No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan
Mudharabah, fatwa No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Musyarakah.
Materi muatan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI kemudian menjadi materi
muatan dalam berbagai PBI. Hal ini terlihat jelas dalam PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran dana bagi bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
Dalam PBI No. 9/19/2007 disebutkan bahwa pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa, dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain akad
Wadiah dan Mudharabah;
2. Dalam kegiatan penyaluran dana berupa pembiayaan dengan mempergunakan
antara lain Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah,
Ijarah Muntahiya Bittamlik dan Qardh; dan
3. Dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad Kafalah,
Hawalah, dan Sharf.
Realisasi dari tujuan dimaksud, terwujud dalam fungsi bank syariah dan UUS yaitu
bahwa: (1) bank syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat; (2) bank syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial
lainnya dan meyalurkan kepada organisasi pengelola zakat; (3) bank syariah dan UUs dapat

menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola
wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). Pelaksanaan fungsi sosial
mendasarkan pada peraturan perundang-undangan terkait, yakni Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
wakaf. Hal inilah yang menunjukkan bahwa perbankan syariah berperan sebagai financial and
social intermediaries institution.
Secara kelembagaan dalam undang-undang perbankan syariah dilakukan pemisahan
terhadap UUS yang terdapat dalam bank umum konvensional untuk dijadikan BUS, baik secara
sukarela atau karena diwajibkan dengan telah dipenuhinya persyaratan tertentu. Pembentukan
BUS melalui pemisahan UUS merupakan suatu terobosan dalam rangka lebih mensyariahkan
bank syariah. Adanya BUS yang secara yuridis mandiri, akan lebih mengoptimalkan layanan
jasa perbankan syariah sehingga diharapkan operasional bank syariah benar-benar memenuhi
prinsip larangan pencampuradukan antara yang halal dan yang haram.
Perkembangan hukum yang menopang industry perbankan syariah di Indonesia
berlangsung begitu pesat, maka akan menimbulkan implikasi baik yang positif maupun negative.
Untuk itu, maka perlu ada kesiapan dari pelaku bisnis di bidang perbankan untuk menyiapkan
sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi dan pemahaman terkait dengan aspekaspek perbankan syariah menyangkut aspek fiqih maupun aspek hukum positif yang
menigitarinya, serta kecermatan dalam pengembangan produk perbankan syariah.
Ketaatan terhadap aturan merupakan landasan utama dalam kehidupan umat Islam,
sebagaimana tertuang dalam Al-Quran surah

An-Nisaa ayat 59: Hai orang-orang yang

beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya) dan ulir amri diantara kamu. Kemudian jika
kamu berpendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasulnya jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang itu lebih utama dan lebih baik
akibatnya. Dalam Islam juga dikenal hierarki sumber hukum yang harus dipatuhi yang
semuanya bersumper kepada hukum yang paling utama, yaitu Al-Quran yang kemudian di ikuti
hadits, dan seterusnya. Secara garis besar hukum Islam dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu hukum ibadah dan hukum muamalah. Hukum-hukum yang terkait dengan hubungan
antarmanusia, termasuk di dalamnya hubungan bisnis, termasuk dalam kelompok hukum
muamalah.
Dalam praktik perbankan Islam, selain hukum Islam sebagai sumber utama seluruh
aktivitas, bank Islam juga terikat dengan hukum positif (hukum Publik dan hukum privat) lain

yang berlaku di Indonesia. Karena itu, ketaatan terhadap hukum Islam saja tidak cukup
menjamin beroperasinya bank syariah dengan baik. Terdapat hukum positif yang berlaku dan
harus ditaati, misalnya hukum perikatan, hukum pidana, dan sebagainya.
Tantangan bank syariah saat ini adalah bagaimana memadukan dua sistem hukum,
antara hukum syariah dengan hukum positif, agar produk dan proses bisnis bank syariah dapat
sesuai dnegan hukum syariah, namun juga dapat menjamin kepentingan bank ketika terjadi
perselisihan hukum di peradilan.
Dalam undang-undang perbankan syariah disebutkan bahwa prinsip syariah adalah
prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Prinsip syariah merupakan ketentuan utama yang harus di[atuhi bank syariah karena
pelanggaran terhadap prinsip syariah akan menyebabkan haramnya seluruh transaksi dan
aktivitas bank tersebut. dalam praktik perbankan syariah ini tertuang antara lain pada akad-akad
atau perjanjian antara nasabah dan bank di mana dalam akad tersebut ditegaskan jenis
transaksi yang diizinkan secara syariah. Demikian juga dalam setiap desain produk perbankan
syariah selalu dapat ditemukan landasan syariah yang mendasari produk tersebut.
2.2

Akuntansi Syariah Teoritis dan Praktis


Akuntansi syariah melalui penyucian dapat dikatakan di sini sebagai bentuk

pengembangan akuntansi syariah dari sisi idealis. Akuntansi syariah apabila dilihat dari
pendekatan teoritis-praktisnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu akuntansi syariah idealis dan
pragmatis.

Akuntansi

syariah

pragmatis

mengutamakan

adaptasi

akuntansi

syariah

konvensional mulai dari konsep dasar teoritis sampai bentuk teknologinya, disesuaikan dengan
nilai-nilai Islam. Sedangkan akuntansi syariah idealis mencoba membangun teori sampai bentuk
teknologinya berdasar nilai-nilai Islam.
Aliran pragmatis menganggap bahwa ada konsep dan teori dari akuntansi konvensional
yang dapat digunakan hanya dengan memodifikasi konsep dan teori tersebut. modifikasi
dilakukan untuk kepentingan pragmatis dalam menggunakan akuntansi untuk perusahaan Islami
yang menggunakan legitimasi laporan berdasarkan nilai-nilai Islam dan tujuan syariah.
Sedangkan aliran idealis yang dilakukan adalah pengembangan teori akuntansi syariah
sebagai pendekatan metodologi penyucian ilmu dan lebih memberikan kekuatan substansial

10

dan bebas dari mudharat mudharat yang masih diidap oleh akuntansi pragmatis (Mulawarman,
2011)
Tujuan akuntansi syariah realisasi kecintaan utama kepada Allah SWT, dengan
melaksanakan akuntabilitas ketundukan dan kreativitas, atas transaksi-transaksi, kejadiankejadian ekonomi serta produksi dalam organisasi, yang penyampaian informasinya bersifat
material, batin maupun spiritual, sesuai nilai-nilai Islam dan tujuan syariah (Mulawarman, 2011)
Konsekuensi tujuan akuntansi syariah seperti itu akan membentuk konsep dasar teoritis
akuntansi syariah yang berbeda, yaitu Shariate Enterprise Theory (SET). Akuntansi
konvensional berdasarkan konsep prioprietary theory dan berevolusi menjadi entity theory
(Mulawarman, 2011).
Nilai yang terkandung dalam SET memiliki kepedulian terhadap stakeholders yang lebih
luas yaitu Allah, manusia dan alam (Mulawarman, 2011), sehingga akuntansi syariah idealis
tidak hanya memikirkan hubungan dan tanggung jawab terhadap manusia saja tetapi lebih
utama akuntansi idealis melihat hubungan dan tanggung jawab benar-benar lebih kepada
syariah Islam yang sesungguhnya, yaitu yang utama kepada Allah SWT.
Karakter laporan keuangan syariah memiliki sifat material-spiritual, egoistis-alturistis,
kuantitatif-kualitati dan ketundukan kreativitas. Trilogy laporan keuangan syariah merupakan
kesatuan alur maisyah (bekerja untuk mencari rezeki yang barokah (Mulawarman, 2011)

11

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang di amati (Moleong, 2002:3). Menurut salim (2006:34), penelitian kualitatif muncul
karena adanya reaksi terhadap tradisi penelitian yang didominasi oleh pendekatan positivistik.
Sementara itu menurut (Sugiono, 2009), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat potpositifisme, digunakan untuk meneliti objek yang alamiah
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,
pengambilan sampel sumber dan data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif/
kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian natural, karena oenelitian
dilakukan dalam kondisi yang alamiah (natural setting). Disebut juga penelitian etnografi, karena
pada awalnya metode ini banyak digunakan sebagai penelitian bidang antropologi budaya.
Selain itu disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan dianalisis bersifat
kualitatif. Pada penelitian kualitatif, peneltian dilakukan pada objek yang alamiah maksudnya,
objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti
tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.
Berkenaan dengan penelitian ini, pendekatan kualitatif digunakan untuk lebih memahami
secara mendalam (grounded) tentang kesyariahan dari bank syariah dari para informan di
perbankan syariah, menafsirkannya, kemudian mengkritisi berdasarkan pemikiran kritis islam
guru bangsa HOS Tjokroaminoto.
3.2

Kritis Sebagai Paradigma Penelitian

12

Teori kritis merupakan pijakan paradigma kritis memandang realitas sosial sebagai
realitas yang sangat kompleks, pertama kali istilah teori kritis dicetuskan oleh Max Horkheimer
pada tahun 30-an. Teori kritis berarti pemaknaan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar
dan kebebasan, dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme,
kapitalsime, industry kebudayaan, dan institusi politik borjuis. Teori kritis bertujuan untuk
mendobrak realitas untuk menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong
kebebasan, keadilan dan pesamaan. Dominasi menyebabkan ketertindasan sebagian manusia.
Dominasi dapat berupa sistem birokrasi, hukum pasar, bentuk-bentuk kebudayaan yang
memaksakan, ilmu pengetahuan, ideology, bahkan filsafat. Dominasi itu didasari atau tidak
disadari

telah

melahirkan

disorientasi

nilai,

penyimpangan

eksistensi,

alineasi,

dan

memusnahkan budaya minoritas yang menempatkan manusia pada titik nadir terendah dalam
nilai-nilai kemanusiaan (Suka, 2012).
Secara khusus dalam bidang akuntansi Djamhuri (2011) menyatakan bahwa kajian kritis
digunakan untuk melakukan emansipasi atas peningkatan derajat mereka yang tertindas dan
dirugikan (setidaknya tidak diuntungkan) oleh proses sosial yang menghasilkan atau melibatkan
penggunaan informasi akuntansi, baik dalam ranah publik ataupun dalam ranah organisasi
secara individual.
Penelitian ini menggunakan pemikiran kritis islam guru bangsa HOS Tjokroaminoto yang
lebih berorientasi kepada nilai-nilai Islam dan budaya lokal Indonesia, sehingga pemikirannya
lebih cocok untuk digunakan dalam penelitian ini. Untuk lebih memahami tentang cara kritis
Islam guru bangsa HOS Tjokroaminoto dirasa perlu untuk mengenali terlebih dahulu beliau dan
pemikiran beliau.
3.3

Informan dalam Penelitian


Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi

dan kondisi latar (lokasi dan tempat) penelitian. Sutopo (2002:51) menyatakan bahwa untuk
memilih siapa yang akan menjadi informan, peneliti wajib memahami posisi dengan beragam
peran dan keterlibatannya dengan kemungkinan akses informasi yang dimilikinya sesuai
dengan kebutuhan penelitiannya.
Informan dalam penelitian ini adalah aktor di perbankan syariah yang terlibat dan sangat
memahami tentang produk-produk dari bank syariah sehingga diharapkan para informan
memiliki pengetahuan yang mendalam terkait fokus dari penelitian ini.

13

3.4

Sumber dan Jenis Data


Data merupakan sesuatu yang paling penting di dalam rangkaian penelitian Prastowo

(2010:204) mengungkapkan bahwa data adalah fakta, informasi atau keterangan. Keterangan
yang merupakan bahan baku dalam penelitian untuk dijadikan bahan pemecahan masalah atau
bahan untuk mengungkapkan suatu gejala. Sumber utama dari data dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata dan tindakan serta selebihnya adalah tambahan seperti dokumen (Moleong,
2002:112).
Dilihat dari sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang dikumpulkan dari situasi aktual ketika peristiwa terjadi atau sering
dikatakan pula bahwa data primer adalah data yang dikumpulkan dari sumber-sumber primer
atau subjek pertama. Misalnya raport, komentar, interpretasi atau pembahasan dari materi
original (Sugianto dan Parjito, 2010:180). Moleong (2002:113) menyebut data sekunder dengan
sumber kedua yang berasal dari sumber tertulis diantaranya sumber buku dan majalah tertulis,
sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.
Dalam penelitian ini data primer merupakan wawancara mendalam dengan para informan
dari perbankan syariah yang mengerti tentang produk-produk perbankan syariah yang
diarahkan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan kesyariahan
perbankan syariah. Sedangkan untuk data sekunder dalam penelitian ini adalah, prosedur yang
ada dalam produk-produk perbankan syariah, Fatwa dari DSN tentang produk-produk
perbankan syariah, PSAK 101 dan 102 serta data-data lain yang relevan dengan penelitian ini.
3.5

Teknik Analisis Data


Analisis data menurut Maleong (2002:103) adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Menurut
Prastowo (2012: 237). Pada hakekatnya analisis data dalam penelitian kualitatif adalah suatu
proses. Ini mengandung pengertian bahwa pelaksanaannya sudah harus dimulai sejak tahapan
pengumpulan data dilapangan untuk kemudian dilakukan secara intensif setelah data terkumpul
seluruhnya.
Dalam penelitian, yang dilakukan untuk menganalisis data dengan krisis dan kritik
realitas. Pada tahap ini, peneliti akan mengungkap bentuk krisis dalam produk-produk
perbankan syariah berdasarkan klaim penerapan nilai-nilai Islam. Tahap kritiknya adalah

14

menemukan cirri-ciri kapitalistik dan produk-produk yang masih bernafaskan konvensional


serta dampaknya terhadap tujuan yang akan dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, H. 2012. Menggugat Bank Syariah. Kritik Atas Fatwa Produk Perbankan Syariah
Al Azhar Press. Bogor.
https://bakoelcentre.wordpress.com/2012/11/29/membedah-kesyariahan-perbankansyariah/ diakses tanggal 25 Mei 2015.
Amin, M.M. 1995. HOS Tjokroaminoto; Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya.
Cokroaminoto University Press. Yogyakarta.
Antonio, M.S. 2011. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Cetakan Keempat. Gema Insani
Press.Jakarta
Djamhuri, A. 2011. Ilmu Pengetahuan Sosial dan Berbagai Paradigma dalam Kajian Akuntansi.
Jurnal Akuntansi Multiparadigma vol 2, No 1.
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Bank Syariah. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Mardani, 2011. Fiqh Ekonomi Syariah; Fiqh Muamalah. Kencana. Jakarta.
Masud,

F.

2008.

Menggugat

Manajemen

(Barat).

Badan

Penerbit

Universitas

Diponegoro.Semarang.
Mulawarman, A.D. 2007. Akuntansi TJOKRO-AN KRITIS ala HOS TJOKROAMINOTO.
http://ajidedim.wordpress.com, diakses tanggal 25 Mei 2015.
-----------------------. 2011. Akuntansi Syariah Teori, Konsep dan Laporan Keuangan. Bani Hasyim
Press. Malang.
Moeleong, N. 2002. Metodologi Kualitatif Penelitian. PT Remaja Roksadakarya. Bandung.

15

Prastowo, A. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Ar


Ruzz Media. Jogjakarta.
Suka, G. 2012. Dominasi Dalam Perspektif Teori Kritis. Jurnal Pustaka Volume XII, No.1,
Februari 2012.
Sutopo, H. 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian.
Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Suyanto,

dan

Sutinah.

2005.

Metode

Penelitian

Sosial;

Berbagai

Alternatif

Pendekatan.Kencana. Jakarta
Triyuwono, I. 2011. Angels : Sistem Penilaian tingkat kesehatan bank Syariah. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Volume 2, Nomor 1, April 2011.
-----------------. 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah. PT Rajagrafindo.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai