PENDAHULUAN
lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global
yang terjadi selama jaman es. Sebuah perconto kumpulan fosil foraminifera mengandung
banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari
spesies- spesies tersebut dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau - di
tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh - ketika fosil foraminifera tersebut masih
hidup. Jika sebuah perconto mengandung kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau
sebagian besar sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk
menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah
relatif dari spesies plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera plangtonik dari total
kumpulan foraminifera plangtonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio
Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang.
Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan
sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perban-dingan isotop
oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk
menguapkan lebih banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada
cangkang foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti
dasar laut di seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar
perairan masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut
telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang
akan datang (keakurasiannya belum teruji).
Manfaat foraminifera dalam eksplorasi minyak dimanfaatkan untuk menemukan
minyak bumi. Banyak spesies foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran
hidup yang pendek. Dan banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada
lingkungan yang spesifik atau ter-tentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat
meneliti sekeping kecil perconto batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak
dan selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut terbenuk.
Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi dari
seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan menggunakan fosil foraminifera
memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan suatu pengeboran ke arah
samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna meningkatkan produktifikas
minyak.
Selain ketiga hal tersebut dia atas foraminifera juga memiliki kegunaan dalam analisa
struktur yang terjadi pada lapisan batuan. Sehingga sangatlah penting untuk mempelajari
foraminifera secara lengkap.
I.2. Maksud dan Tujuan
Dengan mengidentifikasi fosil foraminifera bisa didapatkan data yang dapat
menentukan umur relatif batuan dan lingkungan pengendapan dari suatu daerah. Maksud dan
tujuan dari praktikum ini adalah untuk melatih mahasiswa dalam pengambilan sampel batuan
yang diduga ada keterdapatan fosil di daerah tersebut. Selain itu juga untuk melatih
mahasiswa dalam melakukan preparasi sampel batuan, dari mulai proses pembersihan hingga
fosil siap diamati di bawah mikroskop. Dan yang terakhir agar mahasiswa lebih memahami
cara pengidentifikasian fosil foraminifera, yang pada akhirnya dapat menentukan umur relatif
batuan dan lingkungan pengendepan di daerah telitian.
I.3. Rute Menuju Daerah Telitian
BAB II
TINJAUAN GEOLOGI
II.1. Geologi Regional
II.2. Geologi Daerah Telitian
BAB III
DASAR TEORI
III.1. Foraminifera Plankton
Foraminifera pertama kali muncul pada Zaman Yura yang diwakili oleh golongan
Globigerinidae. Selanjutnya golongan ini berkembang secara meluas meningkat terus hingga
Zaman Tersier dan Kuarter. Ukuran fosil foraminifera berukuran kecil sehingga disebut
sebagai fosil mikro. Fosil mikro umumnya berukuran lebih kecil dari 5 mm.
Plankton adalah organisme mikroskopis yang berada di permukaan perairan. Plankton
sebagai sumber makanan bagi organisme yang hidup di perairan. Plankton adalah makhluk
yang hidipnya mengapung, mengambang atau melayang di dalam air yang kemampuan
renangnya terbatas sehingga mudah terbawa arus.
III.1.1. Susunan kamar foraminifera plankton
Susunan kamar foraminifera plankton dibagi menjadi :
a. Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat dan pandangan
serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh: Hastigerina
b. Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contohnya :Globigerina.
c. Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral menutupi sebagian
atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh: Pulleniatina.
1. Dinding chitin/tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera
dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai
dinding chitin, antara lian :
a. Golongan allogromidae
b. Golongan miliolidae
c. Golongan lituolidae
d. Beberapa golongan Astroizidae
Ciri-ciri dinding chitin adalah fleksibel, transparan, berwarna kekuningan dan imperforate.
2. Dinding arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan agglutinin terbuat dari zat atau material asing disekelilingnya
kemudian direkatkan satu sama lain dengan zat perekat oleh organisme tersebut. Pada dinding
arenaceous materialnya diambil dari butir- butir pasir saja, sedangkan agglutinin materialnya
diambil dari butir-butir pasir, sayatan-sayatan mika, spone specule, fragmen-fragmen
foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin, oksida besi, silica dan
gampingan. Zat perekat gampingan adalah cirri khas dari foraminifera yang hidup di perairan
tropis, sedangkan zat perekat silica khas untuk foraminifera yang hidup di perairan dingin.
Contoh :
a. Dinding aglitinous
: Ammobaculites aglutinous
b. Dinding Arenaceous
: Psammosphaera
3. Dinding siliceous
Beberapa ahli (Brady, Hubler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding silicon
dihasilkan oleh organisme itu sendiri. Menurut Glessner dinding silicon berasal dari zat
primer (organisme itu sendiri)maupun zat skunder. Tipe dinding ini jarang ditemukan, hanya
dijumpai pada beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies dari Miliolidae.
4. Dinding calcareous/gampingan
Dinding yang terbuat dari zat gampingan dijumpai pada sebagian besar foraminifera.
Dinding gampingan dapat dikelompokkan menjadi :
a. Gampingan porselen : adalah dinding gampingan yang tidak berpori,mempunyai
kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar berwarna putih opaque. Contohnya
Quingueloculina, Pyrgo.
b. Gamping granular : adalah dinding yang terbuat dari Kristal-kristal kalsit yang granular,
pada sayatan tipis terlihat gelap. Contohnya: Endothyra.
c. Gamping komplek : dinding yang dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari satu lapis
yang homogen, kadang terdiri dari dua bahkan empat lapis. Terdapat pada golongan
Fussulinidate.
d. Gamping hyaline : terdiri dari zat-zat gamping yang trasparan dan berpori. Kebanyakan
dari foraminifera plankton yang mempunyai dinding seperti ini.
III.1.9. Pembagian genus dan spesies foraminifera plankton
Secara umum foraminifera dibagi berdasarkan family, genus, serta spesies yang
didasarkan antara ciri-ciri yang nampak. Ciri-ciri beserta pembagiannya antara lain :
a. Family Globigerinidae
Family globigerinidae terdiri dari beberapa genus antara lain:
1. Genus Cribohantkenina
Ciri-ciri morphologi sama dengan hantkenina tetapi kamar akhir sangat gemuk dan
mempunyai
CRISRATE yang
Cribrohantkenina bermudesi.
2. Genus Hastigerina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test biumbilicate, susunan kamar
planispiral involute atau Loosely Coiled. Aperture berbentuk parabola, terbuka lebar
dan terletak pada apertural face. Contoh: Hastigerina aequilateralis.
3. Genus Clavigerinella
Dengan ciri-ciri morphologi dinding test hyaline. Bentuk test pipih panjang, susunan
kamar involute, radial elongate atau clavate. Contoh: Clavigerinella jarvisi.
4. Genus Pseudohastigerina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test biumbilicate, susunan kamar
planispiral involute atau Loosely Coiled. Aperture terbuka lebar, berbentuk parabol dan
terletak pada apertureal face. Genus ini dipisahkan dari Hastigerina karena testnya yang
lebih pipih.
5. Genus Cassigerinella
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline. Susunan kamar pada permulaan
planispiral dan seterusnya tersusun secara biserial. Aperture berbentuk parabol dan
terletak didasar apertural face. Contoh: Cassigerinella chipolensis.
b. Famili Globorotaliidae
Family ini umumnya mempuyai test biconvex, bentuk kamar subglobular, susunan
kamar trochospiral , Aperture memanjang dari umbilicus ke pinggir test dan terletak pada
dasar apertural face. Pinggir test ada yang mempunyai keel dan ada yang tidak. Berdasarkan
bentuk test, bentuk kamar, aperture dan keel, maka family ini dapat dibagi atas dua genus,
yaitu :
1. Genus Globorotalia
Ciri-ciri morphologi dengan test hyaline, bentuk test biconvex, bentuk kamar
subglobular, atau angular conical. Aparture memanjang dari umbilicus ke pinggir test. Pada
pinggir test terdapat keel dan ada yang tidak. Berdasarkan ada tidaknya keel maka genus ini
dapat dibagi menjadi dua sub genus, yaitu :
1.a. Subgenus Globorotalia
Subgenus ini mencakup seluruh glabarotalia yang mempunyai keel. Membedakan
subgenus ini dengan yang lainnya maka dalam penulisan spesiesnya, biasanya diberi kode
sebagai berikut : Contoh : Globorotalia a b c a
Family ini pada umumnya mempunyai bentuk test sperichal atau hemispherical, bentuk
kamar glubolar dan susunan kamar trochospiral rendah atau tinggi. Apaerture pada umumnya
terbuka lebar dengan posisi yang terletak pada umbilicus dan juga pada sutura atau pada
apertural face. Berdasarkan bentuk test, bentuk kamar, bentuk aperture dan susunan kamar
maka family ini dapat dibagi atas 14 genus yaitu:
1. Genus Globigerina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test speroical, bentuk kamar
globural, susunan kamar trochospiral. Aperture terbuka lebar dengan bentuk parabol dan
terletak pada umbilicus. Aperture ini disebut umbilical aperture.
2. Genus Globigerinoides
Ciri-ciri morphologi sama dengan Globigerina tetapi mempunyai supplementary aperture,
dengan demikian dapat dikatakan bahwa globigerinoides ini adalah Globigerina yang
mempunyai supplementary aperture. Contohnya: Globigerinoides primordius.
3. Genus globoquadina
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar globural,
dan susunan kamar trochoid. Aperture terbuka lebar dan terletak pada umbilicus dengan
segi empat yang kadang-kadang mempunyai bibir. Contohya: Globoquadrina alrispira.
4. Genus Globorotaloides
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Globorotalia tetapi umbilicusnya tertutup oleh
Bulla (bentuk segi enam yang tertutup).
5. Genus Pulleniatina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar
globural, susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang dari
umbilicus ke arah dorsal dan terletak di dasar apertural face. Contohnya: Pulleniatina
obliquiloculate (N19 N23).
6. Genus Sphaeroidinella
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical atau oval, bentuk
kamar globural dengan jumlah kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing).
Aperture terbuka lebar dan memanjang didasar sutura. Pada dorsal terdapat
supplementary aperture. Salah satu spesies yang termasuk genus ini beserta gambar dan
keterangan. Spaeroidinella dehiscens Test trochospiral, equatorial peri-peri lobulate
sangat ramping, sumbu peri-peri membulat. Dinding berlubang kasar, permukaan licin.
Kamar subglobular menjadi bertambah melingkupi pada saat dewasa, tersusun dalam tiga
putaran, tiga kamar dari putaran terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Suture tidak
jelas tertekan radial. Aperture primer interiomarginal umbirical, atau 2 aperture skunder
pada sisi belakang terdapat pada kamar terakhir.
7. Genus Sphaeroidinellopsis
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Spaeroidinella tetapi tidak mempunyai
supplementary aperture, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Spaeroidiniellopsis itu
adalah Spearoidinella yang tidak mempunyai supplementary aperture.
8. Genus Orbulina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline dan bentuk test spherical, serta aperture
tidak kelihatan (small opening). Aperture ini adalah akibat dari terselumbungnya seluruh
kamar-kamar sebelumnya oleh kamar terakhir. Beberapa speies yang termasuk pada
genus ini beserta gambar. Orbulina universal, Orbulina bilobata
9. Genus Biorbulina
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus orbulina, tetapi gandeng dua.
10. Genus Praeorbulina
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical atau agak lonjong. Bentuk
lonjong ini diakibatkan oleh kamar-kamar terakhir yang menyelumbungi kamar-kamar
sebelumnya. Aperture utama tidak terlihat lagi, yang terlihat hanya supplementary
aperture saja yang berbentuk strip-strip.
11. Genus Candeina
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar globural.
Jumlah kamar tiga buah dan di sepanjang sutura terdapat sutural supplementary aperture.
Contohnya: Candeina nitida.
12. Genus Globigerinatheca
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, dan bentuk kamar
globular. Susunan kamar pada permulaan trochospiral dan kemudian berangkuman
(embracing). Umbilicus tertutup dan terdapat secondary aperture yang berbentuk parabol
dan kadangkadang tertutup bulla.
13. Genus Globigerinita
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus globigerina tetapi dengan bulla.
14. Genus Globigerinatella
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, susunan kamar pada
permulaan trochospiral dan kemudian berangkuman. Umbilicus samar-samar karena
tertutup bulla. Terdapat sutural secondary aperture bullae dengan infralaminal aperture.
15. Genus Catapsydrax
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical, susunan kamar
trochospiral. Memiliki hiasan pada aperture yaitu berupa bulla pada catapsydrax
dissimilis dan tegilla pada catapsydrax stainforthi. Dengan memiliki accessory aperture
yaitu infralaminal accessory aperture pada tepi hiasan aperturenya. Contohnya:
Catapsydrax dissimilis
daerah
dekatpantai.
Lagoon
mempunyai
salinitas
yang
sedang
karena
1. Bentuk globular atau bola atau spherical, terdapat pada kebanyakan subfamily
saccaminidae. Contohnya: Saccammina.
Gambar 2.4.Lagena
5. Cyclical atau annular chamber
6. Planispiral pada awalnya kemudian terputar tak teratur. Contoh : Orthovertella,
Psammaphis.
Gambar 2.5.Orthovertella
7. Planispiral kemudian lurus (uncoiling). Contoh :Rectocornuspira.
Gambar 2.6.Rectocornuspira
8. Cabang (bifurcating). Contohnya : Rhabdamina abyssorum.
Gambar 2. 17.Siphonogerina
1.1.b. Linear tanpa leher yaitu kamar tidak bulat dan satu sama lain tidak dipisahkan leherleher. Contohnya :Nodosaria.
Gambar 2.18.Nodosaria
1.1.c. Equitant unserial yaitu test uniserial yang tidak memiliki leher tetapi sebaliknya
kamarnya sangat berdekatan sehingga menutupi sebagian yang lain. Contohnya :Glandulina.
Gambar 2.20.Dentalina
1.1.e. Kombinasi antara rectilinier dengan linier tanpa leher.
1.1.f. Coiled test atau test yang terputar, macam-macamnya antara lain :
-
Involute yaitu test yang terputar dengan putaran akhir menutupi putaran yang
sebelumnya, sehingga putaran akhir saja yang terlihat. Contoh : Elphidium .
Gambar 2.21.Elphidium
-
Evolute
yaitu
test
yang
terputar
dengan
seluruh
putarannya
dapat
terihat.
Contohnya :Anomalia
-
Nautiloid yaitu test yang terputara dengan kamr-kamar dibagian umbirical (ventral)
menumpang satu sama lain. Sehingga kelihatan kamar-kamarnya lebih besar dibagian
peri-peri dibandingkan dibagian umbilicus. Contoh: Nonion.
Gambar 2.22.Nonion
Rotaloid test merupakan test yang terputar tidak pada satu bidang dengan posisi pada
dorsal seluruh putaran terlihat, sedangkn pada ventral hanya putaran terakhir terlihat.
Contoh :Rotalia.
Helicoids test merupakan test yang terputar meninggi dengan lingkarannya cepat menjadi
besar. Terdapat pada subfamily Globigeriniidae (plankton). contoh: Globigerina.
Gambar 2.24.Globigerina.
1.2. Biserial yaitu test yang tersusun oleh dua baris kamar yang terletak berselang-seling.
Contoh:Textularia.
Gambar 2.25.Textularia
1.3. Teriserial yaitu test yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak berselang-seling.
Contoh : Uvigerina, Bulmina.
Gambar 2. 27.Bigerina.
3. Triformed test yaitu tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test misalnya permulan
biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya menjadi uniserial. Contohnya :Vulvulina.
Gambar 2.28.Vulvulina
4. Multiformed test merupakan dalam sebuah test lebih dari tiga susunan kamar, bentuk ini
jarang ditemukan.
tegak
lurus
pada
permukaan
s eptum/s ept al
face.
Contoh:
h ya l i n e .
Contoh:
Nonion,
N o n i o n e l a , Tex t u l a r i a .
i. Lateral/Hooded, Subterminal.
j. Aperture Crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda. Contoh: Nodosarella.
2. Apertural teeth
a. Sangle/With single tooth.
b. Apertural flap/with valvular tooth.
c. Pleurostomelline bifid /bifid tooth.
Fullenia,
d. Umbilical teeth.
e. Modified tooth.
f. Lateral flanges .
3. Supplementary aperture
a. Sangle/With single tooth.
b. Apertural flap/with valvular tooth.
c. Pleurostomelline bifid /bifid tooth.
d. Umbilical teeth.
e. Modified tooth.
f. Lateral flanges .
g. Dendritik.
h. Apertur yang memancar (radiate), terminal sangat umum pada famili
Nodosaridae dan Yolymorphinidae merupakan sebuah lubang yang,bulat, tetapi
mempunyai pematang yang memancar dari pusat lubang. Contoh : Nodosaria,
Folymorphina.
i. Radiate with apertural chamberlet.
j. Median and peripheral/peripheral and areal.
4. Multiple aperture
a . M u l t i p l e s u t u r a l , a p e r t u r e ya n g t e r d i r i d a r i b a n ya k , lubang, terletak di
sepanjang suture.
b. Multiple equatorial, Interiomarginal at base of apertural face.
c. Aperture cribrate/ areal, cribrate/ inapertural face cribrate. Bentuknya seperti saringan,
lubang umumnya halus dan terdapat pada permukaan kamar akhir. Contoh:
Cribostomun,Hiliola., Ammomassilina.
d. At base and in apertural face/areal multiple.
e. Areal supplementary.
f. Sutural and umbilical canal openings
Termasuk famili Ammodiscidae dan ciri ciri test monothalamus, terputar palnispiral,
kompisisi test pasiran, aperture pada ujung lingkaran. Muncul Silur Resent. Genus
Amphistegerina d Orbigny 1826. Famili berbentuk lensa, trochoid, terputar involut, pada
ventral terlihat surture bercabang tak teratur, komposisi test gampingan, berpori halus,
aperture kecil pada bagian ventral kecil pada bagian ventral
4. Genus Bolivina
Termasuk famili Buliminidae dengan test memanjang, pipih agak runcing, beserial,
komposisi gampingan, berposi aperture pada kamar akhir, kadang berbentuk lope, muncul
Kapur Resent.
Termasuk famili Amonalidae, dengan cirri cirri test planoconvex rotaloid, bagian dari
dorsal lebih rata, komposisi gampingan berpori kasar, aperture di bagian ventral, pemukaan
akhir sempit dan memanjang.
Termasuk famili Heterolicidae, degan test memanjang, kamar tersusun uniserial lurus,
kompisi test gampingan berpori halus, aperture terletak di puncak membulat mempunyai
leher dan bibir. Muncul Kapur Resen.
10. Genus Nodosaria Lamark (1812)
Termasuk famili Lagenidae degan test lurus memajang, kamar tersusun uniserial,
suturenya tegak lurus, terhadap sumbu, pada pemulaaan agak bengkok kemudian lurus,
komposisi gampingan berpori, aperture di puncak berbentuk radier, muncul Karbon Resent.
11. Genus Nonion Monfort (1888)
Termasuk famili Nonionidae dengan test cenderung involute, bagian tepi membulat,
umumnya dijumpai umbilical yang dalam, komposisi gampingan berpori , aperture
melengkung pada kamar akhir. Muncul Yura Resent.
12. Genus Rotalia Lanmark (1804)
Umumnya suture menebal pada bagian dorsal, bagian ventral suturenya tertekan ke
dalam, komposisi test gampingan berpori, aperture pada bagian ventral membuka dari
umbilical pinggir.
13. Genus Saccamina M. Sars (1869)
Termasuk famili Sacanidae degan test globular, komposisi test dari material kasar,
biasanya oleh khitin berwarna coklat, aperture di puncak umumnya degan leher. Muncul Silur
Resent.
14. Genus Textularia Derance (1824)
Termasuk famili Textularidae test memanjang kamar tersusun biserial, morfologi kasar,
komposisi pasiran, aperture sempit memanjang pada permukaan kamar akhir. Muncul Devon
Resent.
15. Genus Uvigerina d Obigny (1826)
Termasuk famili uvigeridae degan test fusiform, kamar triserial, komposisi berpori,
aperture di ujung dengan leher dan bibir. Muncul Eosen Resent.
1966, dalam
Kekeruhan air.
4. Kedalaman.
5. Asal sedimen, ukuran butir, dan kecepatan sedimentasi.
6.
b. Larutkan sampel yang telah dihaluskan ke dalam larutan H2O2 (hidrogen peroksida) yang
telah diencerkan menggunakan air (perbandingan air dan hidrogen peroksida 1:2) lalu
diaduk hingga reaksi yang terjadi berkurang.
c. Kemudian didiamkan sampai tidak terjadi reaksi lagi. Jika fosil masih nampak kotor,
dapat dilakukan dengan perendaman air sabun (deterjen), lalu dibilas dengan air bersih.
d. Selanjutnya dikeringkan dengan terik matahari atau disangrai dan sampel siap untuk
diayak.
3. Pemisahan Fosil
Langkah awal menganalisa, perlu diadakan pemisahan fosil dari kotoran butiran yang
bersamanya. Cara pengambilan fosil-fosil tersebut dengan jarum dari cawan tempat contoh
batuan. Untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air atau
menggunakan perekat lain seperti lem atau isolasi (jarum dicelupkan ke dalam air atau
dioleskan dengan perekat terlebih dahulu sebelum pengambilan fosil). Peralatan yang
dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara lain:
a. Cawan untuk tempat contoh batuan
b. Jarum untuk mengambil fosil
c. Kuas bulu halus
d. Cawan tempat air
e. Lem untuk merekatkan fosil
f. Tempat fosil
g. Mikroskop
Fosil yang telah di pisahkan diletakkan pada plate (tempat fosil)
untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan dari material-material lempung
(matrik) yang menyelimutinya.
Untuk setiap jenis mikrofosil, mempunyai teknik preparasi tersendiri. Polusi,
terkontaminasi dan kesalahan dalam prosedur maupun kekeliruan pada pemberian label,
harus tetap menjadi perhatian agar mendapatkan hasil optimum. Beberapa contoh teknik
preparasi untuk foraminifera & ostracoda, nannoplankton dan pollen dapat dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
Untuk mengambil foraminifra kecil dan Ostracoda, maka perlu dilakukan preparasi
dengan metoda residu. Metoda ini biasanya dipergunakan pada batuan sedimen klastik halussedang, seperti lempung, serpih, lanau, batupasir gampingan dan sebagainya. Caranya adalah
sebagai berikut, yaitu:
a. Ambil 100 300 gram sedimen kering.
b. Apabila sedimen tersebut keras-agak keras, maka harus dipecah secara perlahan dengan
menumbuknya mempergunakan lalu besi/porselen.
c. Setelah agak halus, maka sedimen tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan dilarutkan
dengan H2O2 (10 15%) secukupnya untuk memisahkan mikrofosil dalam batuan
tersebut dari matriks (lempung) yang melingkupinya.
d. Biarkan selama 2-5 jam hingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi.
e. Setelah tidak terjadi reaksi, kemudian seluruh residu tersebut dicuci dengan air yang deras
diatas saringan yang berukuran dari atas ke bawah adalah 30-80-100 mesh.
f. Residu yang tertinggal pada saringan 80 & 100 mesh, diambil dan kemudian dikeringkan
didalam oven ( 600 C).
g. Setelah kering, residu tersebut dikemas dalam plastik residu dan diberi label sesuai
dengan nomor sampel yang dipreparasi.
h. Sampel siap dideterminasi.
III.4.3. Penyajian Mikrofosil
Dalam penyajian mikrofosil ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:
Pleurotoma
carinata
Gray, Var
Woodwardi
Martin,
arti
dari
penamaan
adalah Gray memberikan nama spesies sedangkan Martin memberikan nama varietas.
Globorotalia acostaensis pseudopima Blow, 1969,s arti dari n.sbsp adalah subspecies.
Dentalium (s.str) ruteni Martin, arti dari penamaan adalah fosil tersebut sinonim dengan
dentalium rutteni yang diketemukan Martin.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Kondisi Daerah Telitian
IV.2. Deskripsi Litologi
IV.3. Hasil Penelitian
IV.3.a. Umur Batuan
IV.3.b. Lingkungan Pengendapan
BAB V
KESIMPULAN