Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program pemberantasan penyakit TB Paru yang telah digalakkan dan
dilaksanakan dengan strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri
atas lima komponen berkaitan yaitu : (a) Komitmen politis dari pemerintah yaitu
untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB Paru, (b) Diagnosis penyakit TB Paru
melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (c) Pengobatan TB Paru dengan
paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh Pengawas Minum Obat (PMO), (d). Kesinambungan persediaan OAT jangka
pendek untuk penderita dan (e) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk
memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru (Depkes
RI, 2009).
DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan
kesehatan primer di seluruh dunia, untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB
Paru. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB Paru
dapat berlangsung dengan cepat. DOTS bertujuan untuk memutuskan rantai
penularan di masyarakat dengan mengobati penderita BTA positif sampai sembuh
(Depkes RI, 2007)
Badan kesehatan dunia WHO (2002), memperkirakan sepertiga dari populasi
dunia telah terinfeksi kuman TB paru. Diperkirakan 95 % penderita TB paru berada
di negara berkembang di Asia pada saat ini terdapat 4.5 juta kasus TB paru dari 9
juta kasus yang di perkirakan terdapat di dunia, berarti lebih kurang 50% penyakit di
negara berkembang
terutama
masih
produktif
yaitu dibawah umur 50 tahun sedangkan pada negara industri pada umur lebih tua
(Surde dkk, 1992).
Berdasarkan perkiraan WHO bila cakupan dapat mencapai minimal 70% dengan
angka kesembuhan 85% dan dipertahnkan hingga thun 2005 maka dapat
menurunkan insiden TB sampai 50%. (Depkes RI, 2000). Angka kesembuhan
dibawah 70% dapat mengakibatkan masalah TB dan resistensi obat akan meningkat
Penderita TB Paru dengan BTA Positif yang tidak sembuh dapat menimbulkan
resisten terhadap obat anti tubercolosis (OAI) terutama resisten sekunder yang
dikarenakan pengobatan yang tidak lengkap dan tidak teratur (Aditama, 2000).
Di Indonesia diperkirakan terjadi 140.000 kasus kematian akibat TB Paru. Pada
Tahun 2004-2005 di Indonesia jumlah penderita TB Paru meningkat dari 128.981
kasus (54%) menjadi 156.508 (67%) kasus. Masalah TB di Indonesia sangat besar
karena setiap tahun meningkat/bertambah 250.000 kasus baru TB Paru. Karena
Indonesia menduduki peringkat ke tiga terbesar setelah India dan Cina. Jumlah ini
akan terus bertambah mengingat setiap orang yang terinfeksi TB Paru akan
menularkan kepada 10-15 orang setiap tahunnya. Bahkan dinyatakan setiap detik
orang terinfeksi TB Paru. Berdasarkan data SKRT menunjukkan bahwa penyebab
kematian terbesar setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan dan
merupakan nomor satu terbesar kelompok infeksi (IDI, 2006).
TB paru merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat indonesia.
Survei
Data yang diperoleh dari Puskesmas Kelobak pada tahun 2008 terdapat 25
orang BTA positif (+) yang mendapatkan pengobatan, tahun 2009 terdapat 28 orang
BTA (+) serta tahun 2010 sebanyak 29 orang, tahun 2011 sebanyak 32 orang (Data
Puskesmas Kelobak 2008-2011). Dari data tersebut masih tingginya angka kejadian
penyakit TB paru di wilayah puskesmas kelobak, disamping itu yang lebih utama
adalah kurangnya pengetahuan dan kepatuhan penderita, masyarakat dan petugas
kesehatan dalam pencegahan dan penularan TB paru, antara lain tidak teraturnya
penderita minum obat yang dapat mengakibatkan resistensi dan kurangnya promosi
TB paru yang berdaya guna dan berhasil guna. Oleh sebab itu, perlunya upaya
promosi yang lebih intensif. Promosi TB paru yang intensif tersebut diharapkan
dapat meninggkatkan dukungan politis para penentu kebijakan penyandang dana,
dukungan lintas sektoral, meninggkatkan peran aktif LSM dan kelompok potensial
dalam masyarakat, meningkatakan motivasi petugas dalam mengubah prilaki
masyarakat dan penderita dalam pengobatan dengan pendekatan DOTS (Depkes RI
2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang ingin diketahui dalam penelitian
ini adalah masih rendahnya angka kesembuhan penderita TB paru di bandingkan
dengan target sehingga pertanyaan penelitian adalah apakah ada hubungan antara
kepatuhan minum obat dengan tingkat kesembuhan penderita tuberculosis paru?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kepatuhan
minum obat penderita penyakit tuberculosis paru dengan kesembuhan di
Puskesmas Kelobak Kepahiang.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran kepatuhan penderita minum obat, dan kesembuhan
penderita tuberculosis paru di Puskesmas Kelobak Kepahiang.
b. Diketahuinya hubungan kepatuhan minum obat penderita tuberculosis paru
dengan kesembuhan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitiani ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak terkait,
terutama puskesmas kelobak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepahiang. Hasil
penelitian ini di harapkan dapat menjadi pertimbangan bagi puskesmas dan dinas
kesehatan dalam melaksanakan program penanggulngan penyakit TB paru
dimasa yang akan datang.
2. Bagi Instansi Terkait
Dapat menjadi pertimbangan bagi dinas kesehatan kepahiang dalam pelaksaan
program penanggulangan penyakit tuberculosis paru dimasa yang akan datang.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Dari hasil penelitian nanti dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan
dalam penelitian terutama yang berhubungan dengan penyakit tuberculosis paru
4. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menerapkan teori yang telah diperoleh selama mengenal
metodelogi penelotian dan dapat mengetahui hubungan kepatuhan minum obat
penderita tuberculosis paru dengan kesembuhan di puskesmas kelobak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosi Paru
1. Pengertian
TB Paru merupakan penyakit infeksi menular langsung yang di sebabkan
oleh kuman (mycobacterium tuberculosis) dan miobacterium bovis. Kuman ini
ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Sebagian besar kuman TB paru
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainya (Depkes RI,
2008).
TB paru adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri myobacterium
tuberculosis dengan gejala yang bervariasi (Mansjoer, 1999). Menurut Brunner
dan Sudarth tahun 2001 bahwa TB paru adalah penyakit infeksi yang terutama
menyerang parenkrim paru dan menurut pengertian prience tahun 1995 bahwa
TB paru adalah penyakit yang di kendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarna. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman TB paru cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Sebagian
besar kuman tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ lain
(Depkes RI, 2008).
TB paru adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman
myobacterium lainya, kuman tuberculosis dapat di tularkan oleh penderita
10
tuberculosis paru BTA positif dengan cara batuk-batuk, bersin dan bicara,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (Droplet
9
Nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar beberapa
jam,orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. Setelah kuman TB paru masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman TB paru tersebut dapat menyebar dari paru, saluran nafas atau
penyebaran langsung ke bagian bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorangpenderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya.makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman),maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Depkes RI, 2008).
2. Diagnosis Penderita Tuberculosis
Diagnosis TB paru dapat ditegakkan melalui pemeriksaan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologik, pemeriksaan bakteriologik dan
pemeriksaan uji tuberkulin.
a. Diagnosis penderita tuberkulosis
Gambaran klinik TB paru dibagi atas dua golongan,yaitu gejala
sistemik dan gejala respirotorik.gejala sistemik berupa demam, lesu,
anoreksia, berat badan menurun, rasa kurang enak, badan (malise), mudah
lelah, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan. Gejala respirotorik yang
dapat dijumpai adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu
atau lebih, dahak bercampur darah, batuk juga ditanyakan riwayat berikut :
1) Pernah menderita TB paru atau kontak dengan pasien TB paru
2) Pengobatan dengan OAT :jenis obat,lama pengobatan,hasil pengoabatan
3) Imunisasi BCG
11
12
13
positif
1 spesimen dahak SPS haslnya BTA positif dan foti rongent dada
positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 sepesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
14
15
16
terdiri dari 60 blister HRZE untuk tahap intensif dan 54 blister HR untuk
tahap lanjjutan masing-masing dikemas dalam 1 dos besar (Depkes RI 2008).
1) Panduan obat untuk kategori I
a) Fase intensif 2 HRZE
Bila setelah fase intensif BTA menjadi negatif,pengobatan
diteruskan dengan fase lanjutan.
Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif, fase intensif
kuman masih sensitif terhadap semua obat dan setelah fase intensif
dahak menjadi negatif, fase lanjutan diubah seperti pada kategori
dengan pengawasan yang ketat.
b) Fase lanjutan 5 H3R3E3 atau 5 HRE
- Dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir
pengobatan (bulan ke-7) bila negatif teruskan pengobatan, bila
-
2008).
2) Panduan obat untuk kategori II
a) Fase intensif 2 HZR
- Bila setelah dua bulan dahak menjadi tetap negatif,fase lanjutan
-
dapat dimulai.
Bila setelah 2 bulan dahak masi tetap positif,ubah panduan
pengobatan menjadi kategori II.
17
18
19
20
B. Motivasi
C. Hubungan Motivasi Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Kesembuhan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap
stimulasi yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur pokok yaitu respon dan
stimulasi atau rangsangan.respon atau reaksi manusia atau baik bersifat pasif
(pengetahuan, sikap) maupun bersifat aktif (tindakan nyata) sedangkan stimulasi atau
rangsangan disni terdiri dari 4 unsur pokok yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo, (2003) perilaku kepatuhan minum obat tidak mempunyai
batasan yang jelas atau tegas, adapun pembagian perilaku kepatuhan tersebut yaitu
terdiri dari :
1) Sikap
Merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
sesuatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap mempunyai 3 komponen
pokok yaitu kepercayaan, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap
objek dan kecenderungan bertindak
2) Praktek atau tindakan
Menurut teori funsi dalam Notoatmodjo (2003) bahwa tindakan idividu dilatar
belakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Menurut teori fungi tindakan
mempunyai fungsi instrumental artinya dapat berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan dalam menghadapi lingkungannya, dapat sebagai fungsi penerima objek
dan pemberi arti yang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
dapat juga sebagai fungsi nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu
situasi yang berasal dari konsep diri dan merupakan pencerminan dari hati sanubari.
D. Kerangka Konsep
21
Status Gizi
Pelayanan Kesehatan
Pengetahuan
KESEMBUHAN
Keterangan
= Faktor Yang Diteliti
= Faktor Yang Tidak Diteliti
E. Hipotesis
Adanya hubungan antara kepatuhan minum obat penderita TB paru dengan tingkat
kesembuhan dalam pengobatan penyakit TB paru di puskesmas kelobak kepahiang.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sifat penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional
study. Dalam penelitian ini dicari hubungan antara variabel indenpenden (perilaku
kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis) dengan variabel dependen
(kesembuhan penderita TBC paru) sekaligus dalam satu waktu.
B. Desain penelitian
Sembuh
Baik
Kepatuhan
Minum Obat
PENDERITA
TB PARU
Tidak Sembuh
Sembuh
Tidak Baik
Tidak Sembuh
Gambar 3.2. Desain penelitian penderita Tuberkulosis
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variable Independet Dan Dependen
27
NO
Variable
Definisi Operasional
Perilaku
Kepatuhan
Minum Obat
Pendrita TB
Paru
Cara Ukur
Wawancara
Hasil ukur
1= Patuh
2= Tdk Patuh
Skala
Ukur
Nomina
l
23
pengobatan.
3
Kesembuhan
Pasien
telah
menyelesaikan
pengobatannya secara
lengkap
dan
pemeriksaan
ulang
dahak
(Follow-up)
hasilnya negatif pada
akhir pengobatan (AP)
dan
minimal
satu
pemeriksaan follow-up
sebelumnya negatif
Studi
Dokumentas
i
1= Sembuh
Nomina
l
2= Tdk Sembuh
32 orang.
Sampel
Sampel adalah sebagian besar keseluruhan objek penelitian yang dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini sampel
yang digunakan adalah total sampling
24
f
= x 100%
n
25
Keterangan :
X
: Chi-Square
: Jumlah Populasi
N (ad-bc)
X =
(a+c) (b+d) (a+d) (c+d)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Kelobak merupakan Puskesmas yang ada di Kabupaten
Kepahiang yang merupakan puskesmas perawatan dan mempunyai tenaga
kesehatan yang terdiri dari 2 orang dokter umum, 2 orang sarjana kesehatan
masyarakat, 3 orang sarjana keperawatan, 15 orang akademi kebidanan, 12 orang
26
Alur Penelitian
Izin penelitian diperoleh dari Puskesmas Kelobak dengan cara mengurus izin
penelitian dari STIKES Dehasen Bengkulu yang diteruskan ke Pemda Kepahiang
bagian Kesbanglinmas dengan melampirkan proposal yang sudah diuji, setelah itu
diteruskan ke Puskesmas Kelobak Kepahiang. Surat masuk ke ruang Tata Usaha
untuk diagendakan, kemudian dilanjutkan ke ruang Poli Umum yang ada di
Puskesmas Kelobak.
Pengisian kuesioner dilakukan oleh responden dimana pengumpulan data
dilakukan selama 1 bulan dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2012,
dimana tempat penelitian adalah di Puskesmas Kelobak Kabupaten Kepahiang.
3.
Analisis Penelitian
31
27
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru
Puskesmas Kelobak Kepahiang Tahun 2012
No
1
Frekuensi
13
Persentase
40,6
Patuh
Jumlah
19
32
59,4
100
Kesembuhan
Tidak Sembuh
Frekuensi
15
Persentase
46,9
Sembuh
Jumlah
17
32
53,1
100
28
Kesembuhan
Kepatuhan
Minum Obat
Tidak Patuh
Patuh
Jumlah
Jumlah
Tidak Sembuh
Sembuh
10
76,9
23,1
13
100
26,3
14
73,3
19
100
15
49,9
17
53,1
32
100
6,036
0,014
OR (95%
CI)
9,333
(1,29-5,95)
B. Pembahasan
1.
Gambaran Kepatuhan Minum Obat dan Kesembuhan pada Penderita TB
Paru
Berdasarkan analisis distribusi frekuensi dari 32 orang responden sebagian
besar yaitu 59,4% adalah responden yang patuh minum obat dan sebagian besar
29
yaitu 53,1% adalah responden yang sembuh dari penyakit TB Paru. Hal ini bisa
dikarenakan bertambahnya pengetahuan baik melalui informasi yang didapat dari
tenaga kesehatan maupun dari pengawas minum obat keluarga penderita itu
sendiri.
Kepatuhan adalah apabila seseorang selama menjalani pengobatan sesuai
ketentuan yang telah dianjurkan (tidak lalai) yaitu minum obat setiap hari tanpa
berhenti atau putus selam enam sampai delapan bulan pengobatan. Kepatuhan
merupakan manifestasi salah satu bentuk perilaku seseorang dalam bertindak dan
menggunakan pelayanan untuk memenuhi kebutuhannya (Notoatmodjo, 2001).
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter
yang mengobatinya (Kaplan dkk 1997).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan penderita TB
Paru dalam minum obat menurut Niyen (2002) yaitu pemahaman tentang
intruksi, instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan
kepadanya, kualitas dimana kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan
pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan dan
Isolasi sosial dan keluarga yang dapat sangat berpengaruh dalam menentukan
keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menetukan tentang
program pengobatan yang dapat mereka terima serta keyakinan, sikap dan
kepribadian yang berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.
2.
30
kesembuhan pasien TB Paru karena dosis obat yang telah ditetapkan merupakan
syarat mutlak untuk bisa sembuh dari penyakit TB Paru.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kesamaan teori yang
dikemukakan oleh Solaiman (2009) bahwa pasien TB paru yang baik seperti
patuh dalam berobat, kontrol rutin dan ikut dalam banyak kegiatan akan
mempengaruhi kesembuhan pada penderita TB Paru.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme)
terhadap stimulasi yang berkaitan dengan sakit dan penyakit. Batasan ini
mempunyai 2 unsur pokok yaitu respon dan stimulasi atau rangsangan.respon
atau reaksi manusia atau baik bersifat pasif (pengetahuan, sikap) maupun
bersifat aktif (tindakan nyata) sedangkan stimulasi atau rangsangan disini terdiri
31
dari 4 unsur pokok yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo, (2003) perilaku kepatuhan minum obat tidak
mempunyai batasan yang jelas atau tegas, adapun pembagian perilaku
kepatuhan tersebut yaitu terdiri dari sikap dan praktek atau tindakan
Menurut teori funsi dalam Notoatmodjo (2003) bahwa tindakan idividu
dilatar belakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Menurut teori
fungi tindakan mempunyai fungsi instrumental artinya dapat berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan dalam menghadapi lingkungannya, dapat sebagai fungsi
penerima objek dan pemberi arti yang senantiasa menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan dapat juga sebagai fungsi nilai ekspresif dari diri seseorang
dalam menjawab suatu situasi yang berasal dari konsep diri dan merupakan
pencerminan dari hati sanubari.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indri
Rizkiyani, (2008) yang menyatakan bahwa bayak faktor yang menyebabkan
sembuhnya penderita dari penyakit TB Paru. Faktor tersebut adalah Patuh
dalam minum obat, menghindari kontak langsung dengan penderita TB Paru
lainnya, lingkungan dan soaial budaya.
Penelitan ini juga sama dengan penelitian Sukamto, (2007) yang
berjudul hubungan pengetahuan, pelayanan kesehatan (OAT, penyuluh),
pengewas minum obat dan kepatuhan minum obat dengan kesembuhan
penderita TB Paru. Ternyata hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara variabel-variabel diatas.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan kepatuhan minum obat
penderita penyakit tuberculosis paru dengan kesembuhan di Puskesmas Kelobak
Kepahiang. Peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.
33
2.
Bagi Puskesmas
Diharapkan agar lebih mengintensifkan upaya penyuluhan tentang
pentingnya
2.
Bagi Akademik
38
34
DAFTAR PUSTAKA
40
Bebas.
Diakses
dari