Chapter IIs PDF
Chapter IIs PDF
TINJAUAN PUSTAKA
11
Universitas Sumatera Utara
makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk,
menarik atau tidak menarik. Pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih
makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi, 1994).
Pola makan dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok
orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsi sebagai tanggapan pengaruh
psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial (Soehardjo, 1996).
Makan siang
13.00-14.00 WIB
Nasi 2 porsi 200 gr beras
Daging 1 porsi 50 gr
Tempe 1 porsi 50 gr
Sayur 1 porsi 100 gr
Buah 1 porsi 75 gr
Makan malam
20.00 WIB
Nasi 1 porsi 100 gr beras
Daging 1 porsi 50 gr
Tahu 1 porsi 100 gr
Sayur 1 porsi 100 gr
Buah 1 porsi 100 gr
Susu skim 1 porsi 20 gr
batasan ini berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut
dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun
(Sarwono, 2000).
banyak di berbagai penjuru kota, menu makanan cepat saji umumnya cepat dalam
penyajian (Khomsan, 2003)
Kebiasaan makan ini ternyata menimbulkan masalah baru karena makanan
siap saji umumnya mengandung lemak, karbohidrat, dan garam yang cukup tinggi
tetapi sedikit kandungan vitamin larut air dan serat. Bila konsumsi makanan jenis ini
berlebih akan menimbulkan masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko
beberapa penyakit degeneratif yang saat ini menempati urutan pertama penyebab
kematian.
Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan pangan remaja. Meski asupan
kalori dan protein sudah tercukupi, namun elemen lain seperti besi, kalsium dan
beberapa vitamin ternyata masih kurang.
Makanan olahan, seperti yang dinyatakan dalam iklan televisi, secara
berlebihan, meski dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sering terlalu
banyak mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi makanan jenis
ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada
makanan olahan yang mengandung zat ini menyebabkan remaja mengalami
perubahan patologis yang terlalu dini (Arisman, 2004).
Snack mencakup hampir 40% kalori diet remaja. Es krim, es krim kocok
(shake), hamburger, dan pizza memberikan zat gizi yang penting, tetapi juga tinggi
lemak, natrium dan kalori. Remaja sangat sering mengonsumsi makanan yang ada
pada restoran makanan cepat saji yang mempunyai menu terbatas dan sering
menekankan pada makanan yang tinggi kalori, lemak dan natrium (Moore, 1997).
jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya berdasarkan data yang diperoleh
dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet serta psikososial.
WHO menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 1015% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat
(Almatsier, 2001).
Secara garis besar, remaja putra membutuhkan lebih banyak energi ketimbang
remaja putri. Pada usia 16 tahun remaja putra membutuhkan sekitar 3.470 kkal
perhari, dan menurun menjadi 2.900 pada usia 16-19 tahun. Kebutuhan remaja putri
memuncak pada usia 12 tahun (2.550 kkal), kemudian menurun menjadi 2.200 kkal
pada usia 18 tahun (Arisman, 2004).
Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat
menyebabkan obesitas. Kelebihan protein memberatkan ginjal dan hati yang harus
memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Batas yang dianjurkan untuk
konsumsi protein adalah dua kali Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk protein.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (WKNPG VI) tahun 1998 menganjurkan
angka kecukupan gizi (AKG) protein untuk remaja 1,5 - 2,0 gr/kg BB/hari. AKG
protein remaja dan dewasa muda adalah 48-62 gr per hari untuk perempuan dan 5566 gr per hari untuk laki-laki.
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO menganjurkan
konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari kebutuhan energi total dianggap baik untuk
kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak essensial dan untuk
membantu penyerapan vitamin larut lemak (Almatsier, 2001).
Tabel 2.2 Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata yang Dianjurkan pada
Remaja
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur (thn)
10-12
13-15
16-19
10-12
13-15
16-19
Berat badan
(kg)
35
46
55
37
48
50
Energi(kkal)
Protein (gr)
2050
2400
2600
2050
2350
2200
50
60
65
50
57
50
2.
minum setiap kali sebelum makan dalam URT (Ukuran Rumah Tangga) atau
menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturutturut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.
3.
berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1 bulan, 1
tahun). Burke (1974) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
-
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengumpulan data adalah keadaan
musim-musim tertentu dan hari-hari istimewa seperti awal bulan, hari raya dan
sebagainya.
5.
konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti
hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar
makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan
makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam
frekuensi yang cukup sering oleh responden.
Green dalam
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannyan satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Pengetahuan gizi diartikan sebagai semua yang diketahui tentang makanan,
faedah makanan bagi kesehatan ( Moehyi, 1999). Suhardjo (1996) mengatakan bahwa
pengetahuan gizi membicarakan tentang makanan beserta unsur gizinya dalam
hubungannya dengan kesehatan, pertumbuhan, bekerjanya jaringan dan anggota
tubuh secara normal serta produktivitas kerja. Menurut Almatsir (2002), pengetahuan
gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan
kesehatan optimal.
pengetahuan gizi
remaja di Jombang adalah baik sebesar 81,5% tetapi masih terdapat remaja yang
berstatus gizi kurang sebesar 20% walaupun pengetahuan gizinya baik.
Pengetahuan siswi tentang gizi dan pola makan yang sehat akan membentuk
sikap siswi terhadap pola makan sehari-harinya dan selanjutnya akan mendorong para
siswi untuk tidak melakukan pola makan berlebih.
b. Sikap
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pola makan berlebih adalah sikap
remaja. Sikap (attitude) menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan ataosisi bagi
seseorang untuk berperilaku (Green, 1980).
Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yanu kesediaan seseorang untuk
bertingkah laku atau merespons sesuatu baik terhadap rangsangan positif maupun
rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predispg saling menunjang
yaitu: komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen
konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai
oleh individu pemilik sikap mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi objek
sikap. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional
subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen konatif merupakan aspek
kecendrungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang.
Interaksi antara ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila
dihadapkan dengan suatu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus
mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila salah satu diantara ketiga komponen
sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang
menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga
konsistensi itu tercapai kembali (Azwar, 2007).
Menurut penelitian Setyaningrum dalam Sahri (2008) saat ini masyarakat
cenderung lebih menyukai makanan cepat saji yang tinggi lemak, protein, karbohidrat
dan garam yang berdampak meningkatnya kecenderungan kelebihan berat badan.
Sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak sesuai dengan sikap objek, jumlah sikap senantiasa terarah terhadap suatu
objek, tidak ada sikap tanpa objek. (Purwanto, 1994)
Menurut Notoatmodjo (2000) sikap positif adalah sikap sesuai dengan yang
diharapkan berupa menerima, bersahabat, ingin membantu, penuh inisiatif dan ingin
bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini sesuai dengan teori Notoadmodjo (2005) di mana sikap merupakan
reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan pencetus suatu
tindakan atau perilaku.
statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara uang saku dengan
perilaku mengonsumsi makanan cepat saji siswa LBPP-LIA.
b. Aktivitas
Aktivitas merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan gerakan dan
mengeluarkan energi. Dalam penelitian ini aktivitas yang diteliti adalah klasifikasi
aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik ringan, sedang dan berat.
Beberapa pakar mempunyai pengertian tentang aktivitas fisik, antara lain
menurut Almatsier (2003) mengatakan bahwa aktivitas fisik dapat didefinisikan
sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya.
Sedangkan Fathonah (1996) menyatakan bahwa aktivitas dibagi menjadi dua yaitu
aktivitas fisik internal dan eksternal. Aktivitas fisik internal yaitu suatu aktivitas
dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas
eksternal yaitu aktivitas yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang
dilakukan seseorang selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi. Dari beberapa
pengertian yang dikemukakan aktivitas fisik merupakan suatu kondisi yang
memerlukan tingkatan gerakan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan energi yang
dikeluarkan, sehingga kalori per jam akan berkurang tergantung tingkat aktivitasnya.
Aktivitas remaja sebagian besar banyak dilakukan di sekolah selama 8 jam
meliputi kegiatan belajar dan bermain saat istirahat. Aktivitas berada dirumah kurang
lebih 5-6 jam meliputi mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan
bermain di lingkungan sebayanya. Aktivitas fisik remaja membutuhkan
asupan
pangan mengandung gizi yang cukup sehingga kondisi tubuh remaja akan tetap baik.
(PAR x w)
PAL = _________________
24 jam
Keterangan :
PAL
PAR
: Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis
kegiatan per satuan waktu tertentu)
UNU 2001) :
1) Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69
2) Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99
3) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40
Berbagai sarana dan fasilitas memadai hingga gerak atau aktivitas menjadi
semakin terbatas. Hidup terasa santai karena segalanya sudah tersedia sehingga dapat
berakibat
menghambat
gerak
atau
aktivitas
yang
pada
akhirnya
terjadi
anak adalah dari keluarga. Setelah itu, ia mengumpulkan informasi lainnya dari teman
sebaya, sekolah, masyarakat dan media massa.
Kenyataan ini perlu dicermati secara kritis karena iklan bisa membentuk pola
makan yang buruk pada masa remaja. Padahal makanan yang dikonsumsi pada masa
remaja akan menjadi dasar bagi kondisi kesehatan di masa dewasa dan tua nanti.
Gencarnya iklan produk makanan di media massa, terutama televisi. Karena jiwanya
masih labil, maka remaja usia sekolah mudah sekali menjadi korban iklan. Terutama
jika yang diiklankan adalah produk makanan baru, mereka tertarik untuk
mencobanya.
untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Rumah Sakit, Puskesmas, dana dan
sebagainya.
3. Faktor Pendorong adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku
sehat, tetapi tidak melakukannya. Misalnya keluarga, teman, tokoh masyarakat,
petugas kesehatan dan sebagainya.
Variabel Terikat
Faktor predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap
Faktor pendukung
- Uang saku
- Aktivitas
Pola Makan :
- jumlah energi
- jenis
- frekuensi
Faktor pendorong
- Dukungan Teman
- Promosi Makanan
cepat saji
Gambar 1. Kerangka Konsep Analisis Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung
dan Faktor Pendorong terhadap Pola Makan pada Siswi SMA
Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2010
Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi diawali dengan
adanya pengetahuan dan sikap seseorang serta faktor-faktor dari luar orang tersebut
(lingkungan). Kemudian pengetahuan, sikap dan lingkungan (uang saku, promosi
makanan cepat saji dan aktivitas serta teman) tersebut diketahui, dipersepsikan dan
diyakini sehingga menimbulkan suatu niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah
perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku. Dalam hal ini perilaku pola makan.