Anda di halaman 1dari 3

DJP NEXTGEN

Siapa diantara kita yang tidak mengenal Coca-Cola. Merk minuman kondang
ini

ternyata bisa kehilangan

branding-nya ketika kehilangan

relasi

dengan

pelanggannya. Kemudian mereka berinovasi dengan memanfaatkan social media


dan menghebohkan kaum muda dengan tema friendship-nya. Mereka menyadari
bahwa kaum muda yang menjadi sasarannya adalah kelompok yang sedang
membentuk persahabatan. Mereka membuat tema persahabatan 2x1 dimana
hanya dengan membayar satu botol, maka didapat dua botol coke. Akan tetapi,
untuk mendapatkan itu, diperlukan kerjasama dua orang untuk mencapai slot koin
vending machine yang dengan tinggi 2,5 meter. Branding campaign ini merebak
dengan cepat karena anak-anak muda berlomba mendapatkannya, berfoto dan
menyebarkan melalui media sosial. Imbasnya omset mereka naik dan brand
relationship terbentuk. Dan tidak berhenti disitu, mereka terus berinovasi untuk
menciptakan brand yang sesuai dengan tren terkini, seperti yang terakhir yaitu
customized can untuk tren anak muda yang ingin tampil beda.
Abiola dan Moses (2012) menyimpulkan bahwa di era globalisasi, kebijakan di
bidang perpajakan yang kurang bersahabat bagi Wajib Pajak, dapat menciptakan
ruang capital flight dari dalam negeri ke negara dengan kebijakan perpajakan yang
lebih

lunak.

Secara

umum

pemerintahan

memiliki

image

yang

cenderung

compliance-control dibanding inovasi. Membangun citra pemerintah termasuk DJP


tidak

melulu

harus

melalui

pamer

kekuatan

lewat

undang-undang.

Perlu

menciptakan ruang untuk membangun hubungan yang baik dengan masyarakat


sebagai stakeholder. Bird (2015) menyatakan bahwa menempatkan wajib pajak
sebagai

klien

lebih

memberikan

keuntungan

bagi

tax

authority

daripada

menempatkan wajib pajak sebagai criminals. Pengungkapan yang senada juga


disampaikan oleh Gangl, Kirchler, dan Hoffmann (2015) lewat hubungan dinamis
antara power dan trust (yang berangkat dari teori Slippery Slope Framework)dalam
interaksi antara tax authorities dengan individu.
DJP telah melakukan bermacam-macam upaya untuk menciptakan hubungan
service-client dengan masyarakat dan memperbaiki citra Gayus yang melekat
erat bagai kulit dengan daging. Dari segi kemudahan dan kejelasan dalam
administrasi, DJP telah melakukan modernisasi secara bertahap sejak 2002. DJP

juga telah membentuk call center untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat
untuk bertanya dan berkonsultasi bahkan mengadukan pegawai pajak nakal. Di sisi
kehumasan banyak kegiatan sosial, penyuluhan dan sosialisasi dengan gaya yang
menyesuaikan

kultur daerah,

aksi simpatik telah dilakukan sebagai upaya

mendekatkan diri kepada masyarakat. Dan kini perkembangan teknologi yang pesat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kemudahan pelayanan administrasi pemenuhan
kewajiban perpajakan. Akan tetapi, upaya tersebut ternyata belum mampu
memberikan kontribusi nyata untuk mencapai tujuan paripurna DJP yaitu kepatuhan
wajib pajak baik secara formal meupun material. Menurut penulis ada satu hal yang
belum diperbaiki DJP untuk benar-benar menciptakan brand sebagai tax authority
yang

profesional

yaitu

berkaitan

dengan

peraturan

perundang-undangan

perpajakan yang belum rapi. Bird (2015) menyatakan image service dapat diperoleh
dengan mengurangi ketidakpastian yang dirasakan wajib pajak seperti ambiguitas
peraturan,

mengomunikasikan

dengan

baik

tentang

hukum

dan

menjaga

konsistensi aturan dengan tidak terlalu sering melakukan perubahan. Perbedaan


penafsiran peraturan tidak hanya terjadi antara petugas pajak dan wajib pajak
tetapi juga antar pegawai. Hal ini membuktikan tingginya ambiguitas peraturan
yang berlaku saat ini. Belum lagi peraturan yang tidak sesuai filosofi hukum secara
umum dan peraturan yang tumpang tindih tidak rata bagai aspal jalanan negeri ini.
Sayangnya, masalah peraturan tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh DJP.
Proses penetapan peraturan yang melalui legislatif sarat dengan aroma politik
dimana banyak invisible hand yang ternyata cawe-cawe dalam menentukan
persetujuan peraturan.
Sebagai penutup, branding bagi sebuah institusi sangat penting untuk dapat
membentuk relasi dengan pelanggannya. DJP sebagai tax authority juga telah
menerapkan ilmu branding untuk membentuk atau memperbaiki relasi dengan
stakeholder. Sayangnya upaya yang dilakukan belum optimal karena dilihat dari
sudut pandang manajemen ada area kunci yang dapat menunjang keberhasilan
yang ternyata berada diluar kendali DJP. Sebagai rakyat yang berharap kemajuan
bangsa, penulis hanya dapat berdoa dan berusaha memberikan yang terbaik bagi
bangsa ini.
Daftar Referensi

Abiola, James & Asiweh, Moses. (2012). Impact of Tax Administration on


Government Revenue in a Developing Economy A Case Study of Nigeria.
International Journal of Business and Social Science Vol.3 No.8
Bird, Richard M. (2015). Improving Tax Administration in Developing Countries.
Journal of Tax Administration Vol.1:1
Gangl, Katharina., Hofmann, Eva., & Kirchler, Erich.(2015) Tax Authorities
Interaction With Taxpayer: A Conception of Compliance in Social Dilemmas by
Power and Trust. New Ideas in Psychology 37:13-23
Kasali,
Rhenald.
(2012).
Branding.
Diakses
melalui:
http://rhenaldkasali.blogspot.co.id/2012/10/branding-sindo-27-september-2012.html

Anda mungkin juga menyukai