Bab 1-4 (1) Edit
Bab 1-4 (1) Edit
PENDAHULUAN
yang
terjadi
akibat
trauma
yang
mencederai
kepala
yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Kepala
2.1.1
Kulit Kepala
Kulit kepalat erdiridari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu6:
1. Skin atau kulit
2. Connective tissue atau jaringan penyambung
3. Aponeurosis atau galea aponeurotika,merupakan jaringan ikat yang
berhubungan langsung dengan tengkorak
4. Loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar yang
merupakan tempat terjadinya perdarahan subgaleal (hematom
subgaleal)
5. Pericranium.
Gambar 1. LapisanKranium
2.1.2
Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Skull atau
tengkorak membentuk rangka kepala dan muka, termasuk pula mandibula, yaitu
tulang rahang bawah. Tengkorak terdiri atas 22 tulang (atau 28 tulang termasuk
tulang telinga), dan ditambah lagi 2 atau lebih tulang-tulang rawan hidung yang
menyempurnakan bagian anteroinferior dari dinding-dinding lateralis dan septum
hidung (nasal). Adapun pembagiannya dapat di gambarkan sebagai berikut6,7 :
1. 8 buah tulang tengkorak (cranial bones)
4
Tulang tulang yang berfungsi melindungi otak (gubah otak), terdiri dari :
1 os. Frontal
mata
2 os. Parietal
2 Os. Maleus
2 Os. Stapes
2 Os. Nasal
: penyangga hidung
2 Os. Lacrimal
1 os. vomer
1 os. Mandibula
: rahangbawah
2.1.3
Basis cranii
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang, yaitu tulang frontal, parietal,
temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun
disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis crania berbentuk tidak rata sehingga
dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagiatas 3 fosa, yaitu6,7:
1. Fossa cranii anterior
2.2
tidak mampu menghasilkan visibilitas yang baik pada otak atau adanya darah
untuk menunjukkan cedera intrakranial.Adanya patah tulang tengkorak tanpa
kelainan neurologis tidak begitu signifikan. Patah tulang tengkorak yang
fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan
intrakranial. Fraktur pada tengkorak dapat berupa fraktur impresi (depressed
fracture), fraktur linear, dan fraktur diastasis (traumatic suture separation).Adanya
bayangan cairan (air-fluid level) dalam sinus sfenoid menunjukkan adanya
fraktus basis kranii. Fraktur impresi biasanya disertai kerusakan jaringan otak
dan pada foto terlihat sebagai garis atau dua garis sejajar dengan densitas tinggi
pada tulang tengkorak (Gambar 5). Fraktur linear harus dibedakan dari
gambaran pembuluh darah normal atau dengan garis sutura interna, yang tidak
bergerigi seperti sutura eksterna. Garis sutura interna bersifat superimposisi
pada sutura yang bergerigi, sedangkan fraktur akan menyimpang dari itu di
beberapa titik.Selain itu, pada foto polos kepala, fraktur ini terlihat sebagai garis
radiolusen, paling sering di daerah parietal (Gambar 5).Garis fraktur biasanya
lebih radiolusen daripada pembuluh darah dan arahnya tidak teratur. Fraktur
diastasis lebih sering pada anak-anak dan terkihat sebagai pelebaran sutura
(Gambar 5).10,17
Gambar 4. Gambaran Fraktur Impresi (kiri), Fraktur Linear (tengah), dan Fraktur Diastasis (kanan)
pada Foto Polos Kepala
diperlukan.
Trauma
kepala
yang
ringan
dengan
foto
sinar-X
karena
tidak
akan
mengubah
cara
10
Posisi obyek :
Atur kepala dan hidung agar menepel kaset dan MSP tegak lurus
kaset
o
11
12
2. Lateral.
Tujuannya untuk melihat detail-detail tulang kepala, dasar kepala, dan
struktur tulang muka. Patologi yang ditampakkan Fraktur, neoplastic proscess,
Pagets disease, infeksi, tumor, degenerasi tulang. Pada kasus trauma gambaran
skull lateral akan menampakkkan fractur horisontal, air-fluid level pada sinus
sphenoid, tanda-tanda fraktur basal cranii apabila terjadi perdarahan intracranial.
Posisi Pasien :
Prone atau duduk tegak, recumbent, semiprone (Sims) Position.
Posisi Obyek :
Atur kepala true lateral dengan bagian yang akan diperiksa
dekat dengan IR
Tangan yang sejajar dengan bagian yang diperiksa berada di
depan kepala dan bagian yang lain lurus dibelakang tubuh
Atur MSP sejajar terhadap IR
Atur interpupilary line tegak lurus IR
Pastikan tidak ada tilting pada kepala
Atur agar IOML // dengan IR.
13
14
tengah grid.
Tempatkan lengan dalam posisi yang nyaman dan atur bahu untuk
merekomendasikan
sudut
400.
Proyeksi
oksipitofrontal
15
Atur pasien sehingga MSP tegak lurus dengan garis tengah kaset.
Untuk membatasi gambaran dari dorsum sellae dan ptrous pyramid, atur
kaset sehingga titik tengah akan bertepatan dengan CR
16
4. Vertiko-submental (basal)
Tujuannya untuk melihat detail dari
basis
crania.
Patologi
yang
17
5. Waters
Tujuannya untuk melihat gambaran sinus paranasal.
Patologi yang
meja/bucky.
Atur kepala sehingga MML (mentomeatal line) tegak lurus terhadap IR,
lurus lagi
Atur MSP tegak lurus terhadap pertengahan grid atau permukaan
meja/bucky.
Pastikan tidak ada rotasi atau tilting.
18
Gambar 9. Waters.
dasar tengkorak, dapat berbentuk garis atau bintang, dan dapat pula terbuka
ataupun tertutup. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan kita untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda
tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eyes sign), ekimosis
retroaurikular (battles sign), kebocoran cairan serebrospinal dari hidung
19
(rhinorrhea) atau dari telinga (otorrhea) dan gangguan fungsi saraf kranialis VII
(fasialis) dan VII (gangguan pendengaran) yang mungkin timbul segera atau
beberapa hari paska trauma kepala.Fraktur tulang kepala berdasarkan pada
garis fraktur dibagi menjadi8,10,11 :
1. Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata
pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala.
Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang
kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan
tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.
2. Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala.
Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura
belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering
terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya
hematum epidural.
20
21
2.6
tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter
yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis cranii berdasarkan letak
anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur
fossa posterior.2
Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang
calvaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria
dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah
kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan
durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang
menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).5
22
Fraktur Temporal, dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis Cranii.
Terdapat 3 suptipe dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan
mixed.
23
Fraktur clivus, digambarkan sebagai akibat ruda paksa energi tinggi dalam
kecelakaan kendaraan nbermotor. Longitudinal, transversal, dan tipe oblique
telah dideskripsikan dalam literatur. Fraktur longitudinal memiliki prognosis
terburuk, terutama bila melibatkan sistem vertebrobasilar. Defisit pada nervus
cranial VI dan VII biasanya dijumpai pada fraktur tipe ini17.
24
bloody/otorrhea/otoliquorrhea
penderita
2.7
tidur
dengan
posisi
sinar-x, di mana sumber sinar-x dan detektor berputar di sekitar objek kemudian
informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menghasilkan gambaran crosssectional oleh komputer.Foto CT Scanakan tampak sebagai penampangpenampang melintang dariobjeknya. CT Scan adalah modalitas alat pencitraan
utama yang digunakan dalam keadaan akut dan sangat bermanfaat pada dalam
menegakkan serta menentukan tipe trauma kapitis karena kemampuannya
memberikan gambaran fraktur, hematoma dan edema yang jelas baik bentuk
maupun ukurannya . Dengan CT scan isi kepala secara anatomis akan tampak
dengan jelas. Pada trauma kepala, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak
dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya.16,
Indikasi pemeriksaan CT scan pada kasus trauma kepala adalah seperti
12
berikut :
1. Bila secara klinis didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat.
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan otak.
25
karotis
(diseksi,
pseuoaneurisma
ataupun
trombosis)
perlu
Komplikasi
Komplikasi trauma kepala biasanya berlaku secara langsung setelah
terjadinya trauma kepala. Komplikasi yang terjadi bukan merupakan contohcontoh trauma kepala tetapi adalah masalah medis yang terjadi akibat trauma
kepala. Walaupun komplikasi jarang terjadi namun, resiko komplikasi bertambah
dengan beratnya trauma kepala. Antara komplikasi yang dapat terjadi adalah
kejang, hidrosefalus atau pembesaran ventrikel pasca-trauma, kebocoran cairan
26
serebrospinal, infeksi, cedera pembuluh darah, cedera saraf kranial, nyeri, luka,
kegagalan multiple organ pada pasien tidak sadar, dan politrauma (trauma ke
bagian lain dari tubuh selain kepala).16
Sebanyak 25% pasien dengan cedera kepala atau hematoma dan sekitar
50% pasien dengan luka tembus kepala akan langsung mengalami kejang, dan
kejang berlaku dalam waktu 24 jam pertama setelah trauma kepala. Hidrosefalus
atau pembesaran ventrikel pascatrauma terjadi ketika cairan serebrospinal
terakumulasi di otak yang mengakibatkan pelebaran ventrikel otak (rongga otak
yang diisi dengan cairan serebrospinal) dan peningkatan tekanan intrakranial.16
Kondisi ini dapat berkembang selama tahap akut akibat trauma kepala
dan mungkin tidak dapat dideteksi pada peringkat awalnya. Umumnya terjadi
dalam tahun pertama dari cedera dan ditandai oleh memburuknya keadaan
neurologis, gangguan kesadaran, perubahan perilaku, ataksia (kurangnya
koordinasi atau keseimbangan), inkontinensia, atau tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial yang tinggi. Kondisi ini dapat berkembang sebagai akibat
dari meningitis, perdarahan subarachnoid, hematoma intrakranial, atau cedera
lainnya.17
Fraktur tulang tengkorak dapat merobek selaput pelindung otak,
menyebabkankebocoran cairan serebrospinal. Robekan antara dura dan selaput
arakhnoid, yang disebutfistula cairan serebrospinal, dapat menyebabkan cairan
serebrospinal bocor keluar dari ruang subarakhnoid ke ruang subdural, ini
disebut hygroma subdural. Cairan serebrospinal juga dapat keluar melalui hidung
dan telinga. Robekan ini yang memungkinkan cairanserebrospinal keluar dari
rongga otak juga dapat memungkinkan udara dan bakteri ke dalamrongga,
sehingga menyebabkan infeksi seperti meningitis.16
Pneumocephalus terjadi ketika udara masuk ke rongga intrakranial dan
terperangkap dalam ruangan subarachnoid. Infeksi dalam rongga intrakranial
merupakan komplikasi berbahaya dari trauma kapitis. Infeksi mungkin terjadi di
luar dura, di bawah dura, di bawah arakhnoid (meningitis), atau dalam ruang otak
sendiri (abses). Sebagian besar cedera ini berkembang dalam beberapa minggu
trauma awal hasil dari fraktur tulang tengkorak atau luka tembus. Komplikasi
meningitis sangat berbahaya, dengan potensi untuk menyebar ke seluruh sistem
otak dan saraf. Setiap kerusakan pada kepala atau otak biasanya menghasilkan
27
beberapa kerusakan pada sistem pembuluh darah, yang menyuplai darah ke selsel otak.16
Sistem kekebalan tubuh dapat memperbaiki kerusakan pembuluh darah
kecil, tetapikerusakan pada arteri yang lebih besar dapat mengakibatkan
komplikasi yang serius. Kerusakan salah satu arteri utama yang mengarah ke
otak dapat menyebabkan stroke, baikmelalui perdarahan dari arteri (stroke
hemoragik) atau melalui pembentukan bekuan di lokasi yang cedera, disebut
trombus atau trombosis, menghalangi aliran darah ke otak (stroke iskemik).
Gumpalan darah juga dapat berkembang di bagian lain dari kepala. Gejala
seperti sakit kepala, muntah, kejang, kelumpuhan pada satu sisi tubuh, dan
semiconsciousness berkembang dalam beberapa hari setelah cedera kepala
yang disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di jaringan dari salah satu
sinus atau kavitas, berdekatan dengan otak.16
2.9 Spesifitas dan sensitivitas imaging
Bila foto polos kepala dipakai sebagai kriteria diagnostik trauma tulang kepala
maka sensitifitasnya 54,1% dan spesifisitasnya 73,6 % dengan nilai duga positif
32,3%, nilai duga negatif 87,3%. Sedangkan bila GCS dipakai sebagai kriteria
diagnostik maka sensitifitasnya 59,5%, spesifisitasnya 17,1 % dengan nilai duga
positif 14,4%, nilai duga negatif 64,3%. Ct Scan kepala sebagai prediktor fraktur
tulang
kepala
pada
pasien
trauma
kepala
sensitifitasnya
96,8%
Dan
spesifitasnya 99.95%.
28
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Trauma kepala didefiniskan sebagai trauma non degeneratif-non
kongenital yang terjadi akibat trauma yang mencederai kepala yang
kemungkinan berakibat gangguan kognitif, fisik, dan psikososial baik
sementara atau permanen yang berhubungan dengan berkurang atau
berubahnya derajat kesadaran.
2. Secara garis besar pemeriksaan skull dapat dipisahkan menjadi
pemeriksaan tengkorak (skull), sinus, nasal bones, facial bones, orbita,
zygoma dan mandibula.
3. Foto skull biasanya dilakukan pada pasien post trauma, perdarahan lewat
telinga, benjolan di kepala, sakit kepala yang menetap, sakit telinga, dan
diduga ada metastase tumor.
4. CT scan adalah modalitas alat pencitraan utama yang sangat berguna
pada trauma kepala karena isi kepala secara anatomis akan tampak
dengan jelas
dan sangat
bermanfaat
dalam
menegakkan serta
antara
kelainan
klinis
dan
kelainan
radiologis.
DAFTAR PUSTAKA
fracture.
On
emedicine
health
2010.
Diunduh
pada
Penerbit. Jakarta.
5. Thai T J G K. Helmet protection against basilar skull fracture.
Biomechanical of basilar skull fracture. On ATSB Research and analysis
report road safety research grant report 2007-03. Australia 2007Snell RS.
2006. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed., p. 59-70.
6. Dunn LT, Teasdale GM. 2000. Head Injury. Dalam : Oxford Textbook of
Surgery.2nd ed. Volume 3. Oxford Press.
30
Selekta
Kedokteran.
Edisi
Ketiga.
2000.
Jakarta:
Media
Aesculapius.
11. Paci GM, Sise MJ, Sise CB, Sack DI, Swanson SM, Holbrook TL, et al.,
The need for immediate computed tomography scan after emergency
craniotomy for head injury Trauma. 2008; 64(2):326-33; discussion 333-4
(ISSN: 1529-8809).
12. Soepardy Efiaty Arsyad,dr.Sp.THT. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. FKUI.Jakarta.
13. Yuh EL, Gean AD, Manley GT, Callen AL, Wintermark M., Computeraided assessment of head computed tomography (CT) studies in patients
with suspected traumatic brain injury. J Neurotrauma. 2008; 25(10):116372 (ISSN: 0897-7151).
14. Malueka R. G. Radiologi Diagnostik.Edisi 2. 2007. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press Yogyakarta.
15. Toyama, Y. et al., 2005. CT for Acute Stage of Closed Head Injury.
Radiation Medicine. 23 (5): 309316.
16. Rita, dewi. 2007. Prediktor klinis perdarahan intrakranial traumatik pada
anak. Jakarta. FKUI
17.
18.
31