Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Berbagai kondisi yang diduga memengaruhi area system limbic di otak


mengakibatkan terjadinya perubahan prilaku. Salah satunya yaitu epilepsy, terutama
epilepsy lobus temporalis (Temporal Lobe Epilepsy,TLE) yang pusat kekejangannya
berada di bagian medial lobus limbic.
Epilepsy adalah suatu gangguan otak yang menyebabkan seorang pasien
mengalami kecenderungan kejang kejang secara berulang, kejang adalah gejala
utama dari epilepsy. Prevalensi epilepsy berkisar di antara 0,5% walaupun sedikitnya
satu dari 20 orang dalam populasi pernah mengalami kejang dalam rentang waktu
sepanjang kehidupannya. Ada kalanya seseorang mengalami kejang tetapi bukan
epilepsy. Sering dikatakan sebagai pseudoseizures. Disebut juga sebagai kejang
nonepileptik, atau sebagai gangguan serangan kejang nonepileptik atau kejang
epileptic palsu. Panelitian epidemiologi tentang insidens dan prevalensi terjadinya
psikopatologi di antara serangan kejang masih sedikit. Namun penelitian yang ada
memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi problem psikiatrik di antara
pasien-pasien epilepsy dibandingkan pada pasien tanpa epilepsy. Diperkirakan
terdapat 20%-30% penderita epilepsy mengalami psikopatologi dalam satu waktu,
terutama ansietas dan depresi, Lifetime prevalensi terjadinya episode psikotik berkisar
antara 4% - 10%, dan meningkat menjadi 10% - 20% pada TLE.

EPILEPSI

Penggolongan psikosis yang berkai dengan epilepsy menjadi pteikatal, iktal,


posiktal dan interiktal sangat berguna secara klinis, tetapi tidak dapat membedakan
secara jelas patofisiologi dari masing-masing kondisi tersebut.

Klasifikasi Epilepsi sbb:


1. Epilepsi yang berhubungan dengan lokalisasi (fokal, local, parsial) dan
sindrom:
a. Idiopatik
b. Simtomatik
2. Epilepsi generalisata atau sindrom:

a. Idiopstik
b. Idiopatik atau simtomatik (contoh: Sindrom West)
3. Yang tidak dapat ditentukan apakah sebagai generalisata atau fokal
4. Sindrom khusus (contoh: kejang demam)

Klasifikasi internasional epilepsy sbb:


1. Kejang parsial (fokal, local)

Simple partial (retention of consciousness)


o Motor, somatosensory, autonomic, or psychic symptoms

Complex partial (dapat diawali oleh gejala simple partial, dan


berkembang menjadi gangguan kesadaran atau dimulai dengan
gangguan penurunan kesadaran).

Kejang parsial yang berkembang menjadi kejang generalisata


sekunder.

2. Kejang generalisata (konvulsi atau non konvulsi)


Absence (tipikal dan atioikal)
Myoclonus
Clonic
Tonic
Tonic-clonic
Atonic / akinesia
3. Kejang yang tidak terinci

Secara umum perbahan prilaku yang berkait dengan epilepsy diklasifikasikan


menurut hubungannya dengan mas aterjadinya kejang, sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan kejang:
Peri ictal (termasuk aura dan prodormal).
Par ictal (berhubungan dengan peningkatan kejang dan clusters).
Forced normalization (berhubungan dengan hilangnya tanda-tanda

2.

kejang).
Post ictal (terjadi penurunan kesadaran setelah kejang disertai

EEG yang kacau).


Interictal (diantara kejang):
Schizophrenia-like psychosis.
Kondisi Paranoid.
Ganguan afektif
Kondisi ansietas
Gangguan kepribadian

Dahulu psikosis yang berhubungan dengan epilepsy diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Ictus related organic confusional states
Pre-ictal
Ictal
Post-ictal
2. Chronic psychoses
Schizophrenia-Like psychosis
Kemudian penggolongan menjadi lebih rinci dengan menekankan pada
berbagai klasifikasi gangguan prilaku yang dapat ditemukan pada penderita epilepsy.

Dahulu psikosis yang berhubungan dengan epilepsy diklasifikasikan sebagai


berikut :
1.
2.

Ictus related organic confusional states


Pre-ictal
Ictal
Post-ictal
Chronyc psychoses

Schizophrenia-like psychosis

Kemudian penggolongan menjadi lebih rinci dengan menekankan pada


berbagai klasifikasi gangguan perilaku yang dapat ditemukan pada penderita epilepsi.
Behavioral disordes in Epilepsy
1.
-

Ictal
Ictal psychis symptoms
Nonconvulsive status: simple partial seizures, complex partial

seizures and periodic lateralizing epileptiform dischardes


2.
Periictal
Prodromal symptoms: irritability, depression, headache
Postictal delirium
Periictal psychotic symptoms
1.
Concomitant with increased seizure frequency
2.
Concomitant with decreased seizure frequency
3.
Postictal psychoses
3.
Interictal
The schizophreniform psychosis
Personality disordes
The Gastaut-Geschwind syndrome
4.
Variably related to ictus
Mood disorders (depression and mania)
Dissociative states
Aggression
Hyposexuality
Suicide
Other behaviors
Kejang parsial (partial seizure): terdapat perubahan secara klinis dan EEG,
yang diduga sebagai awitan kejang fokal. Klasifikasi lebih lanjut tergantung pada
apakah ada kesadaran terganggu selama serangan.
Geneeralized seizure (Kejang generalisata): terdapat perubahan secara
klinis dan EEG, yang diduga sebagai abnormalitas bilateral dengan gangguan yang
menyebar luas di kedua hemisfer.

Absenceseizure, biasanya

berhubungan dengan aktivitas

spike

(gelombng spike) regular 3-Hz perdetik dan gelombang lambat pada EEG.
Kejang tonik-klonik (tonic-clonic seizure): adalah episode kejang
grandma yang klasik: kejang myoklonik tiba-tiba, singkat, dan terjadi kontraksi otot
seperti hentakan fokal atau generalisata.

Etiologi
Penyebab utama kejang dapat dikelompokkan menjadi:
1.

Gangguan metabolic
Hipoglikemia, hipomagnesemia,

gangguan

keseimbangan

cairan dan elektrolit, porfiria intermitten akut, gangguan asam amino


2.
Gangguan neurologis

Tumor, trauma serebrovaskuler, degenerative dan stroke,


penyakit

demyelinisasi

tuberkulosa
3.

4.

5.

(jarang),

syndrome

Sturge-Weber,

sklerosis

Racun
Timah, striknin
Trauma
Trauma kepala
Infeksi
Ensefalitis viral, AIDS, sitomegalovirus, toksoplasmosis,

meningitis, sistiserkosis, sifilis


6.
Putus zat

Alkohol, benzodiazepine, barbiturat


7.
Defisiensi vitamin

Pridoksisn
8.
Suhu tubuh

Demam

Banyak peneliti menemukan bahwa terdapat hubungan antara


munculnya gejala psikotik dengan focus epilepsy di lobus temporal
mediobasal. Pada kondisi yang kronik, psikosis interiktal menunjujjan
fenomenologis skizofrenia. Beberapa factor risiko yang diduga adalah kondisi
epilepsy yang berat, intraktabel, epilepsy awitan muda, kejang umum
sekunder, problem penggunaan obat-obat anti konvulsan, dan lobektomi
temporal. Penelitian neuropatologi lain menemukan adanya disgenesis
kortikal atau kerusakan otak difus. Disimpulkan bahwa banyak mekanisme
yang mungkin menghubungkan epilepsy dengan psikosis lir-skizofrenia.
Contohnya abnormalitas struktur otak, seperti disgenesis kortikal atau lesi
otak difus mendasari kedua kondisi epilepsy dan psikosis. Kejang-kejang
memodifikasi munculnya psikosis dan sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai