FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
LAPORAN KASUS
FEBRUARI 2016
PREEKLAMPSIA BERAT
OLEH :
Syamsu Fuad Syakh, S.ked
10542 0103 09
PEMBIMBING :
Dr.Hj. Andi Fatimah, Sp.OG
LAPORAN KASUS
I.
Identitas Pasien
Nama
: Ny. N
Umur
: 18 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Gowa
Agama
: Islam
Tanggal masuk
II.
Anamnesis Terpimpin
G1P0A0
HPHT
: 07/03/2015
TP
: 14/12/2015
Gestasi : 32 33 minggu
Ibu masuk di RS SYEKH YUSUF GOWA pada tanggal 25 November 2015
dengan keluhan pandangan kabur, nyeri kepala, nyeri ulu hati disertai nyeri perut
tembus belakang riwayat pelepasan lendir (-), darah (-), dan air (-). Pasien pusing
dengan tekanan darah 160/100 mmHg.
Riwayat ANC
: Kehamilan sekarang
Riwayat Kontrasepsi
Riwayat Operasi
III.
Pemeriksaan Fisik
KU
: Baik/Sadar
Tanda Vital
: TD
: 160/110 mmHg
P : 20x/i
: 88x/i
Pemeriksaan Luar
: 36,6oC
TFU
: 24 cm
Vulva
LP
: 67 cm
Vagina
Situs
: memanjang
Porsio
: Lunak/Tebal
Punggung
: Kanan
Pembukaan
: (-)
Ketuban
: (+)
Perlimaan
: 5/5
Bagian Terdepan
: Kepala
His
: (-)
Penurunan
: Hodge I
DJJ
: 134 x/i
UUK
: Sulit dinilai
TBJ
IV.
: 1608 gram
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 25 November 2015
Darah Rutin
Urine Lengkap
Hb
: 10.8 g/dl
Urine
Leukosit
: 19.4 x 103/ul
Eritrosit
: 3.70 x 103/ul
Trombosit
: 253 x 103/ul
Hematokrit : 32.1 %
GDS
V.
: 121 mg/dl
Diagnosis
Penatalaksanaan
1. Inj Dexametason 1gr/6jam/im (4x)
2. Drips MgSO4 40 % 4 gram dalam NaCL 100 cc habis dalam 30 menit
3. Lanjut Drips MgSO4 40 % 6 gram dalam RL 500 cc 28 tpm
4. Nivedipin 3x10 mg
5. Pasang kateter tetap
6. Observasi vital sign, tanda impending
25/11/2015
G1P0A0
- Cek DR,CT,BT, UR
HPHT : 07/03/2015
kabur,
160/100 mmHg.
Riwayat ANC :
>
4x
di
puskesmas, Suntik TT : 2 x.
Riwayat Penyakit
: HT
(disangkal), DM (disangkal),
Asma
(disangkal),
Alergi
(disangkal).
Riwayat Obstetri:
Anak I
Kehamilan
sekarang
Riwayat Kontrasepsi
:
Belum pernah mengikuti
program KB.
Riwayat Operasi
:
Belum pernah operasi.
O:
KU
Baik/Sadar
Tanda Vital
TD
: 160/110 mmHg
: 20x/i
: 88x/i
: 36,6oC
Pemeriksaan Luar
TFU
: 24 cm
LP
: 67 cm
Situs
memanjang
Punggung
: Kanan
: 5/5
His
: (-)
DJJ
: 134 x/i
Gerak janin
dirasakan ibu(+)
Anak kesan : tunggal
TBJ
: 1608 gram
Pemeriksaan
Dalam
Vagina
Vulva
Tidak
ada
Tidak
ada
kelainan
Vagina
kelainan
Porsio
: Lunak/Tebal
Pembukaan
: (-)
Ketuban
: (+)
Bagian Terdepan
: Kepala
Penurunan
: Hodge I
UUK
Sulit
dinilai
Panggul dalam kesan Cukup
Pengeluaran :
Lendir
(-),
darah (-)
A : G1P0A0 Gestasi 32-33
minggu + PEB + Tanda26/11/2015
Tanda Impending
S: Penglihatan kabur (+), Sakit
kepala (+)
O:Ku: baik
TD: 160/110 mmHg
N: 89 x/m
P: 16 x/m
S: 36,7C
BAK: Perkateter
BAB: Belum BAB
A:
G1P0A0
Gestasi
Darah 1 bag
Rencana SC besok
Konsul Anastesi
Lapor OK
32-33
Tanda Impending
S: Nyeri post op (+)
O:Ku: baik
TD: 160/110 mmHg
N: 84 x/m
P: 16 x/m
S: 36,7C
TFU: 1 jari bawah pusat
Mamma: tak/tak
ASI: +/+
Luka op: v. kering
BAK: Perkateter
BAB: Belum
IVFD RL 28 tpm
Seftriakson/12 jam/IV
Metronidazol/8 jam/IV
Asam Tranexamat/8Jam/IV
Ranitidin/8 jam/IV
Ketorolac/8 jam/IV
Nifedipin Sublingual 3x10mg
N:
CC RL (28 tpm)
Nifedipin 3x10 mg
Jika belum turun Drips Furosemid
1amp/12 jam
-
S: 36,6C
Mamma: tak/tak
ASI:
+/+
Luka op: v. kering
BAK: Perkateter
BAB: Belum BAB
A: POH I (SC) + PEB +
28/11/2015
Tanda2 Impending
S: Nyeri post op (+)
Nyeri Kepala (-)
Pandangan Kabur (+)
O:Ku: baik
TD: 110/70 mmHg
N: 84 x/m
P: 16 x/m
S: 36,9C
TFU: 1 jari bawah pusat
Mamma: tak/tak
ASI:
+/+
Luka op: v. kering
BAK: Per kateter
BAB: Belum BAB
A: POH II (SC) + PEB +
Tanda2 Impending
29/11/2015
30/11/2015
Tanda2 Impending
S: Nyeri post op (+)
O:Ku: baik
TD: 130/70 mmHg
N: 84 x/m
P: 16 x/m
S: 36,7C
TFU: 1 jari bawah pusat
Mamma: tak/tak
ASI:
Up Infus
Nifedipin 3x10mg
Asam
Mefenamat
3x500mg
Boleh Pulang
+/+
Luka op: v. kering
BAK: Baik
BAB: Baik
A: POH IV (SC) + PEB +
Tanda2 Impending
DISKUSI
Pada kasus ini, Ny. N berusia 18 tahun didiagnosis dengan Preeklampsia Berat
dan Pertumbuhan Janin Terhambat yang ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G1P0A0 gravid 33 minggu 5
hari datang ke RS SYEKH YUSUF GOWA dengan nyeri perut tembus ke belakang,
pelepasan lendir (-) dan darah (-).Pasien mengeluh pandangan kabur dan pusing
dengan tekanan darah 160/110 mmHg. Hal tersebut merupakan salah satu dasar
diagnosis Preeklampsia berat yang bersifat subjektif. Pemeriksaan kehamilan >4x di
puskesmas, serta sudah diinjeksi TT 2x.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/110 mmHg dan
pemeriksaan
laboratorium
menunjukkan
proteinuria
(protein:+++).
Hal
ini
Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana preeklampsia adalah sindrom klinis
pada masa kehamilan (setelah kehamilan 20 minggu) yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah (>140/90 mmHg) dan proteinuria (0,3 gram/hari).1,2
Adapun kriteria diagnosis dari preeklampsia berat yaitu apabila pada kehamilan
> 20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini:2,3
Hipertensi
Proteinuria
: +++
Edema
:
Keluhan subyektif : nyeri kepala, nyeri uluhati,
mata kabur.
Proteinuria 3 gram
Sindroma HELLP :
hemolisis icterus
drips MgSO4 40 % 4 gram dalam NaCL 100 cc habis dalam 30 menit dan lanjut
11
drips MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc 28 tpm. Selain itu, pemberian obat
antihipertensi Nivedipin 3x10 mg dan dilakukan Pemasangan kateter.
Tujuan penatalaksanaan kasus preeklampsia berat ialah mencegah
timbulnya kejang, mencegah timbulnya komplikasi pada ibu dan atau anaknya,
terminasi kehamilan secara aman.
Adapun prinsip penatalaksanaan kasus preeklampsia berat berdasarkan
kepustakaan ialah:4
1. Mencegah Kejang:
12
Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik 160 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik 110 mmHg.
3. Rujukan Penderita.
ALUR PENGELOLAAN PENDERITA
PREEKLAMPSIA BERAT 4
13
JALAN NAFAS
PERNAFASAN
SIRKULASI
CEGAH KEJANG /
KEJANG
ULANGAN
PENGATURAN
TEKANAN DARAH
14
NIFEDIPIN
10 mg oral
METILDOPA 250 mg
:
:
RUJUK
BAKSOKU
:
Bidan, Alat, Kendaraan, Surat, Obat, Keluarga,
Uang
15
Iskemik plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksin seperti
sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan
akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal
bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Oxidatif stress pada tahap
berikutnya bersama dengan zat toksin yang beredar dapat merangsang terjadinya
kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang
dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ
penderita preeklampsia. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di
dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi
dan kegagalan organ seperti:1,5
a. Otak.
16
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia
terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak
sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya
perdarahan otak dan kejang/eklampsia.
b. Hati
Terjadi
peningkatan
aktifitas
enzim-enzim
hati
pada
pre-eklampsia,
preeklampsia,
arus
darah
efektif
ginjal
berkurang
20%,
filtrasi
glomerulus berkurang 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai
nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat
jauh di atas normal.Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (sindroma
nefrotik pada kehamilan).
d. Plasenta
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin,
dan solusio plasenta. Pada kasus ini, preeklampsia berat mempengaruhi keaadan
janin pasien dimana pada pemeriksaan USG data EFW : 1800 gr. Dan setelah
operasi, lahir bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan 1800 gr, A/S :
7/10. Plasenta lahir secara minimal,. Selaput dan kotiledon lahir kesan lengkap.
VI.
17
MgSO4
18
19
2,4 mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3 bagian terikat
dengan plasma protein.
Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar magnesium darah,
walaupun tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal
dan preeklampsiaeklampsia. Penurunan kadar magnesium dalam darah pada
penderita preeklampsia dan eklampsia mungkin dapat diterangkan atas dasar
hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan.
1.
20
mengajukan
bukti
yang
meyakinkan
bahwa
ion
magnesium
menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang jauh lebih spesifik dari pada
22
depresi umum. Borges dkk. mengukur kerja magnesium sulfat yang diberikan
secara parenteral terhadap aktifitas syaraf epileptik pada primata dibawah
tingkat manusia yang tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar. Magnesium
akan menekan timbulnya letupan neuron dan lonjakan pada EEG interiktal dari
kelompok neuron yang dibuat epileptik dengan pemberian penisilin G secara
topikal. Derajat penekanan akan bertambah seiring dengan meningkatnya kadar
magnesium plasma dan akan berkurang dengan menurunnya kadar magnesium.
3. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka.
Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin.
Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi
dengan pemberian kalsium, asetilkolin dan fisostigmin. Bila kadar magnesium
dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendon dalam mulai berkurang dan
mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter. Oleh karena itu selama
pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks patella
23
24
dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini terjadi karena pengaruh vasodilatasi
pembuluh darah, depresi otot jantung dan hambatan gangguan simpatis.
Magnesium sulfat dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil dengan
preeklampsia dan eklampsia, wanita tidak hamil dengan tekanan darah tinggi serta
pada anak-anak dengan tekanan darah tinggi akibat penyakit glomerulonefritis
akut.
Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan darah
arteri setelah diberikan magnesium sulfat 4 gram secara intravena dan dalam waktu
15-20 menit normal kembali. Sedangkan Thiagarajah dkk dalam penelitiannya
tidak mendapatkan perubahan yang bermakna baik penurunan tekanan darah,
perubahan denyut jantung ataupun tahanan perifer. Cotton dkk (1842),
mengumpulkan data-data menggunakanan kateterisasi ateri pulmonal dan radial.
Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena dalam waktu 15 menit,
tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun. Pemberian magnesium menurunkan
tahanan vaskuler sistemik serta tekanan arteri rata-rata, dan secara bersamaan juga
meningkatkan curah jantung tanpa disertai depresi miokardium.10
6. Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya
lebih dari 10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya
mencapai 15 meq/liter.10 Somjen memonitor secara ketat dua orang penderita
dengan kadar magnesium dalam darah 15 meq/liter akan didapati kelumpuhan otot
pernapasan tanpa disertai gangguan kesadaran maupun sensoris.2,10 Sebagai
pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi pernapasan diberikan
kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml dari larutan 10%) secara intravena
25
dalam waktu 3 menit dan dilakukan pernapasan buatan sampai penderita dapat
bernapas sendiri. Pemberian ini dapat dilanjutkan 50 ml kalsium glukonas 10%
yang dilarutkan dalam dektrose 10% per infus. Bila keadaan tidak dapat diatasi
dianjurkan untuk hemodialisis atau peritoneum dialisis.
7. Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak
dipelajari oleh para sarjana. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita yang diberi 4
gram MgSO4 secara intravena dan mendapatkan adanya penurunan kontraksi
uterus yang nyata pada 21 penderita , pada 7 penderita terdapat penurunan
kontraksi uterus yang sedang dan pada 4 penderita malah di dapatkan penambahan
kekuatan kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya berlangsung selama 3-15
menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2 meq/liter menjadi 7-8 meq/liter
dan menurun kembali 5-6 meq/liter pada akhir menit ke-15. lama dan derajat
perubahan sangat individual, bahkan diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.
Magnesium sulfat (Mg SO4 7[H2O]), sudah cukup lama dikenal
sebagai obat utama pada preeklampsia di Amerika Serikat, namun kini telah
diterima dan bahkan menjadi obat utama diberbagai pusat layanan sebagai obat
tokolitik13. Tahun 1969 Vulpian pertama kali mendemontrasikan adanya aksi
paralisis dari magnesium sulfat. Tahun 1982, Nan Dyke dan Hasting melihat bahwa
pada kondisi kadar yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula. Tapi
keadaan yang berlawanan justru terjadi yakni adanya efek relaksasi uterus pada
keadaan tidak adanya magnesium maupun pada keadaan kadar magnesium yang
tinggi. Bila kadar magnesium sulfat berada dalam kadar menengah, nampaknya
terjadinya kontraksi miometrium.
26
27
Pada wanita hamil kadar magnesium plasma menurun ; 1,83 mEq/1 untuk wanita
tidak hamil menjadi 1,39 mEq/1 untuk wanita yang hamil.
Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat
tokolitik yakni dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium dan secara
langsung berefek pada sel-sel miometrium. Pertama, peningkatan kadar
megnesium
menurun
pelepasan
asetikolin
oleh
motor
end
plate
pada
96% penderita bila pembukaan serviks kurang dari 1 sentimeter. Tetapi bila
pembukaan serviks 2-5 sentimeter hanya 25% yang berhasil. Para ahli
berkesimpulan bahwa makin cepat pemberian obat tokolitik merupakan 10 kunci
keberhasilan penundaan proses persalinan prematur. Tokolitik dengan magnesium
sulfat secara konvensional dibatasi selama 72 jam.
Kadar magnesium dalam serum untuk tokolitik dipertahankan pada
kadar 4-9 mg/dl. Bila digunakan sebagai tokolitik, toksisitas magnesium sulfat
sangat jarang meskipun kecepatan pemberiannya kurang lebih 4 g/jam atau pasien
penderita penyakit ginjal. Refleks patella akan menghilang bila kadar magnesium
plasma 9-13 mg/dl, depresi pernapasan terjadi pada kadar 14 mg/dl. Sebagai
antodotum untuk toksisitas magnesium adalah 1 g kalsium glukonas yang
dinerikan secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor secara ketat dan
pemberian cairan sacara intravena harus dibatasi untuk mencegah terjadinya edema
paru.
Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian
magnesium sulfat adalah edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh, nyeri
kepala, pandangan kabur, mual, muntah, nystagmus, lethargy, hipotermi, retensi
urin, dan konstipasi. Laporan dari penelitian Scudiero menunjukan bahwa ternyata
ada hubungan antara pembaerian tokolitik magnesium sulfat dan terjadinya
kematian pada janin. Pada sebagian besar penderita efek samping itu ringan. Efek
samping yang jarang tetapi dampaknya serius adalah hipokalsemi. Pada kadar
kalsium kurang dari 7 mg/dl dapat menyebabkan tegang.
Menurut Abarbanel kontraksi uterus yang diakibatkan oleh pemberian
oksitosin dapat dihambat dengan pemberian magnesium sulfat.
29
Sekitar 20-40
pasien nulipara dalam persalinannya membutuhkan oksitosin augmentasi. Tetapi 733% berkembang menjadi hiperstimulasi uterus dan diberhentikan pemberian
oksitosin. Valenzuela dkk. mencoba mengamati penggunaan magnesium sulfat
untuk mengatasi keadaan tersebut. Dalam 5 menit setelah pemberian 4 gram
magnesium sulfat intravena terjadi peningkatan interval amplitudo kontraksi
uterus.
Magensium sulfat merupakan non spesipik kalsium antagonis.
Macones & collegues (1997) dan Gyetvai & cowokers (1999) mengevaluasi efikasi
11 magnesium sulfat dan tokolisis secara meta-analsis. Magnesium sulfat sebagai
tokolisis dapat memperpanjang kehamilan 24-48 jam dengan efeks samping ibu
yang minimal. Setara dengan golongan beta-mimetik seperti ritidrine.
C. Interaksi obat dan Efek Samping
Dahulu MgSO4 dalam jumlah yang banyak secara parenteral
digunakan sebagai obat anestesi. Pemberian secara intratekal menghasilkan
anestesi yang baik, tetapi pengunaannya sebagai obat anestesi tidak bertahan lama
karena sempitnya waktu karena antara terjadinya anestesi dan depresi pernapasan.
Karena MgSO4 menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan kepekaan
motor endplate maka MgSO4 mempunyai pengaruh potensial, sinergis dan
memperpanjang pengaruh dari obat-obat pelemas otot non depolarisasi (kurare)
dan depolarisasi (suksinilkolin) sehingga kerja obat-obat tersebut akan lebih kuat
dan lebih lama . Pemberian reversal pada akhir operasi akan lebih sulit atau
memerlukan dosis yang lebih tinggi. Karena itu dianjurkan 20-30 menit sebelum
pemberian obatobat pelemas otot, sebaiknya pemberian MgSO4 dihentikan dan
dosis obat-obat pelemas otot tersebut dikurangi selama operasi.
30
pahit dan larut dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini setara dengan 4,08
milimol atau 8,12 meq magnesium. Larutan injeksi MgSO4. 7H2O USP terdapat
dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan 50%.
E. Dosis dan Cara Pemberian
Magnesium sulfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan
dapat diberikan melalui berbagai cara. Peroral ternyata magnesium sulfat sangat
sedikit diserap dari saluran pencernaan dan jumlah sedikit yang diserap tersebut
segera dikeluarkan melalui urin, sehingga kadar magnesium dalam serum hampir
tidak dipengaruhi. Pemberian secara parenteral barulah dapat menaikan kadar
magnesium. Dalam sejarah pengunaannya, cara pemberian parenteral sangat
bervariasi dari mulai pemberian secara intratekal, intraspinal, hipodemal, subkutan,
intramuskular, intravena sampai perimpus secara terus menerus. Kebanyakan
sekarang digunakan secara pemberian per infus secara kontinyu karena lebih
manusiawi dari pada suntikan intramuskuler yang sangat nyeri walaupun sudah
dicampur dengan procain. Suntikan intramuskuler berulangulang dapat berakibat
mialgia dan abses. Namun cara pemberian per infus membutuhkan pangawasan
yang ketat karena bahaya terjadinya henti napas. Penguanaan magnesium sulfat
dijaman modern dipopulerkan oleah Eastman dan sumbangan yang sangat penting
diberikan oleh Chesley, Pritchard dan Hall. Eastman menganjurkan cara pemberian
sabagai berikut; yaitu dosis awal 10 gram diikuti 5 gram setiap 6 jam, akan
memberikan kadar serum magnesium sebesar 3 sampai 6 mg per 100 ml dan tidak
ada yang melebihi 7 mg, sehingga kadar ini masih dalam batas aman. Pritchard
mengunakan dodis yang lebih tinggi dari pada Eastman yaitu pada eklampsia
diberikan dosis 4 gram secara intravena dan 10 gram secara intramuskuler,
selanjutnya setiap 4 jam diberikan 5 gram intramuskuler, sehingga dosis total
32
34
lahir.
Tinggi
skor
tersebut
menggambarkan
makin
tingginya
hipermagnesemia bayi.
Savory dkk mendapatkan 2 bayi baru lahir yang mengalami
hipermagnesemia dengan kadar magnesium sulfat dalam darah 8-10 meq/1
dari 92 kasus preeklampsia-eklampsia yang mendapatkan magnesium sulfat
dengan dosis awal (2 gram intravena dan 8 gram intramuskuler) dosis
selanjutnya 4 gram/ 4 jam. Penulis lain mendapat 2 bayi baru lahir dengan
gejala perut kembung dan mekonium yang tidak dapat dikeluarkan (sindroma
aspirasi mekonium). Bayi pertama dengan kadar magnesium dalam serum 9,0
meq/1 dan yang kedua 6,0 meq/1.
Diduga hepermagnesemia menekan fungsi otot polos dari usus
sehingga menyebabkan ileus. Peaceman dkk. melakukan penelitian terhadap
pengaruh magnesium sulfat pada tololisis terhadap profil biofisik janin. Dari
22 responden didapatkan hasil 50% janin menunjukan NST nonreactive, 4 dari
22 (18%) fetal breathing movement lemah. Sedangkan fetal tone, gross body
movements dan cairan ketuban tidak 16 dipengaruhi.21 Sedangkan penelitian
Carlan dkk. menunjukan menurunnya fetal breathing activity pada bayi
aterm.22 Suatu kontrol studi mengamati pengaruh magnesium tokolisis
terhadap abnormalitas tulang neonatus menunjukan bahwa pemberian
35
Resusitasi dan bantuan pernapasan, bila perlu dengan intubasi dan alat
resusitator.
berikan kalsium glukonnas sebagai antagonis terhadap depresi susunan
syaraf tepi dan
kemudian
dilanjutkan dengan dosis 85 ml/kg/hari dekstrose 10 dalam NaCl 0,2%.
Pengobatan ini bertujuan untuk balans elektrolit dan memperlancar
diuresis.
PERTUMBUHAN NORMAL INTRAUTERIN
Hiperplasia, yaitu: Pada 4-20 minggu kehamilan terjadi mitosis yang sangat
cepat dan peningkatan jumlah DNA.
Janin
Terhambat
atau
(IUGR)
merupakan
gangguan
pertumbuhan janin dan bayi baru lahir yang meliputi beberapa parameter (lingkar
kepala, berat badan, panjang badan). Banyak istilah yang digunakan untuk
36
PATOFISIOLOGI
Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang
abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi dan pengeluaran hasil metabolic menjadi
abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir
sehingga timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut jauh lebih kecil dari pada
lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan tingkat
seluler berupa kelainan nucleus dan mitokondria.2
Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi sangat
banyak dan antioksidan relative kurang ( misalnya : preeklamsia ) akan menjadi lebih
parah. Soothil dan kawan-kawan (1987) telah melakukan pemeriksaan gas darah pada
PJT yang parah dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemi dan
eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetris lebih parah jika dibandingkan dengan
simetris.2
37
Penyebab PJT simetrik adalah factor janin atau lingkungan uterus yang kronik
(diabetes, hipertensi ). Factor janin ialah kelainan genetic (aneuploidy), umumnya
trisomy 21, 13, dan 18. Secara keseluruhan PJT ternyata hanya sekitar 20 % saja yang
asimetrik pada penelitian terhadap 8722 di Amerika.2
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Myrtha R. Penatalaksanaan tekanan darah pada preeklampsia. Surakarta: FK
Universitas Sebelas Maret; 2015. p. 262-6.
2. Cuningham FG, et al. Hipertensi gestasional dan preeklampsia. Dalam: Yudha
EK, Subekti NB, editor. Obstetri William panduan ringkas. Edisi 21. Jakarta:
EGC; 2012. p. 393-403.
3. Gant NF, Cunningham FG. Gangguan hipertensi dalam kehamilan. Dalam:
Nugroho AW, Ayleen A, Chairunnisa, editor. Dasar-dasar ginekologi dan
obstetri. Jakarta: EGC; 2011. p. 505-7.
4. Academia.edu [internet]. Surabaya: Prosedur tetap pelaksanaan preeklampsia
berat/eklampsia.
[cited
2015
Oct
27].
Available
from:
https://www.academia.edu/10306925/
5. Sulistyowati S. Ekspresi human leukocyte antigen (HLA-G) dan heat-shock
protein-70 (Hsp-70) pada pertumbuhan janin terhambat. Surakarta: 2014. p.
22-6.
6. Cuningham FG, et al. Hambatan pertumbuhan janin. Dalam: Yudha EK,
Subekti NB, editor. Obstetri William panduan ringkas. Edisi 21. Jakarta: EGC;
2012. p. 486-93.
7. Effendi JS. Pemeriksaan ultrasonografi pada gangguan pertumbuhan janin.
Dalam: Pribadi A, Mose JC, Wirakusumah FF, editor. Ultrasonografi obstetri
dan ginekologi. Jakarta: Sagung Seto; 2011. p. 107-17.
8. Alpers A. Bayi baru lahir. Dalam: Rudolph AM, editor. Buku ajar pediatri
Rudolph volume 1. Jakarta: EGC; 2006. p. 23
9. Perbedaan Indeks Apoptosis Plasenta Antara Preeklamsi dan Kehamilan Normal
serta Hubungannya dengan Berat Badan Lahir dan Tekanan Darah Ibu
10. http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/1/1 di akses pada tanggal
3 Februari 2016
11. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22524188 The neurocognitive outcome of
IUGR children born to mothers with and without preeclampsia. Di akses pada
tanggal 03 februari 2016
40
12. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23237537
Differentiating
between
trimester
screening
41