Anda di halaman 1dari 41

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS
FEBRUARI 2016

PREEKLAMPSIA BERAT

OLEH :
Syamsu Fuad Syakh, S.ked
10542 0103 09
PEMBIMBING :
Dr.Hj. Andi Fatimah, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1

LAPORAN KASUS
I.

Identitas Pasien

Nama

: Ny. N

Umur

: 18 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Gowa

Agama

: Islam

Tanggal masuk

: 25 November 2015 pukul 13.00 WITA

II.

Anamnesis Terpimpin
G1P0A0
HPHT

: 07/03/2015

TP

: 14/12/2015

Gestasi : 32 33 minggu
Ibu masuk di RS SYEKH YUSUF GOWA pada tanggal 25 November 2015
dengan keluhan pandangan kabur, nyeri kepala, nyeri ulu hati disertai nyeri perut
tembus belakang riwayat pelepasan lendir (-), darah (-), dan air (-). Pasien pusing
dengan tekanan darah 160/100 mmHg.
Riwayat ANC

: > 4x di puskesmas, Suntik TT : 2 x.

Riwayat Penyakit : HT (disangkal), DM (disangkal), Asma (disangkal), Alergi


(disangkal).
Riwayat Obstetri :
Anak I

: Kehamilan sekarang

Riwayat Kontrasepsi

: Belum pernah mengikuti program KB.

Riwayat Operasi

: Belum pernah operasi.

III.

Pemeriksaan Fisik
KU

: Baik/Sadar

Tanda Vital

: TD

: 160/110 mmHg

P : 20x/i

: 88x/i

Pemeriksaan Luar

: 36,6oC

Pemeriksaan Dalam Vagina

TFU

: 24 cm

Vulva

: Tidak ada kelainan

LP

: 67 cm

Vagina

: Tidak ada kelainan

Situs

: memanjang

Porsio

: Lunak/Tebal

Punggung

: Kanan

Pembukaan

: (-)

Bagian terbawah: Kepala

Ketuban

: (+)

Perlimaan

: 5/5

Bagian Terdepan

: Kepala

His

: (-)

Penurunan

: Hodge I

DJJ

: 134 x/i

UUK

: Sulit dinilai

Gerak janin : dirasakan ibu

Panggul dalam kesan Cukup

Anak kesan : tunggal

Pengeluaran : Lendir (-), darah (-)

TBJ
IV.

: 1608 gram
Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 25 November 2015

Darah Rutin

Urine Lengkap

Hb

: 10.8 g/dl

Urine

: kuning muda jernih

Leukosit

: 19.4 x 103/ul

Protein : positif (+++)

Eritrosit

: 3.70 x 103/ul

Trombosit

: 253 x 103/ul

Hematokrit : 32.1 %
GDS
V.

: 121 mg/dl

Diagnosis

1. G1P0A0 gravid 33 minggu + Tanda Impending


2. Preeklampsia berat
VI.

Penatalaksanaan
1. Inj Dexametason 1gr/6jam/im (4x)
2. Drips MgSO4 40 % 4 gram dalam NaCL 100 cc habis dalam 30 menit
3. Lanjut Drips MgSO4 40 % 6 gram dalam RL 500 cc 28 tpm
4. Nivedipin 3x10 mg
5. Pasang kateter tetap
6. Observasi vital sign, tanda impending

25/11/2015

G1P0A0

- Cek DR,CT,BT, UR

HPHT : 07/03/2015

-inj.Dexametasone 1amp/6jam/im (4x)

S : masuk dengan keluhan -Drips MgSO4 4


pandangan

kabur,

nyeri 0 % 4 gram dalam NaCL 100 cc habis

kepala, nyeri ulu hati disertai dalam 30 menit.


nyeri perut tembus belakang -Lanjut Drips MgSO4 40 % 6 gram
riwayat pelepasan lendir (-), dalam RL 500 cc 28 tpm
darah (-), dan air (-). Pasien - Nifedipin 3x10 mg
juga mengeluh bengkak pada - Pasang kateter tetap
daerah tungkai bawah dan - Obs TTV
pusing dengan tekanan darah

160/100 mmHg.
Riwayat ANC :

>

4x

di

puskesmas, Suntik TT : 2 x.
Riwayat Penyakit

: HT

(disangkal), DM (disangkal),
Asma

(disangkal),

Alergi

(disangkal).
Riwayat Obstetri:
Anak I

Kehamilan

sekarang
Riwayat Kontrasepsi
:
Belum pernah mengikuti
program KB.
Riwayat Operasi
:
Belum pernah operasi.
O:

KU

Baik/Sadar
Tanda Vital
TD

: 160/110 mmHg

: 20x/i

: 88x/i
: 36,6oC

Pemeriksaan Luar
TFU
: 24 cm
LP

: 67 cm

Situs

memanjang
Punggung

: Kanan

Bagian terbawah : Kepala


Perlimaan

: 5/5

His

: (-)

DJJ

: 134 x/i

Gerak janin

dirasakan ibu(+)
Anak kesan : tunggal
TBJ

: 1608 gram

Pemeriksaan

Dalam

Vagina
Vulva

Tidak

ada

Tidak

ada

kelainan
Vagina
kelainan
Porsio

: Lunak/Tebal

Pembukaan

: (-)

Ketuban

: (+)

Bagian Terdepan

: Kepala

Penurunan

: Hodge I

UUK

Sulit

dinilai
Panggul dalam kesan Cukup

Pengeluaran :

Lendir

(-),

darah (-)
A : G1P0A0 Gestasi 32-33
minggu + PEB + Tanda26/11/2015

Tanda Impending
S: Penglihatan kabur (+), Sakit

kepala (+)
O:Ku: baik
TD: 160/110 mmHg
N: 89 x/m
P: 16 x/m
S: 36,7C
BAK: Perkateter
BAB: Belum BAB
A:

G1P0A0

Gestasi

Darah 1 bag
Rencana SC besok
Konsul Anastesi
Lapor OK

32-33

minggu + PEB + Tanda27/11/2105

Tanda Impending
S: Nyeri post op (+)
O:Ku: baik
TD: 160/110 mmHg
N: 84 x/m
P: 16 x/m
S: 36,7C
TFU: 1 jari bawah pusat
Mamma: tak/tak
ASI: +/+
Luka op: v. kering
BAK: Perkateter
BAB: Belum

IVFD RL 28 tpm
Seftriakson/12 jam/IV
Metronidazol/8 jam/IV
Asam Tranexamat/8Jam/IV
Ranitidin/8 jam/IV
Ketorolac/8 jam/IV
Nifedipin Sublingual 3x10mg

A: POH I (SC) + PEB +


Tanda2 Impending
27/11/2015
20:11

S: Nyeri post op (+)


Nyeri Kepala (+)
Pandangan Kabur (+
O:Ku: baik
TD: 190/130 mmHg
88 x/m
P: 18 x/m

N:

Drips MgSO4 40% 15cc dalam 500

CC RL (28 tpm)
Nifedipin 3x10 mg
Jika belum turun Drips Furosemid
1amp/12 jam
-

S: 36,6C
Mamma: tak/tak

ASI:

+/+
Luka op: v. kering
BAK: Perkateter
BAB: Belum BAB
A: POH I (SC) + PEB +
28/11/2015

Tanda2 Impending
S: Nyeri post op (+)
Nyeri Kepala (-)
Pandangan Kabur (+)
O:Ku: baik
TD: 110/70 mmHg
N: 84 x/m
P: 16 x/m
S: 36,9C
TFU: 1 jari bawah pusat
Mamma: tak/tak
ASI:

Stop MgSO4 40%


Up Kateter
Injeksi Lasix/12 jam/IV

+/+
Luka op: v. kering
BAK: Per kateter
BAB: Belum BAB
A: POH II (SC) + PEB +
Tanda2 Impending

29/11/2015

S: Nyeri post op (+)


Nyeri Kepala (-)
Pandangan Kabur (-)
O:Ku: baik
TD: 140/90mmHg
N: 84 x/m
P: 16 x/m
S: 36,7C
Mamma: tak/tak
ASI:
+/+
Luka op: v. kering
BAK: Baik
BAB: Baik
A: POH III (SC) + PEB +

Observasi Tanda Vital


Nifedipin 3x10mg
Asam Mefenamat 3x500mg

30/11/2015

Tanda2 Impending
S: Nyeri post op (+)
O:Ku: baik
TD: 130/70 mmHg
N: 84 x/m
P: 16 x/m
S: 36,7C
TFU: 1 jari bawah pusat
Mamma: tak/tak
ASI:

Up Infus
Nifedipin 3x10mg
Asam
Mefenamat

3x500mg
Boleh Pulang

+/+
Luka op: v. kering
BAK: Baik
BAB: Baik
A: POH IV (SC) + PEB +
Tanda2 Impending

DISKUSI
Pada kasus ini, Ny. N berusia 18 tahun didiagnosis dengan Preeklampsia Berat
dan Pertumbuhan Janin Terhambat yang ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G1P0A0 gravid 33 minggu 5
hari datang ke RS SYEKH YUSUF GOWA dengan nyeri perut tembus ke belakang,
pelepasan lendir (-) dan darah (-).Pasien mengeluh pandangan kabur dan pusing
dengan tekanan darah 160/110 mmHg. Hal tersebut merupakan salah satu dasar
diagnosis Preeklampsia berat yang bersifat subjektif. Pemeriksaan kehamilan >4x di
puskesmas, serta sudah diinjeksi TT 2x.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/110 mmHg dan
pemeriksaan

laboratorium

menunjukkan

proteinuria

menegaskan bahwa pasien mengalami preeklampsia berat.


10

(protein:+++).

Hal

ini

Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana preeklampsia adalah sindrom klinis
pada masa kehamilan (setelah kehamilan 20 minggu) yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah (>140/90 mmHg) dan proteinuria (0,3 gram/hari).1,2
Adapun kriteria diagnosis dari preeklampsia berat yaitu apabila pada kehamilan
> 20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini:2,3

Hipertensi

: tekanan darah sistolik 160 mmHg


tekanan darah diastolik 110 mmHg

Proteinuria

: +++

Edema

: bukan merupakan tanda yang khas

Tanda /Gejala Tambahan

:
Keluhan subyektif : nyeri kepala, nyeri uluhati,

mata kabur.

Proteinuria 3 gram

Oliguria 500 cc/24 jam

Peningkatan kadar asam urat darah

Peningkatan kadar kreatinin serum

Sindroma HELLP :

hemolisis icterus

hitung trombosit 100.000

peningkatan kadar SGOT dan SGPT


Penatalaksanaan pada kasus preeklampsia berat ini adalah pemberian

drips MgSO4 40 % 4 gram dalam NaCL 100 cc habis dalam 30 menit dan lanjut

11

drips MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc 28 tpm. Selain itu, pemberian obat
antihipertensi Nivedipin 3x10 mg dan dilakukan Pemasangan kateter.
Tujuan penatalaksanaan kasus preeklampsia berat ialah mencegah
timbulnya kejang, mencegah timbulnya komplikasi pada ibu dan atau anaknya,
terminasi kehamilan secara aman.
Adapun prinsip penatalaksanaan kasus preeklampsia berat berdasarkan
kepustakaan ialah:4

1. Mencegah Kejang:

12

Obat pilihan ialah Magnesium Sulfat (MgSO4).

Bisa diberikan IM atau IV

Diberikan s/d 24 jam pasca kejang terakhir.

Antidotum MgSO4 Calcium Gluconas 10% 10 mg IV pelan.

2. Pengaturan Tekanan Darah:

Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik 160 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik 110 mmHg.

Target penurunan tekanan darah 30% dari tekanan darah awal.

Obat pilihan (yang tersedia) nifedipin diberikan 10 mg per oral.

3. Rujukan Penderita.
ALUR PENGELOLAAN PENDERITA
PREEKLAMPSIA BERAT 4

JANGAN BIARKAN PASIEN


SENDIRIAN
TEMPATKAN PENDERITA SETENGAH
DUDUK
Mintalah pertolongan pada petugas yang
lain atau keluarga penderita

13

Bersihkan jalan nafas


pertahankan
Miringkan kepala penderita

JALAN NAFAS

PERNAFASAN

Berikan oksigen 4 6 liter/menit


Kalau perlu lakukan ventilasi dengan balon dan
masker

SIRKULASI

Observasi nadi dan tekanan darah


Pasang IV line ( infus ) dengan cairan RL /
RD5 / NaCl 0,9%

MgSO4 40% 4 gram (10cc) dijadikan 20cc


diberikan IV bolus pelan 5 menit
BILA IM : Mg SO4 40% 8 gram (20cc)
bokong kanan / kiri
BILA IV : Mg SO4 40% 6 gram (15cc)
masukkan dalam cairan RL/RD5/NaCl 0,9%
250cc drip dengan tetesan 15tetes / menit

CEGAH KEJANG /
KEJANG

ULANGAN

BILA KEJANG BERLANJUT : MgSO4 40%


2 gram (5cc) dijadikan 10cc diberikan IV bolus
pelan 5 menit

PANTAU : Pernafasan, refleks patella,


produksi urine

ANTIDOTUM : Calsium Gluconas 10% 10cc


IV pelan

Antihipertensi diberikan bila


Tekanan darah systole
160 mmHg
Tekanan darah diastole
110 mmHg

PENGATURAN
TEKANAN DARAH

14

NIFEDIPIN
10 mg oral
METILDOPA 250 mg

:
:

RUJUK

Dirujuk langsung ke Rumah Sakit

BAKSOKU
:
Bidan, Alat, Kendaraan, Surat, Obat, Keluarga,
Uang

Penyebab preeklampsia berat belum diketahui secara pasti, namun


berdasarkan kepustakaan patofisiologi preeklampsia dimulai dari abnormalnya
remodelling dinding arteri spiralis yang disebabkan oleh kegagalan invasi tropoblast
ke dalam arteri spiralis sehingga menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi
terganggu dan terjadi iskemik plasenta.1,5

15

Gambar 1. Patofisiologi preeklampsia1

Iskemik plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksin seperti
sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan
akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal
bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Oxidatif stress pada tahap
berikutnya bersama dengan zat toksin yang beredar dapat merangsang terjadinya
kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang
dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ
penderita preeklampsia. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di
dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi
dan kegagalan organ seperti:1,5

a. Otak.

16

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia
terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak
sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya
perdarahan otak dan kejang/eklampsia.
b. Hati
Terjadi

peningkatan

aktifitas

enzim-enzim

hati

pada

pre-eklampsia,

yang berhubungan dengan beratnya penyakit.


c. Ginjal
Pada

preeklampsia,

arus

darah

efektif

ginjal

berkurang

20%,

filtrasi

glomerulus berkurang 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai
nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat
jauh di atas normal.Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (sindroma
nefrotik pada kehamilan).
d. Plasenta
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin,
dan solusio plasenta. Pada kasus ini, preeklampsia berat mempengaruhi keaadan
janin pasien dimana pada pemeriksaan USG data EFW : 1800 gr. Dan setelah
operasi, lahir bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan 1800 gr, A/S :
7/10. Plasenta lahir secara minimal,. Selaput dan kotiledon lahir kesan lengkap.

VI.

17

MgSO4

Magnesium sulfat pertama kali dicoba untuk pengobatan kejang oleh


Meltzer pada tahun 1899 dan bersamaan dengan Auer mencobanya untuk
pengobatan kejang pada kera yang sakit tetanus. Khon dan Sraubee
sependapat dengan mereka dan mulai mengunakan magnesium sulfat untuk
pengobatan penderita tetanus.
Pengunaan magnesium sulfat parenteral untuk pengobatan eklampsia
pertama kali dilakukan oleh Horn tahun 1906 dengan penyuntikan secara
intrathekal. Rissmann tahun 1916 memberikan secara subkutan, Fisher tahun
1916 memberikan secara infus sebanyak 250 ml larutan 2% dan Von Miltner
(1920) memberikan secara gabungan suntikan subkutan dan intramuskuler.2
Eastman dan Steptoe melaporkan pada tahun 1945 mengenai
pengunaan megnesium sulfat pada eklampsia dengan dosis 10 gram di ikuti
tiap 6 jam dengan dosis 5 gram. Setelah mengunakannya untuk 1200 kasus
preeklampsia dan eklampsia, Eastman menyatakan bahwa magnesium sulfat
merupakan obat tunggal yang paling ampuh pada preeklampsia berat. Selain
mencegah kejang obat ini tidak menghambat persalinan.
Sejak tahun 1951, Pritchard mempelajari penggunaan magnesium
sulfat sebagai pengobatan tunggal pada preeklampsia. Selama 3 tahun terdapat
211 penderita preeklampsia dan eklampsia yang diobati dengan magnesium
sulfat dan dilaporkan hanya 1 kamatian ibu, sedangkan kamatian perinatal
sebesar 10%.2 Zuspan pada tahun 1966 melaporkan 69 kasus eklampsia yang
dirawat sejak tahun 1956 dengan pengobatan magnesium sulfat secara tetes
kontinyu dengan dosis 1 gram/jam dilaporkan 2 kematian ibu (2,9%) yang

18

terjadi 4 minggu pasca persalinan yang disebabkan kelainan sebagai akibat


eklampsia.
Suplementasi magnesium berupa pemberian oral magnesium aspartate
hidrochloride selama kehamilan untuk menurunkan insiden preeklampsia telah
diteliti oleh Sibai dkk. Walaupun terjadi peningkatan kadar magnesium dalam
plasma darah, hasil analisa menunjukan tidak ada perbedaan bermakna dalam
hal insiden preeklampsia5,6. 2 Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan
obat yang terpakai banyak untuk pengobatan preeklampsia dan eklampsia di
Amerika Serikat.1,7 Di Indonesia sendiri penggunaan magnesium sulfat pada
penderita preeklampsia dan eklampsia sudah cukup lama dan pada saat KOGI
VI tahun 1985 di Ujung Pandang oleh Satgas Gestosis POGI ditetapkan
magnesium sulfat merupakan satu-satunya obat yang dipakai untuk
pengobatan preeklampsia dan eklampsia.
VI.I. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan
dalam cairan intraseluler. Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim
tubuh dan berfungsi penting dalam transmisi neurokimiawi dan eksitabilitas
otot. Kurangnya kation ini dapat menyebabkan gangguan struktur dan fungsi
dalam tubuh
Seorang dewasa dengan berat badan rata-rata 70 kg mengandung
kira-kira 2000 meq magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang,
45% merupakan kation intraseluler dan 5% didalamnya cairan ekstraseluler.
Kadar dalam darah adalah 1,5 sampai 2,2 meq magnesium/liter atau 1,8 sampai

19

2,4 mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3 bagian terikat
dengan plasma protein.
Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar magnesium darah,
walaupun tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal
dan preeklampsiaeklampsia. Penurunan kadar magnesium dalam darah pada
penderita preeklampsia dan eklampsia mungkin dapat diterangkan atas dasar
hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan.
1.

Absorbsi dan ekskresi


Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana
hanya 1/3 bagian diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu proses
aktif yang berhubungan erat dengan sistem transport kalsium. Bila penyerapan
magnesium kurang akan menyebabkan penyerapan kalsium meningkat dan
sebaliknya.
Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan.
Pemberian magnesium parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel,
sebagian ketulang dan sebagian lagi segera melewati plasenta. Ekskresi
magnesium terutama melalui ginjal, sedikit melalui penapasan, air susu ibu,
saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian proksimal. Bila kadar
magnesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus ginjal menurun,
sedangkan clearence ginjal meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar
magnesium dalam darah dapat disebabkan karena pemberian yang berlebihan
atau terlalu lama dan karena terhambatnya ekskresi melalui ginjal akibat adanya
insufisiensi atau kerusakan ginjal.

20

Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi spasme pada seluruh


pembuluh darah sehingga aliran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan
GFR dan produksi urine berkurang. Oleh karena itu mudah terjadi peninggian
kadar magnesium dalam darah.
Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa,
amonium klorida, furosemide, asam etakrinat dan merkuri organik. Kekurangan
magnesium dapat disebabkan oleh karena penurunan absorbsi misalnya pada
sindroma malabsorbsi, by pass usus halus, malnutrisi, alkholisme, diabetik
ketoasidosis, pengobatan diuretika, diare, hiperaldosteronisme, hiperkalsiuri,
hiperparatiroidisme2 . Cruikshank et al menunjukan bahwa 50% magnesium
akan diekskresikan melalui ginjal pada 4 jam pertama setelah pemberian bolus
intravena, 75% setelah 20 jam dan 90% setelah 24 jam pemberian. Pitchard
mendemontrasikan bahwa 99% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal
setelah 24 jam pemberian intavena.
B. Mekanisme Kerja
1. Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian
reaksi adenosin fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian
metabolisme fosfat. Juga berperan penting dalam metabolisme intraseluler,
misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam ribosom.1
2. Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler.
Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui dan
menjadi pokok pembahasan. Beberapa penulis berpendapat bahwa aksi
21

magnesium sulfat di perifer pada neuromuskular junction dengan minimal atau


tidak ada sama sekali pengaruh pada sentral. Tapi sebagian besar penulis
berpendapat bahwa aksi utamanya adalah sentral dengan efek minimal blok
neuromuskuler.
Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan
mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP mirip
dengan ion kalium. Hipomagnesemia mengakibatkan peningkatan iritabilitas
SSP, disorientasi, kebingungan, kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik.
Suntikan magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi dapat
menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini mungkin
disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer.
Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa
menimbulkan depresi umum susunan syaraf pusat pada ibu maupun janin.
Donaldson (1978,1986) serta beberapa neurolog lainnya dengan
alasan yang sulit dimengerti, secara keliru menekankan bahwa magensium sulfat
merupakan anti konvulsan yang bekerja perifer dan karenanya merupakan obat
yang jelek. Obat ini hanya bekerja pada konsentrasi yang menyebabkan
kelumpuhan dan akibatnya pasien eklampsia yang diobati akan menjadi tenang
diluar tetapi masih kejang-kejang didalam.
Thurnau dkk. (1987) memperlihatkan bahwa konsentrasi magnesium
dalam cairan serebrospinal setelah terapi magnesium pada preeklampsia
mengalami sedikit peningkatan tetapi sangat bermakna. Borges dan Gucer
(1978)

mengajukan

bukti

yang

meyakinkan

bahwa

ion

magnesium

menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang jauh lebih spesifik dari pada
22

depresi umum. Borges dkk. mengukur kerja magnesium sulfat yang diberikan
secara parenteral terhadap aktifitas syaraf epileptik pada primata dibawah
tingkat manusia yang tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar. Magnesium
akan menekan timbulnya letupan neuron dan lonjakan pada EEG interiktal dari
kelompok neuron yang dibuat epileptik dengan pemberian penisilin G secara
topikal. Derajat penekanan akan bertambah seiring dengan meningkatnya kadar
magnesium plasma dan akan berkurang dengan menurunnya kadar magnesium.
3. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka.
Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin.
Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi
dengan pemberian kalsium, asetilkolin dan fisostigmin. Bila kadar magnesium
dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendon dalam mulai berkurang dan
mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter. Oleh karena itu selama
pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks patella

23

4. Sistem syaraf otonom


Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat
digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah
pelepasan katekolamin sehingga dapat menurunkan kepekaan reseptor adrenergik
alfa.
5. Sistem Kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium.
Kadar magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter menyebabkan
perpanjangan waktu hantaran PR dan QRS interval pada EKG. Menurunkan
frekuensi pengiriman infuls SA node dan pada kadar lebih dari 15 meq/liter akan
menyebabkan bradikardi bahkan sampai terjadi henti jantung yaitu pada kadar 30
meq/liter. Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung terhadap otot jantung
atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan. Kadar magnesium 2-5 meq/liter

24

dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini terjadi karena pengaruh vasodilatasi
pembuluh darah, depresi otot jantung dan hambatan gangguan simpatis.
Magnesium sulfat dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil dengan
preeklampsia dan eklampsia, wanita tidak hamil dengan tekanan darah tinggi serta
pada anak-anak dengan tekanan darah tinggi akibat penyakit glomerulonefritis
akut.
Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan darah
arteri setelah diberikan magnesium sulfat 4 gram secara intravena dan dalam waktu
15-20 menit normal kembali. Sedangkan Thiagarajah dkk dalam penelitiannya
tidak mendapatkan perubahan yang bermakna baik penurunan tekanan darah,
perubahan denyut jantung ataupun tahanan perifer. Cotton dkk (1842),
mengumpulkan data-data menggunakanan kateterisasi ateri pulmonal dan radial.
Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena dalam waktu 15 menit,
tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun. Pemberian magnesium menurunkan
tahanan vaskuler sistemik serta tekanan arteri rata-rata, dan secara bersamaan juga
meningkatkan curah jantung tanpa disertai depresi miokardium.10
6. Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya
lebih dari 10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya
mencapai 15 meq/liter.10 Somjen memonitor secara ketat dua orang penderita
dengan kadar magnesium dalam darah 15 meq/liter akan didapati kelumpuhan otot
pernapasan tanpa disertai gangguan kesadaran maupun sensoris.2,10 Sebagai
pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi pernapasan diberikan
kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml dari larutan 10%) secara intravena
25

dalam waktu 3 menit dan dilakukan pernapasan buatan sampai penderita dapat
bernapas sendiri. Pemberian ini dapat dilanjutkan 50 ml kalsium glukonas 10%
yang dilarutkan dalam dektrose 10% per infus. Bila keadaan tidak dapat diatasi
dianjurkan untuk hemodialisis atau peritoneum dialisis.
7. Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak
dipelajari oleh para sarjana. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita yang diberi 4
gram MgSO4 secara intravena dan mendapatkan adanya penurunan kontraksi
uterus yang nyata pada 21 penderita , pada 7 penderita terdapat penurunan
kontraksi uterus yang sedang dan pada 4 penderita malah di dapatkan penambahan
kekuatan kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya berlangsung selama 3-15
menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2 meq/liter menjadi 7-8 meq/liter
dan menurun kembali 5-6 meq/liter pada akhir menit ke-15. lama dan derajat
perubahan sangat individual, bahkan diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.
Magnesium sulfat (Mg SO4 7[H2O]), sudah cukup lama dikenal
sebagai obat utama pada preeklampsia di Amerika Serikat, namun kini telah
diterima dan bahkan menjadi obat utama diberbagai pusat layanan sebagai obat
tokolitik13. Tahun 1969 Vulpian pertama kali mendemontrasikan adanya aksi
paralisis dari magnesium sulfat. Tahun 1982, Nan Dyke dan Hasting melihat bahwa
pada kondisi kadar yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula. Tapi
keadaan yang berlawanan justru terjadi yakni adanya efek relaksasi uterus pada
keadaan tidak adanya magnesium maupun pada keadaan kadar magnesium yang
tinggi. Bila kadar magnesium sulfat berada dalam kadar menengah, nampaknya
terjadinya kontraksi miometrium.
26

Pada tahun 1959, Hall melakukan penelitian invitro efek magnesium


sulfat pada miometrium. Pada penelitian ini megnesium sulfat menyebabkan
relaksasi bila konsentrasi mencapai 8-19 mEq/1, penghambatan sempurna dicapai
bila konsentrasi magnesium 14-30 mEq/1. pada penelitian invivo, digunakan
magnesium sulfat dengan kadar dalam darah 5-8 mEq/1. Toksisitas tampak bila
kadar dalam darah mencapai kurang lebih 10 mEq/1. Hall juga mendemontrasikan
perpanjangan proses persalinan pada penderita preeklampsia yang diberikan
pengobatan dengan magnesium sulfat. Lama proses persalinan secara berlangsung
sebanding dengan kadar magnesium sulfat dalam darah. Tahun 1966, pertama kali
pemakaian magnesium sulfat sebagai obat tokolitik dilaporkan oleh Rusu dan
tahun 1975, Kiss dan Szoke melaporkan pengunaan magnesium secara intravena
untuk tokolitik.
Pemberian magnesium sulfat oleh beberapa ahli disebutkan dapat
menurunkan angka kejadian celebral palsy. Namun grether dkk, tidak menemukan
adanya hubungan yang bermakna antara pemberian magnesium sulfat dengan
resiko cerebral plsy ini. Pada penelitian lainnya Grether telah membuktikan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian magnesium sulfat dengan
resiko kematian neonatus.
Magnesium adalah kation terbesar kedua didalam sel. Jumlah seluruh
magnesium dalam tubuh adalah 24 g. magnesium intraseluler adalah bagian
terpenting sebagai kofaktor pada reaksi berbagai enzim dan masuk ke dalam sel
secara difusi. Magnesium dikeluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal. Magnesium
secara bebas difiltrasi dalam glomerulus dan sebagian direabsorbsi dalam tubulus
renalis. ekskresi dalam urin kurang lebih 3-5% 9 dari magnesium yang difitrasi.

27

Pada wanita hamil kadar magnesium plasma menurun ; 1,83 mEq/1 untuk wanita
tidak hamil menjadi 1,39 mEq/1 untuk wanita yang hamil.
Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat
tokolitik yakni dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium dan secara
langsung berefek pada sel-sel miometrium. Pertama, peningkatan kadar
megnesium

menurun

pelepasan

asetikolin

oleh

motor

end

plate

pada

neuromuscular junction. Sebagai tambahan Magnesium mencagah masuknya


kalsium neuron dan efektif memblokir transmisi syaraf. Kedua, magnesium berefek
sebagai antagonis terhadap kalsium pada tingkat sel dan dalam ruang ekstraseluler.
Peningkatan kadar magnesium menyebabkan hipokalsemia melalui penekanan
sekresi hormon paratiroid dan melalui peningkatan pembuangan kalsium oleh
ginjal. Baik Magnesium dan kalsium direabsorbsi pada tubulus renalis. Pada sisi
yang sama Peningkatan kadar magnesium mencegah rabsorbsi kalsium dan
menyebabkan hiperkalsiuria. Disamping menyebabkan hipokalsemia, peningkatan
kadar magnesium juga berkompetisi dengan sisi ikatan kalsium yang sama yang
mengakibatkan penurunan menurunnya kadar ATP (adenosine triphosphate) sampai
pada kadar dimana sel tidak mengikat kalsium. Hal ini mencegah aktivasi dari
kompleks aktin dan myosin. Data klinik mendukung teori bahwa magnesium
berefek sebagai tokolitiknya melalui antogonism kalsium : pada keadaan
hipokalsemia pada penderita yang menerima magnesium sulfat kemudian diobati
dengan pemberian kalsium, terjadi peningkatan aktivitas uterus.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai efektifitas
magnesium sulfat sebagai tokolitik. Namun, batasan saat pemberian tokolitik sulfat
sangat bervariasi. Steer dan Petrie mengemukan bahwa magnesium sulfat efektif
sebagai tokolitik dan ma,pu menghambat persalinan prematur selama 24 jam pada
28

96% penderita bila pembukaan serviks kurang dari 1 sentimeter. Tetapi bila
pembukaan serviks 2-5 sentimeter hanya 25% yang berhasil. Para ahli
berkesimpulan bahwa makin cepat pemberian obat tokolitik merupakan 10 kunci
keberhasilan penundaan proses persalinan prematur. Tokolitik dengan magnesium
sulfat secara konvensional dibatasi selama 72 jam.
Kadar magnesium dalam serum untuk tokolitik dipertahankan pada
kadar 4-9 mg/dl. Bila digunakan sebagai tokolitik, toksisitas magnesium sulfat
sangat jarang meskipun kecepatan pemberiannya kurang lebih 4 g/jam atau pasien
penderita penyakit ginjal. Refleks patella akan menghilang bila kadar magnesium
plasma 9-13 mg/dl, depresi pernapasan terjadi pada kadar 14 mg/dl. Sebagai
antodotum untuk toksisitas magnesium adalah 1 g kalsium glukonas yang
dinerikan secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor secara ketat dan
pemberian cairan sacara intravena harus dibatasi untuk mencegah terjadinya edema
paru.
Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian
magnesium sulfat adalah edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh, nyeri
kepala, pandangan kabur, mual, muntah, nystagmus, lethargy, hipotermi, retensi
urin, dan konstipasi. Laporan dari penelitian Scudiero menunjukan bahwa ternyata
ada hubungan antara pembaerian tokolitik magnesium sulfat dan terjadinya
kematian pada janin. Pada sebagian besar penderita efek samping itu ringan. Efek
samping yang jarang tetapi dampaknya serius adalah hipokalsemi. Pada kadar
kalsium kurang dari 7 mg/dl dapat menyebabkan tegang.
Menurut Abarbanel kontraksi uterus yang diakibatkan oleh pemberian
oksitosin dapat dihambat dengan pemberian magnesium sulfat.
29

Sekitar 20-40

pasien nulipara dalam persalinannya membutuhkan oksitosin augmentasi. Tetapi 733% berkembang menjadi hiperstimulasi uterus dan diberhentikan pemberian
oksitosin. Valenzuela dkk. mencoba mengamati penggunaan magnesium sulfat
untuk mengatasi keadaan tersebut. Dalam 5 menit setelah pemberian 4 gram
magnesium sulfat intravena terjadi peningkatan interval amplitudo kontraksi
uterus.
Magensium sulfat merupakan non spesipik kalsium antagonis.
Macones & collegues (1997) dan Gyetvai & cowokers (1999) mengevaluasi efikasi
11 magnesium sulfat dan tokolisis secara meta-analsis. Magnesium sulfat sebagai
tokolisis dapat memperpanjang kehamilan 24-48 jam dengan efeks samping ibu
yang minimal. Setara dengan golongan beta-mimetik seperti ritidrine.
C. Interaksi obat dan Efek Samping
Dahulu MgSO4 dalam jumlah yang banyak secara parenteral
digunakan sebagai obat anestesi. Pemberian secara intratekal menghasilkan
anestesi yang baik, tetapi pengunaannya sebagai obat anestesi tidak bertahan lama
karena sempitnya waktu karena antara terjadinya anestesi dan depresi pernapasan.
Karena MgSO4 menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan kepekaan
motor endplate maka MgSO4 mempunyai pengaruh potensial, sinergis dan
memperpanjang pengaruh dari obat-obat pelemas otot non depolarisasi (kurare)
dan depolarisasi (suksinilkolin) sehingga kerja obat-obat tersebut akan lebih kuat
dan lebih lama . Pemberian reversal pada akhir operasi akan lebih sulit atau
memerlukan dosis yang lebih tinggi. Karena itu dianjurkan 20-30 menit sebelum
pemberian obatobat pelemas otot, sebaiknya pemberian MgSO4 dihentikan dan
dosis obat-obat pelemas otot tersebut dikurangi selama operasi.
30

MgSO4 mempunyai pengaruh potensiasi dengan obat-obat penekan


SSP (barbiturat, obat-obat anestesi umum). Pemberian MgSO4 pada penderita yang
sedang mendapat pengobatan digitalis harus dengan hati-hati karena bila terjadi
hipermagnesia, pengobatan kalsium yang diberikan dapat menyebabkan henti
jantung. Pemberian MgSO4 bersamaan dengan promethazine dapat menyebabkan
hipotensi yang hebat karena kedua obat tersebut menpunai efek vasodilatasi. Bloss
dkk dalam penelitiannya mendapatkan bahwa gabungan MgSO4 dengan oksitosin
yang sering terdapat pada penderita preeklampsia berat, ternyata oksitasin tidak
mempengaruhi farmakokinetik, distribusi dan kadar magnesium.
Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang enak
berupa rasa panas dimuka, muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini segera
timbul karena kadar magnesium segera meningkat dan akan menghilang dengan
menurunnya kadar magnesium. Reaksi tidak didapatkan pada penyuntikan secara
intramuskular walaupun dengan dosis tinggi, karena peningkatan kadar magnesium
secara perlahan-lahan. Rasa panas dimuka dan muka merah akibat vasodilatasi
yang terjadi setelah pemberian magnesium sulfat.
D. Sediaan
Garam magnesium tersedia dalam berbagai bentuk misalnya
magnesium sitrat, magnesium karbonat, magnesium oksida, milk of magnesia,
magnesium fosfat, magnesium trisilikat, dan magnesium sulfat. Magnesium sulfat
atau disebut juga garam Epson, banyak dipergunakan dalam bidang kebidanan,
merupakan sediaan yang dipakai untuk pengunaan parenteral. Apabila kita
menyebut magnesium sulfat maka yang dimaksud adalah senyawa MgSO4. 7H2O
USP (United States Pharmacope) yang merupakan kristal berbentuk prisma dingin,
31

pahit dan larut dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini setara dengan 4,08
milimol atau 8,12 meq magnesium. Larutan injeksi MgSO4. 7H2O USP terdapat
dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan 50%.
E. Dosis dan Cara Pemberian
Magnesium sulfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan
dapat diberikan melalui berbagai cara. Peroral ternyata magnesium sulfat sangat
sedikit diserap dari saluran pencernaan dan jumlah sedikit yang diserap tersebut
segera dikeluarkan melalui urin, sehingga kadar magnesium dalam serum hampir
tidak dipengaruhi. Pemberian secara parenteral barulah dapat menaikan kadar
magnesium. Dalam sejarah pengunaannya, cara pemberian parenteral sangat
bervariasi dari mulai pemberian secara intratekal, intraspinal, hipodemal, subkutan,
intramuskular, intravena sampai perimpus secara terus menerus. Kebanyakan
sekarang digunakan secara pemberian per infus secara kontinyu karena lebih
manusiawi dari pada suntikan intramuskuler yang sangat nyeri walaupun sudah
dicampur dengan procain. Suntikan intramuskuler berulangulang dapat berakibat
mialgia dan abses. Namun cara pemberian per infus membutuhkan pangawasan
yang ketat karena bahaya terjadinya henti napas. Penguanaan magnesium sulfat
dijaman modern dipopulerkan oleah Eastman dan sumbangan yang sangat penting
diberikan oleh Chesley, Pritchard dan Hall. Eastman menganjurkan cara pemberian
sabagai berikut; yaitu dosis awal 10 gram diikuti 5 gram setiap 6 jam, akan
memberikan kadar serum magnesium sebesar 3 sampai 6 mg per 100 ml dan tidak
ada yang melebihi 7 mg, sehingga kadar ini masih dalam batas aman. Pritchard
mengunakan dodis yang lebih tinggi dari pada Eastman yaitu pada eklampsia
diberikan dosis 4 gram secara intravena dan 10 gram secara intramuskuler,
selanjutnya setiap 4 jam diberikan 5 gram intramuskuler, sehingga dosis total
32

dalam 24 jam mencapai 39 gram. Kadar magnesium serum yang diperoleh


biasanya diantara 4-7 meq/liter atau 8-8,4 mg/100 ml. Zuspan mengunakan cara
inpus dengan dosis 10-20 gram magnesium sulfat dilarutkan dalam larutan 1000 ml
dekstrose 5%, diberikan pada kecepatan 1 gram/jam atau 16 tetes/menit. Untuk
kasus eklampsia ditambahkan dosis awal sebanyak 4-6 gram, diberikan secara
intravena perlahan-lahan selama 5-10 menit. Apabila penderita masih kejang atau
2-4 gram intravena. Apabila penderita sudah tidak kejang lagi dan dosis
pemeliharaan tetap 1 gram/jam yang diberikan dengan pompa infus. Gedekoh dkk
menganjurkan pengobatan terpilih untuk penderita eklampsia adalah pemberian
magnesium sulfat dengan dosis awal 4 gram secara intravena, diikuti infus
kontinyu dengan dosis 1-2 gram/jam.
Satgas Gestosis POGI dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi
Dalam Kehamilan di Indonesia menganjurkan cara pemberian dan dosis
magnesium sulfat sebagai berikut :
a. Preeklampsia berat 14
Dosis awal 4 gram magnesium sulfat, (20% dalam 20 ml) intravena sebanyal 1
g/menit, ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong
kanan (40% dalam 10 ml) Dosis pemeliharaan Diberikan 4 gram
intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal, selanjutnya diberikan 4
gram intramuskuler setiap 6 jam
b. Eklampsia
Dosis awal 4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml intravena
selam 4 menit, disusul 8 gram larutan 40% dalam larutan 10 ml diberikan pada
bokong kiri dan bokong kanan masing-masing 4 gram Dosis pemeliharaan
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram intramuskuler Dosis tambahan Bila timbul
kejang lagi dapat diberikan MgSO4 2gram intravena 2 menit. Diberikan
33

sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir Dosis tambahan 2


gram hanya diberikan sekali dalam 6 jam saja Bila setelah diberikan dosis
tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/KgBB
secara intravena perlahan-lahan.
VI.II PENGARUH MgSO4 PADA JANIN DAN BAYI BARU LAHIR
Magnesium dapat melewati plasenta dan segera masuk kejaringan
janin. Seorang bayi baru lahir dengan berat badan 3,5 kg mempunyai 600 meq
magnesium dalam badan. Cruickshank dkk. menyelidiki hubungan antara
kadar magnesium dan kalsium dalam serum ibu dan bayi setelah mendapatkan
pengobatan magnesium sulfat. Ternyata kenaikan kadar magnesium dalam
serum ibu, juga diikuti dengan kenaikan kadar magnesium dalam darah tali
pusat janin tetapi sedikit lebih rendah. 15
Pengaruh magnesium sulfat terhadap variabilitas frekwensi dasar
denyut jantung janin masih diperdebatkan. Beberapa peneliti mengatakan
tidak ada perubahan. Tetapi penulis lain mendapatkan peningkatan variabilitas
frekuensi dasar denyut jantung janin. Mengenai nilai apgar pada bayi baru
lahir dengan kadar rata-rata magnesium dalam serum 3,7 meq/l (2,0 meq/1
7,4 meq/1) ternyata terdapat 8 bayi diantara 118 bayi dengan nilai apgar menit
pertama kurang dari 5 dan 2 bayi meninggal karena berat badan lahir rendah.
Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara kadar magnesium dalam serum bayi dengan nilai apgar. Hipermagnesia
pada ibu dapat menyebabkan keadaan yang kurang baik bagi janin dan bayi
yang baru lahir.

34

Gejala hipermagnesia pada bayi adalah : mengantuk, hambatan pada


pernapasan sehingga diperlukan resusitasi atau ventilasi yang baik, tidak dapat
menangis atau lemah, tonus menurun dan refleks yang menurun. Lipsitz
melaporkan 16 bayi baru lahir dengan hipermagnesia dengan gejala kegagalan
pernapasan dan repleks yang menurun sehingga ia membuat suatu skor
hipermagnesemik yang dinilai dari menit pertama sampai menit ke 60 setelah
bayi

lahir.

Tinggi

skor

tersebut

menggambarkan

makin

tingginya

hipermagnesemia bayi.
Savory dkk mendapatkan 2 bayi baru lahir yang mengalami
hipermagnesemia dengan kadar magnesium sulfat dalam darah 8-10 meq/1
dari 92 kasus preeklampsia-eklampsia yang mendapatkan magnesium sulfat
dengan dosis awal (2 gram intravena dan 8 gram intramuskuler) dosis
selanjutnya 4 gram/ 4 jam. Penulis lain mendapat 2 bayi baru lahir dengan
gejala perut kembung dan mekonium yang tidak dapat dikeluarkan (sindroma
aspirasi mekonium). Bayi pertama dengan kadar magnesium dalam serum 9,0
meq/1 dan yang kedua 6,0 meq/1.
Diduga hepermagnesemia menekan fungsi otot polos dari usus
sehingga menyebabkan ileus. Peaceman dkk. melakukan penelitian terhadap
pengaruh magnesium sulfat pada tololisis terhadap profil biofisik janin. Dari
22 responden didapatkan hasil 50% janin menunjukan NST nonreactive, 4 dari
22 (18%) fetal breathing movement lemah. Sedangkan fetal tone, gross body
movements dan cairan ketuban tidak 16 dipengaruhi.21 Sedangkan penelitian
Carlan dkk. menunjukan menurunnya fetal breathing activity pada bayi
aterm.22 Suatu kontrol studi mengamati pengaruh magnesium tokolisis
terhadap abnormalitas tulang neonatus menunjukan bahwa pemberian
35

magnesium sulfas akan menimbulkan abnormalitas proses mineralisasi pada


metapisis humerus.23
Pengobatan hipermagnesemia pada bayi baru lahir :

Resusitasi dan bantuan pernapasan, bila perlu dengan intubasi dan alat

resusitator.
berikan kalsium glukonnas sebagai antagonis terhadap depresi susunan
syaraf tepi dan

pusat dengan dosis 200-500 mg yang diencerkan

dalam 10 ml NaCl dan diberikan


secara perlahan-lahan secara intravena dengan memonitor denyut
jantung bayi
Dekstrose 10% dengan dosis 65 ml/kg/hari dalam 24 jam pertama

kemudian
dilanjutkan dengan dosis 85 ml/kg/hari dekstrose 10 dalam NaCl 0,2%.
Pengobatan ini bertujuan untuk balans elektrolit dan memperlancar
diuresis.
PERTUMBUHAN NORMAL INTRAUTERIN

Pada masa kehamilan janin mengalami pertumbuhan tiga tahap di dalam


kandungan, yaitu:

Hiperplasia, yaitu: Pada 4-20 minggu kehamilan terjadi mitosis yang sangat
cepat dan peningkatan jumlah DNA.

Hiperplasia dan hipertrofi, yaitu: Pada 20-28 minggu aktifitas mitosis


menurun, tetapi peningkatan ukuran sel bertambah.

Hipertrofi, yaitu: Pada 28-40 minggu pertumbuhan sel menjadi maksimal


terutama pada minggu ke 33, penambahan jumlah lemak, otot dan jaringan
ikat tubuh.
Pertumbuhan

Janin

Terhambat

atau

(IUGR)

merupakan

gangguan

pertumbuhan janin dan bayi baru lahir yang meliputi beberapa parameter (lingkar
kepala, berat badan, panjang badan). Banyak istilah yang digunakan untuk
36

menunjukkan pertumbuhan janin terhambat (PJT) seperti pseudomature, small for


date, dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronic fetal distress, IUGR dan small
for gestational age (SGA).
Ada dua bentuk PJT menurut Renfield yaitu:

Proportionate Fetal Growth Restriction: oleh Campbell dan Thoms dikenal


juga dengan istilah pertumbuhan janin terhambat simetris, yaitu Janin yang
menderita distress yang lama di mana gangguan pertumbuhan terjadi
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat,
panjang dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi

keseluruhannya masih di bawah gestasi yang sebenarnya.


Disproportionate Fetal Growth Restriction: oleh Campbell dan Thoms
dikenal juga dengan istilah pertumbuhan janin terhambat asimetris. Dimana
terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai
beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala
normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak waste
dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering
keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.

PATOFISIOLOGI
Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang
abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi dan pengeluaran hasil metabolic menjadi
abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir
sehingga timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut jauh lebih kecil dari pada
lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan tingkat
seluler berupa kelainan nucleus dan mitokondria.2
Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi sangat
banyak dan antioksidan relative kurang ( misalnya : preeklamsia ) akan menjadi lebih
parah. Soothil dan kawan-kawan (1987) telah melakukan pemeriksaan gas darah pada
PJT yang parah dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemi dan
eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetris lebih parah jika dibandingkan dengan
simetris.2
37

Penyebab PJT simetrik adalah factor janin atau lingkungan uterus yang kronik
(diabetes, hipertensi ). Factor janin ialah kelainan genetic (aneuploidy), umumnya
trisomy 21, 13, dan 18. Secara keseluruhan PJT ternyata hanya sekitar 20 % saja yang
asimetrik pada penelitian terhadap 8722 di Amerika.2

Gambar 2. Persentil Berat Badan Janin sesuai dengan Usia Kehamilan

Hal ini sesuai dengan kepustakaan, dimana pertumbuhan janin terhambat


merupakan keadaan yang menunjukkan berat badan janin dibawah persentil 10 untuk
masa kehamilan atau <2 standar deviasi di bawah rata-rata masa kehamilan.5
Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, sebagai dasar penyebab dari
pertumbuhan janin terhambat adalah faktor ibu dengan penyakit hipertensi yang
dialami selama kehamilan yang menjadi risiko terjadinya preeklampsia berat yang
dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat oleh karena gangguan sirkulasi
dalam bentuk iskemia plasenta
Pada kasus ini, bayi pasien dikategorikan ke dalam pertumbuhan janin
terhambat asimetris. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana PJT tipe asimetris
terjadi pada kehamilan 24-40 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbesar sel (hipertrofi), misalnya pada hipertensi dalam kehamilan disertai
insufisiensi plasenta.6,7
38

Langkah pertama dalam menangani pertumbuhan janin terhambat adalah


mengenali pasien-pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin
kecil. Langkah kedua adalah membedakan janin pertumbuhan janin terhambat atau
malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan
metode adekuat untuk pengawasan janin dan melakukan persalinan di bawah kondisi
optimal.Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :6,8
a. Perbaiki nutrisi maternal
b. Banyak atau dengan cukup istirahat
c. Untuk meningkatkan kematangan paru, diberikan kortikosteroid
d. Pertimbangan terminasi kehamilan.

39

DAFTAR PUSTAKA
1. Myrtha R. Penatalaksanaan tekanan darah pada preeklampsia. Surakarta: FK
Universitas Sebelas Maret; 2015. p. 262-6.
2. Cuningham FG, et al. Hipertensi gestasional dan preeklampsia. Dalam: Yudha
EK, Subekti NB, editor. Obstetri William panduan ringkas. Edisi 21. Jakarta:
EGC; 2012. p. 393-403.
3. Gant NF, Cunningham FG. Gangguan hipertensi dalam kehamilan. Dalam:
Nugroho AW, Ayleen A, Chairunnisa, editor. Dasar-dasar ginekologi dan
obstetri. Jakarta: EGC; 2011. p. 505-7.
4. Academia.edu [internet]. Surabaya: Prosedur tetap pelaksanaan preeklampsia
berat/eklampsia.

[cited

2015

Oct

27].

Available

from:

https://www.academia.edu/10306925/
5. Sulistyowati S. Ekspresi human leukocyte antigen (HLA-G) dan heat-shock
protein-70 (Hsp-70) pada pertumbuhan janin terhambat. Surakarta: 2014. p.
22-6.
6. Cuningham FG, et al. Hambatan pertumbuhan janin. Dalam: Yudha EK,
Subekti NB, editor. Obstetri William panduan ringkas. Edisi 21. Jakarta: EGC;
2012. p. 486-93.
7. Effendi JS. Pemeriksaan ultrasonografi pada gangguan pertumbuhan janin.
Dalam: Pribadi A, Mose JC, Wirakusumah FF, editor. Ultrasonografi obstetri
dan ginekologi. Jakarta: Sagung Seto; 2011. p. 107-17.
8. Alpers A. Bayi baru lahir. Dalam: Rudolph AM, editor. Buku ajar pediatri
Rudolph volume 1. Jakarta: EGC; 2006. p. 23
9. Perbedaan Indeks Apoptosis Plasenta Antara Preeklamsi dan Kehamilan Normal
serta Hubungannya dengan Berat Badan Lahir dan Tekanan Darah Ibu
10. http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/1/1 di akses pada tanggal
3 Februari 2016
11. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22524188 The neurocognitive outcome of
IUGR children born to mothers with and without preeclampsia. Di akses pada
tanggal 03 februari 2016

40

12. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23237537

Differentiating

between

gestational and chronic hypertension; an explorative study. Di akses pada tanggal


03 februari 2016
13. http://bmcpregnancychildbirth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2393-510 Pregnancy-induced hypertension and infant growth at 28 and 42 days
postpartum di akses pada tanggal 03 februari 2016
14. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21717483
First

trimester

screening

for intra-uterine growth restriction and early-onset pre-eclampsia


15. Wikjosastro H, Ilmu Kandungan Edisi ke 2 Cetakan ke 4. YBB-SP. Jakarta. 2005.
16. JamesWD, 2009. IUGR.diakses dari situs www.freedownloadbooks.net/-IUGRpdf.
17. Dewhurst's Textbook of Obstetrics and Gynaecology, 7th ed. 2007 page 43 -48
Obstetrics and Gynecology An Illustrated Colour Text page 20 - 23

41

Anda mungkin juga menyukai