OLEH :
NAMA
NIM
: 08041381320003
KELOMPOK
: VIII
ASISTEN
: RIZKI WAHYUDI
LABORATORIUM ZOOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
spermatosit
primer
menjadi
spermatosit
sekunder
(dalam
spermatogenesis tidak akan terjadi. Akan tetapi, FSH tidak dapat bekerja sendiri
menyelesaikan spermatogenesis. Agar spermatogenesis berlangsung sempurna,
memerlukan testosteron yang dihasilkan oleh sel interstisial Leydig (Guyton, 1997).
Bila ada gangguan maka kualitas sperma akan berubah. Sperma hitung
kurang dari 20 juta/ml disebut dengan kelainan oligospermia, sedangkan untuk
sperma dengan nilai motilitas kurang dari 40% disebut dengan asthenospermia.
Kombinasi kadar FSH dan LH yang tinggi dan kadar testosterone yang rendah
menyebabkan adanya kegagalan testis. Kadar FSH yang tinggi dengan kadar LH
dan testosterone yang normal menyebabkan kegagalan sel germinal terisolasi,
fungsi sel Leydig yang normal dan terandrogenisasi normal tapi mengalami
azoospermia atau oligospermia (DeCherney, 1997).
Ekor dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian tengah, bagian utama, dan
bagian ujung. Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikron dengan diameter yang
makin keujung makin kecil. Panjang bagian tengah 5-7 mikron, tebal 1 mikron.
Bagian utama panjang 45 mikron, tebal 0,5 mikron dan bagian ujung panjang 4-5
mikron, tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak bisa dibedakan dengan mikroskop
cahaya tetapi harus dengan mikroskop elekton. Ekor dibedakan atas tiga bagian
yaitu bagian tengah, bagian utama, bagian yang pada organ ujung (Geneser, 1994).
Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflagelum. Sperma
dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut spermatogonia.
Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis
membentuk spermatogonia atau dapat berubah menjadi spermatosit. Meiosis dari
setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid ialah, spermatid. Spermatid ini
dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang
menjadi sperma. Kepala spermatozoa mengandung lapisan tipis sitoplasma, dan
sebuah inti berbentuk lonjong yang hampir mengisi seluruh bagian kepala itu. Inti
di selaputi oleh selabung perisai, di depan atau di belakang (Kimball, 1996).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
itu. Pembentukan sel gamet dibedakan menjadi dua macam, yaitu pembentukan sel
gamet (sel kelamin) jantan atau sperma disebut spermatogenesis, dan pembentukan
gamet betina atau ovum disebut oogenesis (Suwarno, 2004).
Leher
sperma
sebagai
tempat
persambungan
Persambungan itu berbentuk semacam sendi peluru pada rangka. Dalam leher pula
lah terdapat sentriol. Badan mengandung filament poros. Mitokondria dan sentriol
belakang berbentuk cincin. Jadi sentriol yang terdapat 2 buah pada setiap sel
umumnya, pada sperma letaknya terpisah dan berbeda bentuk. Ekor dibedakan atas
tiga bagian yaitu bagian tengah, bagian utama, bagian yang pada organ ujung. Ekor
memiliki teras disebut aksonema, yang terdiri dari sembilan doublet mikrotubul dan
dua singlet mikrotubulsentral. Ini sama dengan sitoskeleton yang dimiliki flagella.
Susunan sksonema sama dari pangkal ke ujung ekor. Perbedaannya dengan flagella
lain ialah ada sembilan berkas serat padat (Yatim, 1994).
Pembentukan sel sperma terjadi di dalam testis. Sperma atau spermatogonium
yang bersifat diploid. Selanjutnya, spermatogonium membelah secara mitosis
menghasilkan spermatozoid primer yang juga bersifat diploid. Selanjutnya,
spermatozoid primer membelah reduksi (meiosis) menghasilkan spermatozoid
sekunder yang haploid. Setelah itu spermatzoid sekunder membelah menghasilkan
spermatid, yaitu calon sperma yang belum mempunyai ekor. Sperma berkembang
menjadi spermatozoa yang telah dilengkapi ekor. Setiap spermatozoa terdiri atas
bagian ujung yang disebut dengan kepala. Pucuk kepala ini mengandung akrosom
yang berisi enzim hialuronidase dan proteinase yang berperan untuk menembus
lapisan pelindung sel telur (Slamet, 2007).
Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti
sel-sel epitel. Namun setelah spermatid memanjang menjadi sperma akan terlihat
bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor. Kepala sperma terdiri dari sel berinti tebal
dengan hanya sedikit sitoplasma. Pada bagian membrane permukaan di ujung
kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom yang berfungsi
menembus lapisan ovum. Spermatozoa yang normal harus memiliki kepala bulat
lonjong (oval), leher, dan ekor tunggal (Geneser, 1994).
Sperma dapat berbentuk lain dari biasanya, yang pada orang dapat
menyebabkan kemandulan (steril). Ada orang yang proses spermatogenesisnya
tidak lancar, sehingga dihasilkan sperma yang memiliki bentuk dan susunan yang
tak sempurna. Keabnormalan pada kepala ialah kepala besar, kepala kecil, kepala
kembar, tumpul. Keabnormalan pada ekor adalah pada bagian tenagah besar, pada
bagian tengah melekat sitoplasma sisa berupa kecil atau gembungan di kedua sisi,
ekor melilit, ekor kecil (Yatim, 1994).
Sperma mudah sekali terganggu oleh suasana lingkungan yang berubah.
Kekurangan vitamin E menyebabkan ia tak bertenaga melakukan pembuahan.
Terlalu rendah atau tinggi suhu medium pun akan merusak pertumbuhan dan
kemampuan membuahi. Pada mamalia skrotum memiliki suhu lebih rendah dari
suhu tubuh. Jika testis tetap berada dalam rongga tubuh (abdomen) pada umumnya
menyebabkan sperma rusak atau tidak dapat melakukan pembuahan. Suhu skrotum
1-8 oC lebih rendah dari suhu tubuh. Namun ada juga mamalia yang testisnya bukan
dalam skrotum khusus tapi dalam rongga terpisah dari rongga abdomen. Ini pun
telah menurunkan sedikit suhu testis di bandingkan suhu tubuh (Geneser, 1994).
Ketika masih dalam tubulus seminiferus sperma tak bergerak. Secara
berangsur dalam duktus epididimis mengalami pengaktifan. Ketika keluar dari
tubuh kecepatan sperma dalam medium cairan saluran kelamin betina sekitar 2,5
mm/menit. Karena itu disebut bersama vas deferens, duktus epididimis berfungsi
sebagai daerah pematangan fisiologis sperma. Dalam duktus ini sperma di simpan
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Sifat sperma menentukan juga kemandulan
seseorang pria. Kalau gerakan terlalu lambat, lamban atau gerakan itu tidak
menentukan arah, maka pembuahan sulit berlangsung. Ada batas waktu menunggu
bagi ovum untuk dapat dibuahi. Kalau terlambat sperma datang tak subur lagi
(Yatim, 1994).
Sperma adalah sel yang diproduksi oleh organ kelamin jantan dan bertugas
membawa informasi genetik jantan ke sel telur dalam tubuh betina. Spermatozoa
berbeda dari telur yang merupakan sel terbesar dalam tubuh organisme adalah
gamet jantan yang sangat kecil ukurannya dan mungkin terkecil. Spermatozoa
secara struktur telah teradaptasi untuk melaksanakan dua fungsi utamanya yaitu
menghantarkan satu set gen haploidnya ke telur dan mengaktifkan program
perkembangan dalam sel telur (Sistina, 2000).
BABA III
METODOLOGI PRAKTIKUM
ABSTRAK
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai
berikut:
a. Spermatozoa Mus musculus
Keterangan:
1. Akrosom
2. Kepala
3. Badan
4. Ekor
b. Spermatozoa Rana sp
Keterangan:
1. Akrosom
2. Kepala
3. Badan
4. Ekor
d. Spermatozoa Manusia
Keterangan:
1. Akrosom
2. Kepala
3. Badan
4. Ekor
4.2. Pembahasan
Sperma mudah sekali terganggu oleh suasana lingkungan yang berubah.
Menurut Geneser (1994), bahwa kekurangan viamin E menyebabkan ia tak
bertenaga melakukan penbuahan. Terlalu rendah atau tinggi suhu medium pun akan
merusak pertumbuhan dan kemampuan membuahi. Pada mamalia skrotum
memiliki suhu lebih rendah dari suhu tubuh. Jika testis tetap berada dalam rongga
tubuh (abdomen) pada umumnya menyebabkan sperma rusak atau tidak dapat
melakukan pembuahan. Suhu skrotum 1-80 C lebih rendah dari suhu tubuh. Namun
ada juga mamalia yang testisnya bukan dalam skrotum khusus tapi dalam rongga
terpisah dari rongga abdomen. Ini pun telah menurunkan sedikit suhu testis di
bandingkan suhu tubuh.
Morfologi spermatozoa terdiri dari kepala, badan, dan ekor. Dan pada bagian
ujung kepala terdapat akrosom yang berfungsi sebagai alat penembus sel ovum.
Menurut Kimball (1996), bahwa sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti
yang berflagelum. Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut
spermatogonia. Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara
mitosis membentuk spermatogonia atau dapat berubah menjadi spermatosit.
Meiosis dari setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid ialah, spermatid.
Spermatid ini dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan
berkembang menjadi sperma. Kepala spermatozoa mengandung lapisan tipis
sitoplasma, dan sebuah inti berbentuk lonjong yang hampir mengisi seluruh kepala.
Keabnormalan spermatozoa banyak macamnya dan penyababnya pun
beragam, bisa dari pola makan yang kurang sehat dan juga faktor lingkungan yang
tidak sehat. Menurut Yatim (1994), bahwa sperma dapat berbentuk lain dari
biasanya, yang pada orang dapat menyebabkan kemandulan (steril). Ada orang
yang proses spermatogenesisnya tidak lancar, sehingga dihasilkan sperma yang
memiliki bentuk dan susunan yang tak sempurna. Keabnormalan pada kepala ialah
kepala besar, kepala kecil, kepala kembar, tumpul. Keabnormalan pada ekor adalah
pada bagian tengah besar, pada bagian tengah melekat sitoplasma sisa, berupa
kecil atau gembungan di kedua sisi, ekor melilit, ekor kecil.
Perbedaan sperma normal dan abnormal salah satu cirinya terdapat perbedaan
ukuran kepala sperma. Menurut Salisbury (1985), bahwa spermatozoa yang normal
memiliki kepala, leher, dan ekor. Bagian depan dinding kepala yang mengandung
DNA dan akrosom. Tempat sambungan dasar akrosom dan kepala disebut cincin
nucleus yang menjadi leher sperma (berisi banyak mitokondria). Ekor sperma
berupa cambuk yang berfungsi untuk membantu pergerakan sperma. Spermatozoa
abnormal merupakan spermatozoa yang memiliki bentuk berbeda dari sperma
normal. Sperma ini terdapat pada individu fertil maupun infertil. Bentuk abnormal
terjadi karena berbagai gangguan dalam spermatogenesis.
Sebenarnya banyak faktor yang dapat mempengaruhi keabnormalan sel
sperma, terutama gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan hal tersebut.
Menurut Guyton (1997), bahwa kelainan spermatozoa juga dapat disebabkan
kelainan hormonal. Pada perubahan spermatosit primer menjadi spermatosit
abnormal
terjadi
karena
berbagai
gangguan
dalam
5. Keabnormalan pada ekor seperti pada bagian tengah besar, pada bagian tengah
melekat sitoplasma sisa, dan ekor kecil.
DAFTAR PUSTAKA
DeCherney, A.H., dkk. 1997. Seri Skema Diagnositis dan Penata Pelaksanaan
Infertilitas. Jakarta: Binarupa Aksara.
Geneser, F. 1994. Histologi dan Biologi Sel. Jakarta: Binarupa Aksara.
Guyton, A.C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hafez. 2000. Perkembangan Hewan. Bandung: Armico.
Kimball. 1996. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Salisbury. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Yogyakarta:
Gadjah Mada Univercity.
Sistina, Yulia. 2000. Biologi Reproduksi. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed.
Slamet. 2007. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Suwarno. 2004. Zoologi Umum Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Yatim, Wildam. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Tarsito.