Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengertian
Mengingat peran strategis BUMN, maka diperlukan penciptaan iklim yang sehat dan
kondusif bagi keberadaan BUMN guna kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat pasal 33 UUD
1945. Upaya penciptaan iklim tersebut dapat dilakukan penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan, dengan maksud dan tujuan sebagai berikut.
1. Meningkatkan efisiensi, transparansi, dan profesionalisme guna menyehatkan BUMN
2. Meningkatkan kinerja dan nilai BUMN
3. Memberikan manfaat yang optimal kepada Negara berupa dividend an pajak
4. Menghasilkan produk dan layanan degan kualitas dan harga yang kompetitif kepada
konsumen
Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara,
penggabungan diartikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu BUMN atau lebih
untuk meggabungkan diri dengan BUMN lain yang telah ada dan selanjutnya BUMN yang
menggabungkan diri menjadi bubar. Sedangkan Peleburan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu
BUMN baru dan masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar. Serta
Pengambilalihan diartikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan BUMN untuk mengambil
alih baik sebagian besar maupun seluruh saham BUMN atau perseroan terbatas yang dapat
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap BUMN atau perseroan terbatas tersebut.
B. Syarat-syarat
Perbuatan hukum yang dilakukan BUMN yang berupa penggabungan dan peleburan harus
memenuhi syarat sebagaimana yang disebutkan dalam PP Nomor 43 tahun 2005. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi adalah :
1. Penggabungan dan peleburan dapat dilakukan tanpa mengadakan likuidasi terlebih
dahulu
2. Ditetapkan dengan peraturan pemerintah, namun peraturan pemerintah tidak mengatur
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan antara BUMN dengan perusahaan selain
BUMN. Namun jika hal itu terjadi dan menyebabkan perubahan jumlah dan serta
penyertaan modal Negara, maka harus ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
3. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut.
a. Penggabungan dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya atau Persero dengan
Persero lainnya, hal ini berarti bahwa jika penggabungan dilakukan antara Perum dan
Persero maka salah satu badan hukum BUMN harus diubah bentuknya terlebih
dahulu agar bentuknya menjadi sama;
b. Peleburan dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya atau Persero dengan Persero
lainnya, hal ini berarti bahwa jika peleburan dilakukan antara Perum dan Persero
maka salah satu badan hukum BUMN harus diubah bentuknya terlebih dahulu agar
bentuknya menjadi sama;
c. Pengambilalihan dilakukan Perum terhadap Persero, Perum terhadap Perseroan
Terbatas, Persero terhadap Persero lainnya, atau Persero terhadap perseroan terbatas,

dalam hal ini pengambilalihan yang dilakukan oleh Perum atau Persero terhadap
Perum, maka Perum yang diambil alih harus diubah dahulu bentuk badan hukumnya
menjadi Persero mengacu pada UU Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara bahwa hanya negara yang boleh memiliki Perum. Sehingga setelah perum
diubah, mekanisme pengambilalihannya sesuai degan pengambilalihan Persero.
4. Ketentuan yang disebutkan dalam poin tiga hanya dapat dilakukan dengan persetujuan
RUPS untuk Persero dan Menteri untuk Perum.
5. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN harus memperhatikan
kepentingan Persero dan/atau Perum yang bersangkutan, pemegang saham minoritas dan
karyawan, memperhatikan asas persaingan usaha yang sehat dan asas kepentingan
masyarakat, serta kepentingan kreditor sesuai degan prinsip-prinsip hukum perjanjian.
Asas
persaingan
usaha
yang
sehat
dimaksudkan
agar
menghindari
terjadinya/kemungkinan terjadinya monopoli, oligopoli, atau monopsoni dalam berbagai
bentuk yang merugikan masyarakat.
6. Bagi Persero berlaku ketentuan dan prinsip-prinsip sesuai UU Nomor 1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya.
C. Tata Cara
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan BUMN diusulkan oleh Menteri kepada
Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Keuangan.
Petimbangan yang disampaikan oleh Menteri kepada Presiden, antara lain meliputi penjelasan
mengenai penyelesaian keberatan kreditor terhadap rencana Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan BUMN, apabila ada. Pengkajian terhadap rencana Penggabungan, Peleburan,
dan Pegambilalihan BUMN dapat megikusertakan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau
pimpinan instansi lain yang dipandang perlu, dan/atau menggunakan konsultan independen.
Pengkajian bersama dengan Menteri Keuangan dilakukan mengingat tindakan-tindakan
tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal negara. Sedangkan
keterlibatan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain sehubungan
dengan kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN, kewajiban pelayanan umum (public
service obligation), dan karena peraturan perundang-undangan.
Inisiatif yang berasal dari Menteri Teknis disampaikan kepada Menteri untuk selanjutnya
dilakukan pengkajian di bawah koordinasi Menteri. Dalam hal usulan rencana Penggabungan,
Peleburan, dan Pengambilalihan BUMN dilakukan atas inisiatif Menteri Teknis, maka Menteri
mengikutsertakan Menteri Teknis yang bersangkutan dalam pengkajian. Penggabungan,
peleburan, dan pengambialihan BUMN dilaksanakan oleh Menteri setelah diterbitkannya
peraturan pemerintah mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambillalihan. Ketentuan tata
cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero serta Pengambilalihan Persero atau
Perseroan Terbatas oleh Persero berdasarkan pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2005 adalah sebagai berikut.
1. Tata cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.

2. Tata cara Pengambilalihan Persero atau Perseroan Terbatas oleh Persero dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dibidang perseroan terbatas.
C.1. Tata Cara Penggabungan Perum dengan Perum
Dalam hal Perum yang akan melakukan Penggabungan memiliki anak perusahaan,
Rancangan Penggabungan memuat pula neraca konsolidasi Perum tersebut serta neraca proforma
dari Perum hasil Penggabungan. Selain itu, Rancangan Penggabungan harus memuat penegasan
dari Perum yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan
kewajiban dari Perum yang akan menggabungkan diri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2005, berikut tata cara Penggabungan Perum dengan Perum.
I. Rancangan Penggabungan
1. Direksi Perum yang akan melakukan Penggabungan menyusun Rancangan
Penggabungan.
2. Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat:
a) Nama dan tempat kedudukan Perum yang akan melakukan Penggabungan;
b) Alasan serta penjelasan Direksi Perum yang akan melakukan Penggabungan dan
persyaratan Penggabungan;
c) Rancangan perubahan anggaran dasar Perum hasil Penggabungan;
d) Neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir Perum yang
akan melakukan Penggabungan; dan
e) Hal-hal yang perlu diketahui oleh Menteri, antara lain:
1) necara proforma (Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998) Perum hasil
Penggabungan sesuai dengan standar akuntansi keuangan, serta perkiraan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian serta masa
depan Perum yang dapat diperoleh dari Penggabungan berdasarkan hasil penilaian
ahli yang independen;
2) cara penyelesaian status karyawan yang akan menggabungkan diri;
3) cara penyelesaian hak dan kewajiban Perum terhadap pihak ketiga;
4) susunan, gaji dan tunjangan lain bagi Direksi dan Dewan Pengawas hasil
Penggabungan;
5) perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan; laporan mengenai keadaan
dan jalannya Perum serta hasil ayang telah dicapai;
6) kegiatan utama Perum serta perubahannya selama tahun buku yang sedang
berjalan;
7) rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang
mempengaruhi kegiatan Perum;
8) nama anggota Direksi dan anggota Dewan Pengawas Perum; dan
9) gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Pengawas.
3. Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud ditandatangani oleh Direksi dan
Dewan Pengawas Perum yang akan melakukan penggabungan. Penandatanganan ini
dilakukan oleh seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan Pengawas dengan
memerhatikan korum rapat. Jika ada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Pengawas
yang tidak menandatangani Rancangan Penggabungan, maka harus disebutkan alasannya
dalam Rancangan Penggabungan tersebut.

II. Pengumuman
1. Ringkasan atas Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud wajib diumumkan oleh
Direksi Perum yang akan melakukan penggabungan paling sedikit dalam 1 (satu) surat
kabar dan diumumkan secara tertulis kepada karyawan Perum yang akan melakukan
Penggabungan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Rancangan Penggabungan
ditandatangani. Surat kabar yang dimaksud adalah surat abar harian berbahasa Indonesia
yang mempunyai peredaran nasional, dan hari dalam hal ini adalah hari kerja.
2. Pengumuman tersebut memuat pula pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan
dapat memperoleh Rancangan Penggabungan di kantor pusat Perum terhitung sejak
tanggal pengumuman. Dalam pengumuman dicantumkan pula hak kreditor untuk
menyampaikan keberatan sesuai pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005,
yaitu :
a. Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Direksi Perum yang akan melakukan
penggabungan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman
b. Apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan, maka
kreditor dianggap menyetujui Penggabungan.
c. Keberatan kreditor disampaikan oleh Direksi kepada Menteri guna mendapat
penyelesaian. Penyelesaian ini tidak hanya berarti pembayaran kembali piutang
seketika, tetapi juga berupa kesepakatan tentang penyelesaian keberatan kreditor.
III.
Persetujuan
1. Rancangan Penggabungan wajib disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan
persetujuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman.
2. Persetujuan Menteri terhadap Rancangan Penggabungan diberikan apabila Rancangan
Penggabungan telah sesuai dengan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 dan tidak ada keberatan dari kreditor atau
keberatan kreditor telah diselesaikan.
3. Persetujuan Menteri dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan
Penggabungan diterima oleh Menteri.
4. Dalam hal Menteri menyetujui Rancangan , maka Menteri mengusulkan rancangan
peraturan pemerintah mengenai Penggabungan Perum kepada Presiden paling lambat 14
(empat belas) hari terhtiung sejak tanggal persetujuan Rancangan Penggabungan oleh
Menteri.
5. Dalam hal Penggabungan Perum mengakibatkan perubahan anggaran dasar, rancangan
peraturan pemerintah memuat pula anggaran dasar Perum yang menerima Penggabungan.
IV. Masa Berlakunya
1. Penggabungan mulai berlaku sejak tanggal berlakunya peraturan pemerintah mengenai
Penggabungan Perum.
2. Terhitung sejak berlakunya Penggabungan Perum maka segala kekayaan, hak dan
kewajiban Perum yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perum yang
menerima Penggabungan.
3. Direksi Perum yang meminta Penggabungan wajib mendaftarkan Penggabungan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang wajib daftar perusahaan. Daftar

perusahaan ini sebagaimana yang dimaksud dalam UU Nomor 3 Tahun 1982 tentag
Wajib Daftar Perusahaan.
4. Perum yang menggabungkan diri bubar terhitung sejak berlakunya Penggabungan.
5. Sejak tanggal persetujuan Rancangan Penggabungan oleh Menteri, Direksi Perum yang
menggabungkan diri dilarang melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan dalam
rangka pelaksanaan Penggabungan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari perbuatanperbuatan hukum Direksi yang menggabungkan diri yang secara substansial mengubah
Rancangan Penggabungan yang telah disetujui oleh Menteri dan diketahui oleh kreditor.
Namun, perbuatan-perbuatan hukum yang sifatnya rutin dan penting bagi kelangsungan
kegiatan operasional Perum yang menggabungkan diri, dan pelayanan public tetap dapat
dilaksanakan sepanjang diatur dalam Rancangan Penggabungan.
6. Pelanggaran terhadap ketentuan mulai berlakunnya penggabungan merupakan tanggung
jawab Direksi Perum yang bersangkutan.
C.2. Tata Cara Peleburan Perum dengan Perum
Ketentuan tata cara penggabungan perum dengan perum juga berlaku pula perbuatan hukum
peleburan perum dengan perum. Namun, Rancangan Penggabungan yang harus memuat
penegasan dari Perum yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan
segala hak dan kewajiban dari Perum yang akan menggabungkan diri tidak dilakukan pada
peleburan perum dengan perum. Tetapi, Rancangan Peleburan perum dengan perum harus
memuat penegasan bahwa segala kekayaan, hak dan kewajiban Perum yang akan meleburkan
diri dialihkan menjadi hak dan kewajiban Perum hasil Peleburan. Selain itu, dalam hal Menteri
menyetujui rancangan Peleburan, maka Menteri mengusulkan rancangan peraturan pemerintah
mengenai Peleburan Perum kepada Presiden paling lambart 14 (empat belas) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan rancangan Peleburan oleh Menteri. Rancangan peraturan pemerintah tersebut
sekurang-kurangnya memuat :
1) Pernyataan Peleburan Perum dan pendirian Perum hasil Peleburan;
2) Maksud dan tujuan Perum hasil Peleburan;
3) Besarnya modal Perum hasil Peleburan; dan
4) Anggaran dasar Perum hasil Peleburan.
Direksi Perum hasil Peleburan juga wajib mendaftarkan Peleburan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang wajib daftar perusahaan.
C.3. Tata Cara Pengambilalihan Persero atau Perseroan Terbatas oleh Perum
Tata cara Pengambilalihan Persero atau Perseroan Terbatas oleh Perum dilakukan sesuai
dengan tata cara Pengambilalihan perseroan terbatas yang diatur dalam peraturan perundangundangan di bidang perseroan terbatas. Berikut ketentuan pengambilalihan perseroan berdasar
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
1. Pengambilalihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
2. Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan melalui
pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
3. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka berlaku ketentuan sebagai
berikut :

a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang


disusun oleh Direksi perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil
alih, yang memuat sekurang-kurangnya nama perseroan yang mengambil alih dan
yang diambil alih dan alasan serta penjelasan Direksi masing-masing perseroan
mengenai persyaratan, serta atas cara pengambilalihan saham perseroan yang diambil
alih.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan Persetujuan RUPS masing-masing atas
Rancangan Pengambilalihan yang diajukan oleh Direksi masing-masing perseroan.
4. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum yang bukan perseroan, maka
berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang
disusun oleh Direksi perseroan yang akan diambil alih dan Badan Pengurus badan
hukum yang bukan perseroan yang akan mengambil alih yang memuat sekurangkurangnya nama perseroan yang akan diambil alih dan nama hukum yang bukan
perseroan yang akan mengambil alih dan alasan serta penjelasan Direksi perseroan
yang akan diambil alih dan bahan hukum yang bukan perseroan yang akan
mengambil alih mengenai persyaratan, serta tata cara pengambilalihan saham
perseroan yang diambil alih.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang diambil alih
dan persetujuan Anggota atau Badan Pengurus dari badan hukum yang bukan
perseroan yang mengambil alih.

Anda mungkin juga menyukai