1.1 Definisi
Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada traktur
reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur penunjang pelvis PID
merupakan sebuah spektrum infeksi pada traktus genitalia wanita yang termasuk di dalamnya
endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses, dan peritonitis.1,2
Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular
Seksual (PMS). PID biasanya disebabkan oleh kolonisasi mikroorganisme di endoserviks
yang bergerak ke atas menuju endometrium dan tuba fallopi. Inflamasi dapat timbul kapan
saja dan pada titik manapun di traktus genitalia.3
1.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko
Epidemiologi
PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID terjadi di
Amerika Serikat dalam setahun dan total biaya yang dikeluarkan melebihi 7 juta dollar per
tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan rawatan inap. PID menyebabkan 0,29
kematian per 1000 wanita usia 15-44 tahun. Diperkirakan 100000 wanita menjadi infertil
diakibatkan oleh PID.2
Peningkatan resiko PID ditemukan apad etnik berkulit putih dan pada golongan
ekonomik rendah. PID sering muncul pada usia 15-19 tahun dan pada wanita yang
pertamakali berhubungan seksual.4
WHO mengalami kesulitan dalam menentukan prevalensi PID akibat dari beberapa
hal termasuk kurangnya pengenalan penyakit oleh pasien, kesulitan akses untuk merawat
pasien, metode subjektif yang digunakan untuk mendiagnosa, dan kurangnya fasilitas
diagnosti pada banyak negara berkembang, dan sistem kesehatan masyarakat yang sangat
luas.1
Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, namun yang utama adalah aktivitas
seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan aktivitas seksual
berjumlah sekitar 85%, sedangkan 15% disebabkan karena luka pada mukosa misalnya akbiat
AKDR atau kuretase.5
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita dengan
lebih dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki peningkatan resiko sebesar 3 kali lipat.5
Usia muda juga merupakan salah satu faktor resiko yang disebabkan oleh kurangnya
kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh kurangnya imunitas.5
Factor resiko lainnya yaitu pemasangan kontrasepsi, etnik, status postmarital dimana
resiko meningkat 3 kali dibanding yang tidak menikah, infeksi bakterial vaginosis, dan
merokok.4 Peningkatan resiko PID ditemukan pada etnik berkulit putih dan pada golongan
sosioekonomik rendah. PID sering muncul pada usia 15-19 tahun dan pada wanita yang
pertama kali berhubungan seksual.1
Pasien yang digolongkan memiliki resiko tinggi untuk PID adalah wanita berusia
dibawah 25 tahun, menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multipel, tidak menggunakan
kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevalensi penyakit menular seksual. PID juga
sering timbul pada wanita yang pertama kali berhubungan seksual. Pemakaian AKDR
meningkatkan resiko PID 2-3 kali lipat pada 4 bulan pertama setelah pemakaian, namun
kemudian resiko kembali menurun. Wanita yang tidak berhubungan seksual secara aktif dan
telah menjalani sterilisasi tuba, memiliki resiko yang sangat rendah untuk PID.1
1.3 Etiologi
PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit menular seksual
seperti N. Gonorrhea dan C. Trachomatis. Mikroorganisme endogen yang ditemukan di
vagina juga sering ditemukan pada traktus genitalia wanita dengan PID. Mikroorganisme
tersebut termasuk bakteri anaerob seperti prevotella dan peptostreptokokus seperti G.
vaginalis. Bakteri tersebut bersama dengan flora vagina menyebar secara asenden dan secara
enzimatis merusak barier mukosa serviks.3
N. gonorrhea dan C. Trachomatis telah diduga menjadi agen etiologi utama PID, baik
secara tunggal maupun kombinasi.2 C. trachomatis adalah bakteri intraseluler patogen. Secara
klinis, infeksi akibat parasit intraseluler obligat ini bermanifestasi dengan servisitis
mukopurulen.1
Bakteri fakultatif anaerob dan flora endogen vagina dan perineum juga diduga
menjadi agen etiologi potensial untuk PID. Yang termasuk diantaranya adalah Gardnerella
vaginalis, Streptokokus agalactiae, Peptostreptokokus, Bakteroides, dan mycoplasma genital,
serta ureaplasma genital. Patogen nongenital lain yang dapat menyebabkan PID yaitu
haemophilus influenza dan Haemophilus parainfluenza.2
Actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan AKDR. Pada
negara yang kurang berkembang, PID mungkin disebabkan juga oleh salpingitis
granulomatosa yang disebabkan Mycobakterium tuberkulosis dan Schistosoma.2
1.4 Patofisiologi
PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus genital
atas dari vagina dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas penyebaran
tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis dan pembukaan serviks selama
menstruasi mungkin berpengaruh.2
Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap. Tahap pertama melibatkan akuisisi dari
vagina atau infeksi servikal. Penyakit menular seksual yang menyebabkannya mungkin
asimptomatik. Tahap kedua timbul oleh penyebaran asenden langsung mikroorganisme dari
vagina dan serviks. Mukosa serviks menyediakan barier fungsional melawan penyebaran ke
atas, namun efek dari barier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal
yang timbul selama ovulasi dan mestruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat timbul
akibat terapi antibiotik dan penyakit menular seksual yang dapat mengganggu keseimbangan
flora endogen, menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh secara berlebihan dan
bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi dangan aliran menstrual yang
retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden dari mikrooragnisme. Hubungan seksual
juga dapat menyebabkan infeksi asenden akibat dari kontraksi uterus mekanis yang ritmik.
Bakteri dapat terbawa bersama sperma menuju uterus dan tuba.1
Faktor resiko meningkat pada wanita dengan pasangan seksual multipel, punya
riwayat penyakit menular seksual sebelumnya, pernah PID, riwayat pelecehan seksual,
berhubungan seksual usia muda, dan mengalami tindakan pembedahan. 1,2 Usia muda
mengalami peningkatan resiko akibat dari peningkatan permeabilitas mucosal serviks, zona
servical ektopi yang lebih besar, proteksi antibody chlamidya yang masih rendah, dan
peningkatan perilaku beresiko.1 Prosedur pembedahan dapat menghancurkan barier servikal,
sehingga menjadi predisposisi terjadi infeksi.1
akut. Nyeri dapat menjalar ke kaki. Dapat timbul sekresi vagina. Gejala tambahan berupa
mual, muntah, dan nyeri kepala.4
Temuan laboratorium yaitu normal leukosit atau leukositosis.4 Penatalaksanaan adalah
dengan antimicrobial terapi. Pasien harus dihospitalisasi, tirah baring, dan diberi pengobatan
empirik.4 Prognosis bergantung pada terapi antimicrobial spectrum luas dan istirahat yang
total. Komplikasi berupa hidrosalping, pyosalping, abses tubaovarian, dan infertilitas.4
Gambar 2: iolin-string
Fitz-Hugh-Curtis
"perlengketan sindrom
kronis.1
muncul
salpingitis,
namun lebih
atau
setelah
keadaan
ditemukan
minggu setelah menstruasi dengan nyeri pelvis dan abdomen, mual, muntah, demam, dan
takikardi. Seluruh abdomen tegang dan nyeri. Leukosit dapat rendah, normal, atau sangat
meningkat.4
Diagnosa diferensial yaitu kista ovarium, neoplasma ovarium, kehamilan ektopik, dan
periapendiceal abses. Penatalaksanaan awal dengan antibiotik. Jika massa tidak mengecil
setelah 2-3 minggu terapi antibiotic, merupakan indikasi pembedahan.4
1.6 Diagnosis
Secara tradisional, diagnosa PID didasarkan pada trias tanda dan gejala yaitu, nyeri
pelvik, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan adanya demam. Namun, saat
ini telah terdapat beberapa variasi gejala dan tanda yang membuat diagnosis PID lebih sulit. 3
beberapa wanita yang mengidap PID bahkan tidak bergejala.3
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit lebih dari 100.000 pada 50%
kasus.2 Hitung leukosit mungkin normal, meningkat, atau menurun, dan tidak dapat
digunakan untuk menyingkirkan PID.4
Pemeriksaan Radiologi
MRI jarang mengindikasikan PID. Namun jika digunakan akan terlihat penebalan,
tuba yang berisi cairan dengan atau tanpa cairan pelvis bebas atau kompleks
tubaovarian.1,2
Prosedur Lain
Laparoskopi adalah standar baku untuk diagnosis defenitif PID. Mengevaluasi cairan
di dalam abdomen dilakukan untuk menginterpretasi kerusakan. Pus menunjukkan adanya
abses tubaovarian, rupture apendiks, atau abses uterin. Darah ditemukan pada ruptur
kehamilan ektopik, kista korpus luteum, mestruasi retrograde, dll.4
Criteria minimum pada laparoskopi untuk mendiagnosa PID adalah edema dinding
tuba, hyperemia permukaan tuba, dan adanya eksudat pada permukaan tuba dan fimbriae.
Massa pelvis akibat abses tubaovarian atau kehamilan ektopik dapat terlihat.1
Endometrial biopsi dapat dilakukan untuk mendiagnosa endometritis secara
histopatologis.1
tumor adnexa
appendicitis
servisitis
kista ovarium
torsio ovarium
aborsi spontan
kehamilan ektopik
endometriosis
1.8 Pencegahan
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1,2
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan mecegah terjadi infeksi yang disebabkan oleh
kuman penyebab penyakit menular seksual, terutama chlamidya. Peningkatan edukasi
masyarakat, penapisan rutin, diagnosis dini, serta penanganan yang tepat terhadap
infeksi chlamidya berpengaruh besar dalam menurunkan angka PID. Edukasi
hendaknya focus pada metode pencegahan penyakit menular seksual, termasuk setia
terhadap satub pasangan, menghindari aktivitas seksual yang tidak aman, dan
menggunakan pengaman secara rutin.
2. Adanya program penapisan penyakit menular seksual dapat mencegah terjadinya PID
pada wanita. Mengadakan penapisan terhadap pria perlu dilakukan untuk mencegah
penularan kepada wanita.
3. Pasien yang telah didiagnosa dengan PID atau penyakit menular seksual harus
diterapi hingga tuntas, dan terapi juga dilakukan terhadap pasangannya untuk
mencegah penularan kembali.
4. Wanita usia remaja harus menghindari aktivitas seksual hingga usia 16 tahun atau
lebih.
5. Kontrasepsi oral dikatakan dapat mengurangi resiko PID.
6. Semua wanita berusia 25 tahun ke atas harus dilakukan penapisan terhadap chlamidya
tanpa memandang faktor resiko.
1.9 Penatalaksanaan1
CDC memperbaharui panduan untuk diagnosis dan manajemen PID. Panduan CDC
terbaru membagi criteria diagnostic menjadi 3 grup :
1. Grup 1 : minimum kriteria dimana terapi empiris diindikasikan bila tidak ada
etiologi yang dapat dijelaskan. Kriterianya yaitu adanya nyeri tekan uterin atau
adnexa dan nyeri saat pergerakan serviks.
2. Grup 2 : kriteria tambahan mengembangkan spesifisitas diagnostic termasuk
kriteria berikut : suhu oral >38,3C, adanya secret mukopurulen dari servical
atau vaginal, peningkatan erythrocyte sedimentation rate, peningkatan creactif protein, adanya bukti laboratorium infeksi servikalis oleh N. gonorhea
atau C. trachomatis.
3. Grup 3 : kriteria spesifik untuk PID didasarkan pada prosedur yang tepat untuk
beberapa pasien yaitu konfirmasi laparoskopik, ultrasonografi transvaginal
yang memperlihatkan penebalan, tuba yang terisi cairan dengan atau tanpa
cairan bebas pada pelvis, atau kompleks tuba-ovarian, dan endometrial biopsy
yang memperlihatkan endometritis.
Terapi dimulai dengan terapi antibiotik empiris spectrum luas. Jika terdapat AKDR, harus
segera dilepas setelah pemberian antibiotic empiris pertama. Terapi terbagi menjadi 2 yaitu
terapi untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.
Terapi pasien rawatan inap
Regimen A : berikan cefoxitin 2 gram iv atau cefotetan 2 gr iv per 12 jam ditambah doxisiklin
100 mg per oral atau iv per 12 jam. Lanjutkan regimen ini selama 24 jam setelah pasien
pasien membaik secara klinis, lalu mulai doxisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari selama 14
hari. Jika terdapat abses tubaovarian, gunakan metronoidazole atau klindamisin untuk
menutupi bakteri anaerob.
Regimen B : berikan clindamisin 900 mg iv per 8 jam tambah gentamisin 2 mg/kg BB dosis
awal iv diikuti dengan dosis lanjutan 1,5 mg/kg BB per 8 jam. Terapi iv dihentikan 24 jam
setelah pasien membaik secara klinis, dan terapi per oral 100 mg doxisiklin dilanjutkan
hingga 14 hari.
Terapi pasien rawatan jalan
Regimen A : berikan ceftriaxone 250 mg im dosis tunggal tambah doxisiklin 100 mg oral 2
kali sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa metronidazole 500 mg 2 kali sehari selama 14
hari.
Regimen B : berikan cefoxitin 2 gr im dosis tunggal dan proibenecid 1 gr per oral dosis
tunggal atau dosis tunggal cephalosporin generasi ketiga tambah dozisiklin 100 mg oral 2 kali
sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari selama 14
hari.
Pasien dengan terapi intravena dapat digantika dengan terapi per oral setelah 24 jam
perbaikan klinis. Dan dilanjutkan hingga total 14 hari. Penanganan juga termasuk
penanganan simptomatik seperti antiemetic, analgesia, antipiretik, dan terapi cairan.
Terapi Pembedahan
Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus dievaluasi
ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi pembedahan. Laparotomi digunakan
untuk kegawatdaruratan sepeti rupture abses, abses yang tidak respon terhadap pengobatan,
drainase laparoskopi. Penanganan dapat pula berupa salpingoooforektomi, histerektomi, dan
bilateral salpingooforektomi. Idealnya, pembedahan dilakukan bila infeksi dan inflamasi
telah membaik.
1.10 Prognosis
Prognosis pada umunya baik jika didiagnosa dan diterapi segera. 2 Terapi dengan
antibiotik memiliki angka kesuksesan sebesar 33-75%. Terapi pembedahan lebih lanjut
dibutuhkan pada 15-20% kasus. Nyeri pelvis kronik timbul oada 25% pasien dengan riwayat
PID. Nyeri ini disangka berhubungan dengan perubahan siklus menstrual, tapi dapat juga
sebagai akibat perlengketan atau hidrosalping. Gangguan fertilitas adalah masalah terbesar
pada wanita dengan riwayat PID. Rerata infertilitas meningkat seiring dengan peningkatan
frekuensi infeksi. Resiko kehamilan ektopik meningkat pada wanita dengan riwayat PID
sebagai akibat kerusakan langsung tuba fallopi.1
1.11 Komplikasi
Abses tuba ovarian adalah komplikasi tersering dari PID akut, dan timbul pada sekitar
15-30% wanita yang dirawat inap di RS. Sekuele yang berkepanjangan, termasuk nyeri pelvis
kronik, kehamilan ektopik, infertilitas, dan kegagalan implantasi dapat timbul pada 25%
pasien. Lebih dari 100000 wanita diperkirakan akan mengalami infertilitas akibat PID.1,2
Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan dapat menyebabkan sekuele seperti
infertilitas. Mortalitas langsung muncul pada 0,29 pasien per 100000 kasus pada wanita usia
15-44 tahun. Penyebab kematian yang utama adalah rupturnya abses tuba-ovarian. 1
Kehamilan ektopik 6 kali lebih sering terjadi pada wanita dengan PID.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Shepherd, Suzanne M. Pelvic Inflammatory Disease. 2010. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/256448-print
2. Reyes,
Iris.
Pelvic
Inflammatory
Disease.
2010.
Diunduh
dari