II Tinjauan Pustaka Patric
II Tinjauan Pustaka Patric
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Mangrove
Istilah mangrove tidak diketahui secara pasti asal usulnya.Ada yang
mengatakan
bahwa
istilah
tersebut
kemungkinan
merupakankombinasidaribahasaPortugisdanInggris.BangsaPortugismenyebutsalahsat
ujenispohon
mangrove
sebagai
mangue
danistilahInggris
grove,
yang
menyebutkanjenistanamaninidengan
mangin.Mangrove
mangi-mangi
adalahtanamanpepohonanataukomunitastanaman
atau
yang
di
tempatpertemuanantarasungaidan
air
laut
yang
(2003),
sebenarnyamempunyaiarti
berbagaipengertian
mangrove
yang
yaituformasihutankhasdaerahtropikadansedikitsubtropika,
pantairendahdantenang,
berlumpur,
sama,
terdapat
di
sedikitberpasir,
mangrove
merupakankomunitasvegetasipantaitropis,
didominasiolehbeberapaspesiespohon
mangrove
yang
yang
mamputumbuhdanberkembangpadadaerahpasang-surutpantaiberlumpur
(Bengsen,
2001).SelanjutnyaArief
mangrove
(2003)
mengatakan,
hutan
2.2.
KarakteristikdanStrukturHutan Mangrove
Karakteristikhutan mangrove dapatdilihatdariberbagaiaspeksepertifloristik,
iklim,
temperature,
salinitas,
hidrologidandrainase.Secaraumum,
karakteristik
curahhujan,
habitat
geomorfologi,
hutan
mangrove
digambarkansebagaiberikut :
1. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung atau berpasir;
2. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya
tergenang pada pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi
vegetasi hutan mangrove;
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
4. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air
bersalinitas payau hingga asin (Bengen, 2000).
Komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove beragam, tergantung kondisi
geofisik, geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim, tanah dan kondisi
lingkungan lainnya (Setyawan, 2002). Tomlinson (1986) dalam Setyawan (2002)
mengklasifikasikan vegetasi mangrove menjadi : mangrove mayor, mangrove minor
dan tumbuhan asosiasi. Tumbuhan mangrove mayor (true mangrove) sepenuhnya
berhabitat di kawasan pasang surut, dapat membentuk tegakan murni, beradaptasi
terhadap salinitas melalui pneumatofora, embryo vivipar, serta mekanisme filtrasi dan
ekskresi garam, secara taksonomi berbeda dengan tumbuhan darat setidaknya hingga
tingkat genus, antara lain : Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Nypa
fruticans,
Rhizopora
ketidakmampuannya
dan
Sonneratia.
membentuk
Mangrove
komponen
utama
minor
yang
dibedakan
menyolok,
oleh
jarang
Calophyllum,
Ficus,
Casuarina,
Ipomoea
penyebaran vegetasi mangrove ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, salah satu
di antaranya adalah salinitas. Berdasarkan salinitas, kita mengenal zonazi hutan
mangrove sebagai berikut: (A) Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada
waktu terendam air pasang berkisar antara 10-30 %. (A1) Area yang terendam sekali
atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan; hanya Rhizopora mucronata yang
masih dapat tumbuh, (A2) Area yang terendam 10-19 kali per bulan: ditemukan
Avicennia (A. alba, A. marina), Sonneratia sp. Dan dominan Rhizopora sp., (A3) Area
yang terendam kurang dari 9 kali setiap bulan: ditemukan Rhizophora sp., Bruguiera
sp., (A4) Area yang terendam hanya beberapa hari dakam setahun: Bruguiera
gymnorrhiza dan Rhizophora apiculata masih dapat hidup. (B) Zona air tawar hingga
air payau, di mana salinitas berkisar antara 0-10 %, (B1) Area yang kurang lebih
masih di bawah pengaruh pasang surut; asosiasi Nypa, (B2) Area yang terendam
secara musiman: Hibiscus dominan.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa salah satu tipe zonasi hutan mangrove di
Indonesia adalah sebagai berikut: a) daerah yang paling dekat dengan laut sering
ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia.Sonneratia biasa tumbuh pada lumpur dalam
yang kaya akan bahan organik , b) lebih ke darat, hutan mangrove umumnya
didominasi oleh Rhizophora sp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera dan Xylocarpus,
c) zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp. Selanjutnya terapat zonasi transisi
antara hutan mangrove dan hutan daratan rendah yang biasanya ditumbuhi oleh nipah
(Nypafructicans), dan pandan laut (Pandanus sp) (Bengen, 2004 dalam Kissoebagjo,
2009) .
2.4.
Fungsi Mangrove
Menurut Bengen (2000) dalam Huda (2008), menyatakan bahwa ekosistem
mangrove memiliki fungsi antara lain : (1) sebagai pelindung pantai dari gempuran
ombak, arus dan angin, (2) sebagai tempat berlindung, berpijah atau berkembang biak
dan daerah asuhan berbagai jenis biota (3) sebagai pengahasil bahan organik yang
sangat produktif (detritus), (4) sebagai sumber bahan baku industri bahan bakar, (5)
pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya, serta (6) tempat pariwisata.
Menurut sidik (2002) dalam Kissoebagjo (2009) beberapa fungsi dari hutan
mangrove adalah sebagai berikut:
a. Fungsi fisik : menjaga garis pantai tetap stabil, melindungi pantai dan tebing
sungai, mencegah erosi pantai, sebagai zat perangkap zat pencemar.
b. Fungsi biologi : sebagai daerah pasca larva jenis-jenis ikan tertentu, menjadi
habitat alami berbagai jenis biota dengan produktivitas yang tinggi.
c. Fungsi ekonomi / produksi : menghasilkan produk langsung (seperti bahn
bakr, bahan bangunan, alat perangkap ikan, pupuk pertanian, bahan baku
kertas, makanan, obat-obatan, minuman dan tekstil). Produk tidak langsung
(seperti tempat-tempat rekreasi dan bahan makanan dan produk yang
dihasilkan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat).
Walaupun produktivitas mangrove tinggi, namun dari total produksi daun
tersebut hanya 5% yang dikonsumsi langsung oleh hewan-hewan terrestrial
pemakannya, sedangkan sisanya hanya sekitar 95% masuk ke lingkungan perairan
sebagai serasah atau gugur daun, karena itulah hutan mangrove mempunyai
kandungan bahan organik yang sangat tinggi (Supriharyono, 2009)
2.5.
AnalisisKesesuaianLahan
Pengertiankesesuaianlahanadalah
yang
bertujuanuntukmengetahuitingkatkecocokanataukelayakansuatudaerahuntukdigunaka
ndalamsuatupenggunaanlahandimanatingkatkecocokansuatudaerahtersebutdapatberbe
datergantungdaripenggunanlahan yang akandilakukan. (WidiyantodanDibyosaputro,
1994 dalamNugroho, 2009).
Menurut FAO (1976) dalamSuryoputro (1995), berdasarkanjenis data
dananalisisnya,
kesesuaianlahandibedakanmenjadiduamacam,
yaitu
:kesesuaianlahankualitatifdankesesuaianlahankuantitatif.
Kesesuaianlahankualitatifadalahkesesuaianlahan
yang
didasarkanatasfaktor-faktor
social ekonomidenganmengutamakanbiayadankeuntunganekonomis.
Kerangka
system
darisistemkesusaianlahansecarahirarkidapatdibedakanmenjadiempatkategori
(FAO,
pembatas-pembatas
mempertahankan
tingkat
yang
pengelolaan
agak
yang
serius
harus
untuk
diterapkan.
10
dan
akan
meningkatkan
jumlah
masukan
yang
diperlukan.
c. Kelas S3 = hampir sesuai (marginally suitable), adalah lahan yang
mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan
tingkat pengelolaan yang harus dipertimbangkan. Pembatas-pembatas
yang ada akan mengurangi proses produksi atau keuntungan, dan akan
meningkatkan jumlah masukan yang diperlukan.
d. Kelas N1 = tidak sesuai saat ini (currently not suitable), adalah lahan
yang
mempunyai
pembatas
yang
lebih
serius
yang
masih
segala
kemungkinan
penggunaannya
secara
berkelangsungan.
3. Kategori sub-kelas
Tingkatan kesusaian lahan di dalam kelas, yang dibedakan berdasarkan
jenis pembtas atau macam perbaikan yang diperlukan. tiap kelas kesesuaian
lahan dapat terdiri dari satu atau lebih sub-kelas kesusaian, tergantung dengan
jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas kesesuaian dinyatakan dengan
simbol huruf kecil yang diletakkan di belakang simbol kelas. setiap sub-kelas
11
dapat memiliki dua atau lebih faktor pembatas, dengan catatan bahwa
pembatas yang paling dominan ditempatkan pertama.
4. Kategori Unit
Kategori unitadalahkeadaankesusaianlahan di dalam sub-kelas, yang
didasarkanpadasifat-sifattambahan yang berpengaruhdalampengelolaan lahan.