Anda di halaman 1dari 48

BAB 8

PENYAKIT OTOT JANTUNG


Klasifikasi
Penyakit

otot

jantung

terdiri

darikardiomiopati

dan

miokarditis.Kardiomiopati

sebelumnya telah diklasifikasikan sebagai penyakit dengan penyebab yang tidak


diketahui dan karena itu, berbeda dari penyakit otot jantung dengan penyebab yang
lebih spesifik seperti iskemia, hipertensi, dan penyakit katup jantung.Namun,
pemahaman yang lebih tentang etiologi dan patofisiologinya telah membuat perbedaan
ini menjadi mutlak.
Definisi
Kardiomiopati dapat didefinisikan sebagai sekelompok penyakit miokardium yang
heterogen, yang ditandai oleh disfungsi mekanis dan/atau elektrik yang umumnya
(walaupun tidak selalu) menimbulkan hipertrofi atau dilatasi ventrikel yang tidak tepat
dan diakibatkan oleh sejumlah penyebab yang sering bersifat genetik. Kardiomiopati
dapat terbatas hanya pada jantung atau merupakan bagian dari gangguan sistemik
umum, yang sering mengakibatkan kematian dan kecacatan fisik terkait-gagal jantung
progresif (Gambar.8.1).
Kardiomiopati

dapat

diklasifikasikan

menurut

keterlibatan

organ

utama.Kardiomiopati primer merupakan kardiomiopati yang terbatas pada otot jantung


dan dapat dibagi lebih lanjut ke dalam bentuk genetik dan bentuk yang
didapat.Kardiomiopati sekunder terjadi sebagai bagian dari sejumlah penyakit sistemik
umum, sering disertai keterlibatan berbagai organ, yang juga mengakibatkan patologi
miokardial.

389

Kardiomiopati primer
Kardiomiopati primer terutama terbatas hanya pada jantung.Gangguan ini dapat
diklasifikasikan menjadi bentuk genetik dan bentuk didapat, walaupun dapat saling
tumpang tindih dengan bentuk kardiomiopati tertentu, terutama kardiomiopati dilatasi.
Kardiomiopati sekunder
Kardiomiopati sekunder umumnya merupakan bagian dari penyakit multisistem.
Manifestasi jantung dapat menjadi gambaran lokal, walaupun keterlibatan berbagai
organ lebih sering terlihat. Sebaliknya, jika tidak ditemukan bukti penyakit miokardial,
pengamatan secara rutin terhadap keterlibatan jantung dari hasil anamnesis,
pemeriksaan umum dan non-invasif penting dilakukan. Gambar 8.2 berisi contoh
gangguan-gangguan yang terkait dengan kardiomiopati sekunder namun tidak secara
mendalam.

390

Kardiomiopati
Primer

Genetik

DCM
HCM
ARCV
LVNC
Penyakit
penumpukan
glikogen dan
lisosom
Miopati
mitokondria

Didapat

Campuran

DCM
Restriksi
amiloidosis,
sarkoidosis

Inflamasimiokarditis
Induksi stresstakutsubo
Peripartum
Induksi
takikardia
Defisiensi gizi
Toksikalkohol,kemote
rapi
Distrofi
muskular

Gambar 8.1 Kardiomiopati primer dapat dibedakan pada penyebab secara genetis dan didapat pada
penyakit otot jantung1 (DCM = dilated cardiomiopathy/ kardiomiopatidilatasi ; HCM = hipertropic
cardiomiopathy / kardiomiopati hipertrofi ; ARVC = arrhytmogenic right ventricular myopathy/ ; LVNC =
left ventricular non-compaction / ).1 Maron BJ, Towbin JA, Thiene G et al(2006). Definisi dan Klasifikasi Kontemporer
Kardiomiopati.Pernyataan Asosiasi Jantung Amerika dari Komite Konsil KardiologiKlinis, Gagal Jantung dan Kelompok Kerja Antar
Cabang Ilmu PengetahuanBiologi Translasi dan Konsil pada Epidemiologi dan Pencegahan. Sirkulasi 113: 1807-16

391

INFILTRASI

PENUMPUKAN

Amiloidosis

Penyakit Fabry

Penyakit Gaucher dan Hurler

Hemokromasitosis

ENDOKRIN
Diabetes
Penyakit Tiroid
TOKSISITAS

Feokromositoma

Kardiomiopati

Alkohol

sekunder

Radiasi
Antrasilin

NEUROMUSKULAR
Distrofi muskular
Ataksia Friedrich

AUTO-IMUN

GIZI

SLE

Beri-beri

Arthritis Rheumatoid

Kwashiorkor

Gambar 8.2 Kardiomiopati sekunder dapat menjadi sebuah bagian dari beberapa penyakit umum
sistemik

392

Kardiomiopati dilatasi
Kardiomiopati dilatasi ditandai oleh pembesaran ruang jantung dan disfungsi sistolik,
walaupun disfungsi diastolik juga hampir selalu terjadi. Prevalensinya sekitar 5-8 per
100 000 dan 3 kali lebih sering terjadi pada pria dan orang berkulit hitam dibandingkan
pada wanita dan orang berkulit putih.
Gejala-gejala
Gejala klinis dapat terjadi secara mendadak, disertai edema paru akut, emboli paru atau
sistemik, atau bahkan kematian mendadak, namun lebih sering pasien datang dengan
gejala-gejala gagal jantung kongestif yang progresif, meliputi dispnea saat beraktifitas
berat, ortopnea, paroksismal nokturnal dispnea, dan fatigue. Nyeri pada abdomen
kuadran kanan atas, mual dan anoreksia dapat dikaitkan dengan kongesti hepar.
Sinkop merupakan gejala yang berbahaya dan harus dianggap mewakili kemungkinan
terjadinya aritmia yang fatal kecuali pemeriksaan lebih lanjut mengindikasikan
sebaliknya.
Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto sinar X
toraks, dan ekokardiografi.

Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), disposisi apeks jantung, dan bunyi
jantung tambahan merupakan penanda klinis gagal jantung. Bunyi retakan pada
paru dan pembengkakan pergelangan kaki merupakan tanda klinis yang secara

relatif non-spesifik, terutama pada populasi oktogenerain.


Elektrokardiografi (EKG) dapat menunjukkan bukti adanya sinus takikardia,
fibrilasi atrial (FA) atau ekstra-sistole ventrikel yang sering timbul. Kriteria voltase
untuk pembesaran ruang jantung, blok berkas cabang, perubahan gelombang-T
non-spesifik, dan progresi gelombang-R yang buruk pada lead anterior toraks
sering didapatkan.

393

Foto sinar X toraksdapat menunjukkan adanya pembesaran ukuran jantung dan


edema paru (diversi vena lobus bagian atas, edema interstisial, efusi pleura dan

garis-garis B Kerley).
Ekokardiografi (ECHO) saat ini dianggap sebagai pemeriksaan standar emas
untuk mendiagnosis disfungsi ventrikel kiri (LV). Pembesaran bi-atrial dan
biventrikular sering ditemukan, dan pasien dengan overload volume LV kronis
juga dapat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri (LVH) ringan. Fungsi
sistolik (dan fungsi diastolik) menjadi terganggu. Katup atrioventrikular (AV)
sering ditemukan inkompeten, akibat dilatasi cincin katup. ECHO dapat
menunjukkan adanya komplikasi dari kardiomiopati dilatasi seperti trombus
intramural, dan sangat berharga untuk mengidentifikasi penyebab gagal jantung
lainnya, seperti penyakit jantung hipertensi, infark miokard akut (IMA) yang
diderita sebelumnya, penyakit katup jantung, penyakit perikardial, dan shunt

intrakardial.
Pemeriksaan latihan fisik dengan atau tanpa pengukuran konsumsi oksigen
pernafasan maksimum, berguna untuk menilai kapasitas fungsional dan

prognosis.
Pengamatan EKG ambulatoris penting untuk mengidentifikasi adanya AF
paroksismal dan ventricular tachycardia (VT) yang tidak terjadi secara terusmenerus, yang memiliki implikasi penting secara terapeutik dan prognostik,

secara berurutan.
Jarang terdapat indikasi apapun untuk kateterisasi jantung pada pasien dengan
kardiomiopati dilatasi, kecuali untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit arteri
koroner.

Etiologi kardiomiopati dilatasi


Walaupun awalnya dianggap idiopatik, data eksperimental dan klinis yang tersedia
menunjukkan bahwa faktor-faktor genetik, virus, dan autoimun memiliki peranan
terhadap patofisiologinya. Beberapa mutasi genetik telah teridentifikasi sebagai
penyebab masalah pada kardiomiopati dilatasi familial, sedangkan virus-virus tertentu
telah terbukti mengakibatkan kasus kardiomiopati dilatasi yang sporadik. Daftar berikut
394

ini tidak bersifat mendalam dan dapat saling tumpang tindih dengan kardiomiopati
tertentu.

Keturunan (dapat berperan pada >25% kasus)


Miokarditis (infeksi, autoimun, toksin)
Metabolik (hemokromatosis, tirotoksikosis)
Nutrisional (defisiensi vitamintiamin (beri-beri))
Takikardia persisten (takimiopati)

Kardiomiopati dilatasi pada dasarnya merupakan diagnosis eksklusi, dan penyebabpenyebab reversibel yang meliputi penyakit arteri koroner, penyakit katup jantung, dan
penyakit jantung kongestif pada orang dewasa harus dipertimbangkan. Perhatian
khusus ditujukan pada riwayat diet dan konsumsi alkohol, karena reversibilitas dapat
dilakukan dengan modifikasi faktor-faktor tersebut.
Pemeriksaan kardiomiopatidilatasi tambahanskrining kardiomiopati

Fungsi ginjal
Liver function tests/ tes fungsi ginjal (LFTs)
Kadar feritin, besi, transferin, B12, dan folat serum
Fungsi tiroid
Serologi virus
Pemeriksaan infeksi (HIV, hepatitis C, enterovirus)
Autoantibodi

Kardiomiopati dilatasi: penanganan


Penanganan

kardiomiopati

dilatasi

terfokus

pada

penyembuhan

gejala

dan

memperbaiki prognosis dan kualitas hidup. Kongesti paru dan perifer dapat ditangani
secara efektif menggunakan diuretik. Terapi-terapi farmasi yang penting secara
prognostik menghambat proses neurohormonal yang maladaptif yang melibatkan
sistem saraf simpatis dan aksis renin-angiotensin-aldosteron.
Diuretik

395

Loop diuretik, berguna untuk meredakan gejala akibat kongesti paru dan perifer.
Pengawasan elektrolit dengan hati-hati penting dilakukan, karena deplesi intravaskular
dapat

mengakibatkan

peningkatan

urea,

dan

hipokalemia

sering

ditemukan.

Hipokalemia dapat diatasi melalui pemberian diuretik hemat-kalium seperti amilorid atau
spironolakton.

Spironolakton

adalah

antagonis

aldosteron.Uji

coba

RALES

(Randomized Aldactone Evaluation Study) akhir-akhir ini menunjukkan bahwa


penggunaan spironolakton dosis-rendah dapat menurunkan mortalitas pada pasien
dengan gagal jantung kongestif berat.
Inhibitor enzim yang mengkonversi angiotensin
Terdapat berbagai macam bukti ilmiah mengenai angiotensin-converting enzyme
inhibitors/ enzim penghambat perubahan angiotensin (ACE-Is) yang dapat memperbaiki
gejala dan hasil penanganan pada pasien gagal jantung, tanpa memperhatikan
gejalanya. Hipotensi pada pemberian obat dosis-pertama biasanya mengkhawatirkan
namun hal ini jarang ditemukan dengan pemberian ACE-Iyang lebih baru dan biasanya
hanya pada pasien dengan deplesi intravaskular yang relatif akibat penggunaan diuretik
dosis-tinggi secara bersamaan. Efek samping dari obat-obat ini meliputi batuk kering,
yang dapat mempengaruhi 20% pasien dan merupakan akibat peningkatan kadar
bradikinin. Angioedema adalah komplikasi pemberian ACE-I yang jarang terjadi namun
dapat membahayakan jiwa. Angiotensin receptor 1 antagonists / reseptor 1 antagonis
angiotensin (ARBs) dapat digunakan sebagai obat alternatif pada pasien yang
menderita batuk kering.
Kontraindikasi terhadap ACE-Iyaitu penyakit renovaskular bilateral, stenosis
aorta berat, kehamilan, dan kadar kalium basal >6 mmol/L. ACE-I harus diberikan
dengan hati-hati pada individu-individu dengan tekanan darah sistolik saat istirahat <90
mmHg atau kadar kreatinin basal >200 mol/L.

Beta-blocker
396

Beta-blocker / penyekat beta juga memberikan manfaat simptomatik dan prognostik dan
direkomendasikan pada semua pasien dengan kardiomiopati dilatasi kecuali terdapat
kontraindikasi-kontraindikasi tertentu. Beta-blocker bekerja efektif melalui beberapa
mekanisme, yang meliputi penurunan konsumsi oksigen miokardial, meningkatkan
pengisian LV, inhibisi efek apoptosis katekolamin pada miosit jantung, penanganan
aritmia jantung, dan peningkatan reseptor beta-1. Karena efek inotropika yang negatif,
obat-obat ini diberikan awalnya dalam dosis rendah, yang selanjutnya dititrasi sehingga
dapat meningkat secara bertahap.Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
gagal jantung kongenital.
Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron memperbaiki gejala dan prognosis dan direkomendasikan pada
pasien yang tetap berada dalam NYHA (New York Heart Association) Kelas III
walaupun

dengan

pemberian

ACE-I

(dan

beta-blocker

dengan

dosis

yang

adekuat.Komplikasi yang paling penting yaitu hiperkalemia akibat penggunaan ACEIsecara bersamaan. Ginekomastia yang disertai nyeri merupakan efek samping yang
diketahui, terutama pada pria yang menerima pengobatan digoksin dan anti-androgen.
Agen-agen antiaritmia
Agen antiaritmia tidak terbukti menurunkan insidensi sudden cardiac death / kematian
jantung mendadak (SCD) pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi.AF merupakan
aritmia yang sering terjadi pada kardiomiopati dilatasidan mungkin terkait dengan gejala
dekompensasi jantung. Sebagian besar denyut jantung pada individu dapat dikontrol
dengan -blocker, walaupun digoksin dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada
individu yang terus menunjukkan denyut jantung yang cepat walaupun dengan
pemberian -blocker dengan dosis yang adekuat. Tindakan mempertahankan sinus
ritmis biasanya tidak berhasil secara jangka panjang.

Antikoagulasi
397

Pasien-pasien dengan kardiomiopati dilatasi rentan terhadap komplikasi tromboemboli


dan harus dilakukan antikoagulasi dengan pemberian warfarin tanpa memperhatikan
ritme yang mendasarinya.
Terapi menggunakan peralatan

Cardiac resynchronization therapy / terapi resinkronisasi jantung (CRT)


menggunakan

pacu

intraventrikular dan

jantung

biventrikular

untuk

mengatasi

dis-sinkron

interventrikular yang terkait dengan defek konduksi

ventrikular. CRT telah terbukti terkait dengan peningkatan yang besar pada
kapasitas fungsional dan tingkat re-hospitalisasi pasien akibat gagal jantung
(lihat hal.404). CRT umumnya dicadangkan bagi individu dengan kompleks QRS
yang lebar (khususnya left bundle branch block / blok cabang berkas kiri (LBBB))
yang mengalami fraksi ejeksi (EF) <35% dan berada pada NYHA kelas III

walaupun dengan terapi medis yang optimal.


Implantable cardioverter defibrillators (ICDs) efektif dalam mencegah SCD
aritmogenik dan direkomendasikan pada semua pasien yang tidak menjalani
SCD dan mereka dengan VT yang terjadi secara terus-menerus. ICD dapat
diimplantasikan untuk alasan profilaktik pada semua individu dengan EF <35%
yang berada pada NYHA kelas II atau III.

Transplantasi jantung
Transplantasi jantung orthotopik menggunakan allograft dapat dipertimbangkan pada
pasien yang menderita simptomatik berat walaupun dengan terapi medis yang
maksimal. Ketersediaan organ donor yang terbatas masih membatasi peranan metode
ini. Akibatknya, terdapat ketertarikan yang cukup besar dalam menggunakan organ dari
spesies lain (xenograft). Namun, hambatan teknis tetap terjadi sebelum hal ini dapat
dijadikan pilihan yang memungkinkan. Jantung buatan merupakan bidang lain yang
juga mendapatkan minat dan publisitas yang cukup besar, dan studi klinisnya akan
segera dilakukan.

Kardiomiopati hipertrofi
398

Kardiomiopati hipetrofi ditandai oleh LVH yang tidak dapat dijelaskan dan memiliki
prevalensi 1 dari 500 orang.merupakan gangguan yang heterogen dalam hal
manifestasi klinis, morfologi jantung, dan riwayat penyakit. Walaupun sebagian besar
dari pasien ini memiliki rentang hidup yang relatif normal, kardiomiopati hipertrofi paling
banyak diketahui sebagai penyebab utama SCD terkait-latihan fisik pada orang-orang
berusia muda di bawah 35 tahun.
Genetik
Kardiomiopati hipertrofi memperlihatkan heterogenitas alel dan non-alel yang mencolok,
dengan mutasi yang multipel pada setidaknya 12 gen yang mengkode protein kontraktil
sarkomer. Sebagian besar dari mutasi ini (>70%) merupakan rantai berat -miosin,
troponin T dan gen-gen C protein pengikat-miosin (lihat Tabel 8.1)

Tabel 8.1 frekuensi mutasi gen sarkomer pada kardiomiopati hipetrofi


Mutasi
Rantai berat -miosin
C protein pengikat-miosin
Troponin I
Troponin T
-tropomiosin
Miosin rantai ringan
-miosin rantai berat
Titin
Actin

Frekuensi (%)
40
25
<10
<5
<5
<1
<1
<0.5
<0.5

Patofisiologi
Landasan makroskopik kardiomiopati hipertrofi yaitu LVH (LVH = left ventricular
hypertrophy / hipertrofi ventrikel kiri), yang biasanya mempengaruhi septum
interventrikular secara asimetris; namun, hampir semua pola LVH dapat terjadi,
termasuk LVH konsentrik seperti yang terlihat pada individu dengan hipertensi, dan
hipertrofi yang terlokalisir hanya pada 1 atau 2 segmen miokardial. Besarnya LVH juga
bervariasi dan berkisar dari LVH ( yang sangat berat (>30 mm) sampai LVH yang
399

sangat ringan (13-15 mm). Juga terdapat kasus-kasus familial dimana satu-satunya
manifestasi dari gangguan ini yaitu EKG yang abnormal.Individu-individu dengan sering
memperlihatkan pemanjangan berkas katup mitral. Secara histologis, terdapat bukti
ketidakaturan miosit, cedera miokardial, dan arteriol intramiokardial yang abnormal.
Terjadi secara bersamaan, gangguan ini bermanifestasi sebagai:

Fungsi sistolik yang hiperdinamik, yang dapat dikaitkan dengan


Obstruksi Left ventricular outflow tract / obstruksi aliran keluar traktus ventrikel
kiri(LVOT) akibat systolic anterior motion/ pergerakan anterior sistolik(SAM) dari
berkas katup mitral anterior (terjadi pada 25% pasien saat istirahat namun

meningkat sampai 70% saat latihan fisik)


Gangguan relaksasi miokardial dan peningkatan tekanan pengisian jantung
Iskemia miokardial, dan
Kecenderungan terhadap supraventricular tachycardia (SVT) dan VT/VF
(ventricular fibrillation / fibrilasi ventrikel ) yang fatal

Obstruksi LVOT terjadi sebagai akibat dari gerakan berkas mitral anterior yang maju ke
depan menuju septum interventrikular proksimal yang mengalami hipertrofi pada fase
sistolik. Terdapat dua mekanisme utama yang diusulkan, yang meliputi (1) disposisi
anterior dari otot papilaris dan (2) efek Venturi, yang tercipta akibat ejeksi cepat dari
darah di sepanjang yang sempit, yang menghisap berkas katup mitral anterior
terhadap septum. Lihat juga Tabel 8.2.
Gejala-gejala
Pasien dengan kardiomiopati hipertrofi sering asimptomatik dan sering teridentifikasi
secara insidental selama pemeriksaan medis rutin, pemeriksaan EKG yang abnormal,
atau melalui skrining keluarga setelah diagnosis pada anggota keluarga derajat
pertama.

Gejala-gejala yang diketahui dapat meliputi:

400

Fatigue dan sesak nafas akibat gangguan pengisian diastolik dan penurunan
curah jantung. Transport atrial sangat penting untuk mempertahankan curah

jantung, dan gejalanya biasanya menghilang seiring terjadinya AF


Nyeri dada (angina) dapat diakibatkan karena peningkatan kerja jantung yang
sekunder terhadap LVH, ketidakcocokan antara suplai dan kebutuhan darah
yang relatif, dan penyempitan arteriol intramural. Tekanan diastolik yang tinggi
meningkatkan stres dinding diastolik dan mengganggu aliran darah diastolik

coronaria.
Palpitasi, pre-sinkope, dan sinkope dapat terjadi akibat aritmia atrial dan
ventrikular atau mekanisme obstruksi curah jantung pada pasien-pasien dengan

gradien tekanan yang keluar ventrikel kiri.


Kematian mendadak dapat menjadi presentasi awal
Sekitar 5% dari pasien pada nantinya dapat menderita dilatasi dan gagal
ventrikel kiri yang progresif, akibat berlangsungnya fibrosis miokardial dan
iskemia kronis pembuluh darah yang berukuran kecil.

Pemeriksaan fisik
Tentukan adanya LVH impuls apikal yang kuat dan bunyi jantung S4). Obstruksi saluran
ke arah luar jantung dapat diketahui melalui impuls apikal ganda dan murmur ejeksi
sistolik yang dimulai dari mid-sistol, yang dapat diperbesar melalui provokasi oleh
manuver-manuver seperti Valsava atau berjongkok. Murmur pansistolik karena
regurgitasi mitral yang diakibatkan oleh SAM katup mitral juga dapat terjadi.

Tabel 8.2 manuver-manuver dinamik untuk menilai obstruksi LVOT

401

Penurunan obstruksi LVOT (murmur yang


terdengar lebih pelan dan pendek)
volume LV
Berjongkok
Mengepalkan tangan
Elevasi kaki secara pasif
Valsalva (setelah dilepaskan)
Manuver Mueller (inspirasi dalam dengan
glottis yang tertutup)
kontraktilitas
Beta-blocker (akut IV)
afterload
Phenylephrine
Mengepalkan tangan

Peningkatan obstruksi LVOT (murmur yang


terdengar lebih keras dan lama)
volume LV
Berdiri tiba-tiba
Valsalva (sementara dilakukan)
Glyceryl trinitrate (GTN) sublingual
Hipovolemia
Dehidrasi
kontraktilitas
Beta-agonis (misalnya, isoprenalin)
kontraktilitas
-blokade

Kardiomiopati hipertrofi: pemeriksaan


EKG
EKG ditemukan abnormal pada >95% kasus.Kriteria Sokolow-Lyon yang terisolasi
untuk LVH teridentifikasi hanya pada 2% kasus. Gambaran-gambarannya meliputi:

Gangguan gelombang-ST dan T


LVH dengan skor Romhilt-Estes>5
Gelombang Q patologis pada lead inferior dan lateral (hipertrofi septal)
Inversi gelombang T yang dalam (terutama pada lead anterior dan inferior pada

bentuk apikal kardiomiopati hipertrofi


Pre-eksitasi dan sindroma Wolff-Parkinson-White (WPW)
Ektopik ventrikular
Fibrilasi atrial

Echokardiografi
Echokardiografi tetap menjadi pemeriksaan standar emas karena ketersediaannya yang
luas.Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi adanya, besarnya, dan
distribusi LVH, serta mengidentifikasi pasien dengan obstruksi LVOT basal. Gambaran
echokardiografi yang diketahui meliputi:

402

Asymmetric septal hypertrophy (ASH): penebalan septum dibandingkan dengan


dinding LV posterior, dengan penurunan gerakan septal; namun, hampir semua

pola LVH memungkinkan


Kavitas LV yang kecil
SAM: pergerakan anterior sistolik dari aparatus katup mitral
Penutupan katup aorta mid-sistolik atau fluttering ujung berkas katup aorta
Gangguan fungsi diastolik dan pembesaran atrium kiri

Magnetic resonance imaging (MRI) jantung


MRI jantung sangat membantu dalam mengidentifikasi kardiomiopati hipertrofi apikal,
mengevaluasi dinding bebas anterolateral, dan menunjukkan bukti cedera miokardial
dan fibrosis.
Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan lainnya dapat membantu dalam penggolongan resiko, walaupun tidak ada
pemeriksaan yang secara akurat dapat memprediksi mereka dengan resiko SCD, dan
pemeriksaan yang negatif tidak sepenuhnya menyingkirkan resiko SCD:

Pengamatan EKG ambulatorisAF dan aritmia takikardia ventrikular. VT yang

tidak terus-menerus merupakan faktor resiko SCD


Tes latihan fisikkapasitas fungsional dan respon tekanan darah terhadap
latihan fisik. Respon tekanan darah yang mendatar setelah latihan fisik
(kegagalan dalam meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 25 mmHg dari
saat istirahat sampai puncak latihan fisik, atau penurunan paradoks pada
tekanan darah sistolik selama latihan fisik) merupakan penanda resiko yang

diketahui untuk SCD.


Tidak terdapat peranan untuk kateterisasi jantung pada diagnosis kardiomiopati
hipertrofi, walaupun angiografi koronaria dapat dilakukan pada pasien-pasien
orang dewasa dengan angina untuk menyingkirkan kemungkinanpenyakit arteri

koroner (PJK) yang terjadi bersamaan.


Tidak terdapat peranan untuk studi-studi elektrofisiologi pada diagnosis
kardiomiopati hipertrofi. Studi-studi stimulasi ventrikel memiliki akurasi prediktif
yang buruk untuk identifikasi pasien beresiko-tinggi; namun, ablasi radiofrekuensi
403

dari jalur aksesorius dan rangkaian flutter atrial mungkin penting secara

terapeutik.
Pemeriksaan genetik semakin ditingkatkan pengunaannya; namun, diagnosis
genetik saat ini hanya memungkinkan pada 60-70% kasus. Pemeriksaan genetik
secara khusus berguna untuk skrining anggota keluarga jika gen penyebab
dalam proband dapat teridentifikasi.

Kardiomiopati hipertrofi: penanganan


Sekitar setengah dari kematian mendadak pada kardiomiopati hipertrofi terjadi selama
atau segera setelah latihan fisik berat, sehingga pasien harus disarankan untuk tidak
melakukan olahraga dengan dinamika dan intensitas yang tinggi. Penanganan
kardiomiopati hipertrofi meliputi (1) ameliorasi gejala-gejala termasuk penanganan
obstruksi LVOT; (2) penanganan aritmia; (3) identifikasi individu-individu terhadap resiko
SCD, dengan tujuan untuk mengimplantasi ICD; dan (4) skrining anggota keluarga
derajat pertama terhadap gangguan tersebut.
Penanganan gejala
-blocker
-blocker merupakan landasan terapi angina, dispnea, pusing, dan sinkope. Obat-obat
ini menurunkan kebutuhan oksigen miokardial dan memperbaiki pengisian diastolik, dan
efektif dalam mengatasi angina dan dispnea akibat kerja yang berlebihan.Pemberian
obat dosis tinggi mungkin diperlukan.

Antagonis kanal-kalsium
Antagonis kanal-kalsium (verapamil dan diltiazem) memiliki efektifitas yang serupa
dengan -blocker dan dapat digunakan pada pasien dimana -blocker tidak dapat
ditoleransi atau dikontraindikasikan.
404

Penanganan aritmia
Beta-blocker

dan

amiodaron

merupakan

agen-agen

anti-aritmia

pilihan

pada

penanganan aritmia supraventrikular.Tidak ada agen obat yang telah terbukti


menurunkan resiko SCD.Takikardia AV re-entrant dan atrial flutter biasanya dapat
digunakan pada ablasi radiofrekuensi. VT yang terjadi secara terus-menerus ditangani
dengan menggunakan amiodaron namun pasien-pasien ini merupakan kandidat ICD;
amiodaron menurunkan frekuensi non-sustained ventrikular tachycardia (NSVT) dan
kebutuhan penggunaan pacu jantung anti-takikardia rekuren.Pasien-pasien AF harus
dilakukan antikoagulasi dengan pemberian warfarin.
Penanganan obstruksi aliran keluar ventrikel kiri
Obstruksi aliran keluar ventrikel kiri ditangani secara farmakologis, pembedahan, atau
dengan ablasi septal transkoronaria yang terinduksi-alkohol.

Obat-obat: obat-obatan pilihan meliputi -blocker atau verapamil.


Disopiramid, agen inotropika yang negatif dapat ditambahkan pada pasien

dengan gradien tekanan simptomatik yang besar.


Miomektomi: bedah miotomi-miektomi septal (prosedur Morrow) secara langsung
memperkecil septum proksimal. Metode ini terbukti mengatasi obstruksi pada
90% kasus dan gejala pada 70% kasus dalam waktu 5 tahun. Prosedur ini
dikomplikasi oleh resiko blok AVderajat-tinggi, membutuhkan pacu jantung

permanen, dan komplikasi jangka-panjangnya termasuk regurgitasi aorta.


Ablasi septum transkoronaria: ablasi septum alkohol melibatkan infarksi kimia
dari bagian proksimal septum interventrikular melalui injeksi alkohol ke dalam
arteri perforator septum pertama atau kedua. Awalnya, hasil metode ini
menjanjikan; namun, sejumlah besar pasien (10-25%) terkena blok jantung
lengkap, sehingga memerlukan pacu jantung permanen. Sayangnya, masih
terdapat kekhawatiran mengenai prosedur ini dalam hal dampak jangka panjang

MI, terutama remodeling LV akibat aritmia berat.


Pacu jantung: alat pacu jantung dual-chamber dengan penundaan singkat AV
telah terbukti dapat memperbaiki gejala dan mengatasi gradien pada sejumlah
kecil pasien. Pada studi sebelumnya, sebagian besar pasien asimptomatik hanya
405

untuk waktu yang singkat sehingga prosedur ini hanya dicadangkan bagi pasien
dengan obstruksi simptomatik berat yang tidak sesuai untuk dilakukan
pembedahan atau ablasi septum transkoronaria.

Kematian jantung mendadak


Satu-satunya terapi yang efektif untuk mencegah SCD yaitu ICD.Indikasi-indikasi
definitif (sekunder) untuk ICD meliputi pembatalan SCDsebelumnya atau yang tidak
stabil secara hemodinamik.
Penggolongan resiko pada pasien yang secara relatif asimptomatik dan tidak
masuk ke dalam kategori ini tidak dapat dilakukan secara langsung.Saat ini terdapat
beberapa faktor-faktor resiko yang diketahui; namun, semuanya memiliki sensitifitas
atau spesifisitas yang relatif rendah untuk memprediksi SCD pada lingkungan yang
terisolasi.
Tabel di bawah ini berisikan faktor-faktor resiko untuk SCD. Setiap faktor resiko
memiliki akurasi prediktif yang positif sebesar 20-25%; namun, akurasi prediktif yang
negatif dari faktor-faktor resiko ini melebihi 90% sehingga tanpa ditemukannya faktorfaktor resiko tersebut memungkinkan timbulnya rasa aman bagi sebagian besar pasien.
Akibat akurasi prediktif positif yang relatif rendah dari salah satu faktor tersebut secara
tunggal, praktek klinis yang dilakukan saat ini mengindikasikan bahwa setidaknya dua
atau lebih dari faktor-faktor resiko ini harus ada untuk dapat mengindikasikan implantasi
ICD dengan tujuan pencegahan primer.

Penanda-penanda resiko untuk SCD pada kardiomiopati hipertrofi


Penanda-penanda resiko untuk SCD pada kardiomiopati hiperftrofi

Sinkope yang tidak dapat dijelaskan


Riwayat keluarga SCD akibat kardiomiopati hipertrofi (LVH (LVH = left ventricular
hypertrophy / hipertrofi ventrikel kiri ) berat (>30 mm)
406

LVOT berat (>60 mmHg)


NSVT pada pengamatan EKG ambulatoris
Respon tekanan darah yang abnormal terhadap latihan fisik (mendatar atau
menurun)

Kardiomiopati restriktif
Kardiomiopati restriktif adalah gangguan yang jarang terjadi yang ditandai oleh
gangguan fungsi diastolik akibat penurunan pemenuhan ventrikel. Sangat penting untuk
membedakan kardiomiopati restriktif dari perikarditis konstriktif, karena perikarditis
konstriktif dapat ditangani secara operatif dengan melepaskan perikardium dari
miokardium.
Etiologi
Etiologi dari kasus-kasus idiopatik murni masih tidak jelas. Beberapa kasus bersifat
familial dan cenderung terkait dengan penyakit otot skeletal. Kasus-kasus lainnya
dikaitkan dengan penyakit sistemik, infiltrasi, atau fibrosis endomiokardial.
Gejala-gejala
Pasien

sering

mengalami

pembatasan

toleransi

latihan

fisik

berat

akibat

ketidakmampuan dalam meningkatkan curah jantung, karena stroke volume mereka


secara relatif terbatas. Mereka juga dibatasi oleh sesak nafas dan memiliki bukti klinis
gagal jantung kanan (edema perifer).

Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Selain tanda-tanda gagal jantung kongestif, bunyi jantung S3,S4, atau keduanya dapat
terdengar dengan jelas. Juga terdapat penurunan x dan y yang menonjol pada JVP,
dan tekanan vena mungkin meningkat pada inspirasi (tanda Kussmaul). Denyut apeks
jantung akan dapat terpalpasi, yang berlawanan pada perikarditis konstriktif.
407

Pemeriksaan

EKG dapat menunjukkan P mitral atau P pulmonal, penurunan voltase QRS

prekordial, dan aritmia atrial.


Echokardiografi dapat menunjukkan hasil yang normal, atau setidaknya
menunjukkan fungsi sistolik yang normal. Atau, fungsi sistolik mungkin menurun
pada kasus-kasus berat. Infiltrasi dapat ditemukan dengan jelas melalui hipertrofi
ventrikel, dan penebalan septum intra-atrial, dan miokardium dapat tampak
bercorak. Pembesaran bi-atrial juga dapat terjadi. Pola aliran masuk mitral

restriktif terlihat pada pemeriksaan Doppler.


Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk menentukan penyebab infiltrasi.
Kateterisasi jantung kiri dan kanan mungkin diperlukan untuk membantu
menyingkirkan kemungkinan perikarditis konstriktif (perbedaan

pada left

(LVEDP) dan right (RVEDP) end-diastolic pressures >7 mmHg pada akhir

ekspirasi membuat konstriksi jarang ditemukan)


Computed tomography (CT) dan MRI berguna untuk menentukan adanya
penyakit perikardial.

Penanganan
Penanganan ditujukan untuk mengatasi gejala gagal jantung kongestif dan gangguan
yang menyebabkannya. Kontrol denyut jantung pada AF penting dilakukan, karena
penurunan waktu pengisian ventrikel akan memiliki dampak yang bermakna. Pasienpasien dengan amiloid sangat sensitif terhadap digoksin.
Penyebab-penyebab kardiomiopati restriktif
Miokardial

Non-infiltratif
Idiopatik
Skleroderma
Infiltratif
Amiloid
Sarkoid
Penyakit proses pencadangan
408

Penyakit pencadangan lisosomal (Gaucher, Hurler, Fabry)


Penyakit pencadangan glikogen
Hemokromatosis

Endomiokardial

Fibrosis endomiokardial
Sindroma hipereosinofilik
Metastasis keganasan
Karsinoid
Iatrogenik (radiasi antrasiklin)

Amiloidosis jantung
Amiloidosis adalah gangguan klinis yang ditandai oleh deposisi ekstraseluler dari
protein fibril yang tidak larut. Deposisi amiloid dapat terjadi pada jaringan penghubung
atau pembuluh darah, dan pada berbagai organ termasuk jantung, ginjal, hati, dan
sistem saraf. Amiloidosis jantung didefinisikan secara klinis melalui tanda-tanda
disfungsi miokardial atau sistem konduksi, akibat keterlibatan jantung oleh deposisi
amiloid baik sebagai bagian dari amiloidosis sistemik atau sebagai proses yang
terlokalisir.

Klasifikasi
Amiloidosis AL sistemik merupakan bentuk paling sering dari penyakit amiloid secara
klinis.Fibril-fibril AL terdiri dari imunoglobulin monoklonal rantai ringan dan dapat berasal
dari diskrasia sel-B apapun (misalnya, mieloma, limfoma), walaupun gammopati
monoklonal benign merupakan bentuk yang paling sering ditemukan. Gangguan ini
terjadi dengan distribusi yang sama pada pria dan wanita di atas usia 50 tahun, dan
biasanya menginfiltrasi beberapa organ. Keterlibatan jantung terjadi pada sekitar 90%
pasien dengan amiloidosis AL, dengan sekitar 50% pasien menderita gagal jantung
diastolik.

409

Amiloidosis AA sistemik merupakan komplikasi dari gangguan inflamasi kronis


apapun yang menggambarkan respon fase akut secara terus-menerus sehingga
mengakibatkan peningkatan produksi protein A amiloid serum. Keterlibatan jantung
jarang terjadi, namun penyakit renal merupakan temuan yang paling menonjol, dengan
proteinuria dan gagal ginjal.
Amiloidosis jantung ATTR merupakan bentuk amiloidosis sistemik herediter dengan
sifat keturunan autosomal dominan akibat mutasi pada molekul transthyretin
(ATTR).Kardiomiopati amiloid ATTR yang paling sering diakibatkan oleh mutasi
Val112lle (substitusi isoleusin dengan valine pada posisi 122) dan lebih prevalen pada
orang-orang Afrika-Karibia, yang mengakibatkan kardiomiopati onset-lambat dan gagal
jantung berat yang progresif.
Amiloidosis

sistemik

pada

lansia

merupakan

kardiomiopati

infiltratif

yang

berkembang lambat.Terdapat kecenderungan terhadap pasien pria, dengan prevalensi


sebesar 25-36% pada pria berusia di atas 80 tahun.Gangguan ini jarang terjadi pada
orang-orang berusia di bawah 60 tahun, dan memiliki progresi yang lebih lambat
dibandingkan amiloidosis AL, walaupun dengan infiltrasi jantung yang lebih besar.

Patofisiologi
Infiltrasi miokardium ventrikel dengan fibril amiloid terkait dengan penurunan
pemenuhan dan gangguan relaksasi miokardial. Tekanan atrial kiri dan kanan
meningkat secara progresif, mengakibatkan edema paru dan volume perifer yang
berlebihan. Keterlibatan endokardial mengakibatkan regurgitasi mitral dan trikuspid,
sehingga meningkatkan tekanan atrial.Fibril amiloid dalam miokardium memicu
inflamasi dan fibrosis, dan meningkatkan kecenderungan terjadinya aritmia re-entrant
yang fatal. Dilatasi atrial merupakan predisposisi terhadap AF. Keterlibatan jaringan
konduksi jantung secara langsung terkait dengan blok jantung dan kematian mendadak.
410

Ditemukan deposisi amiloid pada arteri koronaria, dan dapat terkait dengan angina atau
kematian mendadak.Keterlibatan perikardial ditandai oleh efusi-efusi kecil, yang
biasanya memiliki kepentingan klinis yang sedikit.
Gambaran klinis
Keterlibatan jantung terlihat pada <4% individu-individu dengan amiloidosis. Presentasi
klinisnya didominasi oleh gagal jantung sisi-kanan, dengan gagal jantung sisi-kiri yang
semakin nyata pada stadium lanjut penyakit.Angina jarang terjadi, dan merupakan
akibat deposisi amiloid pada arteri koronaria intramiokardial. Rasa pusing dan sinkope
diakibatkan oleh beberapa faktor, yang meliputi hipotensi postural yang sekunder
terhadap neuropati autonom, over-diuresis, serta taki- dan bradi-aritmia.
Tanda-tanda klinis: peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai bawah, dan
ascites sering ditemukan. Pada kasus-kasus berat, keterlibatan LVdikaitkan dengan
hipotensi dan edema paru. Pemeriksaan prekordial secara khas menunjukkan bunyi
jantung 3 yang jelas terdengar, akibat pengisian yang cepat dan mendadak dari
ventrikel pada fase dini diastolik.
Diagnosis
Amiloidosis jantung harus dicurigai pada pasien apapun dengan gagal jantung yang
tidak dapat dijelaskan, terutama jika terdapat bukti echokardiografi dari LVH dengan
dimensi kavitas yang normal.
EKG: bersifat non-spesifik; namun, hilangnya voltase (QRS <0.5 mV pada lead tungkai
dan <1 mV pada lead prekordial) dan pola pseudoinfark dengan inversi gelombang Q
dan gelombang T yang patologis ditemukan pada 50% kasus. Fibrilasi atrial dan atrial
flutter merupakan bentuk aritmia yang paling sering ditemukan, disertai blok jantung
dengan berbagai tingkatan.
Echokardiografi: penebalan dinding LV dengan dimensi kavitas yang normal dan
disfungsi diastolik merupakan gambaran yang ditemukan secara dini. Miokardium
menunjukkan tampilan bercorak yang khas.Penebalan permukaan endokardial,
regurgitasi katup AV, pembesaran bi-atrial, septum interatrial berwarna terang, dan efusi
411

perikardial berukuran kecil juga dapat ditemukan. Pada stadium lanjut dari proses
penyakit, terdapat perburukan pemenuhan ventrikel, yang mengakibatkan terbatasnya
pengisian jantung dan peningkatan pada tekanan atrium kiri dan kanan. Disfungsi
sistolik lebih prevalen pada stadium lanjut dari proses penyakit.
MRI jantung: merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan saat ini, yang
menunjukkan gambaran peningkatan subendokardial global yang khas dengan
peningkatan gadolinium secara lambat.
Pencitraan nuklir: penggunaan radio-labelled technetium dapat mendeteksi distribusi
protein amiloid serum namun jarang digunakan dalam praktek klinis, karena kesulitan
teknis yang dihadapi pada organ-organ yang berongga dan bergerak.
Biopsi jaringan: biopsi endomiokardium merupakan pemeriksaan standar emas dan
bersifat diagnostik jika jaringan biopsi diwarnai dengan merah Congo. Jaringan biopsi
menunjukkan

gambaran

pewarnaan

hijau-apel

saat

dilihat

dengan

cahaya

berpolarisasi.Diagnosis jaringan jarang diperlukan pada kondisi adanya tampilan


miokardium yang khas pada pemeriksaan ekokardiogram dan MRI jantung.
Biokimia: penanda biokimia jantung troponin I, troponin T dan N-terminal pro-B-type
natriuretic hormone (NT-proBNP) ditemukan meningkat pada amiloidosis jantung.
Peningkatan troponin akibat deposisi amiloid menyebabkan nekrosis miosit dan iskemia
pembuluh darah kecil. Kadar BNP meningkat secara sekunder terhadap disfungsi
diastolik dan sering mendahului onset gagal jantung klinis.
Imunologi: serum imunoelektroforesis dan urinalisis terhadap rantai ringan penting
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan paraproteinemia yang mendasarinya.

Amiloidosis jantung: penanganan


Penanganan pada amiloidosis jantung umumnya bersifat suportif, walaupun terdapat
penanganan kemoterapi dan anti-inflamasi yang bertujuan untuk mensupresi ekspresi
protein A amiloid serum dan imunoglobulin serum. Penanganan gagal jantung
412

simptomatik

dengan

diuretik

dan

antagonis

aldosteron

merupakan

landasan

penanganan.Tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa ACE-I berguna untuk


amiloidosis jantung.Memang, venodilatasi yang terkait dengan ACE-Idapat menurunkan
pengisian ventrikel dan mengurangi curah jantung.Beta-blocker juga dapat menjadi
penghambat pada individu-individu yang memerlukan respon chonotropik yang adekuat
untuk mempertahankan curah jantung dengan adanya gangguan relaksasi miokardial
yang berat.
Digoksin dan penghambat kanal-kalsium dikontraindikasikan pada amiloidosis
jantung, karena mereka secara selektif terikat pada fibril-fibril amiloid yang
mengakibatkan

toksisitas

jantung.Antikoagulasi

harus

dipertimbangkan,

karena

peningkatan resiko trombus intrakardial dan juga karena AFdan disfungsi sistolik LV.
Pacu jantung diperlukan pada pasien-pasien dengan blok jantung. Peranan
ICDmasih diperdebatkan dengan mempertimbangkan bahwa sebagian besar pasien
dengan amiloidosis jantung yang simptomatik hanya dapat bertahan hidup kurang dari
1 tahun.Peranan pacu jantung biventrikular tidak dapat dijelaskan. Hasil transplantasi
jantung yang disertai kemoterapi dosis tinggi atau transplantasi stem sel autolog masih
dinantikan.

Penyakit fabri
Penyakit Fabri merupakan gangguan penyimpanan lisosom terkait-kromosom X resesif
yang jarang terjadi dan diakibatkan oleh mutasi pada gen yang mengkode enzim galaktosidase A. Defek enzim ini mengakibatkan akumulasi globotriaosilseramid pada
beberapa organ termasuk kulit, sistem saraf, ginjal, mata, dan jantung. Gangguan ini
memiliki prevalensi 1 pada 40 000.Walaupun dengan pola keturunan terkait-kromosom
X wanita juga dapat menderita fenotipe penyakit Fabri, walaupun ringan.

413

Manifestasi-manifestasi ekstra-kardial
Penyakit Fabri merupakan gangguan multisistemik dengan perjalanan klinis yang
progresif.

Manifestasi

klinis

biasanya

terlihat

pada

usia

10

tahun,

dengan

angiokeratomata kutaneus (mempengaruhi daerah panggul, selangkangan, dan


umbilikalis) dan neuropati yang disertai nyeri pada tangan dan kaki (akroparaestesia)
menjadi gambaran yang menonjol. Hipohidrosis, intoleransi suhu panas, dan gangguan
gastro-intestinal juga dapat terjadi. Pada dekade kedua, proteinuria, opasitas kornea,
retinopati, dan gangguan vestibular dan pendengaran dapat terjadi. Pada dekade
ketiga, gagal ginjal, penyakit serebrovaskular, dan kardiomiopati mungkin ditemukan,
sehingga menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang besar pada pasien yang
terkena.
Manifestasi jantung
Keterlibatan jantung pada penyakit Fabri dapat terjadi dalam dua bentuk. Dapat terjadi
penyakit multi-organ, dimana keterlibatan jantung merupakan gambaran klinis, namun
juga dapat terjadi variasi atipikal dimana manifestasi jantung terjadi secara isolasi.
Hipertensi, LVH,defek konduksi, penyakit arteri koronaria, inkompetensi aorta dan
mitral, dan dilatasi root aorta juga dapat terjadi. Karena itu, individu-individu yang
terkena dapat menderita angina, dispnea, dan palpitasi.

Pemeriksaan
EKG: temuan-temuan EKG meliputi LVHyang paling sering terjadi, interval PR yang
pendek dan gangguan konduksi nodus AV, berkas His, atau percabangannya dapat
ditemukan.
Echokardiografi: abnormalitas yang ditemukan meliputi adanya LVH, yang dapat
ditemukan secara dini dan menjadi satu-satunya temuan. Pembesaran atrial, dilatasi
root

aorta,

dan

penebalan

katup

(katup
414

aorta

dan

mitral)

juga

dapat

ditemukan.Peningkatan

ketebalan

dinding

ventrikel

diakibatkan

oleh

deposisi

globotriaosilseramid dalam miosit jantung. Peningkatan ketebalan dinding dapat


menyerupai kardiomiopati hipertrofi, namun penebalan yang terjadi umumnya simetris.
Fungsi sistolik dan diastolik sering tidak terganggu. MRI jantung mungkin berguna
dalam membedakan bentuk kardiomiopati lainnya, terutama jika LVHmerupakan
gambaran echokardiografi yang menonjol (distribusi hipertrofi

otot papilaris dan

trabekula yang besar, hipertrofi RV, gad dinding posterior).


Angiografi koronaria: dilakukan karena kombinasi gejala angina dan EKG yang
menunjukkan gambaran iskemia. Pada sebagian besar kasus, angiografi koronaria
menunjukkan hasil yang normal, dengan manifestasi iskemia akibat disfungsi endotel
yang terinduksi oleh deposisi globotriaosilseramid dalam arteri koronaria.
Pemantauan Holter 24-jam: AF merupakan bentuk aritmia yang paling sering terjadi,
diikuti oleh VT. Merupakan akibat dari deposisi lipid di seluruh lapisan konduksi jantung,
blok jantung dalam bentuk apapun dapat terjadi dan mungkin memerlukan implantasi
pacu jantung permanen.
Biopsi endokardial: diagnosis dapat dipastikan melalui biopsi endomiokardial.
Vakuolisasi sarkoplasma merupakan temuan khas pada mikroskop cahaya dari jaringan
yang diwarnai menggunakan hematoksilin dan eosin.
Penanganan
Tidak terdapat terapi definitif untuk penyakit Fabri, namun terapi pengganti-enzim telah
terbukti mengakibatkan klirens yang lebih besar dari deposit globotriaosilseramid
endotelial mikrovaskular pada jantung dan ginjal. Terapi ini juga terbukti mengurangi
LVH dan meningkatkan fungsi miokardial regional. Karena potensi terapi yang efektif,
skrining terhadap penyakit Fabri dengan memeriksa -galaktosidase A pada pasien
dengan LVH konsentrik yang tidak dapat dijelaskan dapat dipertimbangkan. Skrining
harus dipertimbangkan pada semua anggota keluarga derajat pertama dari pasien yang
terdiagnosis dengan penyakit Fabri, dan pada pasien yang terdiagnosis dengan
kardiomiopati hipertrofi, terutama jika LVH simetris, dan tidak terdapat riwayat
kardiomiopati hipertrofi dalam keluarga.
415

Arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy (ARVC)


Arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy (ARVC) merupakan ganguan jantung
herediter yang ditandai oleh penggantian fibro-lemak pada miokardium ventrikel kanan,
dan predileksi aritmia ventrikel yang fatal. Gangguan ini dapat berkembang menjadi
dilatasi dan gagal ventrikel kanan.Pada beberapa kasus, ventrikel kiri juga terlibat,
walaupun terdapat variasi klinis dengan penyakit LV yang terisolasi.Prevalensinya
dilaporkan antara 1 dalam 2000 dan 1 dalam 5000.
Etiologi
Antara 40% dan 50% kasus bersifat familial dengan pola keturunan autosomal
dominan. Beberapa lokus telah dipetakan pada kromosom 1,2,3,10, dan 14, yang
menyebabkan mutasi pada gen-gen yang mengkode desmosom protein (misalnya,
plakogobin, desmoplakin, plakofilin, dan desmoglein). Variasi autosomal resesif yang
terkait dengan keratosis palmoplantar, wooly hair, dan perjalanan klinis yang lebih
ganas (penyakit Naxos) telah dipetakan pada gen plakoglobin pada kromosom 17.
Patofisiologi
Secara makroskopik, perubahan struktural yang umum terjadi pada ARVC meliputi
dilatasi RV dengan penipisan miokardial RV terkait dan infiltrasi fibro-lemak. Lokasilokasi tertentu yang terlibat meliputi apeks RV, traktus inflow, dan traktur outflow. Seiring
dengan progresi penyakit, keterlibatan dinding bebas RV mengakibatkan aneurisme
dan dilatasi kavitas RV. Keterlibatan ventrikel kiri dapat menjadi gambaran klinis yang
lanjut, dan terkait dengan insidensi aritmia dan gagal jantung yang lebih tinggi.
Pemeriksaan histologi menunjukkan penggantian fibro-lemak transmural segmental dari
miokardium dengan daerah miokarditis fokal dan infiltrasi inflamatoris. Deposit fokal
fibro-lemak merupakan substrat aritmogenik yang merupakan landasan ARVC .
Gejala-gejala

416

Pasien sering asimptomatik namun gejala palpitasi, pre-sinkope, dan sinkope dapat
terjadi dan dapat dipicu oleh latihan fisik. ARVC dapat terjadi pada semua golongan
usia dan jenis kelamin, dan presentasi pertama kali pada orang-orang dewasa muda
yang sehat dapat menunjukkan SCD terkait-latihan fisik. Tanda-tanda gagal jantung
kanan yang jelas jarang terjadi. Pasien lain nantinya akan datang dengan gejala gagal
jantung kongestif dengan atau tanpa aritmia ventrikel, dan kasus-kasus stadium lanjut
dapat salah terdiagnosis sebagai kardiomiopatidilatasi. Riwayat alami ARVC dapat
dipisahkan ke dalam sejumlah fase yang berbeda dengan perkembangan gejala yang
progresif dan abnormalitas struktural:

Fase tersembunyi: fase asimptomatik subklinis dengan sedikit atau tidak


ditemukan abnormalitas struktural RV. SCD mungkin masih terjadi pada

stadium ini.
Gangguan elektrik yang jelas: umumnya dengan aritimia ventrikel yang
simptomatik yang berasal dari RV.Aritmia dapat bervariasi dari denyut ventrikel
yang prematur sampai NSVTdan fibrilasi ventrikel. Secara struktural, terdapat

bukti yang jelas terhadap keterlibatan dinding RV.


Gagal RV: hilangnya miokardium RV (RV = right ventricle / ventrikel kanan)
secara progresif akibat pergantian fibro-lemak mengganggu fungsi RV dan dapat

mengakibatkan gagalnya fungsi pompa jantung berat. Dilatasi RV juga terjadi.


Gagal biventrikel: merupakan stadium lanjut penyakit dengan keterlibatan
septum interventrikular dan LV yang mengakibatkan gagal jantung kongestif dan
menyerupai kardiomiopati dilatasi.

Diagnosis
Diagnosis pada individu yang terkena dapat sulit dilakukan, terutama selama skrining
keluarga, karena pemeriksaan non-invasif yang standar memiliki sensitifitas yang
buruk.Diagnosis tergantung pada gejala, riwayat keluarga ARVC, abnormalitas EKG,
dan perubahan struktural RV pada pemeriksaan radiologi. Diagnosis didasarkan pada
adanya dua kriteria mayor; satu mayor, dan dua minor; atau empat minor dari
kategori yang berbeda.

417

Pemeriksaan

EKG 12-lead dan signal-averaged EKG: EKG 12-lead dapat menunjukkan hasil
yang normal pada 40% pasien. Inversi gelombang-T pada lead prekordial
ventrikel kanan (V1-V3) merupakan abnormalitas yang menonjol. Juga dapat
ditemukan pemanjangan QRS secara lanjut, yang dikenal dengan gelombang
Epsilon, pada lead V1-V3 yang menunjukkan depolarisasi ventrikel yang
tertunda. EKG signal-averaged menunjukkan potensi yang lanjut pada 50-80%

pasien dengan ARVC.


Ekokardiogram ( MRI jantung): ekokardiogram dapat ditemukan normal,
terutama pada fase tersembunyi ARVC. Temuan-temuan dapat bervariasi dari
hipokinesia RV fokal ringan sampai dilatasi RV dengan pembentukan aneurisme
dan penurunan fungsi. Keterlibatan LVdan gagal biventrikular merupakan
gambaran lanjut. MRI jantung (CMR) lebih sensitif dalam mengidentifikasi
patologi RVpada ARVC, dan sekarang semakin tersedia secara luas. MRI
jantung dapat menilai volume ventrikel, dan fungsi ventrikel global dan regional,

serta lemak miokardial dan peningkatan gadolinium secara lanjut.


Pengamatan EKG ambulatoris 24-jam: ektopi ventrikel yang sering terjadi
(>1000/24 jam) dan NSVT atau SVT (SVT = sustained ventricle tachycardia /
takikardi ventrikel yang stabil)dengan morfologi LBBB (LBBB = left bundle
branch block / blok cabang berkas kiri) (mengindikasikan berasal dari RV)

merupakan gambaran ARVC yang diketahui.


Tes latihan fisik: dapat memprofokasi ektopi ventrikular yang sering terjadi dan

takikardia ventrikel pada pasien dengan ARVC.


Prosedur-prosedur invasif: CMR/ MRI jantung telah melebihi fungsi angiografi RV
(RV = right ventricle / ventrikel kanan). Pemeriksaan elektrofisiologi berguna
untuk membedakan fokus ektopik outflow RV (RV = right ventricle / ventrikel
kanan) dari ARVC (AVRC = arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy /

kardiomiopati ventrikel kanan artimogenis).


Pemetaan elektro-anatomis dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan
yang terluka. Diagnosis jaringan masih menjadi masalah, karena diperlukan
sampel transmural. Terlebih, penyakit ini biasanya mempengaruhi bagian RV

418

yang paling tipis, meningkatkan resiko perforasi RV. Penyakit ini bersifat tidak
sempurna; sehingga, hasil biopsi yang negatif tidak menyingkirkan patologinya.

ARVC: penanganan
Penanganan
Tidak terdapat pilihan penanganan terbaik untuk pasien dengan ARVC, dan, karena
penyakit ini progresif, antiaritmia tertentu digunakan untuk memberikan manfaat
simptomatik pada pasien dengan aritmia ventrikel yang dapat ditoleransi dengan baik
secara hemodinamik. Karena keterkaitan antara latihan fisik dan SCDpada ARVC,
aktifitas fisik yang berlebihan atau partisipasi dalam kegiatan olahraga harus dihindari.
Pasien yang menderita RV disfungsi LVdapat ditangani menggunakan penanganan
standar pada gagal jantung kongestif, dan pada kasus-kasus berat transplantasi
mungkin dapat dipertimbangkan.
Antiaritmia
Penggunaan -blocker secara tunggal atau dengan kombinasi antiaritmia kelas I dan III
paling efektif untuk mengurangi gejala dengan aritmia ventrikel yang dapat ditoleransi
dengan baik.Sotalol dan amiodaron telah terbukti paling efektif.
Ablasi radiofrekuensi
Sekelompok kecil pasien dengan aritmia obat-refraktoris yang dirasakan memiliki
penyakit yang agak terlokalisir dapat menggunakan pemetaan elektrofisiologi dan ablasi
radiofrekuensi. Namun, harus diingat bahwa ARVCmerupakan penyakit yang progresif,
dan prosedur-prosedur tersebut tidak dapat dianggap sebagai terapi yang permanen
terhadap aritmia-aritmia di masa depan.
Implan defibrilator cardioverter
Pada pasien dengan aritmia ventrikel yang membahayakan atau obat-refraktoris dan
penyebaran penyakit yang luas, ICD mungkin memberikan penawaran tindakan
protektif yang terbaik terhadap SCD.
419

Penggolongan resiko
Tidak terdapat faktor-faktor resiko yang ditemukan atau terbukti spesifik terhadap SCD,
namun penanda-penanda peningkatan resiko meliputi usia muda saat presentasi,
riwayat keganasan dalam keluarga, sinkope yang tidak dapat dijelaskan, disfungsi
ventrikel kanan, keterlibatan ventrikel kiri, adanya VT pada pengamatan ambulatoris,
penyebaran QRS >40 ms, dan mutasi genetik tertentu (terutama penyakit Naxos).

Left ventricular non-compaction


Left ventricular non-compaction/ventrikel kiri non kompaks (LVNC) merupakan
kardiomiopati yang jarang terjadi yang ditandai oleh trabekulasi yang jelas dan resesi
intertrabekularis yang dalam pada dinding ventrikel kiri. Gangguan ini juga ditandai oleh
disfungsi sistolik dan diastolik, predileksi pada aritmia, dan tromboembolisme sistemik.
Prevalensi LVNC tidak diketahui dan masih terdapat perdebatan mengenai kriteria
diagnosis yang spesifik. Nomenklatur dari gangguan ini sering disalahartikan karena
kedua ventrikel kiri dan kanan sering terlibat.
Etiologi
Walaupun mekanisme yang mengarah ke LVNC tidak jelas, diduga merupakan
gangguan morfogenesis endomiokardial yang terlambat. Pada situasi yang normal,
trabekulasi pada primordium miokardial fetal terjadi pada hari ke 32 perkembangan
embrio, sebelum berubah (memadat) pada hari ke 70, LVNCmewakili penghentian
pada proses pemadatan yang normal in utero, mengakibatkan lapisan miokardium yang
tidak memadat menutupi lapisan endokardium yang telah memadat.
Dasar genetik pada LVNC telah ditunjukkan oleh prevalensi yang lebih tinggi dari
kondisi ini pada anggota keluarga derajat pertama.Namun, pola keturunan bervariasi,
dengan autosomal dominan, terkait-kromosom X dan bahkan transmisi mitokondria
telah teridentifikasi. Mutasi G4.5, yang mengkode taffazin terekspresikan pada sel-sel
otot jantung dan skeletal, awalnya teridentifikasi pada sindroma Barth. Mutasi lainnya

420

yang mengkode protein-protein struktural, seperti -distrobrevin, Cypher/ZASP dan


FKBP12, juga telah dikaitkan dengan LVNC.
Gambaran klinis
Manifestasi klinis utama LVNCadalah disfungsi sistolik dan diastolik dan gagal jantung
kongestif.Terdapat prevalensi yang tinggi dari aritmia atrial dan ventrikular, dengan
WPW menjadi sering terlihat pada anak-anak dengan LVNC.Kematian mendadak akibat
takiaritmia ventrikular telah dilaporkan terjadi.Emboli sistemik akibat stagnasi darah
pada resesi intertrabekular yang dalam dapat terjadi sebagai presentasi atau komplikasi
LVNC.
LVNCterkadang dikaitkan dengan gangguan jantung kongenital lainnya,
termasuk anomali Ebstein, katup aorta bikuspidal, abnormalitas traktus outflow
ventrikular kiri atau kanan kongenital seperti atresia paru. LVNC juga dikaitkan dengan
gangguan neuromuskular tertentu termasuk penyakit Charcot-Marie-Tooth dan
sindroma Melnick-Needles.
Diagnosis
Berdasarkan data yang relatif terbatas dari sejumlah pusat-pusat kesehatan yang
berukuran kecil, pemeriksaan EKG 12-lead ditemukan abnormal pada 95% kasus
namun perubahannya bersifat non-spesifik. Gambaran klinis meliputi hipertrofi
biventrikular, inversi gelombang-T, dan abnormalitas konduksi termasuk blok jantung
lengkap. Landasan pemeriksaan pada LVNC yaitu melalui pencitraan, terutama
echokardiografi.
Echokardiografi
Beberapa kontroversi mengelilingi kriteria diagnostik yang spesifik untuk LVNC, namun
terdapat 3 kriteria yang berbeda, yang meliputi:

Adanya multipel trabekulasi terutama pada apeks dan dinding bebas ventrikel kiri
Multipel resesi intertrabekular yang dalam berhubungan dengan kavitas
ventrikular kiri, terutama ditunjukkan dengan pencitraan berwarna Doppler
421

Struktur 2 lapisan pada endomikardium dengan rasio ketebalan lapisan nonpadat dan padat yang lebih besar dari 2.0 pada orang dewasa pada end-sistole
dalam gambaran aksis-pendek parasternalis.

Temuan-temuan lain dapat meliputi penurunan fungsi sistolik ventrikular kiri, disfungsi
diastolik, trombus ventrikel kiri, dan struktur otot papilaris yang abnormal.
Cardiac magnetic resonance imaging (CMR)
CMR terutama digunakan saat pencitraan EKG yang memuaskan tidak didapatkan.
CMR juga melebihi penggunaan CT pada jantung dan ventrikulogram kiri dalam
meninjau LVNC pada kasus-kasus yang rumit. Gambaran paling baik yang
membedakan LVNC pada CMR yaitu rasio maksimum diastole dari ketebalan lapisan
miokardium non-padat dengan lapisan padat yang lebih besar dari 2.3, yang ditinjau
melalui 3 gambaran aksis-panjang.
Analisis genetik
Biopsi otot, pemeriksaan metabolik, dan tes genetik mungkin berguna saat LVNC
dipertimbangkan sebagai bagian dari sindroma genetik atau metabolik.
Penanganan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk LVNC. Penanganan medis dapat bervariasi seiring
dengan manifestasi klinis, dan terpusat pada penanganan gagal jantung dengan
menggunakan pengobatan yang standar. Antikoagulasi biasanya direkomendasikan
pada pasien dengan AF dan/atau LVEF (LVEF = left ventricle ejection fraction / fraksi
ejeksi ventrikel kiri) <40%, untuk mencegah tromboembolisme sistemik. Pemantauan
dengan analisis Holter 24-jam harus dipertimbangkan untuk dilakukan setiap tahun
untuk mendeteksi aritmia asimptomatik. Terapi ICDdirekomendasikan pada pasien
dengan LVNCyang mengalami gangguan sistolik ventrikel kiri dan NSVT.
Prognosis
Studi-studi awal pada sekelompok kecil individu yang terjangkit menunjukkan bahwa
LVNC terkait dengan prognosis yang jauh lebih buruk dibandingkan bentuk kardiomipati
422

lainnya,

dengan

tingginya

tingkat

mortalitas

dan

morbiditas.Namun,

dengan

peningkatan kewaspadaan terhadap LVNC, bentuk yang lebih tersamar pada pasien
yang sedikit simptomatik atau bentuk yang parah pada pasien yang asimptomatik telah
terdeteksi.

Kardiomiopati iskemik
Kondisi ini didefinisikan sebagai gangguan berat pada fungsi ventrikel kiri (EF / fraksi
ejeksi<35%) dimana mengakibatkan suatu gambaran yang sering tidak dapat
dibedakan

dari

kardiomiopatidilatasidengan

atau

tanpa

riwayat

angina

atau

sebelumnya. Terdapat derajat disfungsi yang inkonsisten dengan tingkat keparahan


PJK. Terdapat dua proses patologis utama, yang dapat dibedakan berdasarkan
kemungkinan dilakukannya terapi koreksi. Pertama, terdapat proses kerusakan
miokardium yang ireversibel akibat MIsebelumnya dan remodeling ventrikular yang
terjadi setelahnya. Tidak terdapat lingkup kesembuhan bagi fungsi miokardium, karena
jaringan yang terinfarksi tidak dapat hidup lagi.Kedua, pada pasien-pasien dengan
jaringan miokardium yang masih hidup dan berhibernasi yang dapat mengambil
manfaat dari revaskularisasi.Saat diagnosis telah dibuat, peninjauan untuk jaringan
miokardium yang masih hidup dapat dilakukan menggunakan stres echokardiografi;
namun, angiografi koronaria angioplasti merupakan landasan diagnosis dan intervensi
terapeutik.

Kardiomiopati valvular
Pasien dengan penyakit katup jantung akan menderita kardiomiopati yang tidak
tergantung pada lesi katup yang menonjol. Perbaikan pada fungsi jantung sering dapat
terlihat setelah prosedur koreksi penyakit katup jantung.

Kardiomiopati hipertensi

423

Hipertensi mengakibatkan LVH sebagai respon terhadap peningkatan afterload jantung,


yang merupakan kompensasi dan bersifat protektif sampai pada titik tertentu. Namun,
pada akhirnya terjadi efek-efek yang merugikan pada fungsi ventrikular sistolik dan
diastolik. Hipertensi juga mengakibatkan percepatan aterosklerosis dan penyakit
jantung iskemik. Kardiomiopati hipertensif merupakan bentuk gagal jantung kongestif
yang paling umum di luar negara-negara Barat.

Kardiomiopati alkohol
Konsumsi alkohol berlebih secara kronis merupakan penyebab tersering kedua dari
kardiomiopati dilatasidi negara-negara Barat. Mekanisme yang diusulkan meliputi (1)
efek toksik ethanol yang secara langsung menyebabkan apoptosis dan kerusakan
miosit dan asetildehid yang mengakibatkan depresi kontraksi miokardium; (2) defisiensi
nutrisi yang terjadi bersamaan (terutama tiamin); dan (3) jarang terjadi, efek toksik dari
zat-zat aditif (cobalt). Progresi pada kardiomiopati alkohol terkait dengan mean tingkat
konsumsi alkohol per hari dan total durasi konsumsi alkohol (sekitar 1 L anggur setiap
hari selama 5 tahun). Presentasi klinis, diagnosis, dan penanganan menyerupai
kardiomiopati dilatasi. Namun, tidak seperti bentuk kardiomiopatidilatasi lainnya,
abstinensia alkohol secara dini pada proses penyakit dapat menghentikan progresi,
atau bahkan mengalami perbaikan fungsi jantung.

Kardiomiopati metabolik
Berbagai abnormalitas pada metabolisme dapat mengakibatkan kardiomiopati.Seperti
yang pernah disebutkan sebelumnya, penyakit cadangan lisosomal dan glikogen dapat
mengakibatkan

suatu

bentuk

kardiomiopati

restriktif.

Hemokromatosis

juga

menyebabkan kardiomiopati restriktif melalui mekanisme yang belum diketahui.


Gangguan-gangguan metabolisme yang didapat seperti akromegali mengakibatkan
hipertrofi biventrikular. Diabetes melitus dapat menyebabkan kardiomiopati dengan
disfungsi sistolik dan/atau diastolik, bahkan tanpa adanya PJK epikardial yang
bermakna.

Kardiomiopati takotsubo
424

Kardiomiopati Takotsubo, yang juga disebut kardiomiopati terinduksi-stres, atau


sindroma transient apical ballooning, jarang terjadi namun insidensinya semakin
meningkat. Sindroma ini ditandai oleh disfungsi sistolik transien dari segmen apikal
dan/atau mid ventrikel kiri, dengan hiperkinesis kompensatoris pada dinding basal yang
memproduksi ballooning apeks selama sistole. Kondisi ini lebih prevalen pada wanita
post-menopause dan sering dipicu oleh stres emosional atau fisik yang berat (misalnya,
berduka akibat kehilangan, kekerasan rumah tangga, bencana alam).
Presentasi klinis pada kardiomiopati takotsubo menyerupai IMA, dengan nyeri
dada retrosternal, elevasi segmen ST dan peningkatan penanda biokimia jantung.
Gambaran lainnya dapat meliputi taki- dan bradiaritmia, tanda gagal ventrikel kiri,
obstruksi LVOTtransien,dan bahkan syok kardiogenik. Angiografi koronaria, menurut
definisinya, menunjukkan tidak adanya bukti stenosis koronaria.Diagnosis dibuat
melalui

ventrikulografi

kiri

atau

transthoracic

echocardiography

(TTE),

yang

mengidentifikasi karakterisitik apical ballooning dengan penurunan fungsi sisitolik


ventrikel kiri terkait. Patogenesis kardiomiopati takotsubo masih belum dimengerti
sepenuhnya; namun, mekanisme yang diusulkan meliputi kelebihan katekolamin yang
mengakibatkan spasme arteri koronaria dan disfungsi mikrovaskular, atau melalui
toksisitas miokardium yang dimediasi katekolamin secara langsung.
Penanganan gangguan ini terutama bersifat suportif, dengan hidrasi IV,
penanganan komplikasi, dan upaya untuk menghilangkan penyebab stres emosional
atau fisik apapun. Prognosis gangguan ini, pada studi-studi berukuran kecil, cukup baik
pada individu-individu yang dapat bertahan hidup pada faes akut, dengan proses
penyembuhan fungsi ventrikel kiri yang normal dalam waktu 4-6 minggu.

Kardiomiopati peripartum
Kardiomiopati peripartum adalah suatu bentuk kardiomiopati dilatasi. Gejala-gejalanya
terjadi pada trimester ketiga dan diagnosisnya dibuat pada masa peripartum. Sekitar
setengah dari pasien akan menunjukkan proses resolusi yang lengkap atau hampir
lengkap selama 6 bulan pertama post-partum. Dari pasien yang tersisa, beberapa akan
terus memburuk dan mengakibatkan kematian atau dilakukannya transplantasi,
425

sedangkan lainnya akan terus mengalami gagal jantung kongestif kronis. Diagnosis
gangguan ini dibuat dengan menyingkirkan penyebab kardiomiopati dilatasi lainnya,
dan penyebabnya tidak diketahui.

Kardiomiopati pada penyakit sistemik


Systemic lupus erythematosus (SLE) dapat mengakibatkan penyakit jantung melalui
berbagai cara. Sekitar 10% dari pasien dengan SLE memiliki bukti miokarditis. Pasien
dengan sindroma antibodi antifosfolipid terkait memiliki peningkatan resiko abnormalitas
valvular dan kardiomiopati dilatasiakibat oklusi trombosis pada mikrosirkulasi tanpa
disertai vaskulitis. Pasien-pasien tersebut juga mengalami peningkatan aterogenesis.
Hipertensi paru akibat vaskulitis paru merupakan penyebab jarang kardiomiopati
pada pasien dengan artritis rematoid.

Kardiomiopati nutrisional
Tiamin merupakan koenzim yang penting dalam shunt heksosa monofosfat. Bayi-bayi
yang menyusui dengan diet defisiensi tiamin terutama menderita gagal ventrikel kanan
antara usia 1 dan 4 bulan. Koreksi defisiensi vitamin dengan cepat dapat memperbaiki
kondisi gangguan jantung tanpa komplikasi jangka panjang.
Malnutrisi kalori-protein (marasmus, kwasiorkor) mengakibatkan penipisan dan
atrofi serat otot dan kardiomiopati dilatasi. Penanganan yang hati-hati dapat
memperbaiki gangguan-gangguan tersebut selama rentang waktu beberapa bulan, jika
pasien dapat bertahan hidup pada masa awal.

Sensitivitas atau reaksi toksik


Sejumlah agen non-infeksi dapat merusak miokardium. Kerusakan ini dapat bersifat
akut, dengan bukti adanya reaksi inflamasi, atau tidak terdapat inflamasi dan nekrosis
seperti pada reaksi hipersensitifitas. Agen-agen lainnya mengakibatkan perubahan
kronis, dengan fibrosis yang progresif dan gambaran akhir yang menyerupai
426

kardiomiopatdilatasi. Berbagai agen kimiawi dan industrial, radiasi, dan panas yang
berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan miokardial.

Gangguan-gangguan neuromuskular
Keterlibatan jantung pada ataksia Friedreich relatif sering terjadi, walaupun biasanya
asimptomatik. Ataksia Friedreich merupakan sifat autosomal resesif dengan hilangnya
fungsi gen frataxin. Manifestasi klinisnya meliputi ataksia progresif pada keempat
tungkai, diabetes melitus, dan penyakit jantung.Ataksia ini paling sering dikaitkan
dengan kardiomiopati hipertrofi pada elektrokardiografi dan echokardiografi namun
berbeda dari variasi genetik dengan kurangnya ketidakaturan miofibrillaris pada
pemeriksaan histologi. Aritmia ventrikel berat dan komplikasi-komplikasi terkait dengan
kardiomiopati merupakan penyebab morbiditas yang paling sering. Keterkaitannya
dengan kardiomiopati dilatasi jarang terjadi.

Distrofi otot
Muscular dystrophies (MDs) merupakan suatu kumpulan gangguan otot herediter yang
ditandai dengan kelemahan otot skeletal yang progresif. Lebih dari 100 gangguan
dikaitkan dengan distrofi otot, walaupun gangguan yang paling khas meliputi
Duchennes dan Beckers, limb-girdle, facioscapulohumeral, myotonic, oculo-faringeal,
distal, dan Emery-Dreifuss.
Berbagai

jenis

distrofi

otot

merupakan

gangguan

multisistemik,

yang

mempengaruhi otot polos dan otot jantung serta otot skeletal. MDs dapat diturunkan
pada autosomal dominan, autosomal resesif, atau pola keturunan terkait-kromosom X.
MDs

mempengaruhi

miokardium

dan

jaringan

konduksi

secara

menonjol,

mengakibatkan berbagai derajat blok jantung, takiaritmia, dan gagal jantung.


Gejala-gejalanya dapat menjadi sangat sulit untuk diukur, karena pasien-pasien
yang terjangkit sering dibatasi oleh kecacatan fisik yang berat. Pemeriksaan rutin
427

menggunakan EKG 12-lead, pada awalnya, dan ambang batas yang rendah pada
echokardiografi penting untuk mengidentifikasi keterlibatan jantung secara dini. Saat
diagnosis kardiomiopati telah dibuat, penanganan gagal jantung standar dengan
menggunakan diuretik, ACE-I, dan -blocker diperlukan. Aritmia dan gejala gagal
jantung kongestif yang sekunder terhadap kardiomiopati dilatasi merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas pada kelompok pasien ini.
Distrofi otot Duchennes (DMD) dan Beckers (BMD ) merupakan gangguan terkaitkromosom X pada gen distrofin. DMD terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan
MD herediter yang paling sering terjadi, dengan hampir tanpa adanya distrofin
membran protein sarkolema. BMD terjadi pada masa dewasa dan terkait dengan
keterlibatan otot skeletal yang tidak begitu berat namun sering disertai keterlibatan otot
jantung yang lebih berat.Keterlibatan jantung meliputi gangguan konduksi nodus AV,
dan disfungsi LV yang dapat berkembang dengan cepat.
Limb girdle muscular dystrophy (LGMD) mempengaruhi otot girdle bahu dan pelvis
dan dapat diturunkan pada pola autosomal dominana atau resesif. Mutasi terjadi pada
gen-gen yang mengkode protein pembungkus nukleus pada otot skeletal.Keterlibatan
jantung terutama menonjol pada LGMD1B (laminopati), LGMD1D, LGMD2E, dan
LGMD2I, dengan kardiomiopati dan penyakit sistem konduksi.
Facioscapulohumeral muscular dystrophy (FSH) merupakan MD autosomal
dominan dengan keterlibatan progresif dari otot girdle fasial, bahu, dan panggul.
Manifestasi

jantung

meliputi

abnormalitas

gelombang-P, penundaan

konduksi

interventrikularis, dan aritimia supraventrikularis.


Distrofi miotonik

merupakan

penyakit multisistem autosomal dominan

yang

disebabkan oleh defek trinukleotida yang berulang pada gen yang mengkode miotonin.
Gangguan ini terkait dengan abnormalitas konduksi AV / atrioventrikular, aritmia atrium
dan ventrikel, dan dibandingkan dengan kardiomiopati pada 10% kasus.SCDdengan
penyebab apapun terlihat pada 30% pasien dengan distrofi miotonik.
Emery-Dreifuss MD memiliki pola keturunan yang bervariasi dan disebabkan oleh
mutasi pada lamin A dan lamin C (protein pembungkus nukleus). Kelemahan otot
428

memiliki distribusi humeral dan peroneal, dengan multipel kontraktur yang sering
menjadi gambaran klinis. Manifestasi jantung meliputi abnormalitas konduksi AV dan
aritmia atrium.SCDakibat takiaritmia ventrikel dapat terjadi.

Miokarditis
Miokarditis adalah proses dimana miokardium menjadi terinflamasi oleh salah satu dari
sejumlah besar agen-agen infeksi. Sayangnya, agen infeksi tersebut jarang dapat
teridentifikasi. Berbagai bakteri, virus, spirochaeta, fungi, parasit, dan riketsia dapat
mengakibatkan miokarditis.
Etiologi
Kerusakan dapat terjadi akibat sejumlah mekanisme, termasuk efek toksik langsung
pada miosit, produksi toksin (misalnya, difteri) dan kerusakan sel yang dimediasi secara
imunologis. Temuan-temuan histologi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk agen
infeksi, stadium penyakit, dan mekanisme kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat
terjadi secara fokal atau difus, dan terdistribusi secara acak di seluruh miokardium.
Gejala-gejala
Komplikasi klinis dari kerusakan yang terjadi dapat berkisar dari infeksi subklinis
asimptomatis sampai gagal jantung kongestif yang berkembang cepat dan fatal.
Komplikasi jangka-panjang juga bervariasi. Pasien-pasien yang awalnya
asimptomatik

dapat

tampil

setelah

masa

latensi

yang

lama

dengan

kardiomiopatidilatasiatau telah mengalami kesembuhan. Pasien yang datang pada


stadium awal penyakit, bahkan dengan gagal jantung kongestif fulminan, juga dapat
mengalami kesembuhan. Pasien dengan gejala non-fulminan dapat memburuk atau
mengalami kesembuhan secara bertahap.
Diagnosis

429

Diagnosis sering dibuat dengan mengidentifikasi penyakit sistemik terkait. Isolasi agen
infeksi jarang dapat tercapai, walaupun jelas akan mendukung diagnosis jika hasilnya
positif. Biopsi endomiokardial dapat berguna dalam memastikan diagnosis namun
seringnya negatif.
Penanganan
Penanganan pasien dengan miokarditis sebagian besar bersifat suportif. Aktivitas fisik
harus dibatasi, karena pada model-model hewan coba latihan fisik ditemukan bersifat
merusak fungsi jantung. Penanganan standar gagal jantung kongestif dan eradikasi
agen infeksi merupakan landasan penanganan. Aritmia simptomatik harus dikontrol,
dan -blocker dapat bersifat kardioprotektif.
Ujicoba terapi imunosupresif pada pasien dengan miokarditis hasilnya
mengecewakan.

Penggunaan

steroid

pada

pasien

yang

sakit

berat

dapat

dipertimbangkan namun manfaatnya belum terbukti.

Miokarditis viral

Pada negara-negara Barat, enterovirus (terutama Coxsackie B) merupakan


penyebab tersering miokarditis. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat
sembuh spontan, walaupun dapat bersifat virulen terutama pada neonati dan
anak-anak kecil. Manifestasi klinisnya pada orang dewasa meliputi mialgia,
pleuritis, nyeri dada, gangguan saluran nafas atas, arthralgia, palpitasi, dan
demam. EKG biasanya abnormal dengan perubahan gelombang ST- dan T-,
Ves, dan abnormalitas konduksi AV. Enzim jantung dapat meningkat atau normal,
yang mewakili derajat nekrosis miokardial. Echokardiografi dapat menunjukkan
disfungsi LV

difus atau regional. Sebagian besar pasien dapat mengalami

kesembuhan total dalam waktu beberapa minggu. Penanganannya bersifat

simptomatik.
Virus-virus lainnya seperti cytomegalovirus (CMV), Dengue, hepatitis, EpsteinBarr virus (EBV), influenza, dan varicella jarang dikaitkan dengan keterlibatan
430

jantung. Diagnosis didasarkan pada perubahan EKG dan pelepasan enzim


jantung. Pada mumps, miokarditis jarang terdeteksi, namun secara patologis
sering terjadi. Miokarditis umumnya terjadi pada minggu pertama penyakit dan
bersifat

transien.

Infeksi

rubella

pada

trimester

pertama

kehamilan

mengakibatkan lesi kongenital seperti patent ductus atau tidak berkembangnya


arteri pulmonar; miokarditis jarang ditemukan namun mengakibatkan gagal

jantung fetus/neonatus.
Keterlibatan jantung sering

ditemukan

pada

pasien

dengan

human

immunodeficiency virus (HIV; sekitar 50%) namun hanya dapat dibuktikan secara
klinis pada 10%. Presentasi umum yaitu dengan gagal jantung kongestif dan
kardiomiopati dilatasi, akibat efek langsung HIV pada miokardium, walaupun
infeksi oportunistik pada pasien acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
merupakan penyebab penting miokarditis lainnya.

Miokarditis riketsia

Demam Q (R, burnetti) umumnya mengakibatkan endokarditis; perikarditis (nyeri


dada dan dispnea) juga sering terjadi. Miokarditis jarang terjadi dan
mengakibatkan perubahan EKG seperti perubahan gelombang ST dan T yang

transien.
Rocky Mountain spotted fever (R. rickettsii) mengakibatkan penyebaran luas
vaskulitis yang melibatkan miokardium. ECHO menunjukkan disfungsi LV yang
tidak

diharapkan,

yang

dapat

menetap

bahkan

setelah

infeksi

telah

disembuhkan.
Scrub typhus (T. rsutsugamushi) mengakibatkan panvaskulitis yang dapat
melibatkan miokardium, menyebabkan perdarahan ke dalam miokardium dan
petechiae subepikardial. Kerusakan jangka panjang tampaknya jarang terjadi.

Miokarditis bakterial

Difteri: miokarditis terjadi pada 20% kasus dan diakibatkan oleh produksi toksin
yang menginhibisi sintesis protein. Tanda-tanda klinis tampak pada akhir minggu
431

pertama infeksi dengan gagal jantung kongestif, dan kardiomegali. Perubahan


EKG terlihat dan dapat menetap setelah kesembuhan. Penanganan dengan
antitoksin harus diberikan secara dini pada perjalanan penyakit. Kortikosteroid
tampaknya tidak bermanfaat. Namun, penanganan dengan karnitin tampaknya
menurunkan insidensi gagal jantung dan kebutuhan pacu jantung, dan

mengurangi tingkat mortalitas.


Meningococcus: miokarditis terkait

dengan

peningkatan

mortalitas,

dan

mengakibatkan lesi-lesi perdarahan dan organisme intraseluler. Gambaran klinis


meliputi gagal jantung kongestif dan efusi perikardial dengan tamponade. Pasien

dengan septikemia harus diawasi, terutama jika terdapat gangguan EKG.


Mycoplasma: perubahan EKG sering terjadi pada pasien dengan pneumonia
mycoplasma. Manifestasi lainnya meliputi perikarditis dan gagal jantung
kongestif . Tidak ada penanganan yang spesifik untuk radang jantung yang

biasanya diindikasikan.
Penyakit Whipple: (Tropheryma whippelli) dapat melibatkan miokardium dengan
infiltrasi makrofag dengan periodic acid-Schiff (PAS)-positif. Lesi-lesi arteri
koronaria dapat terlihat. Hipertensi arteri pulmonar dapat terjadi. Fibrosis katup
mengakibatkan regurgitasi aorta dan mitral. Terapi antibiotik tampaknya efektif,

namun relaps sering terjadi.


Infeksi bakteri lainnya yang terkadang terkait dengan keterlibatan jantung
meliputi legionella, salmonella, psittacosis, dan streptococcus. Miokarditis
tuberkulosis jarang terjadi kecuali terdapat perikarditis.

Miokarditis spirochetal

Sekitar 10% pasien dengan penyakit Lyme (disebabkan oleh spirochaeta


Borrelia burgdorfen dengan penyebaran melalui kutu) memiliki bukti klinis
keterlibatan

jantungkombinasi

dari

invasi

otot

secara

langsung

oleh

spirochaeta bersamaan dengan kerusakan yang dimediasi-sistem imun.


Walaupun hal ini normalnya membentuk abnormalitas konduksi-AV, disfungsi LV
432

dapat terjadi. Sinkope akibat blok jantung lengkap sering ditemukan, dan sering
terdapat ventricular escape rhythms terkait. VT jarang terjadi.

Pemeriksaan

antibodi antimiosin gallium atau indium yang positif dapat mengarah pada
dugaan keterlibatan jantung. Pasien dengan blok jantung derajat 2 atau 3
memerlukan perawatan dan pengawasan di rumah sakit. Penanganan dilakukan
dengan penisilin IV, dan pacu jantung temporer (jika perlu). Peranan steroid dan

aspirin masih belum jelas.


Leptospirosis (penyakit Weil): keterlibatan jantung terlihat pada presentasi yang
lebih berat. Miokarditis interstisial dengan keterlibatan otot papilaris dapat

terlihat; defek konduksi, aortitis, dan arteritis koronaria juga telah ditemukan.
Syphilis umumnya mengakibatkan aortitis, dan keterlibatan langsung miokardium
dengan gummae jarang terjadi.

Miokarditis protozoa

Di Amerika Selatan, parasit Trypanosoma cruzi mengakibaktan miokarditis


penyakit Chagas, yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar.
Pada fase akut, gangguan ini dapat mengakibatkan miokarditis berat yang
menyebabkan gagal jantung kongestif dan kematian. Secara histologi, parasit
dapat terlihat berada pada miofibers. Imune-lysis dengan antibodi- dan imunitas
yang dimediasi-sel tampaknya merupakan mekanisme cedera. Anak-anak kecil
lebih sering menderita penyakit akut dan lebih berat dibandingkan pada orang

dewasa.
Setelah rentang waktu rata-rata 20 tahun, 30% pasien memiliki tanda-tanda
penyakit Chagas kronis. Manifestasi klinisnya bervariasi dari seropositifitas
asimptomatik sampai dilatasi ruang jantung yang progresif, dengan gagal jantung
kongestif berat. Defek konduksi AV juga terjadi. Secara histologi, terdapat fibrosis
yang ekstensif namun tidak ada parasit yang terlihat. Aritmia ventrikular sering
terjadi: Ves multifokal dan serangkaian VT dapat terjadi, mengakibatkan sinkope
dan SCD. ECHO menunjukkan gambaran kardiomiopati dilatasi; pada kasuskasus lanjut, tampilan dapat berbeda, dengan hipokinesis posterior disertai
pergerakan septal yang relatif normal.
433

Diagnosis dilakukan dengan tes fiksasi komplemen (Machado-Guerreiro),


imunofluoresensi secara tidak langsung, atau enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA). Penanganan bersifat suportif; amiodaron berguna pada aritmia
ventrikular; antikoagulasi mencegah trombolisme. Antiparasit menurunkan
parasitemia, namun tidak terdapat bukti klinis bahwa agen obat ini dapat

menyembuhkan penyakit.
Keterlibatan miokardial dengan protozoa lainnya (misalnya, tripanosoma,
toksoplasma, atau malaria) jarang terjadi dan biasanya asimptomatik. Penyakit
berat yang fatal kadang-kadang terjadi.

Miokarditis fungal

Infeksi fungal jarang terjadi dan terlihat pada pasien dengan penyakit keganasan
yang timbul bersamaan atau pada mereka yang menerima kemoterapi, steroid,
atau terapi imunosupresif lainnya. Faktor-faktor predisposisi lainnya yaitu operasi

jantung, infeksi HIV, dan penggunaan obat-obatan IV.


Organisme yang mengimplikasi gangguan ini meliputi Actinomyces, Aspergillus,
Candida, Cryptococcus, dan Histoplasma. Coccidioidomycosis generalisata
umumnya

mengakibatkan

lesi-lesi

epikardial

disertai

epikarditis,

yang

berkembang menjadi perikarditis konstriktif. Keterlibatan miokardial telah


dilaporkan terjadi.

Miokarditis toksik dan metabolik


Berbagai obat-obatan, agen kimia, dan agen fisik (misalnya, radiasi, suhu panas) dapat
mengakibatkan kerusakan miokardial. Keterlibatan jantung pada penyakit sistemik
didiskusikan pada bab 13, gangguan-gangguan multisistemik, hal. 617.
Anthracyclines (daun orubicin dan adriamycin): obat-obat ini menginhibisi sintesis
asam nukleat dan dapat mengakibatkan toksisitas akut dan lambat. Kardiotoksisitas
akut meliputi aritmia, disfungsi LV akut, sindroma perikarditis-miokarditis, IMA, dan
434

SCD. Kardiotoksisitas lambat diakibatkan oleh kardiomiopati degeneratif yang


tergantung-dosis, yang bermanifestasi dimanapun

dalam waktu berminggu-minggu

sampai beberapa bulan setelah dosis obat terakhir. Gejala-gejalanya dapat sulit untuk
dikendalikan, dan transplantasi jantung telah digunakan pada kasus-kasus dimana obat
penyembuh kanker telah tercapai.
Kokain: obat ini mengakibatkan nyeri dada, berkeringat, dan palpitasi. Pada sejumlah
kecil kasus terdapat iskemia miokardia akibat vasokonstriksi koronaria atau oklusi
trombosis koronaria. Temuan-temuan

terkait

meliputi

aritmia

ventrikular, dan.

Penanganan bersifat suportif dan menggunakan -blocker.


Katekolamin: kardiomiopati dilatasi berat yang reversibel telah ditemukan disertai
phaeokromositoma, dan penanganan menggunakan katekolamin dosis tinggi dan agonis dengan dosis yang besar pada penyakit paru dekompensasi. Aspirin dan
dipiridamol dapat memberikan perlindungan, yang menunjukkan peranan platelet pada
patogenesis.
Karbon monoksida: keracunan biasanya mengakibatkan depresi sistem saraf pusat /
central nervous system(CNS), namun nekrosis miokardial subendokardial juga terlihat.
Palpitasi, sinus takikardia, AF, dan aritmia ventrikular dapat terlihat.Abnormalitas EKG
sering terjadi.Penanganan menggunakan oksigen 100%, bed rest, dan terapi suportif
untuk aritmia biasanya efektif.
Abnormalitas elektrolit: hipokalsemia kronis dikaitkan dengan gagal jantung kongestif
yang hanya merespon terhadap restorasi kalsium serum. Transfusi darah yang cepat
(citrated blood) telah terbukti mengakibatkan disfungsi LVtransien, akibat rendahnya
kadar kalsium serum. Hipofosfatemia berat juga dapat mengakibatkan gangguan
LVyang reversible, yang diatasi dengan mengkoreksi kadar fosfat. Hipomagnesaemia
dikaitkan dengan SVT dan VT (terutama dalam konteks toksisitas digitalis), dan
nekrosis miokardial fokal juga terlihat.
Defisiensi taurin dan karnitin: terkait dengan kardiomiopati dilatasidan pada kasus
karnitin, suplementasi dapat menghasilkan perbaikan gejala dan fungsional. Kadar
karnitin miokardial menurun pada pasien dengan kardiomiopatidilatasi namun
435

kepentingan dari hal ini masih diperdebatkan. Defisiensi selenium berperan terhadap
jenisyang terlihat pada beberapa daerah di Cina, dan kadang-kadang terlihat pada
pasien dengan total parenteral nutrition (TPN) tanpa suplementasi selenium.
Miokarditis hipersentifitas (eosinofilia dan infiltrasi miokardial dengan eosinofil dan
sel-sel raksasa) telah digambarkan terjadi dengan penggunaan berbagai obat, yang
meliputi antibiotik (penisilin, amfoterisin, kloramfenikol, tetrasiklin, sulfonamid), antiepilepsi (fenitoin, karbamazepin), obat antituberkulosis (isoniazid), NSAID (indometasin,
fenilbutazon), sulfonilurea, dan amitriptilin. Gangguan ini jarang terdeteksi secara klinis.
Obat-obatan yang menjadi penyebabnya harus dihentikan dan steroid mungkin
diperlukan pada kasus-kasus yang berat.

436

Anda mungkin juga menyukai