Lapkas Paru Ikram
Lapkas Paru Ikram
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. 1
Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas
paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organorgan mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi
darah.2
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di
negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh
infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi
yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh
kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang
dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau
metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat
disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura. Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam
menanggulangi efusi pleura ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta
pengobatan terhadap penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)
pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc
cairan.1 Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau
merupakan suatu keadaan terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan
di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam konteks ini perlu di ingat
bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga selalu ada cairannya yang
berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura parietalis,
sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat
berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga
pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,
kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5
gr/dl.1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura
antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi. Adapun jenis-jenis cairan yang terdapat pada rongga pleura antara lain :
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal
ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab
lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites,
serta sebgai salah satu tias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites dan
hidrotorak).3
b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi
karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat penderita,
atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih
besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak
2
membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai
sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
Penyebab lainnya hemotoraks adalah:
membeku
secara
sempurna,
sehingga
biasanya
mudah
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
d. Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah
bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara lain 4
:
Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau
pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi
daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi leher,
operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.
Obstruksi
Karena
limfoma
malignum,
metastasis
karsinima
ke
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial ini
terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan
tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan terbawah terdapat
jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler
dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada
jaringan paru Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.
2. Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan
Fisiologi
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim
yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus
menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih
besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup
untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar
oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura
kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan permukaan lateral
pleural parietalis 3. Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura parietalis
dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,3
2.3 Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama
antara kedua jenis kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan
seks. Sekitar dua pertiga dari efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura
ganas secara signifikan berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi.
Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.2
2.4 Etiologi dan Klasifikasi
Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik
dan tekanan onkotik.2 Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru
atau non pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi
efusi pleura sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, pneumonia, keganasan, atau emboli paru.
Efusi
pleura
umumnya
diklasifikasikan
berdasarkan
mekanisme
pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau
eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan
tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau
drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi
kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat.1,2,3
Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi
pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
8
permeabelnya
dibandingkan
protein
abnormal
dan
transudat.
berisi
Bila
protein
terjadi
berkonsentrasi
proses
peradangan
tinggi
maka
2.5 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga
pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi
oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. 1,2,3,4
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan
pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan
interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga
pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena
adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan
kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang
diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan
cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel
mesothelial. Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4
penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura
4. Hipoproteinemia
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis.
10
11
12
Gambar 9. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks
PA)
Ultrasonografi
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara
pleura visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi
dan posisi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura.
Nodularity dan / atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura
melingkar, keterlibatan pleura mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada dan /
atau diafragma sugestif penyebab ganas kedua pada CT scan dan MRI.
13
b. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc pada setiap aspirasi.
Analisa cairan pleura
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan. Bila agak
kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan.
adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen,
ini menunjukkan adanya empiema.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
14
c. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus
neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain
d. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada
(dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan
memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura.
2.7 Penatalaksaan
15
mengurangi
keluhan sesak.
Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah
a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasi
cairan rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak dapat
menimbulkan sembab paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Kerugian:
a. Tindakan torasentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada di
dalam cairan pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura (empiema)
c. Dapat terjadi pneumotoraks
Penatalaksanaan efusi pleura transudat
Cairan biasanya tidak begitu banyak.Terapinya :
a. Bila disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang meningkat, pemberian
diuretika dapat menolong.
b. Bila disebabkan oleh tekanan koloid osmotik yang menurun sebaiknya
diberi protein.
c. Bahan sklerosing dapat dipertimbangkan bila ada reakumulasi cairan
berulang dengan tujuan melekatkan pleura viseralis dan parietalis.
Penatalaksanaan pleura eksudat
Efusi parapneumonik
Efusi pleura yang terjadi setelah peradangan paru (pneumonia).
a. Paling sering disebabkan oleh pneumonia
16
Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah
hasil biakan diketahui. 2
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan
membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber
infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat
pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan
fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah
diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka waktu ini lapisan pleura
masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih
mudah. 1,3,5
2.12 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan
pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien
yang tidak memedapatkan pengobatan dini.
Efusi ganas memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan
hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi
dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker
payudara,
lebih
mungkin
untuk
dihubungkan
dengan
berkepanjangan
18
BAB III
LAPORAN KASUS
A.
B.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Munizar
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 41 tahun
Status
: menikah
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Alamat
: Ulee Kareng
Pekerjaan
No. RM
: 0-84-65-83
Tanggal masuk
: 9 Juni 2015
Tanggal pemeriksaan
: 20 Juni 2015
ANAMNESIS PENYAKIT
C.
Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
: 21 kali/menit, regular.
Suhu
: 36,7oC di axilla
D.
PEMERIKSAAN FISIK
Kulit
Kepala
Wajah
20
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks anterior
Inspeksi
Statis
Dinamis : asimetris,
dinding
dada
kiri
tertinggal,
pernafasan
Perkusi
Auskultasi
Thoraks posterior
Inspeksi
Statis
: asimetris
Auskultasi : vesikuler melemah pada paru kiri, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas-batas jantung
Atas
Kiri
Kanan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
E.
1.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium: Tanggal 29-06-2015
Pemeriksaan
Laboratorium
Hasil
Nilai
Normal
Hb
12,1 gr/dl
12-15 gr/dl
Ht
38 %
37-47 %
Darah Rutin
Leukosit
7800 /mm
4.50010.500/mm
3
Eritrosit
4,2 x 106 /L
4,2-5,4 jt/
L
420.000 / mm3
150.000450.000/m
m3
Eosinofil
0-6
Basofil
0-2
Netrofil
batang
0-1
Netrofil
segmen
71
50-70
Limfosit
18
20-40
Trombosit
Hitung Jenis
22
Monosit
2-8
Albumin
3,66 g/dl
3,5-5,2
Globulin
3,24 g/dl
GinjalHipertensi
Ureum
29 mg/dl
13-43
mg/dl
0,80 mg/dl
0,51-0,95
mg/dl
Kolestrol
Total
238 mg/dl
< 200
mg/dl
HDL
63 mg/ dl
> 60
Kreatinin
Lemak Darah
LDL
2.
122 mg / dl
mg/dl
< 150
mg/dl
Radiologi
Ct Scan Thorax tanggal : 11 Juni 2015
23
24
DIAGNOSIS KERJA
Tumor Paru + Efusi pleura Sinistra post WSD
G.
PENATALAKSANAAN
Bed rest
O2 nasal kanul 2-4 liter
IVFD RL 20gtt/i
Fosfomisin 1gr/ 12 jam
Paracetamol ( Kalau perlu )
Codein 3 x 20 mg
H.
PLANNING
Evaluasi cairan pleura : jumlah dan warna
Foto thoraks post pemasangan WSD serta menunggu hasil TTNA
I.
PROGNOSIS
25
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad fungsionam
: dubia ad malam
Quo ad sanactionam
: dubia ad malam
BAB IV
ANALISA KASUS
Telah diperiksa seorang pasien a.n ibu Munizar, berusia 41 tahun di RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 30 Juni 2015 dengan keluhan utama
26
Anamnesis
Dari anamnesis pasien mengalami nyeri dada kanan yang dirasakan sejak
12 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan pasien hilang timbul dan pasien lebih
nyaman dengan posisi berbaring kearah kanan. Pasien juga mengalami batuk
berdahak yang dialami sejak 3 hari SMRS, dahak berwarna putih dan kental. Saat
batuk pasien juga mengeluhkan sesak nafas yang timbul kadang-kadang jika
pasien batuk. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca dan tidak diikuti dengan
suara mengi. Pasien juga mengalami demam yang dialami sejak 3 hari lalu.
Demam hilang dengan obat penurun panas. Pasien juga mengalami penurunan
nafsu makan sejak 3 bulan ini dan penurunan berat badan sebanyak 10 kg.
Keringat malam hari disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Sesak napas dapat terjadi pada permulaan pleuritis yang secara subjektif
ditandai dengan timbulnya nyeri dada dan akan bertambah berat sesaknya apabila
jumlah cairan pada pleuranya meningkat, terutama jika cairannya penuh. (5)
Selain itu pasien juga mengeluh batuk berdahak putih. Batuk pada efusi
pleura disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang
berlebihan, proses inflamasi ataupun massa pada paru-paru. (3)
Gejala pada efusi sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah cairan yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami
kolaps(mengempis).Gejalanya bisa berupa:
Nyeri dada
Sesak nafas
Mudah lelah
C.
Tatalaksana
Pada kasus
WSD dilakukan untuk mengurangi rasa tidak enak atau discomfort dan sesak
WSD
perlu
pula
dipertimbangkan
dilakukannya
tindakan
DAFTAR PUSTAKA
1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar
Lampung.
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
30
ahmad.
2001.
Thorax.
Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. V.
Jakarta: Interna Publishing.
2008.
Thorax.
http://www.efusi
31