Anda di halaman 1dari 21

Referat Kecil

PENURUNAN KESADARAN

Oleh :

Oleh:
Nora Aries Marta
NIM. 1408465678

Pembimbing :
dr. Riki Sukiandra, SpS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

PENURUNAN KESADARAN
1. Definisi
Kesadaran merupakan suatu keadaan yang menggambarkan sejauh mana
seseorang siaga atau mengetahui keadaan yang terjadi pada dirinya dan juga
lingkungan disekitarnya.1 Kesadaran juga dapat didefinisikan sebagai keadaan
yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Semua impuls
aferen disebut input dan semua impuls eferen dapat disebut output susunan saraf
pusat. Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi
yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri dan formatio retikularis di batang
otak yang intak.2
2. Anatomi dan fisiologi kesadaran
a. Anatomi3
Pusat pengaturan kesadaran manusia secara anatomi terletak pada serabut
transversal retikularis dari batang otak sampai talamus dan dilanjutkan dengan
formasio activator reticularis

yang menghubungkan talamus dengan

kortek

cerebri. Formatio retikularis terletak di substansia grisea otak dari daerah medula
oblongata sampai midbrain dan talamus.
Formatio retikularis terdiri dari anyaman sel dan serabut saraf kontinu yang
terletak dalam dan terbentang dari medulla spinalis, melalui medulla oblongata,
pons, mesenchephalon, subtalamus, hipotalamus dan talamus. Anyaman yang
difus ini dapat dibagi menjadi tiga columna longitudinal, yang pertama
menempati bidang median disebut columna mediana, serta terdiri dari neuronneuron berukuran sedang, yang kedua disebut columna medialis berisi neuronneuron yang besar, dan yang ketiga columna lateralis terutama berisi neuronneuron yang kecil. Dengan teknik pewarnaan neuron yang klasik, terlihat bahwa
formatio retikularis mengandung kelompok sel transmiter-khususnya yang tertata
dengan sangat baik serta dapat mempengaruhi fungsi area-susunan-saraf-pusat.

Gambar 1. Diagram yang memperlihatkan perkiraan posisi columna mediana


medialis, dan lateralis formatio retikularis di dalam batang otak3
Berikut beberapa fungsi penting penting dari formatio retikularis:3
a) Pengendalian otot rangka.
Melalui traktus reticulospinalis

dan

reticulobulbaris, formatio retikularis dapat mempengaruhi aktivitas neuron


motorik alfa dan gamma. Dengan demikian, formatio retikularis dapat
mengatur tonus otot dan aktivitas refleks.
b) Pengendalian sensasi soamtik dan viseral. Di tinjau dari lokasi sentralnya
disumbu serebrospinal, formatio retikularis dapat mempengaruhi semua
jaras asendens yang berjalan ke tingkat supraspinal. Pengaruhnya dapat
memfasilitasi atau inhibisi. Khususnya, formatio retikularis mempunyai
peranan kunci dalam mekanisme gerbang untuk mengendalikan persepsi
nyeri.
c) Pengendalian susunan otonom. Dari korteks cerebri, hipotalamus, dan
nuklei subkortikal lainnya, kontrol susunan saraf otonom yang lebih tinggi
dilakukan melalui tarctus reticulobulbaris dan reticulospinalis yang turun ke
aliran keluar simpatis dan parasimpatis kraniosakral.
d) Pengendalian susunan saraf endokrin. Baik secara langsung maupun tidak
langsung

melalui

nuclei

hipotalamicu,

formatio

retikularis

dapat

mempengaruhi sintesis atau pelepasan faktor-faktor releasing atau releaseinhibiting sehingga mengendalikan aktivitas hipofisis serebri.
e) Pengaruh pada jam biologis. Melalui jaras-jaras aferen dan eferen multipel
ke hipotalamus, formatio retikularis kemungkinan mempengaruhi ritme
biologis.
f) Sistem aktivasi retikular (Ascending Reticular Activating System/ARAS).
Keadaan bangun dan tingkat kesadaran

dikendalikan oleh formatio


3

retikularis. Jaras asendens multipel yang membawa informasi sensorik ke


pusat-pusat yang lebih tinggi dihantarkan melalui formatio retikularis yang
akan memproyeksikan informasi ini ke berbagai bagian korteks cerebri,
serta menyebabkan seseorang yang sedang tidur terbangun. Bahkan, saat ini
diyakini bahwa keadaan sadar bergantung pada proyeksi informasi sensorik
yang kontinu ke korteks. Berbagai derajat keterjagaan (wakefulness) tampak
bergantung pada tingkat aktivitas formatio retikularis
b. Fisiologi kesadaran
Keadaan sadar dan siaga ditentukan oleh adanya stimulus. Stimulus yang
membangkitkan kesadaran dapat berasal darimana pun seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan dan lainnya. Ada dua komponen yang
dibutuhkan agar keadaan sadar dapat dipertahankan, yaitu formatio retikularis dan
ARAS (Ascending Reticular Activating System). ARAS adalah suatu jaras yang
menghubungkan antara formatio retikularis di batang otak dengan selurih bagian
dari kedua korteks hemisfer serebri. Formatio retikularis adalah kumpulan nukleus
neuron yang terletak dipertengahan pons dan memanjang sampai ke otak tengah.
Jaras dari ARAS antara formatio retikularis dengan korteks serebri dihubungkan
oleh bagian medial thalamus, setelah singgah di thalamus jaras ini akan menyebar
keseluruh korteks di kedua hemisfer serebri. Fungsi dari ARAS sendiri adalah
mempertahankan impuls yang terus menerus agar korteks serebri tetap aktif dan
memberikan respon terhadap stimulus tersebut sehingga seorang individu terlihat
sadar.1

Gambar 2. (A) Formatio retikularis, (B) ARAS4


3. Etiologi penurunan kesadaran5
Penyebab penurunan kesadarang secara garis besar dapat disingkat/dibuat
jembatan keledai menjadi kalimat SEMENITE:

S : Sirkulasi gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)


E : Ensefalitis akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll
M : Metabolik akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu
kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum,

dsb).
E : Elektrolit gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium,
natrium).
N : Neoplasma tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan
penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat

(papiledema, bradikardi, muntah).


I : Intoksikasi keracunan.
T : Trauma kecelakaan.

E : Epilepsi.

4. Patofisiologi penurunan kesadaran4


Penurunan kesadaran terjadi paling banyak karena adanya lesi pada jaras
ARAS. Lesi pada ARAS bisa disebabkan oleh iskemik, hipoksia pada sufokasi,
penekanan oleh tumor, gangguan elektrolit, penumpukan metabolitseperti urea
dan amnia. Pada stroke iskemik, akan terjadi gangguan pada fungsi pompa NaK
pada membran sel saraf karena untuk menjalankan fungsi nya pompa ini
memerlukan ATP yang banyak yang didapat dari proses fosforilasi oksidatif. Saat
fungsi pompa ini terganggu akan terjadi pembengkakan sel akibat dari membran
sel yang tidak bisa mempertahankan kadar Na+ ekstrasel dan K+ intrasel yang
seharusnya sehingga terjadi influx dari cairan ekstraseluler.3 Gangguan dari
muatan dan pembengkakan sel saraf ini akan menyebabkan gangguan dari
penghantaran impuls, dimana jika hal ini terjadi pada jaras ARAS impuls dari
formoatio retikularis ke korteks serebri akan berhenti sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran. Hal yang sama berlaku pada proses yang terjadi pada
5

penekanan ARAS oleh tumor yang akhirnya akan menyebabkan gangguan perfusi.
Hipoglikemia juga dapat menyebabkan pembengkakan sel karena tidak
tersedianya energi bagi pompa NaK. Keadaan hiponatremia dapat menyebabkan
influx cairan ekstrasel yang menyebabkan pembengkakan sel sedangkan
hipernatremia dapat menyebabkan keluarnya cairan intrasel sehingga terjadi
pengerutan sel saraf yang juga akan mengganggu hantaran impuls dari ARAS dan
berakibat penurunan kesadaran

Gambar 3. Patofisiologi penurunan kesadaran4

5. Penilaian kesadaran6
Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif maupun secara
kuantitatif. Penilaian gangguan kesadaran secara kualitatif antara lain:
a. Komposmentis/alert adalah sadar penuh, respon baik dan dapat berinterksi
dengan sekelilingnya.
b. Apatis adalah kedaan acuh tak acuh. Enggan memperhatikan keadaan dari
diri sendiri bahkan sekitarnya.
c. Samnolen adalah keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih

bila

dirangsang. Samnolen disebut juga sebagai lethargia, obtundasi. Tingkat

kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu


memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
d. Sopor (stupor) kantuk yang dalam, hanya berespon dengan rangsangan
keras yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat
mengikuti suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan.
Dengan rangsangan nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna.
Gerak motorik untuk menangkis rangsangan nyeri masih baik.
e. Delirium atau Acute Confusional Stase adalah gangguan
perubahan

kognisi,

percakapan

inkoheren,

disorientasi

kesadaran,
dan

sering

mengalami agitasi dan halusinasi visual.


f. Koma tidak ada lagi respon terhadap rangsangan yang keras, bila sudah
dalam sekali, maka reflek pupil (yang sudah melebar) dan reflek muntah
hilang lalu timbul reflek patologis/tidak ada gerakan spontan.
Selain itu, penilaian derajat kesadaran dapat juga dilakukan secara
kuantitatif, yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah
suatu cara untuk mengukur kesadaran seseorang secara objektif dan kuantitatif
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan meliputi pemeriksaan untuk
penglihatan (E), pemeriksaan motorik (M), dan verbal (V). Pemeriksaan ini
memiliki nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.
Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)6

6. Pemeriksaan pada penurunan kesadaran


Berikut adalah protokol pemeriksaan pasien penurunan kesadaran menurut
Emergency Neurological Life Support (ENLS):6,7

Pada pasien tidak sadar, airway, breathing, dan circulation harus segera
diperiksa dan diterapi. Pastikan potensi jalan napas agar dapat diberi
oksigenasi dan ventilasi. Imobilisasi leher pasien untuk mencegah trauma

servikal.
Lakukan pemasangan akses intravena. Pemeriksaan glukosa darah harus
dilakukan pada semua pasien yang kehilangan kesadaran. Jika glukosa darah
<70 mg/dL, berikan 50 ml dekstrosa 50% melalui akses intravena. Jika ada
kecurigaan intoksikasi opioid, yaitu adanya riwayat penggunaan obat,
apnea/bradipnea, berikan naloxone 0,42 mg IV, dapat diulang hingga dosis

maksimum 4 mg.
Setelah pemeriksaan dan terapi 1 jam pertama terhadap pasien koma,
lanjutkan ke pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis. Terdapat
8

4 bagian pemeriksaan, yaitu tingkat kesadaran, pemeriksaan fungsi batang


otak, pemeriksaan motorik, dan pemeriksaan pola pernapasan.
a. Pemeriksaan fisik umum7
Pemeriksaan dimulai dari inspeksi langsung terhadap pasien dalam keadaan
istirahat. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan kesan umum, kesadaran, tipe
badan, kelainan kongenital, tanda-tanda vital, kepala, leher, toraks, abdomen,
ekstremitas, sendi, otot, kolumna vertebralis, dan gerakan leher/tubuh.
Pemeriksaan kesan umum menilai kondisi pasien secara subjektif. Range
penilaian antara lain baik, sakit ringan, sakit sedang, dan sakit berat. Beberapa
indikator yang dapat digunakan antara lain cara kemampuan berbicara atau
berinteraksi dengan lingkungan, mobilisasi pasien (aktif/pasif ), gejala, dan atau
tanda penyakit yang diderita oleh pasien.
Setelah pemeriksaan umum dilakukan pemeriksaan kesadaran, dinilai secara
kualitatif dan kuantitatif (vide supra). Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat
dibagi menjadi kompos mentis, apatis, somnolen, stupor, dan koma. Pemeriksa
memberi stimulus yang adekuat dimulai dengan stimulus auditorik. Pemeriksa
memanggil nama pasien dengan suara keras, diasumsikan pasien tuli dan meminta
pasien untuk membuka mata. Jika dengan stimulus auditori tidak ada respons,
diberikan stimulus taktil. Jika stimulus taktil tidak menimbulkan respons,
diberikan stimulus nyeri namun tidak membuat trauma. Manuver yang
direkomendasikan antara lain penekanan pada supraorbital ridge kulit, di bawah
kuku, sternum, dan ramus mandibularis.
Pemeriksa menilai tipe badan pasien, apakah tipe astenis/atletis/piknis, juga
apakah ada kelainan kongenital. Dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda
vital yang meliputi pengukuran tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan, dan skala
nyeri. Peningkatan tekanan darah bisa menunjukkan adanya peningkatan tekanan
intrakranial atau stroke.
Pemeriksaan kepala, leher, toraks, abdomen, ekstremitas, sendi, otot,
kolumna vertebralis dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
untuk mengetahui adanya tanda trauma atau kondisi lain. Pada pemeriksaan
kepala dapat ditemukan tanda adanya fraktur, hematoma, dan laserasi.
9

Pemeriksaan toraks meliputi pemeriksaan paru dan jantung. Pola pernapasan


perlu diperhatikan dengan seksama karena dapat memberikan petunjuk mengenai
fungsi batang otak. Berikut adalah pola pernapasan abnormal:6

Pernapasan Cheyne-Stokes, (Gambar 3a), merupakan variasi berulang antara


periode hiperventilasi dengan apnea. Pola pernapasan ini merupakan pola
yang tidak spesifi k, dapat terlihat pada gangguan kedua hemisfer serebri
atau pada gangguan sistemik seperti pada Congestive Heart Failure (CHF)
dan hipoksia. Jika pasien tidak bisa bernapas volunter selama fase apnea
atau memperlambat pernapasan selama fase takipnea, penyebabnya lebih

sering disebabkan oleh gangguan serebral.


Central hyperventilation, (Gambar 3b), merupakan pernapasan yang dalam,
cepat, dan teratur. Pola pernapasan ini merujuk pada lesi batang otak, di
antara midbrain dan pons. Pola pernapasan ini sering menyebabkan

hipokapnea dan alkalosis.


Pernapasan apneustik, (Gambar 3cd), merupakan pernapasan dengan jeda
tidak bernapas 23 detik di akhir inspirasi dan kadang terdapat di akhir
ekspirasi. Pola pernapasan ini menunjukkan lesi di tengah sampai kaudal

bagian pons, paling sering disebabkan oleh oklusi arteri basilaris.


Pernapasan ataksik (Gambar 3e), merupakan pola pernapasan yang tidak
teratur dan tidak terprediksi, terdapat pernapasan dalam dan dangkal, sering
didahului periode apnea; merupakan tanda bahaya karena menunjukkan lesi
di medula spinalis dan/atau merupa kan manifestasi akhir herniasi.

10

Gambar 4. Pola pernapasan abnormal: A. Pernapasan Cheyne-Stokes; B. Central


hyperventilation; C dan D. Pernapasan apneustik; E. Pernapasan atastik.
b. Pemeriksaan neurologis
Setelah pemeriksaan umum, dilanjutkan dengan pemeriksaan neurologi.
Pemeriksaan neurologi pada pasien koma memerlukan observasi lebih teliti dan
pemberian stimulus yang adekuat. Pemeriksa membuka selimut ataupun pakaian
yang menutupi ekstremitas atas dan bawah untuk observasi. Dilakukan inspeksi
apakah ada gerakan spontan seperti gerakan ritmik yang mungkin menandakan
adanya kejang. Pemeriksaan saraf kranial bermakna untuk menilai refleks.
Pemeriksaan fungsi batang otak meliputi pemeriksaan pupil (ukuran, simetris, dan
reaktivitasnya), refleks kornea, pemeriksaan dolls eyes movement/refleks
okulosefalik jika tidak ada kecurigaan terhadap trauma servikal, refleks
vestibulookular/ pemeriksaan kalorik, gag reflex, serta refleks muntah dan batuk.
Observasi kedua mata untuk melihat adanya gerakan spontan atau
diskonjugasi bola mata. Pemeriksaan refleks cahaya langsung dilakukan satu per
satu pada kedua mata. Perbedaan respons terhadap refleks cahaya langsung
dan/atau diameter pupil menandakan disfungsi pupil.

11

Gambar 5. Kelainan pada pemeriksaan pupil dan kemungkinan letak lesi1

Lesi di hemisfer Deviation Conjugee (mata melihat kearah hemisfer

yang terganggu), pupil & refleks cahaya normal.


Lesi di thalamus Kedua bola mata melihat kearah hidung. Kadang
hemianestesia (badan, tungkai, wajah). Dystonic posture (lengan dalam

posisi aneh)
Lesi di pons Kedua bola mata di tengah, tidak ada gerakan walau
dengan perubahan posisi (dolls eye maneuver abnormal), pupil pinpoint,

refleks cahaya (+), kadang ada ocular bobbing.


Lesi di serebelumBola mata ditengah, pupil besar, bentuk normal,
refleks cahaya (+) normal. Sering karena perdarahan yang meningkatkan

tekanan intra kranial (TIK) sehingga mengganggu N.VI.


Gangguan N.OkulomotoriusPupil anisokor, refleks cahaya negative
(pada pupil yang lebar), sering disertai ptosis.Gangguan pada N.III sering
merupakan tanda pertama akan terjadinya herniasi tentorial. Adanya
perdarahan atau edema di daerah supratentorial akan mendorong lobus
temporalis ke bawah. Desakannya akan menekan N.III, yang bila proses
berlanjut akan menekan batang otak, dan menyebabkan kematian.
12

Gerakan bola mata diperiksa menggunakan dua maneuver, yaitu


OculoCephalic Reflex (OCR) atau Dolls Eyes Manuever dan OculoVestibular
Reflex (OVR) atau Cold Caloric Test.6

Pemeriksaan OCR dilakukan jika sudah dipastikan tidak ada trauma


servikal. Pada pemeriksaan ini kepala pasien diputar secara horizontal, cepat
dan berhenti sesaat pada posisi terjauh. Yang diobservasi adalah gerakan
bola mata selama 1 menit.
a. Pada fungsi batang otak yang masih normal bola mata akan bergerak
berlawanan dengan arah gerakan.
b. Roving eye movement menandakan adanya gangguan metabolik atau
toxic encephalopathy atau adanya lesi bilateral di atas batang otak.
c. Gerakan bola mata ping-pong merupakan variasi roving eye movement,
berupa gerakan mata horizontal repetitif/bolak-balik dengan pause
selama beberapa detik di posisi lateral. Gerakan bola mata ini dapat
menunjukkan lesi struktural vermis serebelar.
d. Upward or downward beating eye movement merupakan gerakan
nistagmus vertikal, sering menandakan disfungsi batang otak bagian
bawah. Retraction nystagmus menandakan adanya lesi tegmentum.
e. Ocular bobbing adalah gerakan menyentak bola mata yang cepat dan
kuat ke arah bawah dengan gerakan lambat saat bola mata kembali ke

posisi tengah merupakan tanda khas lesi ponto-medullary junction.


Pemeriksaan OVR. Pastikan patensi external auditory canal. Bersihkan
lubang telinga dari serumen atau debris. Pastikan membran timpani masih
dalam keadaan intak. Kepala pasien diangkat 30o. Air dingin dialirkan ke
dalam salah satu external auditory canal selama 60 detik. Kemudian
observasi pergerakan bola mata. Pada batang otak normal, bola mata akan
berdeviasi berlawanan dengan telinga yang dialiri air dingin, kadang disertai
nistagmus dengan komponen cepat ke arah berlawanan dari telinga yang
dialiri air dingin. Jika lesi terletak di batang otak bagian bawah maka tidak
ada pergerakan bola mata pada segala macam stimulus seperti pada kasus
kematian batang otak.

13

Gambar 6. Pemeriksaan OCR dan OVR6


Setelah pemeriksaan terhadap mata, selanjutnya dilakukan pemeriksaan
refleks. Pemeriksaan refleks meliputi pemeriksaan refleks kornea, refleks batuk,
refleks fisiologis, dan refleks patologis. Pada pemeriksaan refleks kornea,
pemeriksa menggoreskan ujung kapas secara lembut atau meniupkan udara ke
kornea. Refleks dinyatakan positif jika mata berkedip saat dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan refleks muntah dan batuk dilakukan menggunakan kateter isap yang
dimasukkan ke dalam trakea. Refleks dinyatakan positif jika pasien muntah dan
batuk. Selanjutnya diperiksa dua refl eks lagi, yaitu refleks fisiologis dan refleks
patologis anggota gerak. Pemeriksaan refleks fi siologis meliputi tendon biseps,
triseps, patella, dan Achilles. Adanya hiperrefleks menandakan adanya lesi upper
motor neuron (UMN). Kemudian pemeriksaan refleks patologis meliputi

14

Babinski, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaeff er, dan Hoff mann-Tromner.


Adanya refl eks patologis menandakan lesi UMN.
c. Pemeriksaan penunjang5
1. Laboraturium: darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, SGOT/SGPT,
ureum, kreatinin, urinalisa
2. Pemeriksaan khusus: pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG, foto
toraks dan foto kepala.

15

Gambar 7. Algoritma pemeriksaan penurunan kesadaran6,8


7. Penatalaksanaan5
Penatalaksanaan penderita koma secara umum harus dikelola menurut
prinsip 5 B yaitu:
a. Breathing: jalan napas harus bebas dari obstruksi. Posisi penderita miring
agar lidah tidak jatuh kebelakang, serta bila muntah tidak terjadi aspirasi.
Bila pernapasan berhenti segera lakukan resusitasi.

16

b. Blood: diusahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke


otak. Tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf pusat.
Komposisi kimiawi darah dipertahankan semaksimal mungkin, karena
perubahan-perubahan tersebut akan mengganggu perfusi dan metabolisme
otak.
c. Brain: usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita
kejang sebaiknya diberikan difenilhidantoin 3 dd 100 mg atau karbamezepin
3 dd 200 mg per os atau nasogastric. Bila perlu difenilhidantoin diberikan
intravena secara perlahan.
d. Bladder: harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan elektrolit, dan miksi.
Kateter harus dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin ataupun infeksi.
e. Bowel: makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin.
Pada penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang memperburuk
edema otak, hal ini harus cepat dikoreksi. Bila terdapat kesukaran menelan
dipasang sonde hidung. Perhatikan defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.
Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, secara singkat akan diuraikan berdasarkan
urutan SEMENITE :
a. Sirkulasi
Perdarahan subaranoidal : Asam traneksamat 4 dd 1 gr iv perlahanlahan selama 2 minggu, dilanjutkan peroral selama 1 minggu untuk
mencegah kemungkinan rebleeding. Nimodipin (ca blocker) untuk
mencegah vasospasme. Setelah 3 minggu sebaiknya

dilakukan

arteriografi untuk mencari penyebab perdarahan, dan bila mungkin

diperbaiki dengan jalan operasi.


Perdarahan intraserebral : Pengobatan sama seperti diatas. Pembedahan
hanya dilakukan bila perdarahan terjadi di lokasi tertentu, misalnya

serebelum.
Infark otak : keadaan ini dapat disebabkan oleh karena trombosis maupun
emboli. Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3 kelompok :
-

Pengobatan terhadap edema otak, mis. Dengan mannitol


Pengobatan untuk memperbaiki metabolisme otak, mis. Dengan

citicholine / codergocrine mesylate/piracetam


Pemberian obat antiagregasi trombosit dan antikoagulan.
17

b. Ensefalomeningitis.
Meningitis purulenta : antibiotic
Meningitis tuberkulosa : dipakai kombinasi INH, rifampisin, kanamisin,
dan pirazinamide.
c. Metabolisme: koma karena gangguan metabolime harus diobati penyakit
primernya. Penatalaksanaannya terletak di bagian penyakit dalam.
d.
Elektrolit dan endokrin: bagian penyakit dalam. Kalium selain
menyebabkan gangguan saraf juga dapat menyebabkan gangguan jantung.
e. Neoplasma: pembedahan
f. Intoksikasi: penderita koma karena intoksikasi diberikan activator metabolic
dan diuresis paksa untuk mengeluarkan penyabab intoksikasi. Bila
memungkinkan berikan antidotnya.
g. Epilepsi
Secara umum, pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 x
bangkitan dalam setahun. Tegakkan diagnosis, jelaskan kepada keluarga

penderita seputar tujuan pengobatan dan efek samping.


Sesuaikan jenis obat dengan jenis serangan epilepsy yang di jumpai,

sebaiknya monoterapi.
Mulailah dengan dosis rendah yang dinaikkan bertahap sampai tercapai

dosis efektif.
Bila perlu penggantian obat, obat pertama diturunkan secara bertahap dan

naikkan obat kedua bertahap.


Jika serangan tetap tidak terkontrol meskipun sudah mendapat

monoterapi / terapi optimal, sebaiknya rujuk ke spesialis saraf.


Pada status epileptikus :
- Bayi dan anak: dosis 15-20 mg/kgBB i.v, pemberian secara perlahan-

lahan kurang dari 1-3 mg/kgBB/menit.


Dewasa : dosis 10-15 mg/kgBB perlahan-lahan <50 mg/menit, disusul
dengan dosis rumatan 3-4 x 100 mg / hari, oral / i.v

8. Prognosis5
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala seperti di bawah ini lebih dari
3 hari: Adanya gangguan fungsi batang otak, seperti dolls eye phenomenon
negative, refleks kornea negatif, refleks muntah negatif; pupil lebar tanpa adanya
refleks cahaya; GCS yang rendah (1-1-1).

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Posner BJ, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner's Diagnosis of
Stupor and Coma. New York : Oxford University Press, 2007. ISBN 9780-19-532131-9.
2. Wuysang D, Bahar A. Pemeriksaan kesadaran (Glasgow Coma Scale) dan
fungsi kortikal luhur (Mini Mental State Examination). Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. 2015
3. Snell R. Neuroanatomi Klinik, edisi ke-lima. Jakarta: EGC.h. 338-40.
19

4. Parvizi J, Damasio A. Consciousness and brainstem. Cognition 79 (2001)


135-159.
5. Wijaya Y. Koma. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya. 2007.
6. Aprilia M, Wreksoatmodjo BR. Pemeriksaan neurologis pada kesadaran
menurun. CDK-233. 2015; 42(10):780-6
7. Lindsay KW, Bone I, Fuller G. Neurology an neurosurgery illustrated. 5th
ed. London: Elsevier. 2010.
8. Panduan belajar Ilmu Bagian Saraf. Penurunan Kesadaran. 2006.

20

21

Anda mungkin juga menyukai