Ergg
Ergg
Alamat Korespondensi :
dr. Denny Mathius
Bagian Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Jl. Kandea No. 2A Makassar, 90153
HP : 081355579159
Email : doc_demath@yahoo.com
ABSTRAK
C-Peptide adalah suatu senyawa peptida yang bersama insulin merupakan produk dari pemecahan proinsulin di sel
beta pulau Langerhans pankreas yang keduanya siap untuk disekresikan bersamaan melalui membran sel. Pada
kasus kematian akibat overdosis insulin, korban akan mengalami keadaan hipoglikemia sebelum meninggal,dan
menjadi pertanyaan apakah kematian korban akibat kelebihan insulin karena suatu penyakit yang diderita
sebelumnya atau ada indikasi pembunuhan dengan menggunakan insulin sintetik. Penelitian ini merupakan suatu
penelitian Eksperimental dengan menggunakan 15 ekor kelinci putih spesies Oryctolagus cuniculus (5 kelompok
kontrol, 5 kelompok hipoglikemi dan 5 kelompok overdosis) dengan metode pemeriksaan ELISA. Dilakukan di
Animal lab FK UNHAS dan laboratorium penelitian RSP UNHAS, Makassar periode Januari 2013 sampai Februari
2013. Hasil penelitian terdapat rasio kadar insulin dan C-peptide pada serum darah kelinci normal didapatkan nilai
rata-rata 0,5340, sedangkan pada kelompok hipoglikemia nilai rata-rata yang didapatkan 9,3060, sementara dari
hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.002 (p < 0,005). Pada kelompok kelinci yang mati akibat overdosis setelah
pemberian insulin sintetik, nilai rasio rata-rata pada kelompok ini adalah 12,9340 dan pada uji statistik diperoleh
hasil nilai p = 0,042 (p < 0,05). Pada kelompok kelinci yang mengalami hipoglikemia dibandingkan dengan kelinci
yang mati akibat overdosis dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rasio keduanya. Nilai p =
0,513, p > 0,05. Pemeriksaan ini dapat menjadi dasar pembuktian secara ilmiah kasus-kasus kematian akibat
overdosis Insulin. Diperlukan penelitian lanjut dengan sampel yang lebih besar.
Kata kunci : C-peptide, Insulin, hipoglikemia.
ABSTRACT
C-peptide is a peptide compound with insulin is a breakdown product of proinsulin in the beta cells of the pancreatic
islets of Langerhans in which both are ready to simultaneously secreted through the cell membrane. In the case of
insulin overdose deaths, the victim will experience a state of hypoglycemia before he dies, and it is questionable
whether the victim's death is due to excess insulin due to a previous illness or no indication of homicide by use of
synthetic insulin. This eexperimental study is using 15 species of white rabbits Oryctolagus cuniculus species (5
control group, 5 groups of hypoglycemic and 5 groups of overdose) with ELISA method. Performed in the FK
UNHAS Animal lab and laboratory studies RSP UNHAS, Makassar from January 2013 to February 2013. The
results are the ratio of insulin and C-peptide in normal rabbit blood serum obtained an average value of 0.5340,
whereas the hypoglycemia group average value obtained 9.3060, while the statistical results obtained from the value
of p = 0.002 (p <0.005). In the group of rabbits that died of an overdose after administration of synthetic insulin, the
average value of the ratio in this group was 12.9340 and the test results obtained statistical p value = 0.042 (p
<0,05). In the group of rabbits who experience hypoglycemia compared with rabbits that died of an overdose in
which there is no significant difference between the value of the ratio of the two. P value = 0.513, p> 0.05. This
examination can be the basis of scientific evidence cases of death due to an overdose of insulin. Further research is
needed with a larger sample.
Keywords: C-peptide, insulin, hypoglycemia.
PENDAHULUAN
Menurut Laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 terdapat sekitar
171 juta orang seluruh dunia menderita penyakit Diabetes Mellitus dan diperkirakan meningkat
menjadi 366 juta pada tahun 2030 (WHO) . Di Indonesia prevalensi nasional penyakit Diabetes
Melitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 17 provinsi
mempunyai prevalensi Penyakit Diabetes Melitus di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa
Barat, JawaTengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur,Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Papua Barat.
Kemudian,
Indonesia, dilaporkan, bahwa jumlah penyandang diabetes pada anak dan remaja di bawah 20
tahun ditemukan sebanyak 731 anak dan remaja. Data Riskesdas Nasional
2007 juga
menunjukan DM merupakan penyebab kematian pada semua kelompok umur sebanyak 5,7
persen dari seluruh kematian di Indonesia. Dalam beberapa literatur dan publikasi ilmiah
dilaporkan beberapa kasus mengenai penyalahgunaan insulin, namun di Indonesia sendiri belum
ada laporan tentang kematian atau kasus klinik mengenai hal tersebut (Riskesdas, 2007).
Sebaliknya di luar negeri beberapa kasus penyalahgunaan insulin telah banyak dilaporkan, Pada
tahun 2005 sebuah laporan berkala dari American Association of Poison Control Centres
menyebutkan bahwa dari 2.424.180 kasus keracunan di USA kira-kira 3934 kasus atau sekitar
0,16% merupakan akibat keracunan insulin, dan dalam suatu penelitian retrospektif yang
hasilnya dilaporkan ke poison control unit menyebutkan bahwa 90% kasus keracunan insulin
merupakan kasus percobaan bunuh diri dan 5 % merupakan kasus kecelakaan. (Russel
Kristin,2009).
Penyakit Diabetes Melitus itu sendiri Menurut American Diabetes Asociation (ADA)
adalah kondisi yang dengan adanya hiperglikemia sebagai hasil dari ketidakmampuan tubuh
untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat
insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi.
Pada diabetes tipe 2, pankreas tidak cukup membentuk insulin atau tubuh tidak menggunakan
insulin. Diabetes tipe 2 disebut juga noninsulin dependent diabetes mellitus (Mahler J.R,
1999) . WHO memberikan kriteria diagnostik untuk diabetes yaitu apabila glukosa darah puasa
126 mg/dl atau glukosa plasma 2 jam post prandial 200mg/dl.
Penggunaan insulin sebagai terapi untuk penyakit diabetes mellitus pertama kali
dilakukan tahun 1922 oleh seorang peneliti dari Kanada, dengan percobaan menyuntikkan
insulin dari hewan pada manusia yang menderita diabetes tipe 1. Perkembangan insulin sebagai
sebagai terapi untuk pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2 semakin berkembang sejak tahun 1996
dimana diperkenalkan sejumlah insulin sintetik yang baru yang mempunyai fungsi fisiologis
yang hampir sama dengan insulin yang dihasilkan tubuh manusia dan mampu mengontrol kadar
gula darah pada pasien diabetes.(Tanyolac,S. 2010). Insulin sintetik pertama dikenal dengan
nama lispro insulin yang adalah modifikasi dua asam amino insulin manusia (Mahler J.R,1999 ).
Selain sebagai terapi untuk penyakit diabetes, insulin sintetik ini juga dapat
disalahgunakan untuk hal yang lain, sehingga sering ditemukan kematian yang tidak wajar akibat
penyalahgunaan insulin ini. Hipoglikemi sebagai akibat kelebihan insulin dapat terjadi secara
kecelakaan ataupun digunakan sebagai senjata untuk membunuh atau bunuh diri (Marks,V
2005 Part 1). Salah satu metode untuk membuktikan hal ini adalah dengan pengukuran kadar
serum C-peptide. Dalam kondisi normal, insulin dan C-peptide selalu dilepaskan ke sirkulasi
dalam jumlah yang equimolar. C-peptide itu sendiri tidak memiliki aktifitas biologis. C-peptide
dapat meningkat bersamaan dengan meningkatnya kadar insulin endogen dalam darah, sehingga
perbandingan rasio dari insulin dan C-peptide dapat digunakan untuk mendiagnosa keracunan
atau overdosis insulin yang disebabkan oleh pemberian insulin dari luar atau insulin sintetik pada
korban yang masih hidup. (Marks, V 2005 part 2). Jika insulin eksogen diberikan,konsentrasi
insulin akan tinggi dan konsentrasi C-peptide rendah. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kadar insulin sekitar 2 18 U/ml dan kadar C-peptide sekitar 0,8 -3,5 ng/ml.
(Skolnik, B.A, 2010)
Pada penelitian ini, peneliti akan mengukur dan membandingkan rasio kadar insulin dan
C-peptide pada serum darah kelinci yang sebelumnya telah disuntikkan dengan insulin sintetik.
Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi para dokter ataupun dokter forensik dalam
membantu investigasi yang dilakukan oleh penyidik terhadap kasus-kasus kematian tidak wajar
akibat overdosis insulin yang terjadi di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan (FASYANKES)
atau di luar FASYANKES. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian tentang C-peptide dan
peranannya dalam pembuktian kasus overdosis insulin belum pernah dilakukan sebelumnya di
Indonesia khususnya di Makassar.
BAHAN DAN METODE
Sampel
Penelitian ini merupakan suatu penelitian Eksperimental dengan menggunakan kelinci sebagai
hewan percobaan. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Lembaga Penelitian Rumah Sakit
Pendidikan Universitas Hasanuddin Makassar. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari
2013 sampai Februari 2013. Populasi penelitian adalah kelinci putih (spesies Oryctolagus
cuniculus), berumur 30-40 minggu dengan berat badan 1000-2000 gram. Hewan coba diperoleh
dari Balai Penyelidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Surabaya. Sampel penelitian adalah 15
ekor kelinci jantan yang dipilih dengan tehnik acak dan sederhana. Sampel dikelompokkan atas 3
kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor yaitu 2 kelompok diberikan perlakuan dan 1
kelompok tanpa perlakuan sebagai kontrol.
kelompok perlakuan. Uji One way Anova untuk membandingkan lebih dari dua kelompok tidak
berpasangan dengan skala numerik, dalam hal ini membandingkan kadar Insulin dan C-Peptide
pada masing-masing kelompok perlakuan. Uji Korelatif Pearson, untuk menentukan hubungan
antara dua kelompok dengan skala numerik, dalam penelitian ini untuk menentukan hubungan
antara kadar Insulin dan C-Peptide.
HASIL
Hasil analisis rasio kadar Insulin dan c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok
kontrol dan kelompok hipoglikemi didapatkan nilai rata rata kelompok kontrol 0.5340
sedangkan pada kelompok hipoglikemi 9.3060. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.002 (
p < 0.05 ), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan pada rasio kadar insulin dan
c-peptide antara kelompok kontrol dan kelompok hipoglikemi. Dengan kata lain ada hubungan
bermakna pada rasio kadar insulin dan c-peptide antara kelompok kontrol dan kelompok
hipoglikemi.
Hasil analisis rasio kadar insulin dan c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok
kontrol dan kelompok overdosis didapatkan nilai rata rata kelompok kontrol 0.5340 sedangkan
pada kelompok overdosis 12.9340. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.074 ( p > 0.05 ),
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan rasio kadar insulin dan c-peptide
antara kelompok kontrol dan kelompok overdosis. Dengan kata lain
bermakna pada rasio kadar insulin dan c-peptide antara kelompok kontrol dan kelompok
overdosis.
Hasil analisis rasio kadar insulin dan c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok
hipoglikemi dan kelompok overdosis didapatkan nilai rata rata kelompok hipoglikemi 0.93060
sedangkan pada kelompok overdosis 12.9340. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.513 ( p
> 0.05 ), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan rasio kadar insulin dan
c-peptide antara kelompok hipoglikemi dan kelompok overdosis. Dengan kata lain tidak ada
hubungan bermakna pada rasio kadar insulin dan c-peptide antara kelompok hipoglikemi dan
kelompok overdosis.
PEMBAHASAN
Pada Penelitian yang membandingkan kadar insulin dan C-peptide didapatkan hasil
bahwa jumlah kadar C-peptide pada serum darah kelinci normal yang diperiksa dengan
menggunakan metode ELISA, didapatkan hasil bahwa tidak perbedaan signifikan antara kadar
C-peptide pada serum darah kelinci normal dengan serum darah kelinci yang mengalami
hipoglikemia. Nilai p = 0,687 ( p > 0.05). Demikian pula dengan jumlah kadar C-peptide pada
kelinci yang mati akibat overdosis, hasilnya juga tidak menunjukkan perbedaan signifikan
dengan kadar C-peptide kelinci normal (nilai p= 0,819, p >0,05), dan C-peptide pada serum
darah kelinci yang mengalami hipoglikemia (nilai p = 0,795, p >0,05). Hal ini sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa C-peptide hanya berasal dari insulin endogen yang teraktifasi, dan
menurut logemann et all mengatakan bahwa pada kasus orang yang bunuh diri dengan
menggunakan insulin sintetik terdapat peningkatan kadar insulin dan penurunan jumlah Cpeptide. ( Iwase,H 2001).
Pada penelitian selanjutnya dimana kadar insulin pada serum darah normal kelinci
normal yang diperiksa dengan metode ELISA menunjukkan perbedaan signifikan dengan kadar
overdosis setelah disuntikkan dengan sejumlah dosis insulin sintetik. Kadar insulin pada kelinci
yang disuntikkan dengan insulin sintetik (novorapid) dengan dosis 60 unit , dan kemudian
mengalami hipoglikemia (GDS< 60 mg/dl) menunjukkan peningkatan yang signifikan
dibandingkan dengan kelinci normal (nilai p = 0,000, p < 0,05). Hal yang sama ditunjukkan pada
kadar insulin kelinci yang mati akibat overdosis insulin setelah disuntikan dengan dosis 100 unit,
dimana terjadi peningkatan yang signifikan kadar insulin yang mati dibandingkan pada kelinci
yang normal ( nilai p = 0,001, p < 0,005). Hasil yang berbeda didapatkan pada kadar insulin
kelinci yang hipoglikemia dan yang mati akibat overdosis insulin, dimana tidak terdapat
perbedaan yang signifikan ( nilai p= 0,795, p > 0,05). Hasilini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa pada kondisi normal, insulin dan C-peptide selalu dilepaskan dalamjumlah
yang equimolar ke sirkulasi. Jika terdapat pemberian insulin dari luar maka konsentrasi insulin
akan meningkat sedangkan konsentrasi dari C-peptide akan menurun. (Skolnik, A.B, 2010).
Rasio kadar insulin dan C-peptide pada serum darah kelinci normal didapatkan nilai ratarata 0,5340, sedangkan pada kelompok hipoglikemia nilai rata-rata yang didapatkan 9,3060,
sementara dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.002 (p < 0,005). Dari hasil ini menunjukkan
bahwa ada peningkatan nilai rasio kadar insulin dan C-peptide pada kelinci yang mengalam
hipoglikemia sebanyak 17,5 kali lebih besar dari kelinci normal. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa nilai molar rasio antara insulin dan C-peptide pada darah selalu berada pada
nilai kurang dari 1, kecuali pada kondisi adanya pemberian insulin eksogen maka nilai rasionya
meningkat lebih dari 1. Hal ini disebabkan karena waktu paruh dari C-peptide lebih panjang dari
insulin. ( Skolnik, 2010). Hasil pada kelompok kelinci yang mati akibat overdosis setelah
pemberian insulin sintetik, dimana nilai rasio rata-rata pada kelompok ini adalah 12,9340 dan
pada uji statistik diperoleh hasil nilai p = 0,042 (p <0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada
peningkatan rasio kadar insulin dan C-peptide pada kelinci yang mati akibat overdosis dibanding
dengan kelinci normal. Hasil ini bertentangan dengan teori yang mengatakan bahwa rasio
molaritas insulin pada kelinci yang mati akibat overdosis akan meningkat dibandingkan dengan
kelinci normal. Hasil yang berbeda didapatkan ketika nilai rasio kadar insulin dan C-peptide
pada kelinci yang mengalami hipoglikemia dibandingkan dengan kelinci yang mati akibat
overdosis dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rasio keduanya. Nilai p =
0,513, p > 0,05. Hasil diatas menunjukkan kesesuaian antara teori yang mengatakan bahwa rasio
Insulin dan C-peptide pada darah selalu berada pada nilai < 1, dan nilainya kan meningkat
apabila terjadi pemberian insulin dari luar, sehingga rasio ini dapat menjadi tes yang bisa
digunakan pada kasus-kasus hipoglikemia atau kematian akibat overdosis pemberian insulin
sintetik. (Iwase, H 2007) .
penelitian selanjutnya dengan judul yang sama menggunakan satu hewan coba untuk dua kali
perlakuan yaitu hipoglikemia dan matiakibat overdosis insulin sintetik. Perlu adanya penelitian
lanjutan untuk melihat kadar insulin dan C-peptide pada keadaan - keadaan post mortem.
DAFTAR PUSTAKA
United
Kingdom
Clinical
Review,
Division
of
Diabetes,
endocrinology
and
Journal
of
Lampiran Tabel
Tabel 1.
hipoglikemia yang diberi suntikan insulin sintetik 60 IU dan kelompok perlakuan yang mati
setelah pemberian insulin sintetik 100 IU
Insulin
C-Peptide
Insulin
C-Peptide
Insulin
C-Peptide
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kontrol
Kontrol
Hipoglikemia
Hipoglikemia
Over Dosis
Over Dosis
7.1
0.30
116.3
0.33
96.7
0.24
6.5
0.33
105.2
0.19
66.3
0.22
7.3
0.24
115.9
0.24
118.3
0.53
6.9
0.36
102.6
0.39
110.5
0.19
6.6
0.19
121.9
0.22
110.7
0.07
6.91
0.28
112.38
0.27
100.52
0.25
Tabel 2. Kadar insulin dan C-Peptide setelah dikonversi dalam satuan pmol/L.
Ratio
Insulin
dan
C-Peptide
Kelompok
Kontrol
Insulin
Kelompok
Hipoglikemia
C-Peptide
Kelompok
Hipoglikemia
Ratio Insulin
dan
C-Peptide
Kelompok
Hipoglikemia
Insulin
Kelompok
Over Dosis
C-Peptide
Kelompok
Over Dosis
807,70
109,68
7,36
671,58
80,89
0,41
730,61
61,71
11,83
460,45
71,30
6,45
80,89
0,63
804,93
80,89
9,95
821,59
176,95
4,64
48,13
119,28
0,40
712,56
128,88
5,52
767,42
61,71
12,43
45,98
61,71
0,74
846,60
71,30
11,87
768,81
23,40
32,85
Insulin
Kelompok
Kontrol
C-Peptide
Kelompok
Kontrol
49,52
100,08
45,28
109,68
50,98
0,49
Ratio Insulin
dan CPeptide
kelompok
Over Dosis
8,30
Tabel. 3. Kadar Insulin pada serum darah kelinci antara kelompok kontrol dan kelompok
hipoglikemi
Kadar Insulin
Kelompok
Kelompok
Pmol/L
Kontrol
Hipoglikemi
Mean
47.9780
780.4800
Standar Deviasi
2.38139
56.59224
Median
48.13000
804.93000
Min Max
45.28 - 50.98
712.56 - 846.60
t hitung = -28.917
Tabel. 4
Kadar c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok kontrol dan kelompok
hipoglikemi
Kadar C-Peptide
Kelompok
Kelompok
Pmol/L
Kontrol
Hipoglikemi
Mean
94.3280
90.4920
Standar Deviasi
23.10782
27.97656
Median
100.08
80.8900
Min Max
61.71 - 119.28
61.71 - 128.88
t hitung = 0.236
Tabel. 5 Kadar Insulin pada serum darah kelinci antara kelompok kontrol dan kelompok
overdosis
Kadar Insulin
Pmol/L
Kelompok
Kontrol
Kelompok
Overdosis
Mean
47.9780
697.9700
Standar Deviasi
2.38139
143.38383
Median
48.13000
767.42000
Min Max
45.28 - 50.98
460.45 - 821.59
t hitung = 10.135
Tabel. 6 Kadar c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok kontrol dan kelompok
overdosis
Kadar C-Peptide
Kelompok
Kelompok
Pmol/L
Kontrol
Overdosis
Mean
94.3280
82.8500
Standar Deviasi
23.10782
56.95010
Median
100.08
71.3000
Min Max
61.71 - 119.28
23.40 - 176.95
t hitung = 0.418
Tabel. 7
Kadar Insulin pada serum darah kelinci antara kelompok hipoglikemi dan
kelompok overdosis
Kadar Insulin
Kelompok
Kelompok
Pmol/L
Hipoglikemi
Overdosis
Mean
780.4800
697.9700
Standar Deviasi
56.59224
143.38383
Median
804.93000
767.4200
Min Max
712.56 - 846.60
460.45 - 821.59
t hitung = 1.197
Tabel. 8
overdosis
Kadar c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok hipoglikemi dan kelompok
Kadar C-Peptide
Kelompok
Kelompok
Pmol/L
Hipoglikemi
Overdosis
Mean
90.4920
82.8500
Standar Deviasi
27.97656
56.95010
Median
80.8900
71.3000
Min Max
61.71 - 128.88
23.40 - 176.95
t hitung = 0.269
Tabel.9 Rasio Kadar Insulin dan c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok
kontrol dan kelompok hipoglikemi
Rasio
Kelompok
Insulin / C-peptide
Kontrol
Mean
0.5340
9.3060
Standar Deviasi
0.14741
2.80536
Median
0.4900
9.9500
Min Max
0.40 - 0.74
5.52 - 11.87
t hitung = -6.982
Kelompok Hipoglikemi
Tabel. 10 Rasio Kadar Insulin dan c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok
kontrol dan kelompok overdosis
Rasio
Kelompok
Kelompok
Insulin / C-peptide
Kontrol
Overdosis
Mean
0.5340
12.9340
Standar Deviasi
0.14741
11.50226
Median
0.4900
8.3000
Min Max
0.40 - 0.74
4.64 - 32.85
t hitung = -2.410
p = 0.074 ( p >0.05 )
Tabel. 11 Rasio Kadar Insulin dan c-peptide pada serum darah kelinci antara kelompok
hipoglikemi dan kelompok overdosis
Rasio
Kelompok
Kelompok
Insulin / C-peptide
Hipoglikemi
Overdosis
Mean
9.3060
12.9340
Standar Deviasi
2.80536
11.50226
Median
9.9500
8.3000
Min Max
5.52 - 11.87
4.64 - 32.85
t hitung = -0.685