Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PENGAYAAN

KEPANITRAAN KLINIK MADYA


SMF/LABORATORIUM NEUROLOGI
MILD COGNITIVE IMPAIRMENT

Oleh:
I Putu Raynantha SW

NIM 105070106111005

Scientia I. K.E.S

NIM 105070100111001

Pembimbing:
dr. S.B. Rianawati, Sp,S(K)

SMFNEUROLOGI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016

ii

DAFTAR ISI
Halaman
Judul.................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Definisi.......................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi.................................................................................................2
2.3 Etiologi.......................................................................................................... 2
2.4 Anatomi.........................................................................................................2
2.5 Patofisiologi..................................................................................................4
2.6 Diagnosis......................................................................................................8
2.6.1 Diagnosis Banding...................................................................................11
2.6.2 Penegakan Diagnosis..............................................................................12
2.7Tatalaksana.................................................................................................17
2.7.1 Farmakologi.............................................17
2.7.2 Non Farmakologi.....................................................................................18
2.8 Prognosis....18
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................21

BAB I
PENDAHULUAN

Peningkatan usia meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit


degeneratif, salah satunya gangguan memori. Fungsi memori pada usia tua
sebagian akan mengalami penurunan dan sebagian lagi tidak. Fungsi memori
yang relatif stabil seiring peningkatan usia adalah memori semantik dan memori
prosedural, sedangkan fungsi memori yang menurun seiring usia adalah memori
kerja (working memory), memori episodik, kecepatan pemrosesan, dan memori
prospektif.1
Gangguan Kongnitif Ringan (Mild

Cognitive Impairment)

merupakan

sindroma penurunan kognitif yang tidak berdampak pada aktivitas harian. Fungsi
Kognitif merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat,
belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi ini juga didefinisikan sebagai
kemampuan

atensi,

kemampuan

eksekutif

memori,
seperti

pertimbangan,
merencanakan,

pemecahan

masalah

serta

menilai,

mengawasi

dan

melakukan evaluasi.
Mild cognitive impairment (MCI) didefinisikan sebagai fungsi kognitif di
bawah normal tetapi tidak cukup untuk diagnosis demensia. MCI berbeda
dengan penyakit Alzheimer atau demensia lainnya; perubahan kognitif pada MCI
tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas harian. Tidak semua penderita MCI
mengalami perburukan, sebagian dapat mengalami perbaikan. Akan tetapi,
diketahui bahwa individu dengan MCI memiliki peningkatan risiko untuk menjadi
Alzheimer, terutama jika masalah utama adalah memori.
Prevalensi MCI meningkat seiring usia, yaitu 10% pada usia 70-79 tahun
dan 25% pada usia 80-89 tahun. Petersen melaporkan bahwa 10-15% MCI akan
berlanjut menjadi demensia setiap tahun. Pada studi Mayo Clinic, didapatkan
bahwa prevalensi amnestic MCI usia 70 sampai 89 tahun sebesar 11,1% dan
non-amnestic MCI sebesar 4,9%. Banyak penelitian mengindikasikan risiko
penyakit Alzheimer lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria, demikian juga
MCI.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Gangguan

Kongnitif

Ringan

(Mild

Cognitive

Impairment)

merupakan sindroma penurunan kognitif yang tidak berdampak pada


aktivitas harian. Fungsi Kognitif merupakan aktivitas mental secara sadar
seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi ini
juga didefinisikan sebagai kemampuan atensi, memori, pertimbangan,
pemecahan masalah serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan,
menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi

1,2

. MCI dapat juga didefinisikan

sebagai periode transisional antara penuaan normal dan Penyakit Alzeimer.


Perbedaan primer antara MCI dan Penyakit Alzeimer yakni pada penyakit
Alzeimer terdapat gangguan kognitif yang menyebabkan gangguan pada
aktivitas harian1,3.
2.2

Epidemiologi
Prevalensi MCI menurut Mayo Clinic Study of Aging (2009) pada 2000
lansia berusia 70-89 tahun di Minnesota sebesar 13-15 %, sedangkan
prevalensi demensia sebesar 10-11 % dengan 77% memiliki fungsi kognitif
yang normal. Data epidemiologi berdasarkan penelitian pada populasi lansia
didapatkan sebesar 3-19 % dengan insidensi 8-58 kasus per 1000 lansia per
tahun, dengan risiko menjadi demensia sebesar 11-33 % setelah 2 tahun
paska onset. Namun berdasarkan penelitian lain sebanyak 44 % pasien MCI
diperkirakan akan kembali normal dalam 1 tahun kemudian2,3.

2.3

Etiologi
Penyebab primer MCI diduga dikarenakan degenerative, vaskuler,
depresif,traumatik, komorbid medis 4.

2.4

Anatomi
Sistem limbik berarti batas atau tepi yang diperkenalkan Broca pada
tahun 1878 untuk menunjukkan pada dua girus yang membentuk limbus
atau batas disekitar diencephalon. Sistem ini merupakan suatu konsep

fungsional yang berperan mengatur domain kognitif yang terdiri dari dua
sistem mayor yakni hipokampus dan amigdala4.
1.1 Sistem Hipokampus
Sistem hipokampus secara dominan berfungsi dalam pembentukan
memori yang baru

melalui sirkuit yang berhubungan dengan

beberapa bagian di otak. Sirkuit ini disebut Sirkuit Papez yang terdiri
dari struktur: forniks, hipokampus, badan mamilar (mammilary bodies)
dan cingulum.
Informasi sensoris dari korteks parietal,temporal dan oksipital
berkumpul pada cingulate gyrus melalui cingulum, menghantarkan
informasi kepada corpus callosum turun menuju lobus temporalis
(korteks entorhinal- input dari hipokampus). Informasi ini kemudian
dikeluarkan sebagai output hippocampus yang dimulai dari aveus,
pita tipis pada white matter kemudian diteruskan menuju fimbriae dan
crus dari masing-masing forniks. Crura akan bersatu secara anterior
pada splenium dari corpus callosum dan melewati pada batas bawah
dari

septum

pellucidum.

Pada

level

foramen

Monroe,

akan

membentuk kolum forniks yang akan dibagi menjadi komisura


anterior, nuclei septal (serabut-serabut prekomisura), dan badan
mamilary

(serabut

postkommisura).

Traktus

mammilothalamic

melewati posterosuperiordari badan mamilary terhadap nucleus


anterior thalamus. Lengkung ini selesai melewati proyeksi kembali
dari cingulum atau korteks cingulatum.
1.2 Sistem Amygdala
Sistem amygdala secara dominan sebagai respon emosional
terhadap stimulus sensoris. Jalur amygdala terdiri dari dua koneksi,
pada keduanya baik input maupun outputnya melewati jalur yang
sama. Berbagai area kortikal menuju ke amygdala- terutama insula,
orbitofrontal, korteks cingulate anterior, dan lobus temporalis, tetapi
input yang menonjol berasal dari korteks olfaktorius, bersama sama
4

dengan input dari nulei basal septal dan hipotalamus. Terdapat output
berkebalikan terhadap area-area tersebut terhadap hipokampus atau
korteks entorhinal melalui struktur-struktur tersebut4.
Stria terminalis : lengkung berbentuk C yang mengikuti ekor dari
nuleus caudatus disekeliling lobus temporalis dan melewati
caudothalamic notch pada tubuh dari ventrikel lateral. Serabutnya
berakhir pada hipotalamus dan nulei septal.

Jalur amygdalofugal ventral : serabut dari amygdala melintasi


pada bagian medial, dibawah nucleus lentiform, meluas ke
struktur hipotalamus, basal septal, orbital dan korteks-korteks
cingulatum anterior. Struktur tersebut memiliki hubungan yang
kuat terhadap striatum ventral- sebagian nucleus accumbens
menuju nucleus thalamus.
Fungsi dari hipokampus dan amygdala sangat berhubungan erat,
terutama dalam hal memori. Hipokampus berkaitan erat dengan isi memori
yang bersifat faktual sedangkan amygdala menetapkan isi memori yang
bersifat emosional. Pengeluaran dari sistem hipokampus dan amygdala ini
akan berintegrasi bersama-sama dalam menghasilkan perubahan perilaku
melalui serabut forebrain medial yang saling berkoordinasi 4.

2.5

Patofisiologi
Patofisiologi MCI banyak diketahui seiring perkembangan teknologi
kedokterandalam bidang pencitraaan otak (MRI struktural dan fungsional,
PET,SPECT, DTI) serta proteomik klinis. Secara anatomi, disfungsi memori
pada MCI (khususnya karena Alzeimer) berkaitan dengan deteriorasi,
disfungsi atau atrofi struktural mikro dan makro diantaranya di lobus
temporal medial (regio yang berkaitan dengan dengan pembentukan dan
konsolidasi memori jangka panjang), area midbrain (hipokampus dan
parahipokampus), lobus parietal (terutama bagian inferior medial), serta
frotolimbik termasuk frontal, insular,amigdala,singulat 2.
Secara fungsional, patofisiologi MCI dijelaskan oleh beberapa
penelitian

dengan

menggungakan

fungsional

MRI

dimana

dapat

menjelaskan kelainan kognisi terutama dalam pembentukan memori dan


persepsi visuospasial8.
5.1 Jaringan Memori
Kata Memori menggambarkan rangkuman sederhana dari fungsifungsi asosiasi yang berbeda yang bersifat sangat luas, memori terdiri
atas memori jangka pendek, memori jangka panjang, memori
prosedural, deklaratif, semantik, dan episodik. Memori deklaratif
berhubungan dengan memori yang menyimpan fakta dan pengalaman,
yang secara eksplisit didiskusikan dan dideklarasikan oleh seseorang.

Memori tersebut dibagi menjadi memori semantik (tidak berisi fakta


spesifik, kata dan objek) dan memori episodik (memori mengenai
kejadian, termasuk waktu, tempat dan emosi)8.
Neuroanatomi fungsional memori berhubungan dengan sistem
syaraf pada lobus medial temporal (MTL), termasuk regio hipokampal
dan berdampingan dengan perirhinal,entorhinal dan korteks-korteks
parahipokampal, yang berguna dalam mengkode dan mengingat
memori episodik. Selain itu memori episodik juga berhubungan dengan
regio-regio kortikal prefrontal, taut temporoparietal, korteks cingulatum
posterior dan cerebellum. Secara umum, regio regio dari otak dari
hemisfer kiri (terutama hipokampus) berfungsi mengkode sedangkan
pada hemisfer kanan (terutama korteks prefrontal) berperan dalam
mengingat memori episodik.
Terdapat beberapa daerah pada otak yang dipercaya berperan
penting dalam memori yang disebut dengan default mode networks
(DMN). Jaringan ini termasuk cingulatum posterior, meluas hingga
precuneus, lateral parietal, dan regio preforntal medial. Jaringan ini
akan bermetabolisme secara aktif pada waktu istirahat, menurun
aktivitasnya selama mendapatkan tugas-tugas kognitif dan tidak
6

teraktivasi selama pembentukan memori sepenuhnya8.


5.2 Informasi Visuospasial

Gambar 2.1 Jalur visuospasial.8

Informasi visual diproses melalui jalur pararel yang disebut jalur


parvocellular (P) dan magnocellular (M) yang berasal dari retina dan
diproyeksikan terhadap korteks visual primer (V1) melalui nucleus genikulatum
lateral. Setelah melewati korteks visual primer akan diteruskan pada jalur
parvocellular (P) melalui aliran ventral, yang terdiri dari V4 dan korteks temporal
inferior. Sistem ini berfungsi dalam memproses bentuk dan warna. Sebaliknya,
setelah melewati V1, akan diproyeksikan melalui jalur magnocellular (M) melalui
aliran dorsal yang terdiri dari V3a,V5/MT+ (V5/MT dan MST), V6 dan lobus
parietal posterior. Sistem ini berperan penting dalam mendeteksi ruang dan
informasi pergerakan. Pada Aliran dorsal dibagi kedalam dua aliran fungsional
utama yaitu : dorsodorsal (d-d) dan ventrodorsal (v-d). Pasien dengan MCI
menunjukkan penurunan jaringan fungsional antara PCC dan korteks temporal.
Pada penelitian lain disebutkan pasien dengan MCI juga dilaporkan terjadi
7

peningkatan pada aktivitas DMN jika dibandingkan pada kelompok kontrol.


Namun pada penelitian Sorg et al dan Qi et al dilaporkan terdapat penurunan
pada PCC dan korteks parietal bilateral dan pada korteks prefrontal 8.
Secara fungsional, patofisiologi menurut Sowell,2012 meliputi : (1) disfungsi dan
perubahan energi (pada proses glikolisis dan proses-proses dalam mitokondria);
(2) abnormalitas/ disfungsi struktural neuritik; (4) eksotoksisitas; (5) abnormalitas
lipid

dan

disfungsi

kolinergik;

(6)

defense

antioksidan/disfungsi

sistem

detoksifikasi; (7) Fosforilasi Tau dan produksi A dan (8) perubahan sintetis
protein7,8.
Disfungsi dan perubahan energi
Energi yang dibutuhkan sel untuk berfungsi normal berupa ATP
dihasilkan dari proses glikolisis (2 ATP), siklus krebs (2ATP) dan
fosforilasi transpor elektron (32 ATP) total 36 ATP. Pada penderita
MCI, diketahui beberapa protein yang terlibat dalam energy
pathway diantaranya :enolase, aldolase, PK ,MDH, ATP sintase,
PGK1 dan glucose-regulated protein precusor. Peningkatan
oksidasi protein-protein tersebut mengakibatkan enzimatik otak
yang menurunkan fungsi protein tersebut, yang mengakibatkan
berkurangnya produksi ATP (untuk bekerjanya fungsi sel normal
termasuk : transduksi sinyal,pemeliharaan gradion ion, sintesis

protein)

dan

rusaknya

ATPase

(yang

bertanggung

jawab

dalampemeliharaan pompa ion, lipid asssymetry dan komunikasi


intraseluler). Mitokondria merupakan sumber ATP selular dan
ROS (Reactive Oxygen Species) dimana pada kondisi fisiologis
ROS dapat dieliminasi namun pada kondisi patologis menjadi
berlebih, ROS yang berlebihan berperan pada eksositosis sinaps,
denaturasi protein, membran dan DNA.
Abnormalitas/ Disfungsi Struktural Neuritik
Oksidasi protein struktural mengakibatkan perubahan fungsi
secara menyeluruh, akhirnya terdapat pemendekan panjang
dendritik dan rusakknya pertumbuhan aksonal, hilangnya koneksi
antar neuron dan buruknya penghantaran syaraf, diantaranya
dihydropyrimidinase-2 (DRP-2).
Eksitotoksisitas
Eksitotoksisitas diakibatkan peningkatan glutamat ekstraselular,
yang normalnya diubah menjadi Glutamin dan glutamin sintase,
namun mengakibatkan perubahan oksidatif sehingga terjadi
penumpukan

glutamat

ekstrasel

yang

berakibat

pada
8
eksitotoksisitas dan input Ca2+ ke dalam sel, yang berakibat pada
kematian sel3.
Abnormalitas lipid dan disfungsi kolinergik
Defisit kolinergik sentral diduga berperan pada amnesia MCI terkait
dengan kerusakan nukleus basalis Meynert, meskipun penelitian post
mortem menunjukkan up-regulasi dari aktivitas kolin asetil-transferase
(ChAT) di korteks frontalis dan hipokampus sebagai suatu proses
kompensasi3.

Gambar 2.2 Produksi ROS.3

2.6

Diagnosis
Pada umumnya, diagnosis Mild cognitive Impairment dibuat apabila
pada seseorang ditemukan beberapa kriteria: ada gangguan memori, fungsi
memori abnormal untuk usia dan pendidikan, aktivitas sehari-hari normal,
9
fungsi kognisi umum normal dan tidak dijumpai demensia .
Fungsi kognitif terdiri dari :
1. Atensi
Atensi merupakan kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan
satu

stimulus

tertentu

(spesifik)

dengan

mampumengabaikan

stimulus lain baik internal maupun eksternal yang tidak perlu atau
tidak dibutuhkan. Setelah menentukan kesadaran, pemeriksaan
atensi harus dilakukan saat awal pemeriksaan neurobehaviour
karena pemeriksaan modalitas kognitif lainnya sangat dipengaruhi
oleh atensi yang cukup terjaga.
2. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar
yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Oleh karena itu
pemeriksaan bahasa harus dilakukan pada awal pemeriksaan
neurobehaviour. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan

kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami


kesulitan atau tidak mungkin dilakukan.
3. Memori
Secara klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar: Immediate,
recent, dan remote memory berdasarkan rentang waktu antara
stimulus dan recall.
1. Immediate memory merupakan kemampuan untuk merecall
stimulus dalam interval waktu beberapa detik
2. Recent memory merupakan kemampuan untuk mengingat
kejadian sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa
yang dimakan saat sarapan, atau kejadian-kejadian baru) dan
mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut dalam
rentang waktu menit, jam, hari, bulan, tahun.
3. Remote memory merupakan koleksi kejadian yang terjadi
bertahun tahun yang lalu (misalnya tanggal lahir, sejarah,
nama teman)
4. Visuospasial
Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan
konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam
gambar (misal: lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok. Semua
lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini tetapi lobus p
arietal terutama hemisfer kanan mempunyai peranan yang paling
dominan.

Menggambar

jam

sering

digunakan

untuk

skrining

kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan


dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
5. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara

1
1

berpikir dan kemampuan pemecahan masalah.9


Diagnosis MCI dapat dibagi atas 4 subtipe klinis:
1. Amnestic MCI - single domain:
terdapat gangguan memori dengan tidak adanya gangguan dari area
fungsi kognitif yang lain seperti atensi, orientasi, bahasa dan visuospatial.
2. Amnestic MCI - multiple domain:

terdapat gangguan memori ditambah satu atau lebih gangguan dari area
fungsi kognitif yang lainnya.
3. Non Amnestic MCI - single domain:
terdapat gangguan pada satu area fungsi kognitif tanpa adanya gangguan
dari area fungsi memori.
4. Non Amnestic MCI - multiple domain:
terdapat gangguan pada dua atau lebih area fungsi kognitif tanpa adanya
gangguan dari area fungsi memori.
Ke empat subtipe klinis tersebut berbeda dalam hal etiologi dan outcome nya.
Amnestic MCI (single domain lebih baik dari yang multiple domain)
mempunyai kemungkinan yang lebih besar mengalami progresifitas menjadi
penyakit demensia Alzheimer. Sedangkan subtipe non-Amnestic mempunyai
kemungkinan

mengalami

progresifitas

menjadi

penyakit

demensia

nonAlzheimer 10

1
2

2.6.1

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dengan gangguan fungsi kognitif diantaranya adalah

MCI, demensia, delirium, dan depresi. Masing-masing hampir mempunyai


kemiripan, sehingga dalam penegakkan diagnosa MCI terkadang sulit. 11

Gambar 2.3 : Perbandingan gangguan fungsi kognitif.11

2.6.2

Penegakan Diagnosis

Pada umumnya diagnosis MCI dibuat apabila pada seseorang ditemukan


kriteria berikut ini:
-

Ada gangguan memori.

Fungsi memori abnormal untuk usia dan pendidikan.

Aktivitas sehari-hari normal.

Fungsi kognisi umum normal.

Tidak ada demensia (kepikunan).


Penderita MCI terutama mengalami gangguan memori jangka pendek

(recent memory). Mereka masih mampu berfungsi normal dalam kehidupan


sehari-hari, mampu memperoleh kemampuan kognisi seperti berpikir,
pemahaman

dan

membuat

keputusan.

Fenomena

MCI

terutama

dipergunakan sebagai peringatan bahwa penyandangnya mempunyai risiko


1
tinggi untuk mengidap Alzheimer dan merupakan fase transisi antara
3
7
gangguan memori fisiologis dan patologis.

Gambar 2.4 Diagnosis kriteria MCI.


Untuk evaluasi diagnosis dari MCI diperlukan wawancara klinis terhadap
pasien dan informan yang dapat dipercaya seperti pengasuh, pasangan hidup
ataupun rekan kerja. Selain itu dilakukan pemeriksaan neurologi, pemeriksaan
status mental, test neuropsikologi, tes laboratorium, pemeriksaan radiologis dan
penilaian kondisi komorbid psikiatri seperti depresi.

Oleh karena MCI ataupun demensia merupakan bagian dari penyakit


neurologi, maka diharuskan pemeriksaan neurologi pada penderitanya termasuk
saraf-saraf kranial, refleks-refleks, sistem motorik, koordinasi dan pemeriksaan
sensorik. 8
Pemeriksaan Neuropsikologi
Pemeriksaan neuropsikologi sangat membantu, tetapi bukanlah suatu
pemeriksaan definitif untuk MCI. Pemeriksaan neuropsikologi dibutuhkan untuk
memastikan apakah skor tes memori di bawah standar. Pemeriksaan serial
dianjurkan untuk menilai apakah fungsi kognitif meningkat, tetap, atau memburuk
menuju demensia. Pemeriksaan yang sering digunakan adalah Mini Mental State
Examination (MMSE), Clinical Demensia Rating (CDR), dan Global Deterioration
Scale (GDS).
Mini Mental State Examination (MMSE) telah digunakan secara luas
untuk identifi kasi demensia. Namun, MMSE tidak sensitif atau spesifik untuk
suatu diagnosis MCI. sitif dalam mendeteksi MCI.
1. Mini Mental State Examination (MMSE)
MMSE pertama kali dipublikasikan pada tahun 1975, dan sejak saat itu
telah

banyak

digunakan

dalam

pemeriksaan

gangguan

fungsi

kognitif.Pemeriksaan MMSE meliputi beberapa fungsi domain yaitu: orientasi,


registrasi, atensi atau kalkulasi, mengingat kembali, penamaan, pengulangan,
komprehensif, menulis, dan konstruksi. MMSE mempunyai keterbatasan baik
dalam sentifitas maupun spesivitas, dan hanya digunakan sebagai sarana untuk
screening dan bukan sebagai sarana untuk diagnosis. Penggunaan MMSE harus
dikombikasikan dengan metode yang lain. Dengan cutoff 23, MMSE memiliki nilai
sensitivitas sebesar 86% dan spesivitas sebesar 91% untuk mendeteksi
demensia pada komunitas, tetapi dengan nilai ini tidak sensitif dan tidak dapat
mendeteksi adanya MCI. Nilai yang normal pada MMSE tidak sertamerta
menyingkirkan adanya suatu
demensia. MMSE juga mempunyai nilai false positive yang cukup tinggi. Karena
itu penggunaan MMSE harus dikombinasikan dengan metode yang lain.12
2. Montreal Cognitive Assessment (MoCA)

Pemeriksaan fungsi kognitif lengkap memerlukan banyak waktu dan tidak


semua klinisi dapat mengerjakannya. The Montreal Cognitive Assessment
(MoCA) memerlukan waktu 10-15 menit dalam pengerjaannya. MoCA mampu
menilai domain-domain kognitif seperti memori lambat, kelancaran berbicara,
visuospasial, clock drawing, fungsi eksekutif, kalkulasi, pemikiran abstrak,
bahasa, orientasi, atensi, dan konsentrasi. Skor maksimal tes ini adalah 30,
dimana nilai 26-30 dikatagorikan sebagai normal, sedangkan skor <26
digolongkan mengalami gangguan kognitif. Pada subyek yang memiliki masa
pendidikan <12 tahun, ditambahkan 1 poinpada skor total. Pada validasi MoCA
1
yang melibatkan 227 partisipan berbahasa Prancis dan Inggris, didapatkan
5
sensitivitas sebesar 90% dan spesivitas sebesar 87% dalam mendeteksi MCI
dibandingkan dengan normal.
Pada studi validasi yang dilakukan di Kanada oleh Smith dkk (2007),
dengan nilai cutoff 26, MMSE mempunyai sensitivitas sebesar 17% dan
spesivitas 100% untuk mendeteksi penderita dengan MCI, sedangkan MoCA
mempunyai sensitivitas 83% dan spesivitas 50%. Dalam mendeteksi dementia,
MMSE mempunyai sensitivitas 25% dan spesivitas 100%, sedangkan MoCA
mempunyai sensitivitas 94 % dan spesivitas 50%.
Tes validasi MoCA telah dilakukan di Indonesia, dari hasil penelitian ini
didapatkan nilai kappa total diantara 2 dokter adalah 0,820. Didapatkan bahwa
tes MoCA versi Indonesia (MoCA-Ina) telah valid menurut kaidah validasi
transkultural sehingga dapat digunakan baik oleh dokter ahli saraf maupun
dokter umum. 13,14
Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk MCI. Pemeriksaan
bertujuan untuk menyingkirkan kondisi penyebab demensia yang dapat diobati,
seperti penyakit tiroid dan defisiensi kobalamin.
Neuroimaging
Pencitraan otak tidak rutin dilakukan untuk diagnosis MCI. Pemeriksaan
hanya terbatas pada dugaan seperti infark, tumor, atau hematoma subdural.
Namun, teknik pencitraan terus berkembang. Volume lobus medial pada MRI
dilaporkan lebih kecil pada pasien MCI dibandingkan penuaan normal (Gambar).
Namun, ukuran volume tidak dapat dijadikan standar penilaian klinis.14
Apabila ada keluhan yang berhubungan dengan fungsi kognitif, kemudian
disesuaikan dengan kriteria. Jika sudah tegak diagnosa MCI, maka harus dicari

apakah ada tanda penurunan memori atau tidak. Jika ada, maka didiagnosa
dengan MCI amnestik. Jika hanya kelainan memori saja maka MCI amnestik
single domain, jika da keluhan lain MCI amnestik multiple domain. Tapi, jika tidak
ada gangguan memori, disebut MCI nonamnestik. Jika disertai penurunan fungsi
kognitif lain disebut MCI nonamnestik multiple domain, jika tidak disebut 1
MCI
6
nonamnestik single domain.

Gambar 2.5 Diagnosis MCI. 9


Bila

MCI

berlanjut,

permasalahan

memori

menjadi

lebih

jelas.

Kemungkinan keluarga dan teman-teman akan menjumpai tanda-tanda sebagai


berikut:

Mengajukan pertanyaan yang sama berulang-ulang

Menceritakan, cerita yang sama atau memberikan informasi berulang kali

Kurang inisiatif pada awal atau menyelesaikan aktivitas

Kesulitan dalam membayar pajak

Pada waktu melakukan percakapan dan aktivitas kurang bermanfaat

Tidak mampu untuk mengikuti tugas yang rumit

MCI sulit untuk bisa langsung mendiagnosis karena :

1
7

Tidak ada spesifik test yang dapat digunakan untuk mendiagnosa MCI
Tanda dan Gejala klinis sering tidak seluruhnya dimiliki oleh pasien
Penurunan fungsi memori seringkali timbul secara bertahap
Beberapa penyakit lain dapat menimbulkan gejala dan tanda klinis yang

serupa
Masyarakat berfikir penurunan fungsi memori merupakan penurunan
fungsi normal.

2.7

Tatalaksana
Saat

initidak

adapengobatanuntuk

menghilangkan

penurunankognitifringan. Pada dasarnya penatalaksanaan dari MCIditujukan


untuk memperlambat timbulnya dementia. Dalam hal ini penatalaksanaan untuk
MCI dibagi dua, yaitu non-farmakologis dan farmakologis14
2.7.1

Farmakalogi
Beberapa obat telah diteliti untuk pencegahan pengembangan progresi

demensia, diantaranya inhibitor cholinesterase, antioksidan, dan nootropics,


yang memodifikasi tingkat kimia otak.15Tetapi, sampai saat ini belum ada
pengobatan yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA).14
Penghambat Cholinesterase
Penghambat cholinesterase biasanya digunakan untuk mengobati gejala
tahap awal dari penyakit seperti Alzheimer. Hal ini karena diduga terjadi
penurunan produksi asetilkolin semakin cepat seiring bertambahnya umur. Ini
termasuk Donepezil, Tacrine, Rivastigmine & Galantamine, untuk memperlambat
timbulnya dementia. Donepezil adalah yang tersering diberikan dengan dosis
harian yang diberikan biasanya 5-10 mg. Dosis ini diberikan hanya sekali sehari,
baik di pagi hari atau di malam hari. Efek samping dapat timbul setelah
pemberian seperti mual, muntah, sakit kepala, sulit tidur dan pusing
Beberapa uji klinis terkontrol dengan plasebo atas pengobatan yang biasa
digunakan

pada

Alzheimer

(donepezil,

galantamine,

rivastigmine)

tidak

menunjukkan penurunan signifi kan progresivitas MCI.1 Donepezil dapat


mengurangi perkembangan MCI menjadi Alzheimer pada 2 tahun pertama. Dosis
10 mg Donepezil setiap hari dapat mengurangi risiko amnestic MCI menjadi
Alzheimer selama satu tahun. Akan tetapi, manfaat itu menghilang dalam waktu
tiga tahun.

1
8
Anti-Oksidan
Zat-zat anti-oksidan seperti vitamin E dapat melindungi sel-sel otak dari
stres oksidatif. Vitamin E adalah senyawa diet dengan sifat antioksidan yang
terlibat dalam pencarian radikal bebas. Studi-studi Laboratorium dan penelitian
pada hewan telah menunjukkan bahwa dengan Vitamin E (400UI/hari)
dimungkinkan mampu dalam memperlambat penurunan kognitif.

10

Tetapi, ada

beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa 2.000 IU vitamin E setiap hari


tidak mengurangi risiko berkembangnya MCI amnestic menjadi Alzheimer.
Nootropics
Nootropics

adalah

obat

yang

meningkatkan

aktivitas

otak

dan

memori. Nootropics meningkatkan fungsi otak. Piracetam adalah nootropic paling


banyak digunakan, meningkatkan kinerja dalam berbagai tugas kognitif,
tampaknya efektif pada demensia dan MCI. Sedangkan untuk dosis piracetam
yang digunakan untuk MCI 1600 mg/hari.14,15
2.7.2

Non-Farmakalogi
Aktivitasfisik,

sosial,

direkomendasikanuntukpasiendengan
bahwakegiatanyangmerangsang
permainan

asahotak

dan

fungsi

MCI,
kognitif,

danmentalsering
banyak
seperti

ahlimenganjurkan
teka-teki

silang,

diskusimungkinbergunauntukpasiendenganMCI.

Meskipunbukti mutlak bagikeberhasilankegiatan initidak tersedia,


aktivitas ini tetap dianjurkan oleh para ahli.

namun

14

Bukti studi epidemiologi mendukung bahwa latihan dan aktivitas fisik


dihubungkan dengan rendahnya risiko demensia. Hubungan tersebut tampaknya
terkait tidak hanya dengan jumlah kalori yang dikeluarkan saat latihan, tetapi juga
dengan jumlah kegiatan, yang menunjukkan bahwa ada sinergi antara latihan
dan stimulasi kognitif. Data penelitian telah menunjukkan hubungan antara
adanya faktor risiko kardiovaskuler dengan MCI dan peningkatan risiko
demensia. Suatu studi menunjukkan bahwa program latihan fisik (150 menit per
minggu) selama 6 bulan dapat meningkatkan fungsi kognitif.15
Perubahan gaya hidup juga dapat mengurangi risiko. Kepatuhan terhadap
diet ketat rendah lemak dikaitkan dengan kejadian MCI yang lebih rendah dan
dengan insiden lebih rendah terhadap pengembangan demensia.Diet tersebut

1
9

seperti mengkonsumsi buah dan sayuran,minyak zaitun, biji-bijian, ikan dan


unggas, makanan kaya akan antioksidan dan omega 3. 16
2.8

Prognosis
MCI memiliki risiko tinggi berkembang menjadi demensia. Kecepatan

transisi MCI menjadi demensia diperkirakan 10-15%dan mencapai 50% dalam 5


tahun. Transisi biasanya menjadi demensia Alzheimer, jarang menjadi demensia
vaskuler. Dalam populasi klinik, kebanyakan pasien dengan diagnosis MCI
bertahan dengan gangguan kognitif ringan atau berkembang menjadi demensia,
pada pasien tersebut terdapat temuan karakteristik penyakit Alzheimer secara
neuropatologi, termasuk plak senilis. Mendapati temuan ini, beberapa peneliti
percaya bahwa MCI merupakan bentuk prodromal penyakit Alzheimer, bukan
suatu

diagnostik

yang

terpisah.

Namun,

dalam

penelitian,

didapatkan

pengembalian signifikan yang diamati (20% -25%) dari MCI menjadi fungsi
kognitif yang normal.8,14,15,16
Pasien dengan MCI tujuh kali lebih mungkin menderita penyakit
Alzheimer daripada orang usia lanjut tanpa gangguan kognitif. MCI dikatakan
menjadi Alzheimer setelah 6 tahun.1 Dengan demikian, pasien MCI adalah
kelompok risiko tinggi untuk menjadi penyakit Alzheimer. MCI
suatusindrom

peningkatan

neurodegeneratif.

risiko,

bukan

diagnosis

definitif

adalah
penyakit

2
0

BAB III
KESIMPULAN
MCI diketahui sebagai keadaan transisi perubahan kognitif dari proses
penuaan normal ke arah demensia. Individu dengan MCI mampu berfungsi
dalam

kegiatan

harian,

tetapi

mengalami

gangguan

memori,

bahasa,

kemampuan visuospasial atau fungsi eksekutif. Penegakan diagnosis MCI tidak


berdasarkan pemeriksaan status kognitif, tetapi pemeriksaan tersebut dapat
menjadi bahan pertimbangan. Penilaian status kognitif bermanfaat pada orang
yang berisiko demensia. Diagnosis MCI sering dibantu dengan pemeriksaan
fungsi kognitif seperti CDR (clinical dementia rating), MMSE (mini mental state
examination), dan GDS (global deterioration scale).
Saat ini tidak ada pengobatan untuk MCI; penatalaksanaan ditujukan
untuk

memperlambat

penatalaksanaan
farmakologis.

untuk

progesivitas
MCI

dibagi

menuju
dua,

demensia.Dalam
yaitu

hal

non-farmakologis

ini
dan

2
1

DAFTAR PUSTAKA

1 Albert,Marilyn. 2011. The diagnosis of mild cognitive impairment due to


Alzeimers disease : Recommendations from the National Institute on
Aging-Alzheimers Association workgroups on diagnostic guidelines for
Alzheimers disease. Journal of Alzeimers and Dementia 7 page 270-279.
Virginia
2Fraco,GP. 2013. Clinical utility of hopkins Verbal Test Revised for detecting
Alzeimers disease and mild cognitive impairment in Spanish population.
Arch Clin Neuropsychol: 28 (3):245-53
3Kamila,

Adam.Maramis,M.2011.Aspek

Neuropsikiatri

Mild

Cognitive

Impairment. Surabaya Journal of Psikologi


4Lovbald, Karl-Olof. 2014. The Fornix and Limbic Systems. Seminar in
Ultrasound and CT MRI .USA
5Mc Culloch,MD, et al. 2011. Dementia and Cognitive Impairment Diganosis anf
Treatment Guidelines.
6Nickl-Jockschat T.,etal.2013. Neuroanatomic changes and their association with
cognitive decline in mild cognitive impairment : a meta-analysis. Brain
structure function 217: 115-225
7Pettersen,R. 2011. Mild Cognitive Impairment. New English Journal Medicine
Clinical Practice
2
2

8Yamasaki,Takao et al. 2012. Review Article Understanding the Pathophysiology


Alzeimers Disease and Mild Cognitive Impairment : A Mini Review on
fMRI and ERP Studies. Neurology Research International
9

Maeir, A., Harel, H., & Katz, N. 2009. Kettle Test -- a brief measure of
cognitive

functional

performance:

Reliability

and

validity

in

stroke

rehabilitation. American Journal of Occupational Therapy, 63, 592-599.


10 Clark, L., Delano-wood, L., &Libon, D. 2013. Are empirically-derived
subtyped of Mild Cognitive Impairment Consistent With Conventional
Subtypes. Journal of International Neurophsycological Society, 19, 1-11.

11 Wee-Kheng, Soo. 2013. Older Adult with cancer and clinical decision making
: The Importance of Assessing Cognition. Cancer forum, Vol. 3.
12 Onwuekwue, O. 2012. Assessment of Mild Cognitive Impairment with Mini
Mental State Examination. 5-7
13 Dong, Y., Sharma, V. K., & Chan, B. P., Venketasubramanian, N., Teoh, H. L.
See, R. C., Tanicala, S., et al. 2010. The Montreal Cognitive Assessment
(MoCA) is superior to the Mini-Mental State Examination (MMSE) for the
detection of vascular cognitive impairment after acute stroke. Journal of the
Neurological Sciences , 299, 15-18.
14 Rilianto, Beny. 2015. Mild Cognitive Impairment : Transisi dari penuaan
normal menjadi Alzheimer.Continuing medical Education IDI.Vol. 42 no. 15.
15Anderson, Nicole, Murphy, Kelly, Troyer, Angela, Living with Mild Cognitive
Impairment, Oxford University Press, 2012.
16Mila C et al (2010) Therapeutical Strategies in Mild Cognitive Impairment, pp
40-45.

Anda mungkin juga menyukai