Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Ginjal
1. Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran
panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia
dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya
antara 120-150 gram.
Ginjal
Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.
Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan
dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal
kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi
tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis
di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks
renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramidpiramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak
duktus pengumpul.
2. Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula
bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan
tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai
saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring
sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per
hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan
keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang
masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor.
Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin
3. Vaskularisasi
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan
vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena
renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml
darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit)
lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah
melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.
2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam
tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium
Amanda Anandita Stase Interna Universitas Muhammadiyah Jakarta| 6
kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi,
hidrogen
atau
kalium
harus
disekresi
dan
sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES)
dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh,
kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau
mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat
dikoreksi secara theurapeutik.
Asidosis
Asidosis adalah keadaan dimana pH darah Arteri dibawah 7.4. Asidosis ini terbagi
menjadi dua jenis yaitu Asidosis respiratorik dan asidosis metablolik
a) Asidosis respiratorik
Secara umum asidosis repiratorik disebabkan karena naiknya
PCO2dalam darah. Hal ini terjadi akibat hipoventilasi. Dengan peningkatan
PCO2akan mengakibatkan terjadi peningkatan konsentrasi H2CO3 dan H+.
Penyebab asidosis respiratorik yaitu hal-hal yang menyebabkan hipoventilasi,
yaitu
angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan penyakit kardiovaskular. Ketika diagnosis
hipokalemia ditegakkan, penyebab-penyebab terjadinya hipokalemia harus segera di terapi.
Pengaturan Keseimbangan Kalium didalam Tubuh
Keseimbangan kalium didalam tubuh diatur oleh beberapa hormon. Distribusi
transelular kalium normal ( rasio dari intraselular ke ekstraseluler) diatur oleh sekurangnya
dua hormon yang memberikan sinyal kepada sel. Kedua hormon tersebut adalah insulin dan
- adrenergik katekolamin.
Insulin dan -adrenergik katekolamin meningkatkan potassium selular uptake dengan
menstimulasi membran sel Na+/K+-ATPase. Bagi insulin, mekanisme kerja Na +/K+-ATPase
merupakan mekanisme umpan balik. Dimana hiperkalemia menstimulasi sekresi insulin dan
hypokalemia menghambat sekresi insulin. Tidak ada mekanisme umpan balik yang dihasilkan
oleh - adrenergik, tetapi -blokade meningkatkan kadar serum kalium dan -agonist
menurunkan kadar serum kalium sebagai mekanisme pengaturan kadar kalium didalam
tubuh.
Sintesis Na+/K+-ATPase juga distimulai oleh hormon thyroid, yang juga dapat
menyebabkan hypokalemia pada pasien yang didiagnosis dengan hyperthyroidism. Alkali
dapat menyebabkan pergeseran kalium kedalam sel, tetapi respon yang didapat masih sangat
bervariasi. Pada pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir, pemberian bikarbonat hanya
memiliki sedikit efek pada distribusi transselular kalium.
Belum jelas apakah aldosteron mempengaruhi distribusi transeluler kalium, tetapi
hormon ini merupakan regulator kalium terbesar didalam tubuh, melalui efeknya
mengeksresikan kalium melalui ginjal. Sama hal nya seperti insulin, aldosteron juga memiliki
umpan balik terhadap kalium. Hiperkalemia menyebabkan sekresi aldosteron, sedangkan
hipokalemia menghambat sekresi aldosteron.
Pengaturan konsentrasi kalium ekstraselular dan kandungan potassium didalam tubuh
tidak berjalan bersisian. Konsentrasi kalium didalam tubuh dan hipokalemia dapat berkurang
hanya karena kurangnya konsumsi makanan atau minuman berkalium dalam waktu yang
lama meskipun fungsi ginjal berjalan baik.
Pada pasien tanpa penyakit jantung, kelainan pada konduksi jantung seperti aritmia,
jarang ditemui walaupun kadar kalium pasien kurang dari 3.0 mmol/L. Tetapi pada pasien
dengan kelainan jantung seperti iskemia, gagal jantung, maupun hypertrofi ventrikel kiri,
hipokalemia dapat menyebabkan aritmia. Penurunan kadar kalium didalam tubuh dapat
meningkatkan tekanan darah sistolik maupun diastolik saat asupan natrium tidak dibatasi
dengan meningkatkan retensi natrium di ginjal.
Hipokalemia jarang didiagnosis berdasarkan presentasi klinis, tetapi didiagnosis
melalui pemeriksaan kadar kalium didalam serum. Kadar kalium yang rendah menandakan
terjadinya gangguan regulasi homeostatis didalam tubuh.
Hipokalemia hampir selalu merupakan kehilangan abnormal kalium didalam tubuh,
dan lebih jarang disebabkan karena pergeseram kalium dari ekstraseluler ke dalam sel. Dalam
kedua kasus, obat yang diresepkan dokter dan dikonsumsi oleh pasien adalah penyebab
paling umum terjadinya hipokalemia. Jadi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
meninjau riwayat pengobatan pasien. Apabila riwayat konsumsi obat pada pasien tidak ada,
harus dipikirkan apakah suatu alkalosis metabolik melalui ginjal, ataupun pengeluaran kalium
melalui feses yang diinduksi oleh diare.
Aritmia
Bingung
Anxietas
Amanda Anandita Stase Interna Universitas Muhammadiyah Jakarta| 11
Kelemahan otot
Kekakuan otot
Mual
Muntah
Konstipasi
Distensi abdomen
o Leukemia
Diare
Konsentrasi kalium didalam feses berkisar antara 80 sampai 90 mmol/L. Tetapi
dikarenakan kadar air didalam feses rendah, maka hanya sekitar 10 mmol/L potasium yang
keluar melalui feses. Pada diare, konsentrasi kalium pada feses meningkat, sehingga
kehilangan kalium menjadi lebih banyak.
kadar potassium 0.2 sampai 0.4 mmol/L, dan dosis kedua dengan penggunaan kurang lebih
satu jam dapat menurunkan kadar kalium sampai dengan 1 mmol/L.
Penurunan kadar kalium karena penggunaan albuterol nebulisasi dapat bertahan
sampai dengan empat jam. Penggunaan pseudoefedrin oral dapat menyebabkan hipokalemia
berat. Ritordin dan terbutalin, obat penghambat kontraksi uterus, dapat menurunkan kadar
kalium sampai dengan 2.5 mmol/L setelah penggunaan 4 sampai 6 jam intravena.
Xantin
Teofilin dan kafein bukan merupakan golongan simpatomimetik, tetapi kedua obat ini
dapat menstimulasi pengeluaran simpatetik amin dan juga meningkatkan eksresi Na +/K+ATPase dengan menghambat phospodiesterase. Hipokalemia yang berat dapat terjadi pada
pasien dengan keracunan teofilin. Kafein dalam cangkir kopi dapat menurunkan kadar kalium
sampai dengan 0.4 mmol/L.
Obat-Obatan Lain
Meskipun Calcium Canal Blocker dapat meningkatkan penyerapan kalium dalam
beberapa penelitian, tetapi pemberian Calcium Canal Blocker dalam dosis yang tepat tidak
menyebabkan hipokalemia. Tetapi konsumsi verapamil dalam dosis besar yang disengaja
dapat menyebabkan hipokalemia berat. Konsumsi kloroquin dalam dosis yang besar juga
dapat menyebabkan hipokalemia dengan cara menghambat pengeluaran kalium dari dalam
sel. Insulin menyebabkan kalium masuk kedalam sel, penggunan insulin juga dapat
menyebabkan penurunan kadar kalium didalam tubuh. Hipokalemia merupakan masalah
klinis yang penting, terkecuali dalam penggunan insulin yang berlebihan dan dalam
pengobatan diabetes ketoasidosis.
Obat-Obatan yang Menyebabkan Kehilangan Kalium Abnormal didalam Tubuh
Diuretik
Penyebab hipokalemia paling umum adalah penggunaan terapi diuretik. Tiazid dan
diuretik bloker klorida berkaitan dengan reabsorbsi sodium (masing-masing menghambat
membran transport protein yang berbeda), dan hasilnya peningkatan pengakutan sodium
kedalam tubulus ginjal yang akan menyebabkan reabsorbsi natrium dan eksresi kalium ke
Amanda Anandita Stase Interna Universitas Muhammadiyah Jakarta| 17
dalam urin. Derajat hipokalemia berhubungan dengan dosis tiazid yang diberikan. Semakin
besar dosis tiazid yang diberikan, semakin berat derajat hipokalemia pada pasien.
Kombinasi dari furosemid atau bumetanid dengan metolazone dapat menyebabkan
hipokalemia yang bervariadi dari sedang ke berat walapun dengan penggunaan suplemen
kalium.
Diuretik yang menyebabkan hipokalemia biasanya tidak dihubungkan dengan sedang
sampai berat alkalosis metabolik (konsentrasi serum bikarbonat 28-36 mmol/L).
Asetozolamid dapat meningkatkan eksresi kalium dengan menghambat hidrogen-natrium
reabsorbsi, sehingga memungkinkan terjadinya hipokalemia bersamaan dengan asidosis
metabolik.
Obat-Obatan dengan Efek Mineralkortikoid atau Glukokortikoid
Fludrokortison adalah mineralkortikoid oral yang dapat menyebabkan eksresi kalium
di ginjal dan dapat menyebabkan pengeluaran kalium yang berlebihan apabila digunakan
secara tidak tepat. Glukokortikoid, seperti prednison dan hidrokortison tidak mempunyai efek
langsung terhadap seksresi kalium di ginjal, tetapi prednison dan hidrokortison meningkatkan
eksresi kalium dengan efek kedua obat tersebut pada laju filtrasi ginjal. Pemberian kedua obat
ini pada terapi jangka panjang dapat menurunkan kadar konsentrasi potasium di dalam serum
sebanyak 0.2 sampai 0.4 mmol/L.
Obat-Obatan Lainnya
Penisilin dan turunannya apabila diberikan dalam dosis tinggi secara intravena, dapat
meningkatkan eksresi kalium dengan cara meningkatkan absorbsi natrium pada nefron.
Antibiotik aminoglikosida, cisplation obat anti tumor, dan foscarnet obat anti virus dapat
menyebabkan kehilangan kalium dengan cara mengurangi magnesium. Ampotericin B juga
Amanda Anandita Stase Interna Universitas Muhammadiyah Jakarta| 18
dapat menyebabkan kehilangan kalium dengan cara menghambat sekresi hidrogen sehingga
menyebabkan kekurangan magensium didalam tubuh.
Laksatif dan Enema
Dosis besar penggunaan laksatif dapat menyebabkan hipokalemia dengan cara
pembuangan kalium melalui feses. Begitu pula dengan enema. Diagnosis hipokalemia karena
penggunaan laksatif maupun enema dapat didiagnosis pada pasien yang menggunakan obatobatan untuk menurunkan berat badan.
Penyebab Pergeseran Kalium dari Ekstraseluler yang disebebkan Selain dari ObatObatan
Hipokalemia yang berat (kadar kalium dalam serum < 3 mmol/L) juga dapat
ditemukan pada pasien dengan hyperthyroidism dengan gejala klinis yaitu kelemahan otot
dan paralisis yang terjadi secara tiba-tiba. Gejala ini terjadi 2 sampai 8 % dari pasien di
Amanda Anandita Stase Interna Universitas Muhammadiyah Jakarta| 19
negara Asia dengan hyperthyroidism. Tanda dan gejala dari hyperthroidism biasanya ditandai
dengan kelemahan otot dan paralisis yang terjadi secara tiba-tiba, tetapi dapat ditanyakan
apakah di keluarga ada yang merasakan gejala yang sama. Karena hypokalemia yang
disebabkan oleh hypertiroidism dapat menyerupai dengan Hipokalemia Familial Periodik
Paralisis.
Hipokalemia Familial Periodik Paralisis merupakan kelainan autosomal dominan
yaitu mutasi dari gen yang menkode dihidropiridin (sebuah voltaged-gade calcium chanel).
Kelainan ini ditandai dengan paralisis otot yang terjadi secara tiba-tiba dengan berkurangnya
kadar potassium di dalam serum kurang dari 2.5 mmol/L. Paralisis yang terjadi secara tibatiba juga dapat diinduksi dengan tingginya intake karbohidrat dan natrium dan biasanya otot
yang paralisis dapat kembali seperti semula dalam waktu kurang dari 24 jam.
Terapi pada anemia pernisiosa (kadar hematokrit < 20%) dengan vitamin B12 juga
dapat menyebabkan penurunan kadar potasium secara tiba-tiba karena cepatnya pengambilan
potasium bagi sel darah merah yang baru saja menerima transfusi sel darah merah.
Hipokalemia terjadi karena pengambilan potasium pada sel darah merah yang baru saja
ditransfusi.
Kehilangan Melalui Ginjal
Kehilangan banyak kalium dapat terjadi pada pasien dengan gangguan ginjal.
Alkalosis Metabolik
Bentuk umum yang paling sering terjadi pada alkalosis metabolik adalah hilangnya
kadar klorida dalam tubuh karena muntah atau bilas lambung. Hipokalemia juga dapat terjadi
pada pasien dengan cushing syndrom amupun hyperaldosteronism.
Asidosis Metabolik
Hipokalemia merupakan gejala kardinal pada pasien dengan renal tubular asidosis tipe
I. Derajat hipokalemia tidak berkorelasi dengan derajat asidosis, tetapi lebih menyerupai
hipokalemia yang disebabkan kekurangan intake natrium dan kalium serta konsesntrasi
aldosteron. Hipokalemia dapat mengancam kehidupan pada pasien dengan kadar kalium
serum yang sangat rendah (< 2.0 mmol/L ) yang biasanya ditemukan pada pasien dengan
renal tubular asidosis yang tidak diobati. Supplemen kalium diperlukan untuk terapi seumur
hidup pada pasien ini. Tipe II, yakni renal tubular asidosis proksimal, hipokalemia timbul
pada pasien yang tidak diobati atau karena pemberian sodium bikarbonat.
Terapi
Pemberian kalium merupakan terapi untuk hipokalemia. Tetapi sayangnya merupakan
faktor penyebab terjadinya hiperkalemia pada pasien rawat inap yang diterapi dengan kalium
intravena. Untuk mencegah terjadinya hiperkalemia, pemberian kalium hendaknya tidak lebih
Amanda Anandita Stase Interna Universitas Muhammadiyah Jakarta| 21
dari 20 mmol/jam dan detak jantung harus selalu dimonitor. Pemberian kalium oral sangat
aman, karena kalium masuk kedalam sirkulasi darah memerlukan waktu yang lama.
Kalium klorida, kalium fosfat, dan kalium bikarbonat dapat diberikan pada pasien
dengan hipokalemia. Kalium fosfat baik diberikan pada pasien hipokalemia karena
kehilangan kalium yang banyak, kalium bikarbonat baik diberikan pada pasien hipokalemia
yang disebabkan oleh asidosis, dan kalium klorida dapat diberikan pada pasien hipokalemia
dengan sebab apapun. Cara paling aman untuk meningkatkan kadar kalium dalam darah
adalah dengan memakan makanan kaya akan kalium.
ini, tubulus ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga terjadi gangguan
dalam proses reabsorbsi (penyerapan kembali) bikarbonat pada tubulus ginjal atau dalam
proses ekskresi (membuang) asam ke dalam urin, atau kedua proses tersebut sekaligus.
Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis,
yakni tingkat keasaman menjadi di atas ambang normal.
Asidosis tubulus renalismempunyai karakteristik asidosis metabolik hiperklaremia
dengan anion gap yang normal didalam serum (Na+ - (Cl-+HCO3-)) . Terdapat berbagai tipe
dari ART, tergantung bagian mana dari tubulus ginjal yang terkena. Bagian proksimal tubulus
yang tidak dapat menyerap ion bikarbonat, amniogenesis ginjal, maupun tidak kuatnya
tubulus ginjal mengeksresikan hidrogen ke dalam urin merupakan hal-hal yang menyebabkan
ART. Tipe 1 dan tipe 2 ART kemungkinan bisa didapatkan secara genetik, tetapi ART tipe 4
didapatkan ecara genetik dan dihubungkan dengan hipoaldosteronisme atau hiporesponsif
tubular terhadap obat-obatan mineralkortikoid.
Tipe 1 (distal)
Pada kelainan ini, nephron di bagian distal tubulus ginjal tidak dapat menurunkan PH
urin normal, karena tubulus ginjal membiarkan reabsorpsi kembali ion Hidrogen dari lumen
tubulus ke dalam peredaran darah atau karena tidak adekuatnya transportasi ion hidrogen di
dalam tubulus ginjal. Sehingga urin yang dieksresikan akan bersifat basa. Biasanya pada ART
tipe 1 terdapat ph urin > 5.5 walaupun terjadi acidemia (HCO3 < 15 mmol/L)
Terdapat
beberapa
kemungkinan
yang
menyebabkan
tubulus
tidak
dapat
Etiologi
Herediter (genetik)
Penyakit autoimun (Sjorgens sindrom, Sistemis lupus eritematosus, hperthyroidism)
Hiperparatiroidism, kelebihan vitamin D yang menyebabkan nephrocalcinosis
Obat-obatan (Amphotericin B, Inhalasi touluene)
Presentasi Klinis
Diagnosis
Tes pengujian asam. Pada pasien yang diduga menderita ATR tipe 1, dilakukan tes ini
dengan cara pemberian NH4Cl-. Jika setelah diberikan NH4Cl- ph urin tetap >5.5 maka
Terapi
Bikarbonat oral
Terapi kalium
Tipe 2 (Proksimal)
Tipe 2 dari ATR disebut juga dengan ATR tipe proksimal. Pada tipe ini tubulus bagian
proksimal tidak dapat mereabsorbsi bikarbonat, sehingga akan ditemukan PH urin <5.5. Pada
keadaan ini, sekresi dari Hidrogen meningkat dan tidak disertai dengan penyerapan
Amanda Anandita Stase Interna Universitas Muhammadiyah Jakarta| 24
bikarbonat. Terjadi asidosis lokal dan dapat ditemukan bikarbonat didalam urin serta
kehilangan HCO3 didalam urin. Pada ATR tipe ini, dapat ditemukan kadar HCO 3 yang tinggi
didalam plasma yaitu sekitar > 15 mmol/L.
Etiologi
Fanconi sindrom
Penyakit Wilson
Amyloidosis
Myeloma
Acetazolamide
Hepatitis kronik
Penyakit autoimun
Presentasi Klinis
Diagnosis
Diagnosis ATR tipe 2 dilakukan dengan memberikan bicarbonat IV. Apabila pasien
tidak dapat mereabsorsi bikarbonat dan ditemukan bikarbonat di dalam urin, makan diagnosis
ATR tipe 2 dapat ditegakkan.
Amanda Anandita Stase Interna Universitas Muhammadiyah Jakarta| 25
Terapi
Supplemen kalium
Tipe 4 (Hiporeninemia/Hipoaldosteronemia)
Terdapat berbagai macam kondisi yang dihubungkan dengan ATR tipe 4. Tetapi
penderita gagal ginjal biasanya dihubungkan dengan ATR tipe ini. Pada ATR tipe 4, laju
filtrasi glomerulus meningkat menjadi 20 ml/menit.
Etiologi
Diabetes mellitus
Penyakit Addison
Insufisensi ginjal
Presentasi Klinis
Diagnosis
Terapi
Fludocortison
KOREKSI HIPOKALEMI
Hipokalemi adalah penurunan kadar Kalium (K+) serum < 3,5 mEq/L.Koreksi dilakukan
menurut kadar Kalium :
1. Kalium 2,5 3,5 mEq/L
Berikan 75 mEq/kgBB per oral per hari dibagi tiga dosis.
2. Kalium < 2,5 mEq/L
Ada 2 cara, berikan secara drip intravena dengan dosis :
a) [(3,5 kadar K+ terukur) x BB (kg) x 0,4] + 2 mEq/kgBB/24 jam, dalam 4 jam
pertama.
[(3,5 kadar K+ terukur) x BB (kg) x 0,4] + (1/6 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam
20 jam berikutnya.
b) (3,5 kadar K+ terukur) + (1/4 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam 6 jam.
Keterangan :
Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau hipokalemi berat.
Pemberian kalium tidak boleh lebih dari 40 mEq per L (jalur perifer) atau 80 mEq per L (jalur
sentral) dengan kecepatan 0,2 0,3 mEq/kgBB/jam.
Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan kecepatan s/d 1 mEq/kgBB/jam (via
infuse pump dan monitor EKG).
ATAU
Koreksi kalium secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam, diulang s/d
kadar K+ serum > 3,5 mEq/L.
Jika keadaan mengancam jiwa, kalium diberikan secara intravena dengan kecepatan
maksimal 20 mEq/jam.
Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan dekstrosa. Pemberian
dekstrosa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2 1,4 mEq/L.
Pemberian kalium 40 60 mEq dapat menaikkan kadar K+ serum sebesar 1 1,5 mEq/L.
DAFTAR PUSTAKA
Basak, Ramen C., Sharkawi,KM.,Rahman,MM. &Swar MM. (2011). Distal Renal Tubular
Acidosis, Hypokalemic Paralysis, Nephrocalcinosis, Primary Hypothroidism, Growth
Retardation, Osteomalacia and Osteoporosis Leading to Pathological Fracture : A
Case Report. Oman Medical Journal, 26(4) July, pp. 271-274.
John Gennar,F. (1998). Current Conceps Hypokalemia. The New England Journal of
Medicine, 339 (7) Agustus, pp. 451-458.
National Institue of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. (2005). Renal Tubular
Acidosis, 05(4696) Agustus, pp.1-4.
Sherwood,Lauralee. (2001). Sistem Kemih : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tanagho,Emil A & McAnnich, Jack W. (2008). Anatomy of the Genitorinary Tract : Smiths