TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman atau kesan sensori yang salah tehadap stimulus
sensori ( Rasmun, 2001 ).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang
nyata, artinya klien mengidetifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar
( Stuart and Laraia, 2005 ).
Halusinasi adalah suatu kondisi dimana individu atau kelompok mengalami atau
berisiko perbahan dalam jumlah, ola atau interprestasi terhadap stimulus yang
masuk.( Carpenito,Lynda juall 2001 ).
B. Psikodinamika
Terjadinya perubahan sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multi faktor baik
eksternal maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang
mengisolasi diri dari lingkungan, ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri,
koping keluarga tidak efektif, dan permasalahan yang kronik tidak diselesaikan
Persepsi merupakan identifikasi dan interpretasi terhadap stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui 5 indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman dan pengecapan ( Stuart & Laraia,2001 ) Sedangkan menurut Carson
( 2000 ) persepsi merupakan pengalaman merasakan , menginterpretasikan dan
memahami lingkungan tempat tinggal. Persepsi merupakan dasar bagaimana
seseorang merasakan pengalamannya, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda
pada pengalaman yang sama.
Halusinasi dan ilusi merupakan perubahan sensorik persepsi yang terjadi dalam
merespon neurobiologik maladaptive. Halusinasi didefinisikan sebagai kesan atau
pengalaman sensori yang salah ( Stuart & sundeen ,1998 ). Halusinasi merupakan
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya individu
menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus yang eksternal.
Halusinasi terdiri dari 4 tahap, yang pertama adalah tahap dimana klien merasa
senang dan halusinasinya memberikan rasa nyaman, klien masih berada dalam
ansietas sedang, karakteristik tahap ini klien mengalami ansietas, kesepian , rasa
bersalah dan ketakutan adalah perilaku yang sering terlihat diantaranya klien
tersenyum dan tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi. Pada tahap kedua
halusinasi akan menyalahkan, klien akan barada pada tingkat kecemasan berat, dan
menyebabkan antipati. Tahap ini ditandai dengan pengalaman sensorik tersebut dan
menarik diri dari orang lain. Klien akan menunjukkan perilaku : konsentrasi dengan
pengalaman sensorik, rentang perhatian menyempit, peningkatan denyut jantung,
pernafasan dan tekanan darah, serta tidak dapat membedakan halusinasi dengan
realitas. Ditahap ketiga, klien berada dalam kecemasan berat, halusinasi mengontrol
klien, dan pengalaman sensorik tidak dapat ditolak lagi karakteristiknya. Klien
menyerah dan menerima pengalaman sensoriknya, isi halusinasi menjadi aktif, dan
kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir. Perilaku klien ditahap ini ; klien akan
mentaati halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain tentang perhatian yang
hanya beberapa detik permenit dan gejala ansietas berat ( berkeringat, tremor, tidak
mampu mengikuti perintah ). Pada tahap empat, halusinasi telah menguasai klien, dan
terjadi kecemasan panik. Pada tahap ini mepunyai karakteristik : pengalaman sensori
mengancam dan halusinasi dapat berlangsung beberapa jam atau hari perilaku yang
muncul adalah perilaku panik resiko tinggi bunuh diri, membunuh, agitasi, menarik
diri, dan tidak mampu berespon terhadap perintah kompleks dan lebih dari satu.
Halusinasi juga dipengaruhi oleh factor predisposisi yang pertama adalah factor
biologis yang meliputi gangguan/ hambatan perkembangan otak frontal dan
temporal; lesi pada korteks frontal, limbic, temporal, gangguan tumbuh kembang
pada prenatal, prenatal, neonatus dan kanak-kanak. Faktor psikologis yang turut
berpengaruh adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien. pengasuh atau
teman yang dingin, cemas tidak sensitive, atau bahkan terlalu melindungi; konflik
dan kekerasan dalam keluarga ( perengkaran orang tua, aniaya dan kekerasan rumah
tangga ).Faktor lain yang merupakan faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah
keadaan social budaya seperti kemiskinan, ketidak harmonisan, social budaya
( peperangan, kerusuhan, kerawanan ) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang
menumpuk. Stress presipitasi halusinasi adalah faktor biologis yang melibatkan
fungsi otak dalam mengatur jumlah informasi yang dapat diproses pada suatu waktu.
Penurunan fungsi yang terjadi dilobus frontal mengakibatkan proses informasi yang
berlebihan dan respon neurobiologik maladaptive. Stress lingkungan yang sudah
melebihi ambang batas individu yang menjadi presipitasi terjadinya orientasi realita.
Perilaku maladaptive yang muncul antara lain : Pada emosi terjadi perubahan afek
( afek tumpul, datar, afek tidak sesuai,afek yang berlebihan dan ambivalen ) pada
motorik terjadi peningkatan/penurunan aktivitas motorik, impulsive, narkisme,
automatisme, sterotipi, kataton, Parkinson, gerakan mata abnormal.
Masalah atau komplikasi yang dan muncul pada individu yang mengalami halusinasi
adalah perubahan nutrisi, penurunan motivasi karena adanya kecenderungan klien
untuk menarik diri, gangguan kebutuhan istirahat karena diganggu oleh halusinasi,
defisit perawatan diri eliminasi, gangguan rasa aman, resiko perilaku kekerasan.
Respon adaptif
Pikiran logis.
Persepsi akurat.
Emosi konsiten
denganpengalaman.
Perilaku sesuai.
Hubunga social.
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu
menyelesaikan masalah dalam batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh normanorma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu
dalam menyelesaikan masalah tidak berdasrkan norma yang sesuai dantaranya :
1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidak mampuan otak untuk memproses
data secara akurat yang dapat menyebabkan ganguan proses pikir, seperti ketakutan,
merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dn lain - lain.
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang
diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan.
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidah sesuai
dengan stimulus yang datang.
4. Perilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai
dengan peran.
5. Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkunan atau
tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.
D. Pengkajian keperawatan
Menurut stuart and laraia ( 2005 ), bahwa factor terjadinya halusinasi meliputi :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor social budaya
Berbagai factor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan dan
kesepian dapat menimbukan akibat yang berat sepeti delusi dan halusinasi
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita
c. Faktor bilogis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada lien dengan hausinasi dapat ditemukan
atropi otak, pembesarn ventrikel, perubahan besar dan bentuk sel kortikel dan limbic.
Halusinasi ditemukan pada klien skizofrenia, akan lebih tinggi apabila kedua orang
tuanya menderita skizofrenia
2. Faktor presipitasi
Factor presipitasi adalah factor pencetus sebelum timbul gejala
a. Stresor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stablitas keluarga,
perpisahan dengan orang terpenting atau disingkirkan dari kelomok.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian
e. spiritual
mengatakan suara-suara tuhan berasal dari planet akibat dari diisolasi kepribadian
maka terjadi gangguan fungsi mental
4. Mekanisme koping
a. Regresi : bersifat seperti anak-anak, contoh : penderita gangguan jiwa berjalan
telanjang djalan umum.
b. Proyeksi : menyalahkan orang lain.
c. Menarik diri.
5. Makanisme koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh
gangguan otak dan perilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau
kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa
muda tentang keterampilan koping, karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari
pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit. Finansial
yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga kemampuan serta untuk memberikan
dukungan secara kesinambungan
6. Pohon masalah
Menurut Budi Anna Keliat ( 2006 ), pohon masalah pada klien dengan perubahan
sensori persepsi : halusinasi pendenganran dan pengelihatan sebagai berikut :
Isolasi sosial
E. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah menurut NANDA ( 2006 ), adalah
sebagai berikut :
1. Ganguan Sensori persepsi : halusinasi
2. Risiko prilaku kekerasan
3. Isolasi social
F. perencanaan keperawatan
Perencanaan menurut NANDA ( 2006), mulai dari diagnosa keperawatan, tujuan jangka
panjang, tujuan jangka pendek, kriteria hasil dan tindakan, antara lain :
Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi : halusinasi
TUM : Klien mampu menetapkan dan menguji realita / kenyataan serta menyingkirkan
kesalahan sensori persepsi.
TUK 1 : setelah dilakukan interaksi x, klien mampu membina hubungan saling
percaya.
Kriteria hasil :
a. Menunjukan pemahaman verbal, tertulis atau sinyal respon, b. Menunjukan gerakan
ekspresi wajah yang rilek, c. Menunjukan kontak mata, mau berjabat tangan, mau
menjawab salam, menyebutkan nama, mau duduk berdampingan atau berhadapan.
Rencana tindakan :
Bina hubungan salaing percaya
a. Perkenalkan diri dengan sopan, b. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukai klien, c. Buat kontrak tentang tujuan dan cara pertemuan yang saling dapat
diterima dengan cara yang tepat, d. peliharalah postur tubuh terbuka, e. Ciptakan iklim
yang hangat dan menerima secara tepat, f. Berespon pada pesan non verbal dengan cara
yang tepat, g. Tunjukan ketertarikan pada klien dengan mempertahankan kontak mata,
berhadapan, posisi mata sejajar, saat berbicara perawat sedikit membujuk jika
diperlukan.
yang didengar, dilihat, atau dirasakan, 3. Katakan bahwa perawat percaya apa yang
dialami klien tetapi pedrawat sendiri tidakmendengar / melihat/ merasakan, 4. Katakan
bahwa klien lain juga ada yang mengalami hal yang sama, 5. Katakan bahwa perawat
akan membantu klien. c. Diskusikan dengan klien waktu, isi, frekwensi dan situasi
pencetus munculnya halusinasi, d. Diskusikan dengan lien apa yang dirasakan klien jika
halusinasinya muncul, e. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, f.
Identifikasi dan diskusikan dengan klien prilaku yang dilakukan saat halusinasi muncul,
g. Diskusikan manfaat dan akibat serta cara/ prilaku yang dilakukan klien, h. Libatkan
lien dalam TAK, stimulasi persepsi : halusinasi sesi 1.
TUK 3 : Setelah di lakukan interaksi selama .x, Klien mampu mengendalikan
halusinasi.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyebutkan cara baru mengendalikan halusinasi, b. Klien dapat memilih
dan melaksanakan cara baru mengendalikan halusinasi, c. Klien melaksanakan cara yang
di pilih untuk mengendalikan halusinasi.
Rencana Tindakan :
Manajemen halusinasi
a. diskusikan cara baru untuk memutus atau mengendalikan halusinasi : 1. Dengan
mengusir halusinasi, 2. Bebicara dengan halusinasi, 3. Menyusun rencan jadwal kegiatan
harian, 4. Meminta kepada orang lain untuk menyapa jika tampak bicara sendiri, b. Batu
klien memilih dan melatih cara memutus atau mengendalikan halusinasi secara bertahap,
c. Ber klien kesempatan melakukan cara mengendalikan atau memutus halusinasi yang
telah di pilih dan di latih, d. Evaluasi bersama klien cara baru yang telah di pilih dan
diterapkan dibandingkan dengan cara yangbiasa di lakukan, e. Berikan reinforcement
kepada klien terhadap cara yang telah di pilih dan di terapkan, f. Libatkan klien dalam
TAK orientasi realita, TAK stimulasi persepsi umum, TAK stimulasi persepsi halusinasi,
TUK 4 : Setelah di lakukan interaksi selama ..x dengan keluarga klien dapat
dukungan dalam mengendalikan halusinasi.
Kriteria Hasil :
a. Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan perawat, b. Keluarga dapat
menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi halusinsi.
Rencana Tindakan :
Pendidikan kesehatan, proses penyakit dan perawatan,
a. Bina hubungan saling percaya, b. Diskusikan dengan keluarga : 1. Gejala halusinasi
yang di alami klien, 2. Cara yang dapat di lakukan klien dan keluarga untuk mengontrol
halusinasi, 3.Cara merawat anggota, keluarga yang mengalami halusinasi di rumah
( mislnya : beri kegiatan, jangan bairkan sendiri, berpergian bersama ). c. Anjurkan
keluarga untuk mencati bantuan apabila tanda dan gejala halusinasitidak terkendali, d.
Berikan informasi tentang kondisi klien kepada keluarga dengan cara yang tepat.
akan di kejakan. Dan peran serta yang di harapkan dari klien. dokumentasikan semua
tindakan yang telah di laksanakan berserta respon klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
kilen. Evaluasi di lakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah di laksanakan. Evaluasi di bagi dua, yaitu evaluasi proses atau
formatif yang di lakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau
sumatif yang di lakukan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta
umum yang telah di tentukan.
Evaluasi dapat di lakukan dengan mengunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
S : Respon subjektif kilen terhadap tindakan keperawatan yang telah di laksanakan,
dapat di ukur dengan menanyakan : Bagaimana perasaan ibu setelah latihan nafas
dalam ?
O : Respon objektif klien terhadan tindakan keperawatan yang telah di lasanakan, dapat
di ukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan di lakukan, atau
menanyakan kembali apa yang telah di ajarkan atau member umpan balik sesuai hasil
ovservasi.
A : Analisis ulang atas data subjerktif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masala baru atau ada data yang kontara diksi dengan masalah
yang ada, dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon lien yang
terdiri dari tinda lanjut klien, dan tindak lanjut leh perawat.
Rencana tindaklanjut dapat berupa :
1. Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah
2. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dapat dijalankan,
tetapi hasilnya belum memuaskan
3. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertlak belakang dengan masala
yang ada, diagnosis lama juga dibatalkan.
4. Rencana atau diagnosisis selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan
adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evalusi agar dapat melihat adanya perubahan,
sertaberupaya mempertahankan dan melihat adanya perubahan, serta berupaya
mempertahankan dan memelihara perubahan tersebut. Pada evaluasi sangat diperlukan
reinforcement untuk menguatkan perubaan yang positif. Klien dan keluarga juga
dimotifasi untuk melakukan self-reinforcemen.
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Keliat, Budi Anna dkk.2006.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.Jakarta:EGC
Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2006.
Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika
Rasmun.2001.Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga.Jakarta:PT Fajar Interpratama
Stuart, G. W. dan Laraia, M. T., 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 7th
edition. St. Louis: Mosby Year Book.