disusun oleh:
Putri Dinar Lestari (2010 031 0186)
Pembimbing: dr.Tri Hana, Sp.THT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Putri Dinar Lestari
2010 031 0186
Telah dipresentasikan
Hari/Tangal :
November 2015
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Ny. SM
47 tahun
Laki-laki
Turusan, Salatiga
Islam
Anamnesis (Subjective)
Keluhan utama
Lendir hidung yang berbau
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli dengan keluhan terdapat keluar lendir dari hidung yang berbau.
Baunya khas dan cukup mengganggu. Seringkali, lendir tersebut tertelan atau seperti keluar
lewat belakang hidung. Lendirnya cukup kental. Gejala sudah dirasakan selama kurang lebih 4
bulan. Menurut pasien , terkadang hidung kirinya lebih sering tersumbat. Hal ini cukup
mengganggu kenyamanan pasien, namun pasien masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari.
Keluhan berlangsung terus menerus. Pasien juga merasakan indra penciumannya berkurang.
Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala sebelah, terutama sebelah
kiri. Nyeri seperti kesemutan dan berlangsung hilang timbul atau kambuh-kambuhan. Tidak jelas
kambuhnya sedang melakukan apa, namun seringkali secara tiba-tiba. Pasien sudah meminum
obat yang diberikan dokter umur yaitu, ericaf dan antibiotic selama 5 hari.Setelah minum obat,
pasien belum merasakan pengurangan gejala.
Pasien tidak mengeluhkan
merasakan nyeri sekitar mata. Tidak ada gangguan lain selain keluhan-keluhan diatas.
Sp O2: 97%
KEPALA
Mata
Konjuctiva anemis -/- Sklera Ikterik -/- Edema palpebral -/- Abses periorbita -/Telinga
Pemeriksaan
Inspeksi
- Serumen
- Edema
- Hiperemis
- Benjolan
Auricula Dextra
Auricula Sinistra
Palpasi
- Nyeri tarik auricular
- Pembesaran kelenjar
limfe
retroauriculer
dan periauriculer
Otoskop
- Edema pada LT
- Discharge pada LT
- Serumen
- Membran Timpani
- Refleks Cahaya
Hidung
Intak
Intak
Pemeriksaan
Inspeksi
Deformitas
Nasi Dextra
Edema
Hiperemis
Tumor
Discharge
Palpasi
Nyeri tekan dorsum nasi
Krepitasi
Edema
Rhinoskop Anterior
- Mukosa hiperemis
- Mukosa edema
- Konka edema
- Deviasi septum
- Discharge
- Massa
- Benda asing
Nasi Sinistra
Tenggorokan
Inspeksi
-
Palpasi
-
LEHER
Paru kanan
-
Paru kiri
-
Ketinggalan gerak
Palpasi
Perkusi
Auskultas
Suara dasar vesicular
Ronki
Wheezing
+
-
+
--
Jantung
Bunyi jantung s1,s2 reguler. Bising (-) suara tambahan (-)
ABDOMEN
Inspeksi
: datar
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
EKSTREMITAS
Tidak ada kesulitan gerak. Tidak ditemukan akral dingin pada keempat ekstremitas.
Hasil Laboraturium
5/11/2015
Hematologi
Hasil
Range normal
Satuan
Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
MCV
MCH
APTT
PTT
Kimia Darah
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Serologi
HbsAg
9.08
5.64
14.3
44.6
257
79.1
25.4
33.8
13.6
4.5-11
4.5-5.5
14-18
40-54
150-450
86-108
28-31
24-36.2
11.5 15.5
10^3/uL
10^6/uL
g/dL
%
10^3/uL
fL
Pg
Detik
Detik
81
28
0.8
19
17
80-144
<37
<42
10 50
0.6 1.1
mg/dL
U/I
U/I
mg/dL
mg/dL
Negative
Negative
Assesment
Sinusitis Maksillaris Sinistra
Plan
Pro CWL
Operasi
Post operasi
Terapi pulang
Puasa 6 jam
Cek laboratorium
Konsul penyakit dalam dan anestesi
Infus RL 30 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 gram
Inj. Asam Tranexamat 1 gram
Inj. Asam Tranexamat 1 gram
CWL
Pasang tampon pada sinus maksilaris
sinistra
Infus Rl 30 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram
Inj. Asam Tranexamat 2 x 500 mg
Inj. Methyp Prednisolon 2 x 125 mg
Inj. Ketorolac 2 x 1 ampul
Kompres es pipi kiri
Cefadroxyl 2 x 500 mg
Methyl Prednisolon 2 x 4 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Sinus
1. Anatomi Sinus
Sinus paranasal terdiri dari empat pasang sinus, yaitu sinus maksila, sinus
frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid. Masing-masing sinus memiliki pasangan
kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil penumatisasi tulang-tulag kepala,
sehingga terbentuk rongga-rongga di dalam tulang. Semia sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasala berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai saat fetus usia 3-4 bulan, kecuali
sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus sfenoid telah ada saat
bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada
waktu anak yang berusia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterior-superior
rongga hidung. Sinus-sinus ini umunya mencapai besar maksimal pada usia antara
15-18 tahun.
SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar. Pada saat lahir sinus
maksila bervolume 6 8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
mencapai ukuran 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
ronggga hidung, dinding superiornyaialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah processus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
inunfidbulum enmoid.
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2) molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigitaring dan
gigi molar (M3), bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis. Selain itu,
apabila sinus maksila terkena peradangan, hal tersebut dapat berkomplikasi ke
orbita. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, shingga
drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus yang etmoid
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi dranase sinus maksila dan dapat menyebabkan sinusitis.
SINUS FRONTAL
Sinus frontal terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus, berasal dari sel-sel reseus frontal atau dari sel infundibulum etmoid. Sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8 10 tahun dan akan mencapai ukuran
maksila sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak
simetris, satu lebih besar dari pada lainnnya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 sm tingginya, lebarnya 2,4 cm, dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi berlekuk-lekuk.
Tidak ada gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto
rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus
frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhirakhir ini dianggap paling penting karena merupakan focus infeksi dari sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus seperti pyramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4 5 cm, tinggi 2,4 cm,
lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga terdiri dari sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
diantara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan
sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid
anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di lempeng media dengan
dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel etmoid posterior biasanya besar
dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit yang
disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang
terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium maksila.
Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis
frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak di dalam os sfenoid do belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
Ukurannya adalah 2 cm dan tinggi dalamnya 2,3 cm, lebarnya 1,7 cm. Volumenya
bervariasi dari 5 samapi 7,5 ml. saat sinus berkembang pembuluh darah dan
nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga
sius dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna sering tampak sebagai indentasi.
Dan di sebelah posterior di daerah pons.
KOMPLEKS OSTIO MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu meatus medius, ada
muara-muara saluran sinus maksila, sinus drontal, dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks osteo meatal (KOM),
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,
resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan
ostium maksila.
SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut atas lendirnya. Di dalam sinus, silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.
B Rinosinusitis
Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusinusitis, bila mengenai semua sinus
paranasal disebut malsinusitis. Yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan
etmoid, sedangkan sinus frontal dan sfenoid jarang. Sinus maksila disebut juga
antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah
menyebar kesinus disebut sinusistis dentogen.
Berdasaarkan lamanya penyakit, rinosinusitis dibagi menjadi tiga, yaitu:
-rinosinusitis akut
: < 4 minggu
-rinusinusitis subakut
: 4 12 minggu
-rinusinusitis kronik
: > 12 minggu
1. Etiologi
Etologi dari sinusistis bermacam-macam, diantaranya ISPA akibat virus,
rhinitis alergi, rinirtis hormonal, polip hidung, kelainan anatomi, seperti deviasi
septum, hipertrofi konka, sumbatan osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi atas,
Faktor lain yang berpengaruh diantaranya lingkungan berpolusi, udara dingin, dan
kebiasaan merokok
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan factor penting penyebab sinusitis
sehingga baik bila dilakukan adenektomi unyuk menghilangkan sumbatan dan
mmenyembuhkan rhinosinusitisnya.
Berdasarkan etiologinya, sinusitis dibagi menjadi:
- Sinusitis Rinogen (dikarenakan masalah dibagian hidung, misalnya
rhinitis kronik atau pengobatan sinusitis akut yang tidak adekuat)
- Sinusitis Dentogen (Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris
tempat akar gigi rahang atas sehingga rongga sinus maksila hanya hanya
terpisah oleh tulang tipis dengan akar gigi. Infeksi gigi dan rahang mudah
menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah limfe)
2. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM berdekatan, sehingga bila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silsa tidak dapat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya tekana negative di dalam rongga sinus
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dikatakan
rinosinusitis non bacteria ldan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulent. Keadaan ini disebut sebagai rhinosinusistis akut bacterial. Selanjutnya
inflamasi berlanjut menjadi hipoksia, dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan siklus terus berputar hingga mengakibatkan perubahan
mukosa kronik yaitu hipertrofi kemudian polip.
3. Gejala Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen yang sering kali turun ke tenggorok (post
nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam atau lemas.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah yang terkena merupakan ciri
dari sinusitis akut, terkadang nyeri juga dirasakan ditempat lain, yang dinamakan
reffered pain. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau
dikedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri pada dahi dan seluruh
kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis spenoid, nyeri dirasakan di
vertex, oksipital, belakang bola mata dan mastoid.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia, anosmia, halitosism post nasal
drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
4. Diagnosis
menentukan
penatalaksanaan
yang
diberikan.Berikut
adalah
6. Komplikasi
Kelainan orbita, berupa edema palpebral, selulitis orbita, abses superiostal,
abses orbita, dan selanjutnya terjadi thrombosis sinus cavernosus. Penyebaran
infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuatum. Apenyebab paling sering
adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal, dan sinusitis maksila.
Kelaianan Intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abeses otak dan trombosisi sinus cavernosus. Kelainan paru, seperti
bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelaianan sinus paranasal disertai
kelaiananparu disebut sinobronkitis.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan keluar lender berbau dari hidung. Lendir pernah keluar
melalui hidung depan, namun lebih sering tertelan melalui belakang hidung. Menurut
pasien, lender cukup kental dan agak keruh. Gejala berlangsung sekitar 4 bulan secara
terus-menerus. Hidung sebelah kiri pasien lebih sering tersumbat dibanding yang kanan.
Indra penciuman pasien berkurang. Pasien juga mengeluh nyeri kepala sebelah, khusunya
sebelah kiri.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya discharge. Discharge berbentuk cair
warnanya tidak terlalu jelas, namun tampak bening.Pemriksaan lain dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaam tersebut, gejala yang dialami pasien mengarah
ke rinosinusitis. Hal tersebut juga diperuk at adanya riwayat nya sakit gigi.
Gejala-gejala pada pasien sesuai dengan kriteria EPOS 2012 diantaranya nyeri
berlangsung lebih dari 12 minggu, terdapat cairan yang dapat keluar dari hidung depan
maupun belakang, terdapat nyeri pada wajah, terdapat penurunan fungsi gangguan
hidung.
Untuk lebih menegakan diagnosis, dilakukan rontgen foto SPN (Waters/AP) dengan
hasil terdapat kesuraman homogeny pada sinus maksillaris sinistra.. Maka, dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita rinosinusitis maksillaris.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat, yaitu dilakukannya operasi Caldwell Luc.
Selain itu, pasien juga dibrikan terapi berupa antibiotic, seuntuk, untuk mencegah infeksi
serta mengurangi infeksi bila masih terdapat bakteri pada hidung. Pasien juga diberikan
asam tranexamat untuk menghentikan perdarahan. Methyl prednisolone diberikan untuk
mengatasi peradangan dan mempercepa penyembuhan. Ketorolac diberikan unutk
mengiurangi nyeri paska operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Supardi, Prof. Dr. dr Effianti, Sp THT et al; Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan. Jakarta; FKUI, 2010.
European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012