Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

SINUSITIS MAKSILLARIS SINISTRA

disusun oleh:
Putri Dinar Lestari (2010 031 0186)
Pembimbing: dr.Tri Hana, Sp.THT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul


SINUSITIS MAKSILLARIS SINISTRA

Disusun oleh:
Putri Dinar Lestari
2010 031 0186
Telah dipresentasikan
Hari/Tangal :

November 2015

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing

dr. Tri Hana, Sp.THT

BAB I

PENDAHULUAN
Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama

Ny. SM
47 tahun
Laki-laki
Turusan, Salatiga
Islam

Anamnesis (Subjective)
Keluhan utama
Lendir hidung yang berbau
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli dengan keluhan terdapat keluar lendir dari hidung yang berbau.
Baunya khas dan cukup mengganggu. Seringkali, lendir tersebut tertelan atau seperti keluar
lewat belakang hidung. Lendirnya cukup kental. Gejala sudah dirasakan selama kurang lebih 4
bulan. Menurut pasien , terkadang hidung kirinya lebih sering tersumbat. Hal ini cukup
mengganggu kenyamanan pasien, namun pasien masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari.
Keluhan berlangsung terus menerus. Pasien juga merasakan indra penciumannya berkurang.
Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala sebelah, terutama sebelah
kiri. Nyeri seperti kesemutan dan berlangsung hilang timbul atau kambuh-kambuhan. Tidak jelas
kambuhnya sedang melakukan apa, namun seringkali secara tiba-tiba. Pasien sudah meminum
obat yang diberikan dokter umur yaitu, ericaf dan antibiotic selama 5 hari.Setelah minum obat,
pasien belum merasakan pengurangan gejala.
Pasien tidak mengeluhkan

adanya batuk, bau mulut, gangguan teling, dan tidak

merasakan nyeri sekitar mata. Tidak ada gangguan lain selain keluhan-keluhan diatas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya, pasien pernah sakit gigi yang terletak pada gigi atas sebelah kiri. Sakit gigi
sudah berlangsung kurang lebih 1 tahun dan hilang timbul. Saat ini gigi pasien sudah dicabut
ketika bulan Agustus 2015. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap sesuatu. Pasien jarang
menderita pilek (rhinitis), biasanya rhinitis akan sembuh dalam waktu seminggu. Terdapat
riwayat pilek satu kali dalam 4 bulan sebelum keluhan lender berbau dari pasien.
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Tidak ada penyakit seperti
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, asma, penyakit ginjal. Pasien juga tidak pernah
alergi terhadap obat.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat serupa pada keluarga pasien
DM (-)
Hipertensi (-)
Kanker (-)
Riwayat Personal Sosial
Pasien bekerja sebagai buruh pabrik. Dalam pabrik pasien sering mendengar suara bising,
namun tidak ada keluhan pada pedengaran pasien.Pasien tinggal bersama istri dan anak
bungsunya. Tidak ada masalah dalam keluarga, karir, maupun hubungan social ke
tetangga.Pasien merokok sehari-hari.
Pemeriksaan Fisik (Objective)
TD: 110 / 80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x / menit
T : 36 C

Sp O2: 97%
KEPALA
Mata
Konjuctiva anemis -/- Sklera Ikterik -/- Edema palpebral -/- Abses periorbita -/Telinga
Pemeriksaan
Inspeksi
- Serumen
- Edema
- Hiperemis
- Benjolan

Auricula Dextra

Auricula Sinistra

Palpasi
- Nyeri tarik auricular
- Pembesaran kelenjar
limfe
retroauriculer
dan periauriculer
Otoskop
- Edema pada LT
- Discharge pada LT
- Serumen
- Membran Timpani
- Refleks Cahaya

Hidung

Intak

Intak

Pemeriksaan
Inspeksi
Deformitas

Nasi Dextra

Edema

Hiperemis

Tumor

Discharge
Palpasi
Nyeri tekan dorsum nasi

Nyeri tekan frontalis

Krepitasi

Edema
Rhinoskop Anterior
- Mukosa hiperemis
- Mukosa edema
- Konka edema
- Deviasi septum
- Discharge
- Massa
- Benda asing

Nasi Sinistra

Tenggorokan
Inspeksi
-

Lidah kotor (-) hiperemis (-)


DPP hiperemis (-)
Pembesaran tonsil (T1/T1) pelebaran kripte (-/-) hiperemis (-/-) permukaan mukosa
Uvula simetris (+) hiperemis (-)

Palpasi
-

Kelenjar submandibular edema (-) nyeri tekan (-)

LEHER

Benjolan (-) Perbesaran Kelenjar Limfe (-) Hiperemis (-)


THORAX
Paru
Inspeksi
Simetris

Paru kanan
-

Paru kiri
-

Ketinggalan gerak
Palpasi
Perkusi
Auskultas
Suara dasar vesicular
Ronki
Wheezing

Dalam batas normal


Sonor

Dalam batas normal


Sonor

+
-

+
--

Jantung
Bunyi jantung s1,s2 reguler. Bising (-) suara tambahan (-)
ABDOMEN
Inspeksi

: datar

Auskultasi

: Bising Usus (+)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-)

Perkusi

: timpani pada semua lapang

EKSTREMITAS
Tidak ada kesulitan gerak. Tidak ditemukan akral dingin pada keempat ekstremitas.
Hasil Laboraturium
5/11/2015
Hematologi

Hasil

Range normal

Satuan

Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
MCV
MCH
APTT
PTT
Kimia Darah
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Serologi
HbsAg

9.08
5.64
14.3
44.6
257
79.1
25.4
33.8
13.6

4.5-11
4.5-5.5
14-18
40-54
150-450
86-108
28-31
24-36.2
11.5 15.5

10^3/uL
10^6/uL
g/dL
%
10^3/uL
fL
Pg
Detik
Detik

81
28
0.8
19
17

80-144
<37
<42
10 50
0.6 1.1

mg/dL
U/I
U/I
mg/dL
mg/dL

Negative

Negative

Rontgen SPN (Waters / AP) (5/11/14)


Kesan:
Struktur tulang dalam batas normal
Tak tampak deviasi septum
Tampak kesuraman homogen di intra sinus maksilaris sinistra
Tak tampak massa lunak intra cavum nasi dextra dan sinistra
Concha nasalis inferior dextra sinistra tidak membesar

Kesimpulan: Sinusistis maksilaris sinistra.

Assesment
Sinusitis Maksillaris Sinistra
Plan
Pro CWL

Persiapan pre operasi

Operasi

Post operasi

Terapi pulang

Puasa 6 jam
Cek laboratorium
Konsul penyakit dalam dan anestesi
Infus RL 30 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 gram
Inj. Asam Tranexamat 1 gram
Inj. Asam Tranexamat 1 gram
CWL
Pasang tampon pada sinus maksilaris

sinistra
Infus Rl 30 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram
Inj. Asam Tranexamat 2 x 500 mg
Inj. Methyp Prednisolon 2 x 125 mg
Inj. Ketorolac 2 x 1 ampul
Kompres es pipi kiri
Cefadroxyl 2 x 500 mg
Methyl Prednisolon 2 x 4 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A Sinus
1. Anatomi Sinus
Sinus paranasal terdiri dari empat pasang sinus, yaitu sinus maksila, sinus
frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid. Masing-masing sinus memiliki pasangan
kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil penumatisasi tulang-tulag kepala,
sehingga terbentuk rongga-rongga di dalam tulang. Semia sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasala berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai saat fetus usia 3-4 bulan, kecuali
sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus sfenoid telah ada saat
bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada
waktu anak yang berusia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterior-superior
rongga hidung. Sinus-sinus ini umunya mencapai besar maksimal pada usia antara
15-18 tahun.

SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar. Pada saat lahir sinus
maksila bervolume 6 8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
mencapai ukuran 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
ronggga hidung, dinding superiornyaialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah processus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
inunfidbulum enmoid.
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2) molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigitaring dan
gigi molar (M3), bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis. Selain itu,
apabila sinus maksila terkena peradangan, hal tersebut dapat berkomplikasi ke
orbita. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, shingga
drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus yang etmoid
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi dranase sinus maksila dan dapat menyebabkan sinusitis.
SINUS FRONTAL
Sinus frontal terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus, berasal dari sel-sel reseus frontal atau dari sel infundibulum etmoid. Sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8 10 tahun dan akan mencapai ukuran
maksila sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak
simetris, satu lebih besar dari pada lainnnya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah.

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 sm tingginya, lebarnya 2,4 cm, dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi berlekuk-lekuk.
Tidak ada gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto
rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus
frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhirakhir ini dianggap paling penting karena merupakan focus infeksi dari sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus seperti pyramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4 5 cm, tinggi 2,4 cm,
lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga terdiri dari sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
diantara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan
sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid
anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di lempeng media dengan
dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel etmoid posterior biasanya besar
dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit yang
disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang
terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium maksila.
Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis
frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak di dalam os sfenoid do belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.

Ukurannya adalah 2 cm dan tinggi dalamnya 2,3 cm, lebarnya 1,7 cm. Volumenya
bervariasi dari 5 samapi 7,5 ml. saat sinus berkembang pembuluh darah dan
nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga
sius dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna sering tampak sebagai indentasi.
Dan di sebelah posterior di daerah pons.
KOMPLEKS OSTIO MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu meatus medius, ada
muara-muara saluran sinus maksila, sinus drontal, dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks osteo meatal (KOM),
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,
resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan
ostium maksila.
SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut atas lendirnya. Di dalam sinus, silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.

2. Fungsi Sinus Paranasal


Terdapat beberapa teori mengenai fungsi paranasal, diantaranya sebagai
pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala,
membantu resonasi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu
produksi mucus untuk membersihkan rongga hidung.
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanasakan dan
mengatur kelembaban udara insprasi. Namun ternyata, tidak didapati pertukaran
udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung.
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataannnya sinus-sinus yang besar tidak terletak diantara hidung dan organorgan yang dilindungi.
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan yulang, hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori
dianggap tidak bermakna.

Sinus berfungsi sebagai peredam perubahan tekanan udara. Fungsi ini


berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada
waktu bersin atau membuang ingus.Mukus yang dihasilkan sinus paranasal
jumlahnya memang sedikir dibandingkan mucus dari rongga hidung, namun
efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi
karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
3. Pemeriksaan Sinus Paranasal
Inspeksi
Perhatikan apakah adanya pembengkakan pada pipi sampai kelopak mata
bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukan sinusitis maksila
akut. Pembengkakan kelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis frontal
akut. Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan diluar, kecuali
bila terbentuk abses.
Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk gigi menunjukan adanya sinusitis
maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu
pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan nyeri tekan di
daerah kantus medius.
Transluminasi
Transluminasi digunakan untuk memeriksa sinus maksila dan sinus
frontal, bila fasilitas radiologic tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan
translumminasi tampak gelap di bagian infra orbita, mungkin antrum terisi pus
atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.Gambaran
terang menunjukan sinus berkembang dengan baik dan normal, gambaran yang
gelap menunjukan sinus yang tidak berkembang.
Pemeriksaan Radiologi
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan
pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah Waters, P-A dan lateal.
Posisi Waters terutama untuk melihat kelaianan di sunis maksila, sinus frontal,
dan sinus etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan

sinus paransal adalah pemeriksaan CT-Scan. CT-Scan merupakan gold standard


dari pemeriksaan sinusitis.
Sinoskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop
dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau fossa canina.
Dengan sinoskopi dapat melihat keadaan di dalam sinus, seperti secret, polip,
jaringan granulasim massa tumor, dan bahaimana keadan mukosa.

B Rinosinusitis
Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusinusitis, bila mengenai semua sinus
paranasal disebut malsinusitis. Yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan
etmoid, sedangkan sinus frontal dan sfenoid jarang. Sinus maksila disebut juga
antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah
menyebar kesinus disebut sinusistis dentogen.
Berdasaarkan lamanya penyakit, rinosinusitis dibagi menjadi tiga, yaitu:
-rinosinusitis akut
: < 4 minggu
-rinusinusitis subakut
: 4 12 minggu
-rinusinusitis kronik
: > 12 minggu
1. Etiologi
Etologi dari sinusistis bermacam-macam, diantaranya ISPA akibat virus,
rhinitis alergi, rinirtis hormonal, polip hidung, kelainan anatomi, seperti deviasi
septum, hipertrofi konka, sumbatan osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi atas,
Faktor lain yang berpengaruh diantaranya lingkungan berpolusi, udara dingin, dan
kebiasaan merokok
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan factor penting penyebab sinusitis
sehingga baik bila dilakukan adenektomi unyuk menghilangkan sumbatan dan
mmenyembuhkan rhinosinusitisnya.
Berdasarkan etiologinya, sinusitis dibagi menjadi:
- Sinusitis Rinogen (dikarenakan masalah dibagian hidung, misalnya
rhinitis kronik atau pengobatan sinusitis akut yang tidak adekuat)
- Sinusitis Dentogen (Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris
tempat akar gigi rahang atas sehingga rongga sinus maksila hanya hanya

terpisah oleh tulang tipis dengan akar gigi. Infeksi gigi dan rahang mudah
menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah limfe)
2. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM berdekatan, sehingga bila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silsa tidak dapat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya tekana negative di dalam rongga sinus
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dikatakan
rinosinusitis non bacteria ldan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulent. Keadaan ini disebut sebagai rhinosinusistis akut bacterial. Selanjutnya
inflamasi berlanjut menjadi hipoksia, dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan siklus terus berputar hingga mengakibatkan perubahan
mukosa kronik yaitu hipertrofi kemudian polip.
3. Gejala Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen yang sering kali turun ke tenggorok (post
nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam atau lemas.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah yang terkena merupakan ciri
dari sinusitis akut, terkadang nyeri juga dirasakan ditempat lain, yang dinamakan
reffered pain. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau
dikedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri pada dahi dan seluruh
kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis spenoid, nyeri dirasakan di
vertex, oksipital, belakang bola mata dan mastoid.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia, anosmia, halitosism post nasal
drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
4. Diagnosis

Menegakan diagnosis menurut EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis


dan Nasal Polyps) 2012 adalah sebagai berikut:
Gejala lebih dari 12 minggu
Dua atau lebih gejala, salah satu yang harus dijumpai adalah hidung tersumbat,/
pembengkakan / keluar cairan dari hidung (cairan melewati anterior atau post
nasal drip).
Nyeri pada wajah
Anosmia / hiposmia
Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior : pembengkakan, merah, dan pus
Pemeriksaan Penunjang seperti rontgen atau CT-Scan tidak direkomendasikan
kecuali bila penyakitnya sudah berat, pasien immunocompromised, tanda-tanda
komplikasi.
Selain itu, berdasarkan anamnesis didapatkan adanya gejala alergi seperti bersin,
ingus mengalis, gatal pada hidung, gatal pada mata.
5. Terapi
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Sinusitis dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan
(operasi).
Terapi yang diberikan bergantung pada lamanya penyakit. Lamanya penyakit
rinosinusitis

menentukan

penatalaksanaan

yang

diberikan.Berikut

adalah

penatalaksanaan yang diberikan pada pelayanan kesehatan primer pada akut


rinosinusistis.

Sedangkan, untuk kronik rinosinusitis alur penatalaksanaannya adalah


sebagai berikut:

Pada sinusitis akut, diberikan terapi untuk menghilangkan gejala seperti


analgesik, irigasi nasal salin, dekongestan atau antibiotik, serta steroid
topikal.Antibiotik yang diberikan misalnya amoksisilin (40mg/kgBB/hari) yang
merupakan first line drug. Namun, jika tidak ada perbaikan dalam 48 72 jam,
dapat diberikan amoksisilin. Sebaiknya, antibiotik diberikan selama 10 14 hari.
Pada kasus sinusitis kronik, antibiotik diberikan selama 4 6 minggu sebelum
diputuskan pembedahan. Dosis dapat ditingkatkan sampai 90 mg/kgBB/hari. Pada
pasien dengan gejala berat atau dicurigai adanya komplikasi diberikan antibiotik
secara intravena.
Dekongestan diberikan untuk mengurangi edema, inflamasi yang
mengakibatkan obstruksi ostium, meningkatkan drainase sekret dan memperbaiki
ventilasi sinus. Pemberian dekongestan sistemik, seperti pseudoepedrin dapat
menormalkan ventilasi sinus. Dekongestan sistemik dapat diberikan sampai 10
-14 hari.
Steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan mengurangi
edema dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase sinus. Untuk
steroid oral, dianjurkan pemberiannya dalam jangka waktu pendek.
Tindakan operasi
Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa yang
maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi bedah apabila ditemukan
perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis, nekrosis dinding sinus disertai
pembentukan polip. Beberapa tindakan pembedahan sinusitis antara lain
septoplasti, andral lavage, caldwell luc, dan functional endoscopic sinus surgery
(FESS).
Operasi dengan menggunakan teknik Caldwell Luc. Indikasi dari operasi
ini adalah sinusitis kronik yang tidak membaik setelah diberikan terapi yang
adekuat, sinusitis kronik dengan kista, polip ekstensif, terdapat komplikasi.

6. Komplikasi
Kelainan orbita, berupa edema palpebral, selulitis orbita, abses superiostal,
abses orbita, dan selanjutnya terjadi thrombosis sinus cavernosus. Penyebaran
infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuatum. Apenyebab paling sering
adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal, dan sinusitis maksila.
Kelaianan Intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abeses otak dan trombosisi sinus cavernosus. Kelainan paru, seperti
bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelaianan sinus paranasal disertai
kelaiananparu disebut sinobronkitis.

BAB III

PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan keluar lender berbau dari hidung. Lendir pernah keluar
melalui hidung depan, namun lebih sering tertelan melalui belakang hidung. Menurut
pasien, lender cukup kental dan agak keruh. Gejala berlangsung sekitar 4 bulan secara
terus-menerus. Hidung sebelah kiri pasien lebih sering tersumbat dibanding yang kanan.
Indra penciuman pasien berkurang. Pasien juga mengeluh nyeri kepala sebelah, khusunya
sebelah kiri.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya discharge. Discharge berbentuk cair
warnanya tidak terlalu jelas, namun tampak bening.Pemriksaan lain dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaam tersebut, gejala yang dialami pasien mengarah
ke rinosinusitis. Hal tersebut juga diperuk at adanya riwayat nya sakit gigi.
Gejala-gejala pada pasien sesuai dengan kriteria EPOS 2012 diantaranya nyeri
berlangsung lebih dari 12 minggu, terdapat cairan yang dapat keluar dari hidung depan
maupun belakang, terdapat nyeri pada wajah, terdapat penurunan fungsi gangguan
hidung.
Untuk lebih menegakan diagnosis, dilakukan rontgen foto SPN (Waters/AP) dengan
hasil terdapat kesuraman homogeny pada sinus maksillaris sinistra.. Maka, dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita rinosinusitis maksillaris.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat, yaitu dilakukannya operasi Caldwell Luc.
Selain itu, pasien juga dibrikan terapi berupa antibiotic, seuntuk, untuk mencegah infeksi
serta mengurangi infeksi bila masih terdapat bakteri pada hidung. Pasien juga diberikan
asam tranexamat untuk menghentikan perdarahan. Methyl prednisolone diberikan untuk
mengatasi peradangan dan mempercepa penyembuhan. Ketorolac diberikan unutk
mengiurangi nyeri paska operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Supardi, Prof. Dr. dr Effianti, Sp THT et al; Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan. Jakarta; FKUI, 2010.
European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012

Anda mungkin juga menyukai