Disusun Oleh :
Berthy Al Mungiza
20100310078
Diajukan Kepada :
dr. Pramono, Sp.THT-KL
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
KOMPLIKASI TONSILITIS AKUT
Oleh :
Berthy Al Mungiza
20100310078
Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu THT
I.
RANGKUMAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: An.D
Umur
: 5 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Identitas Keluarga (Nenek)
Nama
: Ny. T
Umur
: 46 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Tegalrejo
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis pada nenek pasien
Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung dengan keluhan sulit menelan, yang sudah
dirasakan selama 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien merasa sulit
menelan hampir semua makanan,baik makanan keras, padat maupun lunak. Saat
minum sekalipun, pasien seringkali merengek karena airnya sulit untuk ditelan.
Karena itu pasien jadi tidak nafsu makan. Selain sulit menelan, pasien juga demam
dan tampak lemas sejak 5 hari SMRS. Menurut sang nenek, pasien sering kali rewel
jika sedang mengunyah makanan, dan saat pasien diminta membuka mulutnya,
terdapat sariawan didalam mulut pasien terutama didaerah sekitar lidah. Nenek pasien
juga mencium bau mulut yang tidak sedap. Pasien batuk pilek sejak 3 hari SMRS.
Keluhan hidung tersumbat, bersin-bersin, nyeri telinga, telinga berdenging atau
mengeluarkan cairan disangkal oleh nenek pasien. Pasien belum pernah berobat
sebelumnya. Riwayat penyakit serupa disangkal nenek pasien. Pasien memiliki
riwayat sakit gigi, tetapi belum pernah berobat ke dokter gigi. Menurut nenek pasien,
saat dirumah pasien memang jarang menggosok giginya.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan antara lain :
Status Generalisata
Kondisi Umum : Baik
Kesadaran
: Kompos mentis
Vital sign
: Nadi : 88x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
RR : 24x/menit
Suhu : 36,80 C aksiler
Status Lokalis THT
1. Kepala dan Leher
Kepala : Mesocephal
Wajah : Simetris
Leher : pembesaran kelenjar submandibular (+), nyeri tekan (+)
2. Gigi dan Mulut
Gigi : karies (-)
Lidah : tampak bercak putih ditepi lidah, tremor (-), kotor (-)
1
Dextra
Bentuk normal,
Nyeri tarik (-)
Nyeri tragus (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Fistula (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Serumen (+)
Hiperemis (-)
Sekret (-)
Tertutup serumen
Sinistra
Bentuk normal,
Nyeri tarik (-)
Nyeri tragus (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Fistula (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Serumen (+)
Hiperemis (-)
Sekret (-)
Tertutup serumen
Dextra
Normal
-
Sinistra
Normal
-
4. Pemeriksaan Hidung
Bagian Hidung Luar
Bentuk
Inflamasi atau tumor
Nyeri tekan sinus
Deformitas atau septum
deviasi
Rhinoskopi anterior
Vestibulum nasi
Dasar cavum nasi
Sekret
Mukosa
Benda asing
Perdarahan adenoid
Konka nasi media
Konka nasi inferior
Septum
Transluminasi
Normal
Normal
Normal
Hiperemis (-)
Hipertrofi (-)
Hiperemis(-)
Hipertrofi (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Hipertrofi (-)
Hiperemis(-)
Hipertrofi (-)
Hiperemis (-)
Deviasi (-)
Tidak ada sinusitis
5. Pemeriksaan Tenggorokan
Lidah
Uvula
Tonsil
Ukuran
Permukaan
Warna
Kripte
Detritus
Faring
Hasil pemeriksaan darah lengkap yang didapat adalah Hb = 11,8 g/dL; AE = 5,76 x
106 /uL; AL = 6,5 x 103 /uL; AT = 459 X 103 /uL; Ht = 38 %.
Terapi farmakologi yang diberikan adalah Cefspan sirup 2 x cth, Pamol sirup 3 x 1
cth, Callergis sirup 3 x cth.
II.
III.
EVALUASI
1. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada tonsillitis akut?
IV.
ANALISIS
Tonsilitis dapat menimbulkan komplikasi lokal dan komplikasi lain yang bersifat
sistemik terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus. Beberapa komplikasi
lokal yang biasanya terjadi antara lain3 :
3
1. Abses Peritonsil3
Abses peritonsil adalah kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil.
Terkadang infeksi tonsila berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah tonsila
meluas sampai ke palatum molle. Kelanjutan proses ini menyebabkan abses
peritonsilaris. Kelainan ini dapat terjadi dengan cepat, dengan awitan awal dari
tonsillitis, atau akhir dari perjalanan tonsillitis akut. Biasanya unilateral dan lebih
sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda.
Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsillitis akut yang mengalami supurasi,
menembus kapsul tonsil, dan penjalaran dari infeksi gigi.
Pada abses peritonsil muncul gejala dan tanda tonsillitis, demam tinggi, otalgia,
nyeri menelan, nyeri tenggorok, muntah, mulut berbau, hipersalivasi, suara
sengau, kadang-kadang sulit membuka mulut (trismus), serta pembengkakan dan
nyeri tekan pada kelenjar submandibula. Trismus terjadi pada proses yang lanjut
akibat iritasi pada otot pterigoid interna.
Pada pemeriksaan tampak palatum molle membengkak, menonjol ke depan, dapat
teraba fluktuasi, hiperemis pada stadium awal dan bila berlanjut akan menjadi
lebih lunak dan kuning-kuningan. Tonsil bengkak, hiperemis, dan mungkin
banyak detritus, terdorong ke tengah, depan dan bawah. Uvula bengkak dan
terdorong ke sisi kontralateral.
2. Abses Parafaring3
Abses parafaring adalah kumpulan nanah yang terbentuk didalam ruang
parafaring.
Ruang parafaring ini dapat mengalami infeksi dengan cara :
1. Langsung. Yaitu akibat jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan
analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah
terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (m. konstriktor faring
superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa tonsilaris.
2. Proses supurasi kelenjar limfe leher bagian dalam gigi, tonsil, faring, hidung,
sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal dapat menjadi sumber infeksi
untuk terjadinya abses ruang parafaring.
3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.
Manifestasi klinis yang muncul antara lain demam, nyeri tenggorok, nyeri
menelan, trismus, indurasi atau pembengkakan didaerah sekitar angulus
mandibula, dan pembengkakan dinding lateral faring hingga menonjol kearah
4
gigi molar M1, M2, M3 atas, serta premolar P1, P2; berenang dan menyelam;
trauma dan barotrauma.
Faktor predisposisi obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, benda asing di
hidung, tumor atau polip. Juga rhinitis alergi, rhinitis kronik, polusi lingkungan,
udara dingin dan kering.
Patofisiologi:
Edema di kompleks osteomeatal,
Mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat
bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan
Silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih
kental
telinga.
Sinusitis etmoid: nyeri di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang
nyeri di bola m,ata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri
alih di pelipis.
Sinusitis frontal: nyeri terlokalisasi di dahi atau di seluruh kepala. Sinusitis
sphenoid: rasa nyeri di verteks, oksipital, retroorbital, dan di sphenoid.
Gejala obyektif:
a.
Rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, frontal, dan etmoid anterior tampak mukopus di meatus medius. Pada
sinusitis etmoid posterior dan pada sphenoid, tampak nanah keluar dari meatus
superior. Rhinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
Sedangkan komplikasi sistemik yang biasanya terjadi pada tonsillitis adalah :
1. Sindrom Nefritis Akut (SNA)3
SNA dapat terjadi paska infeksi streptokokus beta hemolitikus
8
Patofisiologi:
Faringitis dan tonsillitis (10-14 hari), impetigo (21 hari)
Proteinuria (massive)
Hipovolemia
Hiperlipidemia
Pelepasan renin
Vasokonstriksi
Mual
Manifestasi klinis:
1) Keluhan saluran kemih
Oliguria dan hematuria tanpa sakit merupakan gejala patognomonik untuk SNA
2) Hipertensi
9
Sembab kelopak mata atau pergelangan kaki pagi hari dan hilang siang hari.
b.
Bendungan sirkulasi
-
a. Keluhan sesak nafas sampai ortopnea menyerupai bendungan paru akut jantung
tetapi tanpa didahului dyspnea on effort.
b. Ronki basah di daerah basal paru
-
Hepatomegali bendungan
Keluhan sakit di daerah perut kanan atas akibat regangan kapsul hepar.
Hepatomegali dengan permukaan rata dan konsistensi kenyal dan nyeri tekan.
4) Bradikardia
Bradikardia merupakan salah satu tanda penting untuk diagnosis banding dengan
gagal jantung kongestif.
2. Sepsis3
Sepsis adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap suatu penyakit infeksi
yang berat, disertai dengan ditemukannya respons sistemik yang dapat berupa
hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi dan letargi.
Mikroorganisme penyebab sepsis sangat berhubungan dengan umur dan status
imunitas anak, pada masa neonatus E.coli, S.aureus, Streptokokus grup B dan L.
monositogenes merupakan penyebab tersering. Pada anak yang lebih besar sepsis
dapat disebabkan oleh S.pneumoniae, H.influenza tipe B, N.mengitidis,
salmonella sp., S.aureus, dan streptokokus grup A. Anak dengan gangguan
imunitas dapat mengalami sepsis yang disebabkan oleh berbagai kuman, bahkan
oleh kuman yang tidak biasa.
Patofisiologi:
Infeksi bakteri
10
produk bakteri
misalnya endotoksin
makrofag
sitokin
endorphin
faktor jaringan
aktivasi komplemen
makrofag
sitokin
faktor jaringan
aktivasi
aktivasi
koagulasi
kalikreinkinin
fibrinolisis
Vasodilatasi,
Kerusakan endotel
kapiler
syok septik
kebocoran kapiler,
kerusakan endotel
Endokarditis akut paling sering disebabkan oleh Stafilokokus aureus yang terjadi
pada katup jantung yang normal. Bentuk infeksi ini menimbulkan destruksi yang
cepat, menghasilkan fokus-fokus metastatik yang jika tidak diobati akan
menimbulkan kematian penderitanya dalam waktu 6 minggu. Endokarditis
subakut biasanya disebabkan oleh Streptokokus viridans, terjadi pada katup yang
sudah rusak, tidak menghasilkan fokus-fokus metastatik dan jika tidak diobati
memerlukan waktu lebih dari 6 minggu atau bahkan satu tahun sebelum
menimbulkan kematian penderitanya.
Gejala endokarditis umumnya mulai terjadi dalam waktu 2 minggu setelah
kejadian yang mencetuskannya. Pada mikrorganisme yang patogenesitasnya
rendah, seperti Streptokokus viridans, awitan tersebut biasanya berangsur-angsur
dengan gejala febris dan malaise. Pada mikrorganisme yang patogenesitasnya
tinggi, seperti Stafilokokus aureus, awitannya akut dengan gejala febris yang
tinggi. Febris biasanya ditemukan pada hampir semua pasien endokarditis,
derajatnya rendah (kurang dari 39,4C) kecuali pada penyakit yang akut, disertai
artralgia.
4. Artritis3
Artritis septik biasanya berasal dari penyebaran langsung secara hematogen pada
sinovial. Faktor yang memberi kecenderungan menjadi artritis septik adalah masa
bayi, terapi imunosupresif, alkoholisme, penyalahgunaan obat, beberapa penyakit
sistemik kronik, hemoglobinopati, defisiensi komplemen an immunoglobulin,
gangguan fungsi sel fagosit, artritis kronik, infeksi saluran nafas atas dan
kerusakan sendi sebelumnya.
Sekitar 75% pioartrosis nongonokokus disebabkan oleh kokus gram positif, yang
paling sering adalah Stafilokokus aureus. Pneumokokus dan Streptokokus hemolitikus grup A serta Streptokokus viridans ditemukan pada kurang dari
separuh bahan pemeriksaan.
V.
KESIMPULAN
1. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer.
2. Tonsilitis dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses peritonsil, abses
parafaring, otitis media akut, dan sinusitis. Komplikasi lain yang bersifat sistemik
dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis
12
dan infeksinya tersebar ke organ lain seperti ginjal (sindrom nefritis akut, jantung
(endokarditis), sendi (arthritis) dan vaskuler (phlebitis).
VI.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher Ed 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. Boies, Adams. 1997. Buku Ajar Penyakit THT Ed 6. Jakarta : EGC
3. Dewi, Nurvidya R., dkk. 2005. Komplikasi Tonsilitis. Referat, Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung.
4. Djaafar, Z. 2001. Kelainan Telinga Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: 49-62
13