TINJUAN PUSTAKA
2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi
Preeklampsia adalah penyakit dengan gejala klinis berupa hipertensi dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan akibat vasospasme dan aktivasi
endotel saat usia kehamilan di atas 20 minggu (Cunningham ,2010; Eiland,
2012). Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat
juga terjadi sebelumnya. Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut
dan dapat terjadi antepertum, intrapartum dan postpartum (Cunningham, 2010;
Sibai, 2012).
Gambaran klinis preeklampsia sangat bervariasi dan sangat individual,
sehingga sulit untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang muncul lebih
awal.
Biasanya
hipertensi
timbul
lebih
dahulu
daripada
proteinuria
(Cunningham, 2010).
Hipertensi didiagnosis jika ditemukan tekanan sistolik 140 mmHg atau
kenaikan tekanan diastolik 90 mmHg. Pengukuran tekanan darah dilakukan
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada saat pasien dalam keadaan
istirahat (Cunningham, 2010; Lee, 2011).
Proteinuria adalah ditemukannya protein lebih dari 0,3 g/L dalam urin
24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ protein dalam urin
yang dikeluarkan dengan kateter atau urin midstream yang diambil minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria merupakan tanda penting dalam
preeklampsia. Apabila tidak terdapat proteinuria, diagnosis preeklampsia
dipertanyakan. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat daripada hipertensi.
Oleh karena itu, proteinuria harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius
(Pearlman, 2003; Cunningham, 2010; Best, 2013).
Penderita preeklampsia biasanya datang setelah timbul keluhan nyeri
kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium. Keluhan-keluahan
tersebut
menunjukkan
bahwa
sudah
terjadi
preeklampsia
berat
yang
Preeklampsia
Ringan
< 110 mmHg
+1
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Minimal
Tidak ada
Tidak ada
Preeklampsia Berat
110 mmHg
+2
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada (eklampsia)
Meningkat
Ada
Nyata
Jelas
Ada
Status Gravida
Ibu yang hamil untuk pertama kalinya atau disebut juga dengan
Usia Ibu
Ibu dengan usia < 20 tahun atau > 35 tahun berisiko untuk
Jumlah janin
2.1.4 Etiopatogenesis
Hingga saat ini etiologi dan patogenesis dari preeklampsia belum diketehui
secara pasti. Preeklampsia disebut juga sebagai disease of theories karena
diduga diakibatkan oleh berbagai etiologi dan dipengaruhi oleh bermacammacam faktor risiko. Akan tetapi teori menunjukan bahwa iskemia plasenta
mempunyai peranan yang sangat penting dalam patogenesis preeklampsia, yang
10
2.1.4.1 Etiologi
1. Maladaptasi toleransi imunologi antara maternal, paternal (plasenta)
dan jaringan fetus.
11
remodeling
arteri
spiralis
sehingga
aliran
darah
yang
seharusnya
terjadi
12
pada
kehamilan
normal
2.1.4.2 Patogenesis
1. Vasospasme
Vasospasme adalah dasar patofisiologi preeklampsia. Konstriksi
vaskular menyebabkan resistensi terhadap aliran darah dan menjadi
penyebab hipertensi arterial. Vasospasme tersebut mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah. Selain itu angiotensin II menyebabkan
sel endotel berkontraksi. Perubahan-perubahan ini menyebabkan
konstituen darah, termasuk trombosit dan fibrinogen, mengendap di
subendotel. Perubahan-perubahan vaskular ini, bersama hipoksia
vaskular jaringan di sekitarnya, diperkirakan menyebabkan perdarahan,
nekrosis, dan kerusakan end organ lain yang kadang-kadang dijumpai
pada preeklampsia berat (Cunningham, 2010).
2. Aktivasi Sel Endotel
Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi pusat
perhatian penelitian tentang patogenesis preeklampsia. Sebuah faktor
yang tidak diketahui (seperti berasal dari plasenta) disekresikan ke
dalam sirkulasi maternal dan menyebabkan aktivasi dan disfungsi dari
endotel pembuluh darah. Sindroma klinis yang terjadi pada
preeklampsia diperkirakan merupakan perluasan dari efek perubahan
yang terjadi pada sel endotel pembuluh darah. Kadar circulating
endothelial cell (CEC) ditemukan meningkat hingga 4 kali pada darah
tepi penderita preeklampsia (Cunningham, 2010).
13
wanita
yang
mengalami
preeklampsia.
Gant
(1973)
sifat
refrakter
terhadap
efek
presor
infus
terutama
disebabkan
oleh
berkurangnya
bahwa terdapat
ketidakseimbangan
dari
zat-zat
16
2.1.5 Patofisiologi
Walaupun penyebab pasti dari preeklampsia masih belum diketahui,
manifestasi dari preekalampsia terlihat dari awal kehamilan dengan perubahan
patofisiologi
pada
wanita
hamil
yang
akan
mengalami
preeklampsia
(Cunningham, 2010).
1.
Sistem Kardiovaskular
Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi
pada preeklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung
yang secara nyata dipengaruhi oleh hipervolemi patologis dalam
17
Perubahan Hemodinamik
Gangguan sistem kardiovaskuler dari kehamilan yang berhubungan
dengan gangguan hipertensi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko
yang mencetuskan terjadinya gangguan hipertensi dalam kehamilan
tersebut. Gangguan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya afterload
jantung dan tingkat keparahan hipertensi yang juga dilandasi dengan
hipertensi kronik yang diderita sebelum hamil (Cunningham, 2010).
Perubahan kardiovaskular akibat preeklampsia telah diteliti dengan
menggunakan pemantauan hemodinamik invasif. Namun, bila sudah
muncul manifestasi klinis dari preeklampsia, studi-studi invasif tersebut
tidak dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai perjalanan
penyakit pada awal kehamilan. Dibandingkan dengan wanita normotensif,
mereka yang mengidap preeklampsia memperlihatkan curah jantung yang
secara bermakna meningkat sebelum diagnosis kliniss, tetapi resistensi
perifer total tidak secara bermakna berbeda selama fase praklinis ini. Pada
preeklampsia klinis, terjadi penurunan drastis curah jantung dan
peningkatan resistensi perifer. (Cunningham, 2010).
3.
Volume Darah
18
hemokonsentrasi
dan
pada
wanita
dengan
hipertensi
Perubahan Hematologis
Kelainan hematologis dapat terjadi pada sebagian pendertita
preeklampsia. Kelainan tersebut antara lain adalah trombositopenia yang
kadang-kadang sangat parah sehingga dapat menggancam jiwa, kadar dari
beberapa faktor pembekuan darah dalam plasma yang mungkin menurun,
serta eritrosit yang dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya
aneh dan mudah mengalami hemolisis (Cunningham, 2010).
a. Pembekuan
Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan
destruksi eritrosit sering dijumpai pada preeklampsia. Perubahan
koagulasi merupakan akibat dari preeklampsia, bukan penyebab.
Kadar fibrinogen plasma tidak jauh berbeda dengan kehamilan normal
tahap lanjut dan produk degradasi fibrin (FDP) hanya sekali
meningkat, kecuali apabila terjadi solusio plasenta. Waktu trombin
agak
memanjang
dimana
(Cunningham, 2010).
b. Trombositopenia
19
diperkirakan
akibat
gangguan
hati
dari
megakariosit,
meningkat
pada
wanita
dengan
c. Hemolisis Fragmentasi
Trombositopenia pada preeklampsia berat dapat disertai dengan
destruksi eritrosit yang ditandai dengan hemolisis, skizositosis,
retikulositosis,
hemoglobinuria
(Cunningham, 2010).
20
dan
terkadang
hemoglobinemia
5.
6.
7.
Ginjal
Pada perkembangan preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
menurun, konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat melebihi
penurunan laju filtrasi glomerulus dan bersihan kreatinin (Cunningham,
2010).
Untuk
memastikan
diagnosa
pasti
preeklampsia
harus
terdapat
Hepar
Pada preeklampsia berat, kadang-kadang terjadi perubahan fungsi dan
integritas hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan
peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Nekrosis hemoragik
21
Otak
Perdarahan makroskopik akibat ruptur arteri yang disebabkan oleh
hipertensi. Vasospasme arteri retina juga dihubungkan dengan gangguan
penglihatan. Dapat terjadi edema serebri dengan gambaran utama penurunan
kesadaran dan kebingungan yang hilang timbul. Wanita dengan preeklampsia
mengalami vasospasme serebri yang ditandai oleh tinggi rendahnya tekanan
perfusi serebri yang bervariasi dari satu hemisfer ke hemisfer lain
(Cunningham, 2010).
10.
Perfusi Uteroplasenta
Gangguan perfusi plasenta akibat vasospasme hampir pasti merupakan
2.1.6 Komplikasi
22
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang
terjadi di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia
(Cunningham, 2010) :
a. Solutio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang
menderita hipertensi akut dan lebih sering pada preeklampsia.
b. Hipofibrinogenemia. Penderita yang menderita preeklampsia berat
sering terjadi hipofibrinogenemia.
c. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis, dikenal dengan ikterus.
d. Pendarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
pada penderita preeklampsia.
e. Kelainan mata. Kehilangn penglihatan untuk sementara dapat terjadi,
kadang-kadang terjadi perdarahan retina.
f. Edema paru-paru yang merupakan dekompensasi dari payah jantung.
g. Nekrosis hati. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
peningkatan faal hati terutama enzim-enzimnya.
h. Sindrom HELLP, yaitu Hemolysis Elevated Liver Enzymes and Low
Platelet.
i. Gangguan ginjal.
23
Penatalaksanaan
Pada setiap kehamilan yang disertai dengan penyulit suatu penyakit, maka
yang sehat. Namun apabila janin dicurigai atau diketahui prematur, cenderung
penundaan persalinan dengan harapan bahwa tambahan beberpa minggu in
utero akan menurunkan risiko kematian dan morbiditas serius pada neonatus
(Cunningham, 2010).
3. Terapi Obat Antihipertensi
Terapi obat untuk preeklampsia ringan dini umumnya mengecewakan.
Ada tiga jenis obat antihipertensi jangka pendek yang telah diketahui
manfaatnya dan digunakan secara luas, yaitu Hydralazine, labetalol dan oral
nifedipine (Rezaei, 2011).
Jika tampilan klinis yang muncul hanya hipertensi, penatalaksanaan
selanjutnya adalah mengontrol tekanan darah. Pemberian obat antihipertensi
disarankan apabila tekanan sistolik 150 mmHg dan/atau tekanan diastolik
100 mmHg. Bolus intravena labetalol atau hydralazine digunakan sebagai
terapi inisial jika terjadi peningkatan tekanan diastolik menjadi 160 mmHg
atau diastolik 110 mmHg. Setelah itu diikuti dengan pemberian obat
antihipertensi oral short acting nifedipine (10-20 mg setiap 4-6 jam) atau
nifedipine long acting (10-30 mg setiap 12 jam) atau labetalol 200-400 mg
setiap 8-12 jam (Sibai, 2012).
26
hambatan
repolarisasi
oleh
kalium,
yang
menimbulkan
2.2.2 Multigravida
28
Multigravida
untuk kedua kalinya atau lebih (Cunningham, 2010). Pada multigravida terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya preeklampsia. Faktor-faktor tersebut
yaitu riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, perawatan antenatal
yang tidak adekuat pada kehamilan sekarang, usia ibu yang terlalu tua, BMI
maternal yang terlalu besar, riwayat penyakit terdahulu, graviditas, dan pasangan
yang berbeda ( Bastani, 2008).
Teori intoleransi imunologik menyimpulkan bahwa respons imunologik
maternal terhadap antigen yang dibawa oleh sperma suami dapat berkurang
seiring dengan keseringan terpajannya. Hal ini mengakibatkan kemungkinan
multipara untuk menderita preeklampsia pada kehamilan berikutnya berkurang
(Bastani, 2008). Multigravida yang hamil dengan pasangan yang baru memiliki
risiko yang sama besar dengan primiravida (Dadhwal, 2006).
Toleransi imunologik maternal juga dapat berkembang dengan peningkatan
terpaparnya human leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang beperan penting
dalam modulasi respons imun ibu dengan hasil konsepsi. Ini berarti, makin
banyak kehamilan sebelumnya maka makin kecil kemungkinan untuk terjadinya
preeklampsia (Bastani, 2008).
2.3
Usia Ibu
29
Usia 20 35 tahun disebut juga usia berisiko rendah, sedangkan usia < 20 tahun
dan > 35 tahun disebut sebagai usia ibu berisiko tinggi. Usia 20 30 tahun
merupakan periode yang paling aman untuk hamil dan melahirkan karena pada usia
tersebut risiko terjadinya komplikasi selama kehamilan lebih rendah. Akan tetapi di
negara berkembang 10% - 20% bayi dilahirkan dari seorang remaja wanita yang
sedikit lebih besar dari anak-anak. Hal ini berdampak buruk karena setelah
menstruasi seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 7% dan tinggi badan 1% (Rozikhan, 2007; Cunningham, 2010).
Bentuk dan ukuran uterus bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh usia seorang
wanita. Sebelum pubertas, panjangnya bervariasi antara 2,5 cm hingg 3,5 cm. uterus
wanita nullipara dewasa panjangnya antara 6 cm sampai 8 cm. Hal ini berarti remaja
wanita yang hamil tidak lama setelah menarche belum mencapai ukuran uterus yang
normal untuk kehamilan, sehingga kemungkinkan terjadinya gangguan dalam
kehamilan lebih besar (Cunningham, 2010). Selain itu, rata-rata wanita muda yang
hamil merupakan primigravida, sehingga mekanisme adaptasi blocking antibody
terhadap antigen plasenta belum terbentuk sempurna (Bastani, 2008).
Aspek sosial merupakan penyebab tingginya angka wanita muda yang hamil di
negara berkembang. Aspek sosial yang sering menyertai ibu hamil dengan usia muda
adalah kehamilan yang tidak diinginkan, kecanduan obat-obatan, merokok, tingkat
pendidikan yang rendah dan tidak atau kurang mengerti tentang antenatal care.
Pengawasan pada ibu hamil dengan usia dibawah 18 tahun perlu diperhatikan karena
sering terjadi anemia, hipertensi menuju preeklampsia atau eklampsia, persalinan
30
dengan berat badan lahir rendah, kehamilan disertai infeksi, penyulit persalinan yang
diakhiri dengan tindakan operasi (Tsania, 2011).
Usia wanita yang pertama kali hamil semakin meningkat pada berbagai negara
maju. Bertambahnya usia ibu selalu dianggap sebagai faktor risiko dalam berbagai
kelainan yang terjadi pada kehamilan. Faktor usia diketahui sebagai salah satu faktor
terpenting yang mempengaruhi kehamilan maupun proses persalinan. Wanita
menunda kehamilan hingga 4 atau bahkan dekade 5 kehidupan mereka karena alasan
yang berbeda seperti keterlambatan dalam pernikahan, pendidikan dan alasan
pekerjaan. Banyak dari mereka mengalami kehamilan enggan dan karena kegagalan
kontrasepsi, hampir 10 persen dari kehamilan terjadi pada usia lebih dari 35 tahun.
Ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun berisiko mederita preeklampsia 1,5 kali
dibandingkan ibu hamil yang berusia 35 (Nooritajer, 2010; Lamminpaa, 2012).
Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan
peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko lebih besar untuk menderita
preeklampsia pada hipertensi kronik atau superimposed preeclampsia (Rozikhan,
2007). Hal ini didasarkan pada proses degeneratif yang mengakibatkan perubahan
sruktural dan fungsional yang terjadi terjadi pada pembuluh darah perifer yang
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan ini meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat pembuluh darah dan penurunan
kemampuan relaksasi otot polos vaskular. Adanya keusakan pada sel endotel dinding
vaskular oleh arterosklerosis mengakibatkan terganggunya produksi prostaksiklin dan
kehilangan daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor (Bastani,
31
2008; Strom, 2011). Pada penelitian yang dilakukan Valdes (2009) dengan
menggunakan angiografi selektif didapatkan bahwa penyakit arteri koroner timbul
lebih awal dan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia ibu dan lebih besar pada
ibu hamil dengan riwayat preeklampsia.
32