Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
(B94154101)
(B94154103)
(B94154129)
(B94154137)
PENDAHULUAN
Hernia adalah suatu penonjolan sebagian maupun seluruh isi rongga tubuh melalui
cincin akibat defek atau lemahnya dinding rongga yang bersangkutan yang disebabkan oleh
lemahnya struktur otot sehingga organ tertentu keluar ke bagian tubuh yang tidak seharusnya
(Hines 2012). Hernia abdominalis adalah suatu kondisi keluarnya organ viscera dari ruang
abdomen melalui celah pada dinding abdomen. Kerusakan pada dinding abdomen
menyebabkan usus keluar dinding abdomen, sehingga terlihat adanya penonjolan. Hernia
abdominalis eksterna adalah kerusakan pada dinding eksterna abdominal yang dipenuhi oleh
keluarnya organ vicera. Hernia abdominalis interna terjadi melalui cincin pada jaringan yang
membatasi ruang abdomen dan thoraks seperti hernia diafragmatika dan hernia hiatal. Pada
hernia abdominalis, isi perut menonjol melalui cincin hernia yang terdapat pada peritonium
daerah ventrolateral abdomen. Ada berbagai macam hernia berdasarkan lokasinya menurut
Hines (2012) yaitu hernia abdominalis (hernia ventralis, paracostral, dan inguinalis), hernia
diafragmatika, hernia perianalis, dan hernia scrotalis. Menurut Cheville (2006) hernia
abdominalis dapat dibagi menjadi dua yaitu hernia abdominalis yang terjadi pada dinding
abdomen dan hernia inguinalis yang terjadi diantara femur (prefemoralis).
Menurut Ramadhan dan Abdin (2001), kasus hernia bisa disebabkan karena faktor
trauma. Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul maupun kejadian yang menyebabkan
tekanan rongga abdomen meninggi secara mendadak dan terbentuknya cincin. Selain itu
dapat disebabkan juga oleh faktor genetik (Grace dan Borley 2006). Kebanyakan kejadian
hernia terjadi pada hewan muda dimana stuktur peritoneum abdomen belum terbentuk secara
sempurna (Ramadhan dan Abdin 2001). Hernia dicirikan dengan adanya kantung hernia,
cincin hernia, leher hernia, dan isi hernia (Gambar 1).
tidak ditangani, bagian usus yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah.
Treatment hernia abdominalis biasanya dilakukan operasi untuk mengembalikan usus ke
tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada dinding perut agar hernia tidak berulang.
Beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk setiap operasi, yakni tahap pre
operasi, operasi, dan post operasi. Tahapan pre operasi merupakan tahapan awal dari kegiatan
operasi. Kesuksesan operasi tergantung dari fase ini, karena fase ini merupakan awalan yang
menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan
pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengkajian secara integral dari
fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk
keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada
tahap preoperasi antara lain adalah sterilisasi alat, sterilisasi ruangan, penentuan dosis obat,
signalement hewan serta status present hewan yang akan dioperasi. Adapun kegiatan operasi
merupakan kegiatan yang beresiko tinggi dan akan membahayakan jika operasi tidak
dilakukan dengan aturan-aturan yang ada. Teknik operasi yang benar menjadi dasar berhasil
atau tidaknya suatu operasi. Sedangkan kegiatan post operasi juga merupakan kegiatan yang
tidak kalah penting dengan tahap-tahap kegiatan operasi sebelumnya. Monitoring kesehatan,
pemberian antibiotik serta perawatan luka merupakan contoh kegiatan post operasi yang
harus dilakukan guna menjamin kesehatan hewan yang telah dioperasi. Prognosa pada kasus
hernia abdominalis adalah fausta dubius tergantung dari asal, arahnya, perlekatan, mudah
tidaknya direposisi, isinya, lokasinya, kondisi hewan, dan lama kejadian.
TUJUAN
Tujuan dari kegiatan operasi ini adalah untuk mempelajari serta menangani kasus
hernia ingunalis pada kucing meliputi pre operasi, operasi dan post operasi hernia
abdominalis.
TINJAUAN KASUS
: Luna
: Kucing
: Domestik
: Hitam - Putih
Jenis kelamin
Bobot badan
Umur
Tanda khusus
: Betina
: 3,4 kg
: 3,5 bulan
: Tidak ada
Status Present
Keadaan Umum
Perawatan
Habitus/tingkah laku
Gizi
Pertumbuhan badan
Sikap berdiri
Suhu
Frekuensi nafas
Frekuensi jantung
: Baik
: Jinak
: Sedang
: Baik
: Tegak pada empat kaki
: 37,6oC (normal: 37.8-39.2 oC)
: 28 kali/menit (normal: 20-30 kali/menit)
: 108 kali/menit (normal: 110-130 kali/menit)
Adaptasi Lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah
Pertulangan kepala
Posisi tegak telinga
Posisi kepala
: Tenang
: Kompak (conformed)
: Tegak ke atas
: Lebih tinggi dari vertebrae
Palpasi
Mata dan orbita kiri dan kanan
Palpebrae
: Membuka dan menutup sempurna
Cilia
: Melengkung keluar
Conjuctiva
: Rose, basah, licin
Membrana nictitans
: Tersembunyi
Bola mata kanan dan kiri
Sclera
Cornea
Iris
Limbus
Pupil
Refleks pupil
Vasa injectio
: Putih
: Bening (jernih)
: Tidak ada perlekatan
: Rata
: Tidak ada kelainan (ada reaksi cahaya)
: Ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Rose, licin, basah dan tidak ada kerusakan
Gigi geligi
Lidah
Leher
Perototan Leher
Trachea
Esophagus
: Teraba kompak
: Teraba, tidak ada reflek batuk
: Teraba, tidak ada isi makanan
Telinga
Posisi
Bau
Permukaan daun telinga
Krepitasi
Refleks panggilan
: Tegak ke atas
: Khas serumen
: Halus
: Tidak ada
: Ada
Thorax
Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thorax
Tipe pernafasan
Ritme
Intensitas
Frekuensi
Perkusi
Lapangan Paru-paru
Gema perkusi
Auskultasi
Suara pernafasan
Suara ikutan
Antara in dan ekspirasi
Palpasi
Penekanan rongga thorak
Palpasi intercostals
Sistem Peredaran Darah
Inspeksi
Ictus cordis
Perkusi
Lapangan jantung
Auskultasi
Frekuensi
: Simetris
: Costal
: Teratur
: Dangkal (teratur)
: 28 kali/menit
: Tidak perluasan
: nyaring
: Terdengar
: Tidak ada
: Tidak terdengar
: Tidak ada
: Costae ke 3-6, tidak ada kelainan
: 112 kali/menit
Intensitas
Ritme
Suara sistol dan diastol
Ekstraksistolik
Sinkron pulsus dan jantung
Abdomen dan Organ Pencernaan
Palpasi
Epigastricus
Mesogastricus
Hypogastricus
Isi usus besar
Isi usus kecil
: Sedang
: Teratur
: Tidak ada kelainan
: Tidak terdengar
: Sinkron
Anus
Sekitar anus
Refleks spinchter ani
Pembesaran kolon-kucing
Kebersihan daerah perineal
Hubungan dengan vulva-betina
: Bersih
: Ada
: Tidak ada
: Bersih
: Ada (Terpisah)
: Kompak
: Kompak
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada kelainan
: Koordinatif
: Koordinatif
Palpasi
Limfoglandula poplitea
Ukuran
Konsistensi
Lobulasi
Perlekatan
Panas
Kesimetrisan
: Kecil
: Kenyal
: Jelas
: Tidak ada perlekatan
: Tidak ada sensasi panas
: Simetris
Kestabilan pelvis
Konformasi
Kesimetrisan
Tuber ischii
Tuber coxae
: Kuat / kompak
: Simetris
: Teraba, stabil
: Teraba, stabil
Nilai Normal
Abnormalitas
Keterangan
Rendah
Rendah
Tinggi
Eritrosit (x106/l)
Hematokrit (%)
Hemoglobin (g/dL)
Leukosit (x103/l)
Dif. Leukosit (%):
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
8.49
24.9
8.00
42.85
6-10
29-45
9.5-15
5.5-19.5
Normal
71
24
2
3
0
35-75
20-55
1-4
2-12
0-1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Diagnosa Klinis
Differensial Diagnosa
Prognosa
Terapi
: Hernia Abdominalis
: Tumor, abses, bisul
: Fausta
: Operasi (Reposisi hernia dan penjahitan cincin hernia)
METODE
Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 26 Januari 2016 pukul 13.00 14.30 di
Laboratorium Bedah Hewan Kecil, Rumah Sakit Hewan Pendidikan Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain premedikasi anestesi, yaitu atropin sulfat
dengan dosis 0,025 mg/kg BB secara subkutan. Bahan anasthetikum, yaitu xylazine 2%
dengan dosis 2 mg/kg BB dan ketamine HCL 10% dengan dosis 10 mg/kg BB secara
intramuskular. Bahan antibiotik, yaitu Amoxicillin 25% dengan dosis 20 mg/kg BB, dan
penicillin 50000 IU. Alkohol 70%, iodine tincture.
Alat
Pinset anatomis, pinset sirurgis, towel clamp, gunting bengkok, scalpel, needle holder,
syiringe 1 cc, tampon, kapas, kassa, plester, tang arteri, jarum penampang bulat dan
penampang segitiga, benang cut gut chromic 3/0, silk 3/0, kain duk, tali restrain, timbangan,
lampu operasi, silet pencukur rambut, sarung tangan, masker, penutup kepala, dan baju
bedah.
Operator dan Asisten Operator
Operator
Asisten Operator
Asisten 1 (anastesi)
Asisten 2 (kebersihan)
Asisten 3 (kontrol fisik)
Asisten 4 (dokumentasi)
A. Pre operasi
Persiapan dan Sterilisasi Peralatan operasi
Peralatan yang akan digunakan dalam operasi dilakukan proses sterilisasi terlebih
dahulu, begitu pula dengan perlengkapan operator dan asisten. Peralatan tersebut meliputi
tutup kepala, masker, sikat tangan, handuk/duk, baju scrub operasi, dan sarung tangan serta
seperangkat alat bedah minor yang telah dicuci dengan bersih dan didisinfeksi. Peralatan
tersebut dibungkus dengan kain muslin/non woven sebelum dimasukkan kedalam oven
kering (autoclave) pada suhu 60oC selama 30 menit atau pada 121 oC selama 15 menit.
Sedangkan peralatan. Proses selanjutnya dilakukan sterilisasi dengan menggunakan
sterilisator ultraviolet yaitu selama 30 menit.
Persiapan preoperasi bagi operator yaitu pembuatan protokol bedah. Tujuan dari
pembuatan protokol bedah adalah untuk mempersiapkan apa saja yang harus dilakukan oleh
operator dan asistennya, dan dapat mendeskripsikan prosedur bedah yang akan dilakukan saat
operasi. Protokol bedah ini memegang peranan penting bagi keberhasilan suatu operasi.
Protokol bedah tersebut akan diserahkan dan diperiksa oleh dokter hewan penanggungjawab
operasi, dalam hal ini yaitu dosen bedah. Setelah diperiksa dan disetujui oleh dosen maka
operasi bisa dilaksanakan.
Persiapan dan Preparasi Hewan
Preparasi hewan diawali dengan memeriksa status kesehatannya untuk mengetahui
layak tidaknya bila digunakan sebagai hewan model pada operasi yang akan dilakukan.
Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan suhu (oC), frekuensi nafas (kali/menit), pulsus
(kali/menit), berat badan (kg), selaput mukosa, dan diameter pupil (cm). Hal ini dilakukan
untuk mempermudah evaluasi hasil monitoring hewan saat di lakukan operasi.
Setelah pemeriksaan kesehatan dilakukan maka hewan dipuasakan selama 12 jam
sebelum tindakan operasi dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya muntah,
urinasi, ataupun defekasi saat operasi berlangsung. Sebelum memasuki tahap operasi, kucing
terlebih dahulu ditimbang berat badannya untuk menentukan dosis berbagai sediaan obat
yang akan diberikan pada saat pre operasi, operasi, dan post operasi. Tindakan operatif pada
hewan membutuhkan restrain dan handling yang tepat untuk bisa mengendalikan hewan.
Dalam hal ini dibutuhkan chemical restrain, yaitu mengendalikan hewan dengan cara
mengurangi/menghilangkan kesadaran hewan dengan menggunakan bahan kimia. Sediaan
tersebut dapat berupa transquilizer, sedative, maupun anastetikum. Pemberian sediaan ini
harus disesuaikan dengan jenis dan berat badan hewan, karena dosis sediaan untuk setiap
jenis hewan berbeda-beda.
Perhitungan Dosis :
Premedikasi
Atropin 0,25 mg/ml = 3,4 kg X 0,025 mg/kgBB = 0,34 ml (SC)
0,25 mg/ml
Anasthesi
Xylazine 2% = 3,4 kg X 2 mg/kgBB = 0,34 ml (IM)
20 mg/ml
Ketamine 10% = 3,4 BB X 10 mg/kgBB = 0.34 ml (IM)
100 mg/ml
Antibiotik
Amoxicillin = 3,4 BB X 20 mg/kgBB = 2,72 ml (PO)
25 mg/ml
benang silk (3/0) dengan jahitan sederhana (Hickman dan Walker 1998). Pemberian
antibiotik lokal penicillin 50.000 IU disemprotkan pada setiap lapisan yang dijahit untuk
mencegah infeksi sekunder pada saat post operasi.
PEMBAHASAN
Anamnesa dan Signalement
Hasil anamnesa, Luna, seekor kucing betina ditemukan di daerah Babakan Tengah,
dengan bagian ventrolateral dari abdomen terdapat penonjolan ke luar saat dilakukan palpasi.
Kondisi hewan secara umum sehat saat ditemukan dengan gizi sedang dan pertumbuhan baik,
berat badan 3,4 kg, suhu tubuh 37.6 C, frekuensi nadi 102x/menit, dan frekuensi nafas 28
x/menit.
Menit ke0
15
30
45
60
75
90
105
120
140
120
96
84
92
96
104
136
92
28
20
28
24
24
24
24
32
28
37.6
+
+
2
37
3
36.5
>3
35.9
>3
35
>3
34.7
+
>3
34.4
>3
34.3
>3
34.7
+
+
>3
Saat dilakukan pembedahan, tidak ada hambatan pada saat dilakukan penyayatan kulit
hingga penyayatan otot m. obliquus abdominis internus. Setelah penyayatan otot tersebut,
operator kesulitan mendapatkan cincin hernia. Hal ini disebabkan oleh kecilnya cincin hernia
serta adanya perlekatan omentum pada peritoneum, sehingga untuk mengangkat cincin hernia
harus diperlebar secara paksa agar mudah untuk diangkat. Proses ini membutuhkan waktu
yang cukup lama.
Post operasi
Pemantauan pasien post operasi yang dilakukan meliputi frekuensi napas, frekuensi
jantung, dan temperatur, urinasi, defekasi, nafsu makan serta persembuhan luka. Kucing
mulai sadar dari stadium anastesi teramati pada 1 jam pascaoperasi. Terapi yang diberikan
yaitu dengan pemberian antibiotik PO dan dikandangkan di inkubator. Hari kedua post
operasi, pasien mulai ada nafsu makan, minum, dan urinasi namun belum defekasi (Tabel 3).
Proses persembuhan luka pada pengamatan post operasi menunjukan hasil yang baik. Hal ini
didukung juga dengan perilaku makan, minum, dan pemberian amoxillin sebanyak 1 ml
sebanyak 1 kali sehari selama 5 hari secara teratur. Pembersihan, pengobatan luka dan
penggantian kain kassa dilakukan setiap dua hari sekali untuk mencegah adanya infeksi
sekunder. Penggunaaan gurita dilakukan pada penderita hernia agar lokasi hernia terfiksasi
secara rapi dan mencegah pasien menggaruk bekas jahitan. Penanganan yang baik dapat
mencegah kejadian hernia terulang kembali.
1
130
15
37.8
++
+
+++
-
2
130
20
38
+
++
+
++
-
3
120
20
38.4
++
+++
++
++
++
Hari ke4
120
15
38
+++
++
++
++
++
5
120
15
37.6
+++
++
++
+++
+
6
120
20
38
++
++
+++
+++
++
Proses persembuhan luka berjalan baik, dimana dalam rentang seminggu jaringan
yang luka kering dan menyatu (Gambar 6). Pergantian perban dilakukan dua kali selama
seminggu dengan rentang 3 hari. Dalam penggantian perban, pemberian iodine juga
dilakukan yang bertujuan mempercepat persembuhan luka serta pemberian antibiotik
amoxicillin dua kali sehari (pagi dan sore) untuk mencegah infeksi sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Cheville NF. 2006. Introduction to veterinary Pathology. 3rd Edition. USA: Blackwell
Publishing
Fossum TW. 2002. Small Animal Surgery Ed-2. Missouri: Mosby Elservier.
Grace PA, NR Borley. 2006. Surgery at a Glance. Massachusets: Blackwell Publishing Ltd.
Hikcman J, Walker RG. 1998. An Atlas of Veterinary Surgery Ed-2. Cambridge: Department
of Veterinary Clinical Studies.
Hines. 2012. Hernias in Dog and Cats Umbilical, Inguinal, Perineal, And Diphragmatic
Hernias. [terhubung berkala]. www.2ndchanceinfo.com [27 Januari 2016].
Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Plumb DC. 2005. Veterinary Drug Handbook Ed-5.Iowa: Blackwelll Publishing
Primovic, Debra. 2009. Umbilical Hernia in Cats. [diunduh pada 2015 april 15]. [tersedia di:
http://www.petplace.com]
Ramadhan RO, Abdin MR. Abdominal and inguinal hernias in camel (Camelus dromedaries)
in Saudi Arabia. 2001. J Agric Sci.13: 57-61.
LAMPIRAN
Pertanyaan:
1. Apa tipe jahitan yang diberikan dan bagaimana posisi hewan saat dioperasi? (Fauzia
Istanti K)
2. Kondisi hernia yang seperti apa sehingga prognosanya infausta dan seperti apa contoh
kasusnya? (Rifky Rizkiantino)
3. Foto prosedur operasinya seperti apa, mengapa grafik frekuensi nadi, napas, dan
temperatur tidak dipisahkan, dan mengapa suhu terus menurun padahal hewan sudah
sadar? (Dirwan Rahman)
Jawaban:
1. Tipe jahitan yang seharusnya dilakukan adalah jahitan matras untuk menjahit
peritoneum dan otot serta jahitan sederhana untuk menjahit kulit. Namun operator
hanya melakukan penjahitan sederhana karena luka sayatan tidak searah melainkan
ada sayatan yang bercabang. Tetapi dipastikan jahitan tersebut berjarak cukup rapat
untuk menghindari hernia yang terulang. Posisi hewan adalah left recumbency karena
hernia berada di abdominal bagian kanan.
2. Prognosa buruk atau infausta tergantung dari lama kejadian, ukuran organ yang
keluar, ukuran cincin, umur, dan tingkat keparahan. Contoh kasus yang prognosanya
buruk atau infausta adalah hernia diafragmatika.
3. Foto sudah ditampilkan di PPT namun LCD yang bermasalah sehingga gambar tidak
terlihat dengan jelas. Tujuan kami menggabungkan ketiga parameter tersebut dalam
satu grafik adalah untuk membandingkan antar parameter, sehingga pola fluktuasinya
dapat dilihat dalam satu grafik yang sama. Fluktuasi nadi dan nafas adalah efek dari
anastesi. Xylazin bekerja meningkatkan efek simpatomimetik meningkatan curah
jantung dan kontraksi otot jantung sehingga menimbulkan kenaikan frekuensi jantung,
sementara efek ketamin dapat menurunkan suhu tubuh dengan cara bekerja
mendepres pengatur suhu tubuh di otak.