BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Trauma
tajam pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.2
ANATOMI
1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a. Skin atau kulit
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e. Perikranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma
subgaleal). Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior, fosa media, dan
fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media
adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang bagian
bawah batang otak dan serebelum.
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri
dari 3 lapisan yaitu : duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater
adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat
erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada
selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke
sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan
dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala
dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang
tipis dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah
piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan
serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub araknoid.
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior.
Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak
yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.
6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra
tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan
ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
2.3.
FISIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :
1. Tekanan Intra Kranial
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah,
dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu
yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai
200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan
intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat
meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari
normal.
Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi
penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu :
otak ( 1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75
ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini
Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas
sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua
komponen
lainnya
harus
mengkompensasi
dengan
mengurangi
sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik.
Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk
dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear
dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang
disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi
kontusio coup dan countrecoup ( Mardjono dan Sidharta, 2008 ).
Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti
secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara
tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid)
menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak.
2.5.
Morfologi
a. Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak,
dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula
terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik bone window
untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis
fraktur dasar
10
dan
gambarannya
berbentuk
bikonveks
atau
4.
lebih
berat
dan
prognosisnya
jauh
lebih
buruk
11
Foto polos kepala dengan berbagai posisi seperti AP, lateral berguna
untuk melihat adanya fraktur tengkorak, tapi tidak menunjukkan jaringan
lunak di dalam kepala.
Indikasi Foto Polos Kepala
Tidak semua penderita dengan cidera kepaladiindikasikan untuk
pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaanyang sekarang makin
ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala (dariinspeksi dan
palpasi), nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, gangguan
kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose
foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan
adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan
oblique.
2.7.
TOMOGRAFI KOMPUTER
Tomografi komputer merupakan sebuah teknologi yang secara ekstensif
12
menyerap sinar X sedikitpun sehingga, sinar X dapat menuju film atau detektor
(Perron, 2008).
Tomografi komputer merupakan modalitas utama dalam mengevaluasi
pasien pasien yang diduga fraktur tulang tengkorak dan trauma intrakranial.
Ketika keadaan kardiopulmoner pasien telah stabil, Tomografi komputer harus
dilakukan untuk menentukan luasnya kerusakan intrakranial dan apakah ada
fragmen fragmen metalik intrakranial pada luka tusuk. (Khan, Ali N, )
Beberapa
indikasi
perlunya
tindakan
pemeriksaan
b.
Sakit kepala.
Muntah.
Amnesia retrograde.
Kejang.
Tomografi
13
14
15
16
17
2.8.
MRI
Magnetic Resonancy Imaging ( MRI ) suatu alat kedokteran di bidang
pemeriksaan diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman
gambar
18
sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien
sehingga sangat sesuai untuk diagnostik
dihasilkan
parameter tersebut
dengan
MRI, antara lain : a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang
baik, ; b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaannya ; c. Artefak
pada gambar, dan cara mengatasinya ; d. Tindakan penyelamatan terhadap
keadaan darurat.
Pemeriksaan MRI bertujuan
mengetahui karakteristik
morfologik
Musculoskeletal
pergelangan tangan,
bahu , siku,
mendeteksi
19
5.
6.
2.
3.
4.
5.
20
1.
2.
3.
4.
Fraktur Tengkorak
21
22
fraktur basis kranii. Selain itu, dalam mendiagnosa fraktur tengkorak seringkali
dibingungkan oleh kehadiran sutura pada tengkorak (Perron, 2008).
Gambar 2.1. Gambaran CT Scan pada fraktur tengkorak : A. linear skull fracture;
B. depressed, comminuted skull fracture; C. fraktur basis kranii
Sumber : Andrew D. Perron dalam How to Read a Head CT Scan (2008)
Fraktur dapat terjadi pada berbagai tempat di tengkorak. Adanya fraktur
tengkorak meningkatkan kecurigaan telah terjadinya kelainan pada intrakranial.
Bila pada CT Scan dijumpai adanya udara pada intrakranial, hal ini
mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan pada tulang tengkorak dan selaput
duramater. Fraktur basis kranii paling sering dijumpai pada petrous ridge (bagian
padat yang berbentuk piramid yang berada pada tulang temporal). Akibat dari
densitas tulang ini, garis fraktur akan sulit untuk diidentifikasi pada area ini.
Selain berusaha mencari garis fraktur untuk menegakkan terjadinya fraktur basis
kranii ini, pada klinisi dapat pula memberi perhatian pada mastoid air cells yang
terdapat pada tulang ini. Adanya darah pada mastoid air cells menandakan bahwa
terjadinya fraktur basis kranii. Sama halnya dengan mastoid air cells, sinus-sinus
seperti maksilaris, etmoidalis, dan sphenoid harus terlihat pada tomografi
komputer dan berisi udara. Apabila dijumpai cairan pada salah satu dari sinus ini,
dapat dicurigai bahwa telah terjadi fraktur pada tulang tengkorak (Perron, 2008).
1. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau
kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk
hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma
intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara umum,
menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium
atau bahkan koma dalam keadaan klinis(Bernath, 2009)
a. Hematoma Epidural
Hematoma Epidural adalah akumulasi darah di ruang antara duramater
dan tulang tengkorak.
23
24
25
b. Hematom Subdural
Hematom subdural disebabkan robekan vena vena di daerah korteks
serebri atau bridging vein oleh satu trauma. Lokalisasi trauma didaerah
frontoparietotemporal.1 Umumnya perdarahan subdural disebabkan oleh trauma,
tetapi perdarahan ini dapat pula terjadi secara spontan ataupun sebagai akibat dari
suatu tindakan medis seperti pungsi lumbal Pemberian obat-obatan antikoagulan
seperti heparin maupun warfarin juga menjadi faktor risiko yang meningkatkan
terjadinya perdarahan subdural (Engelhard III, dkk, 2014).
Bila hematom subdural akut ini berjalan beberapa minggu, maka akan
timbul hematom subdural kronik, dimana terdapat cairan xantokrom yang dibatasi
membran jaringan fibrous pada bagian medial.1
1) Subdural Hematoma Akut
Dikatakan akut bila kurang dari beberapa hari atau dalam 24
sampai 48 jam setelah trauma. Gejala klinis dari subdural
hematoma akut tergantung dari ukuran hematoma dan derajat
kerusakan otak. Gejala neurologis yang sering muncul adalah
penurunan
kesadaran,
dilatasi
pupil
ipsilateral
hematom,
tulang
pada
daerah
frontoparietotemporal.
26
27
c.
Perdarahan Subarakhnoid
setelah
28
d. Cedera difus
Cedera
otak
difus
merupakan
trauma
yang
sering
disebabkan
oleh
29
BAB III
KESIMPULAN
Trauma kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat
temporer ataupun permanent.
Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai
aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan;
30
mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi. Fraktur kranium dan lesi intrakranial
merupakan beberapa contoh dari kasus trauma kepala. Yang merupakan contoh
dari kasus lesi intrakranial adalah epidural hematoma, subdural hematoma,
perdarahan subarachnoid, kontusio dan hematoma intraserebral, serta cedera difus
pada otak.
Untuk menyatakan diagnosis kasus-kasus diatas, pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan radiologi sangat dibutuhkan. Pemeriksaan radiologi tersebut
adalah foto polos kepala, CT-Scan Kepala, MRI, ataupun angiografi.
Gambaran radiologi dari masing-masing kasus tersebut mempunyai ciri
khas yang dapat membantu seorang dokter membuat suatu diagnosis pada
penderita trauma kepala. Salah satu ciri yang jelas adalah pada kasus hematoma
epidural yang pada pemeriksaan CT-Scan kepala memberikan gambaran densitas
darah yang homogen (hiperdens) berbentuk bikonfeks dan sering pada daerah
temporoparietal. Sedangkan pada kasus hematoma subdural memberikan
gambaran hiperdens berbentuk seperti bulan sabit.
Pemeriksaan radiologi tersebut selain membantu untuk menyatakan
diagnosis, juga dapat menuntun seorang dokter untuk penatalaksanaan berikutnya
yang akan dilakukan terhadap pasien trauma kepala.
DAFTAR PUSTAKA
2.
3.
2008. 382-391
Zee CS. Neuroradiology: A Study Guide. Los Angeles; Mcgraw; 1996. 235-
4.
241
Misra R, Holmes E. A-Z of Emergency Radiology. New York; Cambridge
University Press; 2004. 1-20
31
5.
5.