Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kualitas Hidup


1. Definisi Kualitas Hidup (Quality Of Life)
Kualitas hidup (Quality of Life) merupakan konsep analisis
kemampuan individu untuk mendapatkan hidup yang normal terkait
dengan persepsi secara individu mengenai tujuan, harapan, standard an
perhatian secara spesifik terhadap kehidupan yang dialami dengan
dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada lingkungan individu tersebut
berada. (Adam 2006 dalam Nursalam, 2014)
Quality of life is defined as individuals perceptions of their position
in life in the context of the culture and value system in which they live and
relation to their goals, expectations, standards and concerns.(Nursalam,
2014)
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai
posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan system nilai di
mana mereka hidup dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan standard
an perhatian mereka. (Nursalam, 2014)
Definisi ini mencerminkan pandangan bahwa kualitas hidup mengacu
pada evaluasi subjektif yang tertanam dalam konteks budaya, sosial, dan
lingkungan. Karena definisi kualitas hidup terfokusbpada kualitas hidup
yang hanya diterima responden, definisi ini tidak diharapkan untuk
menyediakan cara untuk mengukur gejala, penyakit atau kondisi dengan
terperinci, melainkan efek dari penyakit dan intervensi kesehatan terhadap
7

kualitas hidup. Dengan demikian, kualitas hidup tidak dapat disamakan


hanya dengan istilah status kesehatan, gaya hidup, kepuasan hidup,
kondisi mental atau kesejahteraan. (Nursalam, 2014)
2. Domain Kualitas Hidup
Menurut WHO 1996 dalam Nursalam, (2014), ada empat domain
yang dijadikan parameter untuk mengetahui kualitas hidup. Setiap domain
dijabarkan dalam beberapa aspek, yaitu :
a. Domain kesehatan fisik, yang dijabarkan dalam beberapa aspek,
sebagai berikut : Kegiatan kehidupan sehari-hari, Ketergantungan
pada bahan obat dan bantuan medis, Energy dan kelelahan,
Mobilitas, Rasa sakit dan ketidaknyamanan, Tidur dan istirahat,
dan Kapasitas kerja.
b. Domain psikologis, yang dijabarkan dalam beberapa aspek,
sebagai berikut : Bentuk dan tampilan tubuh, Perasaan negative,
Perasaan positif, Penghargaan diri, Spiritualitas agama atau
keyakinan pribadi, serta Berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.
c. Domain hubungan sosial, yang dijabarkan dalam beberapa aspek,
sebagai berikut : Hubungan pribadi, Dukungan sosial, dan
Aktivitas seksual.
d. Domain lingkungan, yang dijabarkan dalam beberapa aspek,
sebagai berikut : Sumber daya keuangan, Kebebasan, keamanan
dan kenyamanan fisik, Kesehatan dan kepedulian sosial :
aksesbilitas dan kualitas, Lingkungan rumah, Peluang untuk
memperoleh informasi dan keterampilan baru, Partisipasi dan
kesempatan untuk rekreasi dan keterampialan baru, Lingkungan

fisik (polusi atau kebisingan atau lalu lintas atau iklim) dan
Trasfortasi.
B. Konsep Lanjut Usia
1. Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia (Lansia) merupakan proses alamiah yang pasti akan
dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Didalam
struktur anatomis proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran
didalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan
berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan
anatomi, fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh dan akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan
(Depkes RI, 2003)
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Pudjiastuti 2003
dalam Effendi & Makhfudli, 2009). Sedangkan menurut WHO lanjut
usia (elderly) dimulai dari usia 60-74 tahun. (Nugroho 2000 dalam
Effendi & Makhfudli , 2009)
2. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Menurut Mubarak. dkk, (2011) ada beberapa permasalahan yang
terjadi pada lanjut usia (lansia) yaitu :
a. Permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lansia.
1) Ketidakberdayaan

fisik,

ketergantungan pada orang lain.

sehingga

menyebabkan

10

2) Ketidakpastian ekonomi, sehingga membutuhkan perubahan


total dalam pola hidup.
3) Membuat teman baru untuk mendapat ganti mereka yang telah
meninggal/pindah.
4) Mengembangkan aktivitas baru untuk mengisi waktu luang
yang bertambah banyak.
5) Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa.

b. Permasalahan yang umum dan khusus pada lansia.


1) Permasalahan umum.
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis
kemiskinan
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai,
dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional
pelayanan usia lanjut.
e) Belum membudaya

dan

melembaganya

kegiatan

pembinaan kesejahteraan pada lansia.


2) Permasalahan khusus.
a) Berlangsungnya proses penuaan yang berakibat pada
b)
c)
d)
e)

timbulnya masalah fisik, mental, maupun sosial.


Berkurangnya integrasi sosial lansia.
Rendahnya produktivitas kerja lansia.
Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada
tatanan masyarakat individualistic.

11

f) Adanya dampak negative dari proses pembangunan yang


dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.
c. Masalah kesehatan utama.
1) Penyakit jantung.
2) Penyakit keganasan seperti kanker.
3) Penyakit ginjal.
4) Penyakit paru akut seperti pneumonia dan edema paru.
5) Penyakit vascular seperti CVA dan penyakit pembuluh darah
perifer.
6) COPD atau PPOM (penyakit paru obstruktif menahun)
7) Arthritis
8) Kelainan pada kulit dan kecelakaan.
d. Peningkatan stressor
Hal ini dapat diakibatkan adanya hemiplegi, deficit sensorik,
hospitalisasi, tinggal dirumah perawatan, kesulitan berbicara,
kehilangan anak dan teman, pemindahan benda yang memiliki arti,
serta cara kerja yang tidak bisa dilakukan sebagaimana pada waktu
dahulu (muda).
e. Respons obat.
1) Menurunnya absorbsi obat, hal ini dapat disebabkan oleh
menurunnya HCL, asam lambung, dan perubahan pergerakan
gastrointestinal.
2) Perubahan distribusi obat, hal ini disebabkan oleh menurunnya
serum albumin yang mengikat obat dan tersimpannya obat
pada jaringan lemak.
3) Perubahan metabolisme obat, akibat menurunnya aktivitas
enzim hati.
4) Menurunnya ekskresi obat, terjadi akibat menurunnya aliran
darah keginjal, menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus, dan
menurunnya beberapa fungsi tubulus ginjal.

12

f. Post power sindrom.


Post power sindrom merupakan suatu keadaan maladjustment
mental dari seseorang yang mempunayai kedudukan dari ada
menjadi tidak ada dan menunjukkan gejala-gejala diantaranya
frustasi, depresi, dan lain-lain pada orang yang bersangkutan. Ada
empat faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Perkembangan kepribadian yang kurang dewasa.
2) Kedudukan yang relative memberikan kekuasaan

dan

kepuasan.
3) Proses kehilangan kedudukan yang relative cepat.
4) Lingkungan yang mungkin memberikan suasana terhadap
timbulnya post power sindrom.

3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Menurut Nogroho, 2000 dalam Effendi & Makhfudli (2009)
perubahan sistem tubuh pada lansia yaitu:
a. Perubahan Fisik
1) Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya
akan lebih besar, cairan tubuh dan cairan intraseluler akan
berkurang, proporsi protein diotak, otot,ginjal, darah dan hati
juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun,mekanisme
perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atropi.
2) Sistem Persarafan

13

Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik


(Pakkenberg dkk, 2003), hubungan persarafan cepat menurun,
lambat dalam merespon baik dari
waktu,

khususnya

dengan

gerakan maupun jarak

stress,

mengecilnya

saraf

pancaindra,serta menjadi kurang sensitive terhadap sentuhan.


3) Sistem Pendengaran
Gangguan
timpani

pada

pendengaran

mengalami

atropi,

(Presbiakusis),
terjadi

membrane

pengumpulan

dan

pengerasan serumen karena peningkatan keratin, pendengaran


menurun

menurun

pada

lanjut

usia

yang

mengalami

ketegangan jiwa atau stress.


4) Sistem Penglihatan
Timbul skelerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons
terhadap sinar, kornea lebih membentuk seperti bola (sferis),
lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi
terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk
melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk
membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala
pemeriksaan.
5) Sistem Kardiovaskuler

14

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan


menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini
menyebabkan

menurunnya

kontraksi

dan

volumenya.

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas


pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi
postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh
meningkatnya resitaensi dari pembuluh darah perifer.
6) Pengaturan Suhu Tubuh Sistem
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis 35 C, hal
ini diakibatkan oleh metabolism yang menurun, keterbatasan
reflex menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7) Sistem Pernapasan
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih
berat,

kapasitas

pernapasan

maksimum

menurun,

dan

kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari


normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun
menjadi 75mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan
penurunan kekuatan otot pernapasan.

15

8) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,
esophagus melebar, sensitivitas akan lapar menurun, produksi
asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi,fungsi
absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai
aliran darah.
9) Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah
keginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang
(berakibat

pada

penurunan

kemampuan

ginjal

untuk

mengonsentrasi urine, berat jenis urine menurun, proteinuria


biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21
mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, otototot kandung kemih (vesika urinaria) melemah, kapasitasnya
menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air
kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga
meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas
sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga 75%
dari besar normalnya.
10) Sistem Endokrin

16

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas


tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas,
produksi aldosteron, serta sekresi hormone kelamin seperti
progesterone, estrogen, dan testosterone.
11) Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons
terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit
kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas
akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan
kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku
kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar
keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi
pudar dan kurang bercahaya.
12) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh,
kifosis,persendian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga
gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi
tremor.
b. Perubahan Mental

17

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah


perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (intelligence quotientI.Q), dan kenangan (memory), kenangan dibagi menjadi dua, yaitu
kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek
atau seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.
c. Perubahan Psikososial
Perubahan

psikososial

terjadi

terutama

setelah

seseorang

mengalami pensiun. berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi


pada masa pensiun.
1) Kehilangan sumber financial atau pemasukan (income)
berkurang.
2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya.
3) Kehilangan teman atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
5) Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness
of mortality).
4. Kegiatan Lansia.
Menurut Mubarak. dkk, (2011) usaha yang dapat dilakukan pada
individu dengan lansia diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tetap aktif, artinya diharapkan lansia hidup sederhana, santai, aktif
berorganisasi, aktif dalam kegiatan sosial, berkarya, selalu
mengembangkan hobi dan berolahraga, dalam melaksanakan

18

aktivitas harus disesuaikan dengan kemampuan, serta bergerak


secara teratur dan kontinu, karena bila otot tidak digerakkan akan
terjadi kehilangan kekuatan 10-15% per mg.
b. Produktif, artinya diharapkan lansia berusaha menghasilkan
sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh diri sendiri, untuk orang
lain, sesuatu itu bisa berupa prakarsa atau ide, nasihat, bimbingan,
dan hasil keterampilan.
5. Kunci Menuju Lansia Yang Bahagia, Berguna, Dan Berkualitas.
Menurut Mubarak. dkk, (2011) kunci menuju lansia yang bahagia,
berguna, dan berkualitas adalah :
a. Lansia yang Berguna dan Berkualitas.
1) Menghindari sikap menarik diri sebagai lansia.
2) Mengembangkan perspektif yang jelas mengenai hidup.
3) Menggantikan kepuasan-kepuasan yang hilang.
4) Mengembangkan sumber yang berarti dan berharga.
5) Mengembangkan hubungan yang bermakna.
b. Lansia yang Bahagia.
B : Berat badan berlebih supaya dihindari.
A : Atur makanan hingga sesuai atau kurangi lemak atau
makanan berkolesterol.
H : Hindari faktor risiko penyakit jantung iskemik atau koroner.
A : Agar terus-menerus berguna dengan mempunyai kegiatan
atau hobi yang

bermanfaat, membiasakan membaca,

mengisisi waktu dengan berkebun atau beternak, aktif dalam


kegiatan sosial, mendengar ceramah agama, kegiatan ilmiah,
dan lain-lain.

G : Gerak badan teratur wajib dilakukan


Tujuan gerak badan adalah :

19

1) Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan


penyakit.
2) Mempermudah untuk menyesuaikan kesehatan, terutama
fisik dan beradaptasi kemampuan gerak mana yang bisa
dioptimalkan.
3) Memperlancar proses degenerasi karena perubahan usia.
Salah satu olahraga yang dianjurkan untuk lansia adalah
senam tera, alasannya adalah :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

I:

Relative mudah dan ringan.


Meningkatkan ketahanan fisik.
Memperbaiki system persarafan.
Memperbaiki system kardiovaskular.
Memperbaiki system perkemihan.
Memperbaiki system pencernaan.
Meningkatkan system muskoluskeletal dan persendian.
Meningkatkan system pernapasan, dan lain-lain.

Ikuti nasihat petugas kesehatan (dokter, perawat)


1)
2)
3)
4)
5)
6)

Selalu memerhatikan keselamatan.


Latihan teratur dan tidak terlalu berat.
Permainan dalam bentuk ringan sangat dianjurkan.
Latihan dalam dosis berjenjang.
Hindari pertandingan.
Perhatikan kontraindikasi latihan.

A : Awasi kesehatan badan secara periodic.


Selalu memeriksakan kesehatan secara rutin atau berkala
untuk mencegah dan menghindari penyakit-penyakit tertentu
yang mudah timbul.

20

C. Konsep Artritis Rematoid


1. Definisi Artritis Rematoid
Artritis Reumatoid (AR) adalah penyakit peradangan sistemis kronis
yang tidak diketahui penyebabnya dengan manifestasi pada sendi perifer
dengan pola simetris. Konstitusi gejala, termasuk kelelahan, malaise, dan
kekakuan pada pagi hari. Pada AR sering melibatkan organ ekstraartrikular seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. AR menyebabkan
kerusakan sendi dan dengan demikian sering menyebabkan morbiditas dan
kematian yang cukup besar. (Helmi, 2013)

2. Epidemiologi Artritis Rematoid


Arthritis rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal
dan tersebar luas diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan
kelompok etnik. Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab,
faktor genetic, hormonal, infeksi, dan heat shock protein (HSP) telah
diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan morbiditas penyakit ini.
HSP adalah sekelompok protein yang berukuran sedang (60-90 kDa) yang
dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai suatu respons terhadap stress.
Mekanisme hubungan antara sel T dengan HSP belum diketahui dengan
jelas.(Lukman & Nurna, 2009)
3. Penyebab Artritis Rematoid
Penyebab AR tidak diketahui. Faktor genetic, lingkungan, hormone,
imunologi, dan faktor-faktor infeksi mungkin memainkan peran penting.

21

Sementara itu faktor sosial ekonomi, psikologis, dan gaya hidup dapat
memengaruhi progresivitas dari penyakit.
Genetic : Sekitar 60% dari pasien dengan AR membawa epitop bersama
dari cluster HLA-DR4 yang merupakan salah satu situs pengikatan
peptide-molekul HLA-DR tertentu yang berkaitan dengan AR.
Lingkungan : Untuk beberapa decade, sejumlah agen infeksi seperti
organism

mycoplasma,

Epstein-Barr

dan

virus

rubella

menjadi

predisposisi peningkatan AR.


Hormonal : Hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan
jumlah perempuan yang tidak proporsional dengan AR, ameliorasi selama
kehamilan, kambuh dalam periode postpartum dini, dan insiden berkurang
pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral.
Imunologi : Semua elemen imunologi utama memainkan peran penting
dalam propagasi, inisiasi, dan pemeliharaan dari proses autoimun AR.
Peristiwa selular dan sitokin yang mengakibatkan konsekuensi patologis
kompleks, seperti proliferasi sinovia dan kerusakan sendi berikutnya.
Keterlibatan limfosit T dan B, antigen-presenting sel (misalnya sel B,
makrofag, dan sel dendritik), serta banyak sitokin. Penyimpangan
produksi dan regulasi dari kedua sitokin proinflamasi dan antiinflamasi
dan jalur sitokin di temukan di AR. Sel T CD4 diasumsikan memainkan
peran penting dalam inisiasi AR. Sel-sel kemudian dapat mengaktifkan
makrofag dan populasi sel lainnya, termasuk fibroblas sinovia. Makrofag
dan sinovia fibroblast menjadi produsen utama dari sitokin proinflamasi
TNF-alfa dan IL-1. Hiperaktivasi dari membrane sinovia membentuk

22

jaringan pannus dan menyerang tulang sehingga mengalami degradasi


oleh aktivasi osteoklas. Perbedaan utama antara AR dan bentuk lain dari
inflamasi arthritis, seperti radang sendi psoriasis, tidak terletak pada pola
sitokin mereka, tetapi lebih pada potensi merusak yang sangat dari
membrane sinovia AR dan autoimun sistemis local. Hubungan dua
peristiwa tersebut tidak jelas, namun respons autoimun dibayangkan
mengarah pada pembentukan imunitas kompleks yang mengaktifkan
proses inflamasi ke tingkat yang lebih tinggi yang jauh dari biasanya.
(Helmi, 2013)
4. Patofisiologi Artritis Rematoid
AR tidak diketahui penyebabnya. Meskipun etiologi infeksi telah
berspekulasi bahwa penyebabnya adalah organism Mikoplasma, virus
Epstein-Barr, parvovirus, dan rubella, tapi tidak ada organism yang
terbukti bertanggung jawab. AR dikaitkan dengan banyak respons
autoimun, tetapi apakah autoimunitas merupakan peristiwasekunder atau
primer masih belum diketahui.
AR memiliki komponen genetic yang signifikan dan berbagi epitop
dari cluster HLA-DR4/DR1 hadir pada 90% pasien dengan AR.
Hiperplasia sel cairan sendi dan aktivasi sel endotel adalah kejadian pada
awal proses patologis yang berkembang menjadi peradangan yang tidak
terkontrol dan berakibat pada kehancuran tulang dan tulang rawan. Faktor
genetic

dan

kelainan

progresivitas penyakit.

system

kekebalan

berkontribusi

terhadap

23

Sel T CD4, fagosit mononuclear,fibroblast, osteoklas, dan neotrofil


memainkan peran selular utama dalam patofisiologi AR, sedangkan
limfosit B memproduksi autoantibody. Produksi sitokin abnormal,
kemokin, dan mediator inflamasi lain (misalnyaTNF-alpha, interleukin
(IL)-1, IL-6, IL-8, serta faktor pertumbuhan fibroblast) telah ditunjukkan
pada pasien dengan AR. Pada akhirnya, peradangandan proliferasi
sinovium (yaitu pannus) menuju kepada kerusakan dari berbagai jaringan,
termasuk tulang rawan, tulang, tendon, ligament, dan pembuluh darah.
Meskipun struktur artikular adalah tempat utama yang terlibat oleh AR,
tetapi jaringan lain juga terpengaruh.
5. Manifestasi Klinis Artritis Rematoid
Menurut Lukman & Nurna, (2009) ada beberapa manifestasi klinis
yang lazim ditemukan pada klien artritis rematoid. Manifestasi ini tidak
harus timbul sekaligus pada saat bersamaan. Oleh karenanya penyakit ini
memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
b. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi
di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs
distal. Hampir semua sendi di artrodial dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoatritis, yang biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.

24

d. Arthritis erosif, merupakan cirri khas arthritis rematoid pada gambaran


radiologic. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi
tulang dan dapat dilihat pada radiogram.
6. Komplikasi Artritis Rematoid
AR sendiri tidak fatal, tetapi komplikasi

penyakit

dapat

mempersingkat hidup beberapa individu. Secara umum, AR progresif dan


tidak bisa disembuhkan. Dalam beberapa waktu penyakit ini secara
bertahap menjadi kurang agresif. Namun, jika tulang dan ligament
mengalami kehancuran dan perubahan bentuk apapun dapat menimbulkan
efek yang permanen.
Deformitas dan rasa nyeri pada kegiatan sehari-hari dapat terjadi atau
dialami. Sendi yang terkena bisa menjadi cacat dan kinerja sehari-hari
akan menjadi sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan. Menurut satu
survey, 70% dari pasien dengan penyakit AR menyatakan bahwa AR
menghambat produktivitas. Pada tahun 2000, sebuah penelitian di inggris
menemukan bahwa sekitar sepertiga dari individu berhenti bekerja dalam
waktu lima tahun setelah timbulnya penyakit. (Helmi, 2013)
7. Penatalaksanaan Artritis Rematoid
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan
nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan
maksimal dari klien, serta mencegah dan/atau memperbaiki deformitas
yang terjadi pada sendi. Penalaksanaan yang sengaja dirancang untuk
mencapai tujuan-tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan
termoterapi, gizi serta obat-obatan.

25

Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit


sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dimulai secara lebih dini. Klien
harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan
psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi
harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan
obat anti inflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan
terbimbing.
Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau
imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin
berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi
sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis
atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat
bantu untuk menunjang kehidupan sehari-hari dirumah maupun ditempat
kerja.
Langkah pertam dari program penatalaksanaan artritis rematoid
adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit
kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien.
Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang
patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua
komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat kompleks,
sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode
yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberiakn oleh tim kesehatan.
Proses pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus-menerus.

26

Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari bantuan


klub penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain
yang juga menderita arthritis rematoid, serta keluarga mereka.
Istirahat adalah penting karena penderita artritis rematoid biasanya
disertai lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap
hari, tetapi ada masa-masa di mana klien merasa keadaannya lebih baik
atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila
beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat mudah terbangun dari
tidurnya pada malam hari karena nyeri. Disamping itu latihan-latihan
spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan
ini mencakup garakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan
sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obat penghilang
nyeri mungkin perlu di berikan sebelum latihan, dan mandi paraffin
dengan suhu yang dapat diatur antara suhu panas dan dingin dapat
dilakukan. Alat-alat pembantu dan adaptif mungkin diperlukan untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Latihan yang diberikan
sebaiknya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah mendapat pelatihan
sebelumnya, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja karena latihan yang
berlebihan dapat merusak struktur-struktur penunjang sendi yang memang
sudah lemah oleh adanya penyakit.
Penderita artritis rematoid tidak memerlukan diet khusus karena
variasi pemberian dien yang ada belum terbukti kebenarannya. Prinsip
umum untuk memperoleh diet seimbang sangat penting. Penyakit ini dapat

27

juga menyerang sendi temporomandibular, sehingga membuat gerakan


mengunyah menjadi sulit. Sejumlah obat-obat tertentu dapat menyebabkan
rasa tidak enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan.
Pengaturan berat badan dan aktivitas haruslah seimbang karena biasanya
klien akan mudah menjadi terlalu gemuk disebabkan aktivitas klien
dengan penyakit ini relative rendah. Namun, bagian yang penting dari
seluruh program penatalaksanaan adalah pemberian obat.
Obat-obat dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan,
dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. Nyeri hampir tidak
dapat dipisahkan dari arthritis rematoid, sehingga ketergantungan terhadap
obat harus diusahakan seminimum mungkin. Obat utama pada artritis
rematoid adalah obat-obatan antiinflamasi nonsteroid.
Obat antiinflamasi nonsteroid bekerja dengan menghalangi proses
produksi

mediator

peradangan.

Tepatnya

menghambat

sistesis

prostaglandin atau siklo-oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam


lemak sistemik endogen, yaitu asam arakidonat menjadi prostaglandin,
prostasiklin, tromboksan, dan radikal-radikal oksigen. (Lukman & Nurna,
2009)
D. Kerangka Konsep
Faktor yang
mempengaruhi :
1. Genetic
2. Lingkungan

Artritis

Kualitas Hidup Lansia :


1. Domain Fisik
2. Domain Psikologis

28

3.
4.
5.
6.

Hormone
Imunologi
Infeksi
Sosial

Rematoid

3. Domain Hubungan
Sosial
4. Domain Lingkungan

Ekonomi
7. Psikologis
8. Gaya Hidup
Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai